BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Divine (By. Kim Hye Soo)

edited December 2015 in BoyzStories
Part 1A

‘Drrrtt…Drrrtt…!’

HP itu telah beberapa kali bergetar, namun
si empunya masih saja enjoy berpose di
depan kamera DSLR dengan gaunnya yang
terlihat sedikit ribet. Tak lama, datang
seorang pria yang kemudian mengambil HP
model itu. Tepat saat model itu selesai
dengan sesi pemotretannya, dia disodori HP
oleh laki-laki yang baru datang.

“Baru datang kah Fer?” Tanya model itu.

Laki-laki itu mengangguk.

“Jadi bagaimana hasilnya?” Laki-laki itu
tampak menghela napas sejenak.

“Ternyata agak susah meyakinkan orang-
orang tua itu. Tanpa kau disana, mereka jadi
agak sengak dan sokk!” Sungut laki-laki
yang dipanggil Fer itu.
Well, namanya Ferry.

“Hahahaa…” Model itu tertawa besar.

“Well, ternyata wajah mengintimidasimu itu
sangat berguna disana Fif.” Afif tersenyum.

Ya, namanya Afif, lengkapnya Afif
Sastrowardojo. Seorang model androgini
yang sedang naik daun dan juga seorang
pengusaha property dan resorts. Masih
muda, 22 tahun usianya.

“Aku lihat tadi ada missed call dari kakak
mu,” Ujar Ferry.

Ferry sendiri adalah sekretaris pribadi Afif.
Dulu Ferry adalah kakak tingkat Afif di
bangku kuliah. Mereka berdua berteman
baik, Ferry yang menjadi sekretaris pribadi
Afif sangatlah hapal dan paham bagaimana
Afif itu. Luar dalam, dia sangatlah tahu Afif
bagaimana sifat dan sikapnya secara pribadi
juga sosial. Ferry tahu seberapa suksesnya
Afif, betapa terkenalnya dan bahkan ia tahu
seberapa kayanya Afif itu. Salah satu
pewaris dari Sastros group, salah satu
keluarga konglomerat di dunia.
Afif tampak menelpon seseorang, hingga
beberapa lamanya.

“Halo Mas, kenapa?” Tanyanya pada
seseorang di ujung telpon, kakaknya.

“(……)”

“Astaga, iya aku lupa. Besok kan?”

“(……)”

“Aku juga tidak tahu, aku akan lihat
jadwalku dulu.”

“(……)”

“Baiklah, kita lihat saja nanti. Iya, bye!!” Afif
melihat pada Ferry.

“Jadi, apa agendaku untuk besok Fer?”
Tanya pemuda yang memiliki rambut
sebahu itu.

“Tidak ada. Seminggu yang lalu kau sudah
memintaku untuk mengosongkan jadwalmu
untuk besok. Kau dan teman-temanmu di
The Socialist di undang untuk menghadiri
acara di UWM kan?” Afif mengangguk dan
bernafas lega.
Ia merasa sangat beruntung memiliki
sekretaris yang begitu tanggap dan tangkas
seperti Ferry. Ia yang gampang lupa akan
sesuatu merasa sangat terbantu dengan
adanya Ferry.

“Well, bukankah aku harus check-up? Aku
tidak mau Irma ngomel kalau aku telat.” Ujar
Afif pada dirinya sendiri. Dan hendak
beranjak untuk ganti baju.

“Fif!” Panggil Ferry sambil menahan tawa.

“What?”

“Tidakkah kau ingin berkencan dulu
bersamaku dengan mengenakan gaun itu?”
Goda Ferry.

“Shut up! G kurang ajar kau Fer!” Ferry
tertawa bekakakan!

“Hey! Yang G kan kau, kapan lagi kau bisa
kencan dengan laki-laki tampan sepertiku?

Haha!” Ferry masih betah menggodanya.

“Diam, atau ku sumpal mulutmu dengan
heels ku.” Afif beranjak ke kamar ganti. Dia
masih sempat mendengar ledakan tawa
Ferry.
«13

