It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Fadel's pov
Uwaah, Jev bakal nginap di kostanku! Tenang, tenang… Jangan terlalu gugup…
Lebih baik aku merapikan dan bersih - bersih kamar biar lebih nyaman. Pas dia bilang mau nginap di sini aku bimbang antara gak boleh dan boleh. Gak boleh karena aku takut bakal canggung dan gugup dan boleh karena ini kesempatan emas yang jarang sekali datang. Pilihan malah jatuh ke opsi ke dua. Mungkin itu pilihan baik.
Fyuh, cukup melelahkan rupanya. Banyak debu di ujung entah berantah di kamar ini. Kadang yang ajaibnya kalau sudah dibereskan malah ada lagi debunya gak tahu darimana. Horror kan? Jendela sudah kuelap tadi jadi kalau datangnya dari arah jendela berarti agak aneh karena tertutup dan bakal ada jejak debu gak jelas. Seprai yang jadi kusut bekas aku dan Jev duduk tadi kurapikan. Boneka tetap duduk manis di tempat mulanya. Aku melipat kardus tersebut dan disembunyikan, maksudnya disimpan di belakang lemari jadi lumayan menghemat ruang. Buku - buku sudah tersusun rapi dalam rak yang sesuai. Pakaian dalam lemari tidak ditaruh sembarangan. Kuperiksa dan untung tidak ada sampah.
Baru aja aku meletakkan sapu dan pengki yang dipinjamkan oleh tante Ratna di halaman, ada seseorang yang mengetuk kamarku. Siapa lagi kalau bukan dia. Aku ke atas dan dia menoleh menemukanku. Aku langsung linglung seketika.
“Aku kira kamu di dalam.”
“Eh, ah ya… Aku habis beres - beres.”
''Kamu ini, ckck, ngapain beres - beres kalau kamar sudah rapi gitu.''
''Tapi tadi ada debu kok.''
''Cetek, entar juga hilang.''
''Ta-tapi tadi ada yang balik lagi...''
''..... Gak lucu ah....'' katanya sambil memalingkan muka dari hadapanku.
''Kau takut?''
''Hah! Gak kok! Mending kita masuk ke dalam daripada mematung di sini terus.''
''Mending kita minta izin dulu.''
Kita meminta izin om Bagas untuk mengizinkan Jev nginap di kamarku. Tak boleh sering - sering atau kelamaan. Entar kena biaya yang harus dibayar oleh si penginap. Setelah mendapatkannya kita langsung ke kamar.
Dia meletakkan tas di samping lemari. Ia duduk sambil merenggangkan kaki ke depan merilekskan diri. Aku ikut duduk disampingnya. Tiba - tiba ia merangkulku erat.
''Kamu gak dimarahin orang tua?''
''Gak lah. Sudah pasti izin dulu. Paling yang susah itu dapat izinnya kayak diinterogasi. Cuma sama mama sih.''
''Hehe kamu sih keluyuran terus.''
''Iya sih tapi gak sampai malam dan kalau les ya gak bakal main.''
Tak lama terdengar riuh ramai dari luar. Aku penasaran dan keluar untuk melihat. Terdengar penghuni kost lain saling berbicara dengan yang lain dengan semangat dan raut macam muka berbeda seorangnya. Ada yang senang maupun gelisah.
Tante Ratna dan om Bagas pergi setelah berbicara dengan mereka. Mereka menanggapi apa yang mereka katakan sambil tertawa kecil. Penghuni bersorak - sorak ria.
''Napa, Del?''
''Entahlah. Rame gitu.'' kataku sambil menutup pintu.
''Ada yang jadian kali haha.''
''Itu sih kemauan sendiri. Adanya entah sudah itu pada minta traktir atau pajak pacaran.''
''Pantesan dompet kosong haha.'' sambil menunjukkan dompetnya yang sangat ringan.
''Hah? Punya kamu?''
''Yup. Tadi ada semut keluar dari dompetku.''
''Jadi kau...''
''Eits, jangan salah paham dulu. Dompetku tadi kosong karena beli bensin motor. Kalau gak beli ya gimana mau kesini.''
''O-oh, dikirain....''