Comments

  • B

    “So,bagaimana hasilnya Ir?” Tanya Afif yang
    baru saja diperiksa oleh seorang dokter ber
    name tag Irma Sastrowardojo.
    “Yaa, sama seperti sebelumnya. Tidak ada
    gangguan apapun, semuanya masih
    normal.” Kata Irma, dokter pribadi Afif yang
    sesungguhnya adalah sepupunya sendiri
    yang merangkap juga sebagai sahabat Afif.
    Afif tersenyum lega. Kemudian ia bersandar
    pada kursi yang didudukinya dan
    memainkan HP nya sebentar.
    “Well, sudah makan siang? Bagaimana kalau
    kita lunch bareng? Inez baru saja pulang,
    dan kurasa kita akan mendapat makan
    siang gratis hari ini…” Gurau Irma.
    “Benarkah? Wahh, boleh. Ayo kalau begitu!”
    Mereka berdiri dan beranjak keluar dari
    ruangan Irma.
    Mereka tampak ngobrol sambil berjalan
    menyusuri koridor rumah sakit. Sampai HP
    Afif berdering nyaring.
    “Ya Ferry? Ada apa?” Ternyata telpon dari
    Ferry. Afif diam mendengarkan Ferry yang
    tengah menjelaskan sesuatu.
    “Okay, tak masalah jika lusa. Kau aturlah,
    yang penting aku tinggal berangkat saja.”
    Kata Afif pada Ferry. Tak lama, sesi telpon
    menelpon itupun berakhir. Afif lalu
    mengantongi kembali HP nya.
    “Ada apa Fif?” Tanya Irma.
    “Enggak, cuma ini, lusa aku harus
    ngeresmiin resort baru aku yang di
    Samarinda.” Ungkap Afif pada karibnya itu.
    “Really? Wahh selamat, tambah kaya aja
    kamu. Rasanya aku akan dapat lunch dan
    dinner gratis hari ini.” Canda Irma,
    sementara Afif mendelik.
    “Just dream it!” Kata Afif jalan mendahului.
    Irma menggumamkan kata ‘pelit’ sambil
    berjalan mengikuti Afif.
    ***
    Di kafe, tampak Afif dan Irma sedang
    ngobrol sambil menikmati makanan mereka
    sambil menunggu kedatangan Inez. Tak
    lama, terlihat gadis tinggi nan cantik jelita
    dengan menenteng tas brandednya berjalan
    anggun menghampiri Afif dan Irma.
    “Well guys, sorry telat. Tau kan macet?”
    Cengir Inez yang langsung duduk
    bergabung dengan dua kawannya.
    “Kapan datang Nez?” Tanya Afif.
    “Baru tadi pagi.” Jawabnya.
    “Ehh tapi tau nggak, aku kan ketemu ya
    sama salah satu pemilik mangement artis
    disana, uuhhh cucok banget tuhh laki’. Salah
    cakep, tinggi gagah pula’. Uuhhh, pokoknya
    kasep pisan lah.” Ujar Inez berapi-api.
    Ya begitulah Inez kalau ketemu cowok yang
    mulus dikit, centilnya itu kagak bisa ditahan.
    “Norak!” Afif menanggapi sambil
    menyeruput jusnya.
    “Ohmegod, Inez. Sampek segitunya,
    bukannya cowok tercucok and terkasep di
    dunia ini Cuma aa’ Kuncoro seorang?” Irma
    meledek. Inez manyun. Kuncoro adalah
    kekasih Inez.
    “Yah kalau itu sih kagak diragukan lagi, tapi
    maksud aku, hari gini ya, CEO management
    artis yang popular, mana ada sih yang masih
    apalah apalah kayak dia. Huhh cakep lah,
    aku mau jadi istrinya kalau mungkin.” Ujar
    Inez lagi. Kedua sahabatnya saling
    memandang dan menatap satu sama lain.
    “Dan kau akan membuang Kuncoro? Great
    girl,” Kata Irma.
    “Jadi, what did you do there?” Tanya Afif.
    “Aku Cuma comparing aja sih sama
    management ku, gimana sistematisnya.
    Pokoknya gitu-gitu deh. Aku sekalian
    ngenalin Sastro ke dia, and I told him kalau
    Sastro bakal invest ke mereka. Gitu sih
    intinya.” Ungkap Inez.
    “Well, untung aku tidak ikut denganmu
    kesana. Karena mungkin aku akan mual
    bahkan muntah mendengar kalimat-kalimat
    persuasive mu yang pasti that would be so
    over.” Ledek Irma pada adiknya itu.
    Sedangkan Afif tertawa kencang.
    Ya memang begitulah Inez, dia juga Imam,
    kakaknya Afif, akan sangat berlebihan ketika
    menceritakan segala hal yang berkaitan
    dengan keluarga mereka. Keluarga
    Sastrowardojo. Yahh walaupun memang
    keluarga mereka, keluarga Sastro,
    memanglah keluarga yang bisa dibilang
    sangat kaya raya dan amatlah sangat
    terkenal sekali, tapi Inez dan Imam masih
    tergolong berlebihan ketika
    mendiskripsikaan keluarga Sastro pada
    orang-orang.
    “So, mana oleh-olehnya?” Tanya Afif dengan
    tangan menengadah pada Inez. Inez
    menggeleng kan kepala.
    “Aku tidak bawa oleh-oleh apapun. Tapi,”
    Afif dan Irma langsung menaruh perhatian
    pada Inez yang mendadak terlihat serius.
    “Kau tahu Fif, aku punya kenalan seorang
    designer gaun terkenal disana…”
    “Aku tidak tahu.” Ucap Afif.
    “Aku belum selesai,” Afif mengedikkan bahu,
    bertingkah menyebalkan. Begitulah Afif,
    senang sekali menggoda Inez dengan
    tingkahnya yang terkadang sangat
    menjengkelkan.
    “Aku punya kenalan designer gaun terkenal
    disana, dan aku memberikan profile mu
    padanya.” Ungkap Inez yang berhasil
    mengejutkan kakak dan karibnya.
    “Benarkah? Lalu?” Irma bertanya.
    “Dia tertarik denganmu, dan dia ingin kau
    meng-endorse karyanya nanti.” Afif tampak
    berbinar, dan tersenyum merekah.
  • C

    “Wahhh! Inez! Kau memang sahabat yang
    baik, kau tahu, itu adalah oleh-oleh terbaik
    yang pernah kau berikan padaku.” Serunya
    bersemangat.
    “Yes, I am.” Dan mereka tertawa bersama-
    sama.
    “By the way guys, besok ke UWM, kalian
    ikut?” Tanya Irma.
    “Sebenarnya aku masih sangat lelah, tapi
    kalau kalian misal ikut, aku juga akan ikut.
    Apa kalian ikut?” Inez memperhatikan
    kedua orang yang duduk di depannya.
    “Jadwalku kosong, dan aku akan ikut.” Ujar
    Afif.
    “Idem.” Imbuh Irma. Inez mengangguk, dan
    dia memutuskan juga akan ikut.
    “Apa Mas Imam akan ikut?” Irma bertanya
    lagi.
    “Tentu saja, dia akan menjadi salah satu
    pembicaranya bukan?” kata Afif.
    “Hah? Mas Imam? Pembicara? Hahaha, yang
    benar saja! Sebenarnya acara apaan sih
    itu?” Inez berucap sambil sedikit meragukan
    public speaking kakaknya Afif.
    “Hey! Walaupun dia alay sepertimu, dia
    masih kakakku dan sepupumu tau’!” Sungut
    Afif pada Inez.
    “Entahlah, sejenis workshop dan
    semacamnya lah. Disitu nanti akan ada tiga
    pembicara dari The Socialist, Mas Ulum yang
    akan memberi motivasi tentang leadership.
    Lalu Mas Imam akan memberi wawasan
    tentang business development dan si Caca
    akan ngoceh bagian uang dan segala tetek
    mbengek tentang pendanaan. Materi
    mereka bertiga akan saling berintegrasi
    pokoknya,” Jawab Irma yang sedikit ogah
    membahas tentang Caca.
    Yapp, Caca atau Euricha Fany adalah musuh
    keluarga Sastro di The Socialist. Sudahkah
    aku memberi tahu kalian tentang The
    Socialist? The Socialist itu intinya, mereka
    adalah kumpulan pebisnis-pebisnis muda
    yang sangat cukup kaya raya, dan cukup
    sering melakukan kegiatan sosial. Mereka
    sangat terkenal di berbagai kalangan,
    seperti kalangan pebisnis, politisi, sosialita
    bahkan selebritis.
    “Mas Ulum ketua The Socialist, yang toko
    bukunya udah sedabrek itu?” Inez
    memastikan, dan Irma mengangguk.
    “Dan Caca itu bendaharanya, yang punya EO
    kayak Rina Gunawan itu?” Tanya Inez lagi,
    dan Irma kembali mengangguk.
    “Hahh, UWM dari sini cukup jauh, sekitar 4
    jam jika naik bus. Aku harap trip besok akan
    menyenangkan.” Ujar Afif membaringkan
    kepalanya di atas meja.
    “Heyy! Don’t worry! Pulangnya besok, kita
    akan mampir dan bermain di Pantai
    Kenjeran.” Ungkap Irma antusias.
    “Perfect! Sudah lama aku tidak ke pantai.”
    Inez berujar sambil menyandarkan
    kepalanya pada sandaran kursi yang
    didudukinya.
  • D

    ***

    Afif melihat jam, sudah pukul 22.51. Begitu
    masuk, masih ada yang menonton tv. Afif
    berjalan mendekat, dan ia menemukan
    kakaknya yang tengah nonton acara news
    dengan tampang kusut khas orang yang
    lelah dan sedang terserang insomnia.
    “Mas Imam kok belum tidur?” Tanyanya
    yang sedikit mengagetkan sang kakak.
    “Ohh, kau? Baru pulang?” Imam malah ganti
    bertanya, Afif mengangguk lalu duduk
    disampingnya sambil bersandar pada
    sandaran sofa.
    “Gimana Paris Airshow nya?”
    “Amazing, pesawatnya awesome semua.
    Pantas saja yang hadir hingga 300ribu
    orang.” Afif menoleh ke kakaknya sebentar.
    “Benarkah?”
    “Iya. Pesawat yang dipamerkan padahal
    cuma 100 unit. Tapi antusiasnya luar biasa.
    Aku suka dengan beberapa, sangat menarik
    perhatianku.” Ujar Imam.
    “Trus? Mas beli?” Tanya Afif. Imam
    menggeleng.
    “Tidak, nanti kalau aku membelinya, bisa
    menarik perhatian pengunjung yang ada
    disitu dan dikira nanti aku pamer. Aku tidak
    mau nanti Sastro dicap sombong oleh
    orang.” Kata Imam sambil tertawa usil.
    Afif memasang tampang illfeel dan annoyed.
    “Bukannya itu memang kerjaan Mas ama
    Inez ya, pamer kekayaan dihadapan orang
    dengan mengatas namakan Sastro.” Ledek
    Afif.
    “Shit!” Imam menimpuk adiknya dengan
    bantal.
    “Kau ikut?” Tanya Imam.
    “Oh, dengan senang hati aku akan ikut.
    Kapan lagi aku bisa melihat kakakku semata
    wayang terlihat bijaksana, berwibawa dan
    tidak lebay?” Afif kembali meledek kakaknya.
    Imam manyun dan disusul dengan kekehan
    pelan Afif.
    “Sial!”
    “Haha, aku ikut Mas. Yahh walaupun sedikit
    lelah.”
    “Kenapa? Tadi ada pemotretan?” Tanya
    Imam sambil melihat paras cantik adik laki-
    lakinya yang jarang dimiliki oleh kebanyakan
    laki-laki itu.
    “Iya, tadi ada pemotretan untuk gaun
    pernikahan.” Kata Afif.
    “Baju cowok apa cewek?”
    “I said ‘gaun’ right?” dan Afif pun beranjak.
    “Kurang ajar!” Umpat Imam.
    “Sudah ayo tidur! Besok kita harus bangun
    pagi-pagi.” Dan Afif menghilang di balik
    pintu kamarnya.
    ***
  • Ceritanya bagus.
  • Part 2A