''Napa? Cemburu ya?'' ok dia jahil dengan senyum iblisnya tergambar jelas di mukanya.
''Gak mungkin!''
''Jangam bohong. Wajahmu memerah, Del. Lucu...''
''Halah kamu, apa - apaan.'' kutepuk - tepuk alias tampar muka sendiri.
Di saat sedang tertawa, ada yang mengetuk pintu. Kubuka dan muncullah sesosok anak kecil laki - laki menggenakan pakaian sepasang pendek bergambar kartun yang suka kutontom waktu kecil. Ia masuk sedikit, masih berada di ambang pintu, celingak - celinguk melihat kamarku. Aku dan Jev saling tatap sebentar, heran. Apa urusannya sama anak ini? Lalu senyum lugu tergambar dalam wajah imutnya.
''Kakak sudah bersih - bersih?''
''Sudah. Emang ada apa?''
''Kata Papa dan Mama semua orang kostan harus membersihkan terutama kulkas mini. Gak boleh ada makanan kayak daging. Kalau ada cepat dihabiskan sendiri atau dikumpulkan di dapur umum.''
''Aku gak punya daging kok. Emang ada apa sih?''
''Hehe suprise Kak.''
''Nama kamu siapa?'' tanya Jev dari belakang nongol.
''Namaku Anggora.''
''Kok kayak nama jenis kucing? Lucu deh.'' kata Jev lagi sambil mencubit pipinya.
''Hehe mana Rara tahu.''
''Aku Jevera. Ini Fadel. Lain kali main sama aku dan Del ya.''
''Iya Kak. Sudah ya, dadah!''
Setelah itu bocah yang akrab dipanggil Rara itu berlari kecil ke bawah dengan sangat riang. Ia tak lupa menyapa beberapa penghuni dan mereka menyambutnya dengan baik.
Jev menuju kamar mandi umum untuk mandi. Untung gak penuh. Klau ngantri kan berabe malas nunggu. Kulihat tadi dia juga sudah gerah menggenakan seragam sekolahnya seharian. Saat dia mandi aku pergi ke perkarangan bunga. Disana banyak sekali macam - macam bunga seperti mawar, dahlia dan anggrek. Pokoknya bikin mata terpukau! Ada bangku kayak di taman - taman luar sana jadi duduk disitu sambil menikmati pemandangan dan menghirup udara segar. Banyak sekali tanaman hijau di sini.
Setelah setengah jam berada di sini, belum ada tanda - tanda dia kembali. Masa mandi lama banget? Kalau sudah pasti teriak manggil namaku karena aku gak ada di kamar. Jangan bilang dia tersesat. Gak mungkin! Walaupun luas begini, tapi orang baru yang pertama kali di sini gak bakal tersesat. Aneh tersesat di kostan orang.
Aku beranjak dari bangku, melewati semak - semak yang sepertinya belum di rapikan. Mungkin aku bisa bantu lain kali untuk mengurus taman hehe. Saat melewati pohon besar nan tua, tiba - tiba sesuatu keluar melompat dari sana.
''Baaaa!''
Ternyata Jev mengagetkanku! Kedua tangannya terbuka lebar dengan mulut manyun yang menahan ranting pohon sebagai kumis. Aku hampir tersungkur ke belakang karenanya. Sejak kapan dia ada di situ?
''Ah Jev, bikin jantungan aja!''
''Hahaha!''
''Kok kamu tahu aku ada di sini?''
''Iyalah, tadi sebelum mandi kelihatan kau ke sini.''
Saat mau beranjak, terdengar teriakan seseorang yang mengatakan seperti pengumuman bagi semua penghuni. Kita mendekat ke arah suara biar lebih terdengar jelas karena dari sini tak terdengar jelas.
''Semuanya, malam ini kegiatan rutin akan segera dilaksanakan! Bersiap - siap untuk ramai!''
''Apaan tuh kegiatan rutin?'' tanya Jev padaku yang juga sama sekali tidak tahu.
Aku geleng - geleng kepala. Karena baru di sini jadi bisa aja banyak hal yang belum diketahui.