    Pagi-pagi saat menunggu semua kumpul,
    tampak anggota The Socialist saling
    bercengkerama dan membentuk beberapa
    kelompok kecil. Mereka tampak elegan
    dengan busana yang mereka kenakan dan
    cara berbicara mereka yang sangat terlihat
    menjaga image sekali.
    “Fif!” Afif disapa seseorang, dan iapun
    menoleh ke orang tersebut. Caca!
    “Iya?”
    “Sendirian aja?” Tanya Caca basa basi.
    ‘Nie orang buta kali yak? Lha emang ama
    siapa lagi?’ umpatnya dalam hati. ‘Ini siapa
    juga cowok cakep yang ama Caca ini?
    Pacarnya kah?’ lanjutnya masih dalam hati.
    “Iya nih, aku ditinggal Mas Imam ke toilet.”
    Jawab Afif mencoba akrab.
    “Emang Irma dan Inez kemana?” Tanya Caca
    lagi.
    “Mereka juga sedang di toilet.” Jawab Afif
    lagi. ‘Ni orang kesambet setan apa sih?
    Tumben amat ramah and sok akrab gini?’
    Lalu laki-laki yang berada disamping Caca
    berdehem.
    “Ehemm…”
    “Oh iya Fif, kenalin, ini namanya Seger.
    Temenku yang juga anggota kita di The
    Socialist. Pasti belum kenal kan?” Ujar Caca.
    Afif dan Seger berjabat tangan, ‘hangat’ pikir
    Afif saat tangannya dijabat Seger.
    “Iya, aku tidak eh belum kenal maksudnya.”
    Kata Afif. Caca tersenyum.
    “Baiklah, aku tinggal sebentar. Mungkin
    kalian ingin ngobrol sesuatu. Afif masih
    single kok Ger!” Kalimat terakhir Caca lebih
    diperuntukkan pada Seger, Seger dan Caca
    saling tersenyum penuh arti.
    ‘Apa-apaan sih Caca? Buka status orang,
    bikin malu!’ gerutu Afif.
    “Well, nama lengkapku Seger Wahyudi jika
    kau ingin tau.” Kata Seger membuka
    percakapan. Afif tersenyum.
    “Aku Afif Sastrowardojo, jika kau juga ingin
    tahu.” Balas Afif juga sambil tersenyum.
    Keduanya tertawa.
    “Ya aku tahu. Tolol sekali aku jika tidak
    mengetahui model papan atas sepertimu.”
    Puji Seger, sedangkan yang dipuji hanya
    tersenyum malu.
    “Jadi selain model, kau adalah pengusaha
    property dan resorts. Apa aku salah?” Seger
    bertanya sambil beringsut lebih mendekat
    ke Afif. Afif tersenyum sambil menggeleng.
    “Tidak, kau tidak salah.”
    “Dan kau adalah anggota aktif The
    Socialist?”
    “Tidak juga…” Afif menanggapi. Keduanya
    terdiam sejenak. Keduanya tampak
    canggung ketika kedua bahu mereka saling
    bersentuhan.
    ‘Laki-laki yang hangat. Hey! Apa dia G?’
    Tanya Afif dalam hati.
    “Bagaimana denganmu? Aku jarang
    melihatmu saat The Socialist sedang kumpul,
    atau bahkan tidak pernah sama sekali.” Afif
    berucap. Seger tertawa pendek.
    “Aku memang jarang ikut kumpul bersama
    The Socialist, tapi aku pernah ikut kumpul
    kok. Kalau aku bukan member, mana
    mungkin sekarang aku ada disini?”
    “Ah iya ya, benar juga.” Afif mengangguk-
    anggguk.
    “Jadi, kau seorang pebisnis?”
    “Yupp, aku punya bisnis kacamata dan
    optic!” Jawab Seger.
    “Ahh, I see…” Mereka terus bercengkerama
    hingga waktunya naik ke bus, mereka
    masuk dan duduk berdua di tengah. Irma
    dan Inez duduk di barisan paling belakang
    dan langsung menutup mata mereka
    dengan kacamata dan memakai masker,
    tidur. Sedang Imam duduk di barisan depan
    tampak bercakap-cakap dengan Ulum.
    Seger dan Afif masih terus ngobrol, mereka
    tampak akrab.
    “Well, jika aku tidak mengenalmu, mungkin
    aku akan mengira kalau kau adalah seorang
    wanita. Kau begitu cantik jika dipandang
    dari jarak yang dekat seperti ini.” Puji Seger.
    “Ahh, kau berlebihan.” Afif tampak merona.
    “Perjalanan masih lama, jika kau merasa
    ngantuk, kau bisa menggunakan bahuku
    sebagai bantal jika kau ingin tidur.” Kata
    Seger menawarkan dengan senyum tampan
    yang memikat. Afif tampak terpana sesaat
    dengan semburat merah di pipinya.
    “Emhh, terima kasih.” Jawab Afif kikuk.
    Seger tersenyum.
  • B

    Begitu tiba, The Socialist segera turun dari
    bus. Tau-tau mereka dikeroyok wartawan
    yang ternyata telah tiba lebih dulu. The
    Socialist terpecah menjadi beberapa
    kelompok.
    “Ahh, aku ke toilet dulu!” Pamit Seger pada
    Afif, dan Afif mengangguk. Didepannya
    masih ada wartawan yang sedang
    mewawancarainya. Hanya seorang
    wartawan yang bertanya, dan yang lain
    focus merecord.
    “Jadi, kami dengar Afif kemarin pemotretan
    ya?” Tanya wartawan news pria dari salah
    satu stasiun tv terkenal itu.
    Afif tersenyum sambil mengangguk.
    “Iya Mas, kemarin ada pemotretan. Masih di
    kawasan ibu kota aja.” Jawab Afif ramah.
    “Dan sekarang masih sempat kesini, tidak
    lelah kah?” Tanya wartawan ber name tag Y.
    Wahyu J. itu.
    “Lelah sih Mas, tapi kan tau sendiri, saya tuh
    suka ama acara yang berbau bisnis kayak
    gini. Jadi mau lelah model gimanapun ya
    hayyuk aja deh kalau ke acara bisnis macam
    ini.” Jawab Afif dengan diselingi tawa.
    Wartawan-wartawan yang ada didepannya
    pun tertular tawa.
    “Katanya Mas Imam Sastro mau jadi
    pembicara juga ya?” Tanya wartawan
    wanita yang ada disebelahnya wartawan
    Wahyu.
    “Iya Mbak, kakakku ngisi di acara itu. Nggak
    tau deh nanti mau ngomong apa orang
    lebay kayak dia, nanti pada masuk kan
    semua? Kapan lagi bisa ngeliat Imam Sastro
    bicara bener? Hahaha…” Canda Afif dan
    diikuti tawa para wartawan.
    Sesi wawancara itupun berakhir ketika ada
    yang memberi tahu bahwa acara akan
    segera dimulai. Semua member The Socialist
    juga para wartawan masuk ke audithorium
    untuk mengikuti acara yang bertemakan
    bisnis itu.
    Acara sudah dimulai beberapa saat yang
    lalu. Audithorium itu tampak padat sekali.
    Terlihat kamera-kamera jurnalis berjejer
    mentereng di depan stage utama.
    Afif tampak duduk sendiri di salah satu
    baris, dan dia duduk paling pinggir. Ada dua
    kursi kosong disampingnya. Ia baru saja
    ditinggal Irma ke toilet, sepertinya ada
    sesuatu terjadi dengan pencernaannya.
    Seseorang berjalan dan mendekat
    kearahnya, ia yang tidak sadar segera
    menoleh saat orang itu berdehem.
    “Ehemm…!”
    “Iya?” Afif menyipitkan mata.
    “Boleh bergabung? Aku tidak mendapatkan
    kursi yang disediakan untuk para
    wartawan.” Kata pria berseragam wartawan
    itu.
    Afif tersenyum lalu mengangguk.
    “Silahkan!” Mereka berdua diam. Afif tampak
    fokus memperhatikan pembicara dari The
    Socialist, sedangkan wartawan
    disampingnya tampak canggung.
    “Emmh, sendirian saja?” Wartawan itu
    mencoba akrab.
    Afif menoleh daan tersenyum, manis.
    “Iya untuk sementara ini tadi, lalu sekarang
    tidak. Kan sekarang ditemani Mas Wahyu.”
    Canda Afif yang disambut dengan tawa
    renyah wartawan bernama Wahyu itu.
    Wartawan itu adalah wartawan yang
    mewawancarainya tadi pagi, sebelum
    masuk ke audithorium.
    “Jadi memang benar-benar sendiri, rasanya
    aku datang pas perfect timing ya?” Ganti
    Wahyu yang melempar candaan, dan sukses
    membuat Afif terkekeh.
    “Haha, bisa saja. Aku tadi bersama Irma,
    sekarang dia sedang ke toilet.” Jawab Afif
    tampak tersenyum manis, dan berhasil
    menggetarkan hati Wahyu.
    Wahyu tidak tahu tentang orientasinya, tapi
    dia pernah berpacaran dengan seorang
    wanita. Ia tidak pernah sekalipun merasa
    tertarik apalagi jatuh cinta pada orang yang
    sama-sama berdada rata sepertinya, tapi
    baru kali ini ia merasa nyaman. Tapi ia harus
    tetap sadar, siapa ia dan siapa Afif. Bukan
    karena masalah wealth atau property, jika
    kalian tidak tahu, Wahyu pun adalah anak
    dari CEO salah satu media group yang cukup
    besar di negeri ini. Ini lebih ke masalah
    image.
    Bayangkan apa yang akan terjadi jika
    memang Afif bisa dimilikinya, headline apa
    yang akan muncul di berbagai media. Oh,
    tidak. Bukan dirinya yang ditakutkannya,
    tapi Afif sendirilah yang ia khawatirkan.
    “Kok Mas Wahyu nggak nge record?” Tanya
    Afif.
    “Tadi udah ada temanku kok. Emmh Fif,”
    Wahyu tampak ragu.
    “Iya?”
    “Boleh aku…”
    “Rasanya aku salah makan deh Fif…” Ucapan
    Wahyu terpotong dengan kedatangan Irma.
    “Oh kau, apa yang salah?” Tanya Afif yang
    memberi jalan untuk Irma lewat.
    “Entahlah, apa aku kemarin makan sambel
    saat kita dinner?” Tanya Irma. Afif
    menggeleng.
    Wahyu memperhatikan dua karib itu.
  • C

    “Seger Wahyudi…!” Seger menyodorkan
    tangan pada gadis disampingnya.
    “Ohh, aku Inez Sastrowardojo. Member The
    Socialist?” Tanya Inez.
    “Of course, aku nggak akan disini dong
    kalau aku bukan member.” Ucap Seger
    tersenyum. Inez terkekeh.
    “Oh iya ya, betul juga. Pengusaha?” Tanya
    Inez lagi.
    “Iya, aku punya usaha kaca mata dan optic.”
    Jawab Seger.
    “Ahh, I see…” Inez mengangguk-anggukan
    kepala.
    ‘ganteng banget sih nih orang, mana masih
    muda lagi. Ckckck…’ Inez berujar dalam hati.
    Dan mereka terus berbincang dengan
    asyiknya, mereka semakin akrab. Hingga
    bertukar nomor ponsel dan pin BBM.
    Sepertinya misi Seger untuk mendapatkan
    Afif dan Inez akan sangat mulus. Hingga
    acara itu berakhir, Inez dan Seger keluar
    audhitorium bersama dan duduk di bus
    bersama. Afif sendiri duduk bersama Irma.
    Sesuai planning, mereka mampir ke Pantai
    Kenjeran. Mereka tampak menikmati
    pemandangan di Kenjeran, yahh walaupun
    gak bagus bagus amat sih. Tapi at least, bisa
    membuang penat lah. The Socialist
    berpencar bergerombol berdasarkan gank
    masing-masing.
    Afif, Irma dan Imam tampak selfie dan
    mengambil gambar diri mereka dengan
    background pantai. Mereka tampak sangat
    senang. Hingga saat ia menolehkan kepala,
    ia melihat dua orang yang tengah duduk
    berdua di salah satu ayunan. Dia
    menyipitkan mata, mencoba untuk
    memperjelas apa yang sudah dilihat oleh
    matanya.
    “Aku tinggal sebentar!” Pamitnya pada Irma
    dan Imam. Irma dan Imam hanya
    mengangguk karena mereka sedang asyik
    menekuri hasil jepretan mereka dari kamera
    HP mereka.
    Afif berjalan mendekat, dan ia semakin yakin
    bahwa ia tidak salah lihat. Seorang gadis
    yang tampak menggandeng lengan pria
    dengan manja. Sampai Afif disebelah kanan
    mereka,
    “Emmhm, permisi?!”
    Dua orang itu menoleh, sang gadis tampak
    berbinar dan sang pria tampak salang
    tingkah, atau tepatnya tertangkap basah.
    “Jadi, aku tidak melihatmu karena kau
    sedang asyik ‘DISINI’ dengan ‘ORANG INI’
    Nez?” Tanya Afif dengan sedikit menekan
    kata-katanya.
    “Oh iya, maaf. Aku terlalu asyik disini…”
    Jawab Inez tanpa dosa dan tidak merasa
    jika kata-kata Afif sedikit tajam.
    “Oh hai, Seger Wahyudi!” Kini Afif beralih
    pada Seger yang melihatnya dengan sedikit
    kikuk. Afif merasa ada sesuatu yang panas
    menyelimuti hatinya, apakah ia cemburu?
    Entahlah, yang jelas ia sangat marah saat ini.
    “Emm ha..hai…” Balas Seger canggung.
    “Kalian sudah saling kenal? Bukannya Seger
    jarang terlihat di The Socialist?” Tanya Inez
    surprise.
    “Emmh..emm…” Seger bingung menjelaskan.
    “Sepertinya aku kenal dengannya selama
    beberapa jam lebih dulu daripada kau
    Nez…” Jawab Afif tanpa mengalihkan
    pandangannya dari Seger.
    “Aku pergi sebentar, ada telpon.” Inez
    beranjak pergi. Afif langsung melipat tangan
    di dadanya dan memandang tajam pada
    Seger.
    By the way, seharusnya ia tidak boleh
    merasa cemburu. Memang siapa dia dan
    siapa Seger? Memang Seger itu pacarnya?
    Memang dia suka, sayang dan cinta pada
    Seger. Tidak masuk akal, dia kan baru
    mengenalnya tadi pagi. Ikhlas, dia harus
    realistis sekarang ini. Logika nya harus
    bermain.
    “Ehmm Fif, aku..” Afif langsung beranjak, ia
    berjalan cukup cepat.
    Seger berlari mengejarnya dan langsung
    bisa meraih lengan model androgini itu. Afif
    mencoba menepisnya tapi ia kalah kuat
    dengan Seger.
    “Fif tunggu dulu…!” Seger masih menahan
    lengan Afif.
    “Lepaskan aku!”
    “Aku ingin menjelas…”
    “Tak perlu, kau tak perlu menjelaskan
    apapun okay? Aku merasa tidak ada yang
    salah, dan kau bebas melakukan apapun
    dengan siapapun dan dimanapun. Clear?”
    Afif menegaskan tapi dengan ekspresi yang
    lebih pengertian, dan ramah. Well, memang
    benar, dia hanya pura-pura.
  • Seger tersenyum, dan kemudian dia melerai
    tangan Seger. Lalu kemudian berjalan pergi,
    dia melangkah dengan tangan mengepal.
    Tapi sungguh, itu tidak disadari Seger. Seger
    malah menyeringai.
    ‘Tampaknya ini akan sukses.’ Ujar Seger
    dalam hati.
    Seiring berjalannya waktu, Seger semakin
    dekat baik dengan Afif juga dengan Inez.
    Seger sama sekali tidak canggung ketika ia
    mengumbar kata-kata romantis, atau
    istilahnya menggombal pada keduanya. Afif
    dan Inez sama-sama belum sadar, jika
    keduanya didekati laki-laki yang sama.
    Dalam berbagai kesempatan, Seger selalu
    mengajak keduanya jalan atau istilah
    kerennya sih kencan, dalam waktu yang
    berbeda. Mereka sering makan, belanja atau
    nonton bersama. Dan beruntungnya Seger,
    jadwalnya ngapel Afif tidak pernah bentrok
    dengan jadwal ngapel Inez.
    Tapi akhir-akhir ini, Afif mulai curiga. Afif
    yang sering curhat pada Irma, sedikit
    banyak mendapat informasi dari Irma
    bahwasannya Seger juga sering jalan
    dengan adiknya, yakni Inez.
    Siang itu di salah satu showroom mobil
    Imam, Afif datang mengunjungi kakaknya.
    “Hay, sendirian?” Tanya Imam.
    “Ya, seperti yang Mas lihat. Hari ini adalah
    salah satu hari tenangku, so, I’m coming
    alone.” Jawab Afif.
    “Dari mana kau memangnya? Mana Ferry?”
    Tanya Imam lagi beruntun.
    “Aku dari rumah sakitnya Irma, ada perlu
    sedikit. Ferry sedang ke Samarinda, nge
    check resort yang ada disana.” Jawab Afif
    lagi lebih komplit.
    Imam menganggukkan kepala. Afif berjalan
    berkeliling, melihat lihat mobil-mobil hitam
    mengkilat sambil sesekali mengelus body
    depannya, tampak tertarik.
    Afif berhenti di depan salah satu mobil BMW
    berwarna hitam, ia mengamati dari ujung
    atas sampai bawah, juga dari ujung depan
    hingga belakang. Imam bersuara,
    “Itu keluaran terbaru, bagus kan?”
    “Perfectly, sepertinya tidak cukup murah.”
    Afif berujar.
    “Not really, tertarik?”
    “Lumayan, jika terjangkau, aku ingin satu.”
    Kata Afif. Imam tersenyum,
    “Untuk mu aku beri harga istimewa.” Afif
    menolehkan kepalanya pada sang kakak,
    matanya tampak berbinar.
    “Sungguh? Berapa?” Afif sangat antusias.
    “Kau tidak perlu membelinya dengan
    uang…”
    “Lantas?” Afif mengernyit bingung.
    “Cukup kau tukar dengan property milikmu
    yang di Kemang, hahhaa…” Imam tertawa
    besar.
    “Sialan! Aku serius tau’!” Umpat Afif.
    “Untukmu gratis adikku sayaang, apa sih
    yang tidak buatmu.” Imam mengacak
    rambut adiknya gemas, sementara sang
    adik menggembungkan pipi. Tapi sedetik
    kemudian,
    “Heh? Gratis?” Afif tak percaya, Imam
    mengangguk.
    Afif berlonjak senang sambil tertawa.
    Kemudian langsung loncat ke tubuh sang
    kakak, yang otomatis Imam langsung
    mengaitkan lengannya ke bawah paha Afif.
    “Ahh Mas baiiiik sekali, kapan-kapan aku
    traktir makan yaa…?” Afif masih belum turun
    dari gendongan sang kakak.
    “Kalau hanya makan, aku bisa beli sendiri.
    Bahkan restaurantnyapun bisa aku beli.”
    Sungut Imam.
    Afif berpikir sejenak, mencari sesuatu yang
    sekiranya bisa diberikan sebagai ucapan
    terima kasih pada sang kakak. Dan ia
    mendapat ide yang tidak mungkin ditolak
    oleh sang kakak.
    “Bagaimana kalau jalan seharian dengan
    Paulina Vega? Mau?” Dan Imam langsung
    sumringah.
    “That’s what I want my lil bro…” Afif turun
    dari gendongan Imam.
    “Kau kok tambah ringan, agak kurusan
    pula.” Ujar Imam sambil mengamati tubuh
    adiknya, lalu ia bolak balikkan tubuh
    ramping adiknya itu.
    “Kurus di bagian mana Mas? Ini itu sudah
    proporsional untuk model androgini, well
    kata Ferry sih. Katanya, aku harus sering-
    sering diet. Mengingat aku yang sering
    khilaf kalau lagi makan,” Respon Afif.
    Imam mengangguk anggukan kepala.
    “Betul juga, sudah proporsional kok. Apalagi
    bokongmu, sayang jika tidak di elus.
    Hahahaa…”
    ~Plakk!~
    “Ahh!”
    “Dasar mesum!” Imam tampak mengelus
    elus bahunya yang baru saja kena pukulan
    Afif.
    “Kapan akan dikirim ini mobil ke garasi?”
    Afif bertanya.
    “Iya iya, secepatnya. By the way, Mas Ulum
    minta aku buat acara seminar bisnis
    setingkat Nasional. Targetnya nanti selain
    member The Socialist, juga seluruh pebisnis
    di Negara kita ini.” Ujar Imam. Afif
    mengangguk-anggukan kepala.
    “Awesome!”
    “Tadi Inez dan Seger kesini, mereka aku
    kasih tahu sekalian aku minta mereka jadi
    penerima tamu. What do u think?” Afif
    sempat kaget,
    ‘Inez dan Seger kesini berdua?’
    “Ada acara apa mereka kesini?” Tanya Afif
    pura-pura perduli.
    “Seger ingin menjual mobilnya, dan ingin
    beli yang baru.” Ungkap Imam.
    “Ya, never mind. Mereka member The
    Socialist, yang satu cantik yang satu tampan.
    Just go on!” Imam tersenyum sambil
    mengangguk.
    Tangan Afif terkepal, ia merutuk dalam hati.
    ‘Seger sialan! Apa-apaan dia? Apa
    maksudnya dia mendekati Inez? Sedangkan
    terang-terangan dia juga mendekatiku. Mau
    double relationship ya? Kurang ajar!’
    ‘But wait! Bisa saja dia hanya sekedar
    perhatian padaku tanpa maksud tertentu,
    dia memberi perhatian padaku karena ia...
  • Lanjutan....

    menganggapku sahabat, siapa tahu kan?
    Ah, bodohnya aku. Kenapa aku bisa over
    confident seperti ini? Well, aku harus
    positive thinking. Siapa bilang Seger suka
    padamu Fif? Kau saja yang ke GeEr an…”
    Lanjut Afif masih dalam hati.
    “Tapi mereka berdua terlihat mesra, apa
    Inez sudah putus dengan Kuncoro?” Tanya
    Imam, Afif menggeleng.
    “Setahuku belum, mungkin hanya
    perasaanmu saja Mas. Mana mungkin
    mereka saling mesra?” Afif mencoba
    berkelakar.
    Imam mengangkat bahu, tampak terlalu
    enggan untuk berpikir jauh.
    “Ahh ya, bisa aku minta tolong?” Imam
    bertanya pada Afif yang tengah menelisik
    bakal mobilnya.
    “What?”
    “Aku berencana menghadirkan enam
    narasumber, satu diantaranya Khairul
    Tanjung. Nah lima sisanya aku ingin dari
    luar, kau punya opsi?”
    “Emmh…” Afif tampak berpikir sejenak, lalu
    ia menyebutkan beberapa nama yang
    diketahuinya.
    “Bagaimana kalau Vladimir Putin? Giancarlo
    Stanton? Lisa Vanderpump? Emilio Estefan?
    Or Rob Dyrdek? Mungkin mereka bisa…”
    Usul Afif. Imam mengangguk.
    “Great! Kau yang ku tugaskan untuk
    mengaturnya dengan mereka!” Dan Afif
    hanya mengacungkan jempolnya untuk
    merespon kakaknya.
    ***
  • Akhir" ni sring skali dngar kata androgini krna kmren smpat persentasi tntang androgini, kyak ny kren nih crita, tlong d lnjut y n please mention me, hehe
  • cerita bagus
  • cerita bagus
  • wow menarik nih ...dilanjut ...
  • wow menarik nih ...dilanjut ...
Sign In or Register to comment.