Malam pun tiba. Sudah pukul delapan malam. Tadi tante dan om baru aja pulang dan sedang bersiap - siap menyiapkan sesuatu dibantu oleh beberapa orang sedangkan Rara berlari - lari kecil nan riang mengejar kucing. Saat teetangkap Rara menggendong dan mengelusnya. Ternyata dia pemberani.
Tiba - tiba dalam sekejap, seluruh bangunan yang berdiri kokoh, rumah dan kost, gelap seketika. Yang awalnya terang kini gelap gulita. Beberapa berteriak, namun tak semua teriakan itu mengidentikkan ketakutan atau resah. Aku dan dia hanya tahu ada mati lampu yang terjadi di sini. Aku mengambil senter yang dibeli waktu itu. Saat dinyalakan, lho kenapa keluar warna merah sama seperti warna senter?
Sedetik kemudian disusul warna lain yaitu biru, kuning dan hijau dari segala arah area lain di tempat tinggal ini. Hah, warna pelangi! Jev berada di sebelah merangkulku ikut terheran - heran.
Kita ke bawah. Ternyata di bawah seperti pesta! Ada barbekyu, minuman jus dan soda dan snack diletakkan di beberapa meja yang disatukan menjadi meja yang besar nan luas. Penghuni kost semua mulai bergumul di situ termasuk kita. Pertanyaan dan tawa terlontar sana - sini lalu dibalas. Lagi bingung - bingungnya, Rara datang menghampiri kita.
''Suprise! Kak Del dan Kak Jev baru di sini kan? Rara kasih tahu ya, jadi setiap sebulan sekali diadakan pemadaman listrik selama sehari atau dua hari untuk menghemat listrik. Agar tidak membosankan, semua diharuskan mempunyai senter berbeda warna yang dibeli di tempat teman Papa berbisnis elektronik. Terus ada kayak pesta kecil - kecilan gitu. Cuma karena sekarang banyak bahan ya jadi pestanya lebih meriah dari biasanya. Seru!''
Wah, aku tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Ternyata kejadian mati lampu itu di sengaja toh. Kita mengikuti Rara menuju keramaian. Ada yang bernyanyi dengan mic di tangannya sehingga terdengar kemana - mana.
''Ayo semuanya, perlihatkan cahaya senter kalian!''
''Pelangi pelangi alangkah indahmu....''
''La la la la....''
''Na na na na....''
Wew, kayak konser sungguhan. Si penyanyi juga menyanyi lagu lainnya diikuti dengan senter yang digoyangkan ke sana kemari. Speaker mengeluarkan suara nyanyian yang tak luput ikut memeriahkan. Semua orang ikut terhanyut dalam keramaian yang baru pertama kali kurasakan. Dalam gelap gulita yang bertebaran cahaya terang menjadikan suasana lebih indah.
Ibunya Rara menawari kami barbekyu. Kami ambil masing - masing satu tusuk. Kupegang dengan kedua tangan karena tusuk untuk makanan enak ini terbuat dari besi.
''Awas cemongan lagi. Tapi tenang, aku selalu senang mengelap sisamu.'' kata Jev semangat.
Haah, ada - ada aja. Aku hanya tersenyum menghela nafas karena lelaki yang suka nakal padaku ini. Dengan lahap ia mencomot barbekyu di hadapannya. Mungkin ia sangat lapar hehe.
Saat menoleh, kulihat seseorang datang lalu mengobrol dengan om Bagas sendiri di pojok yang kurang disinari. Kudengar namanya Aldo, temannya waktu itu kubeli senternya. Mereka bahkan ber tos minuman soda sampai tumpah sediki dan tertawa terbahak - bahak kayak orang mabuk padahal tidak. Pada kenyataan, mereka berdua kuyakin sedang sadar penuh. Tapi tiba - tiba om Aldo mencium mulut om Bagas yang seharusnya hanya menjadi lawan bicara, malah menjadi lawan adu mulut.
Sial, kalau aku lagi ngelandur tolong sadarkan diriku segera. Aku masih melihat dia di sebelah melahap daging dengan sayuran berukuran besar itu. Ok ini kenyataan. Kutengok lagi dan mereka seperti saling terdiam lalu tersenyum yang sedikit dipaksakan menurutku kemudian om Aldo pergi entah kemana meninggalkan temannya. Sebetulnya apa yang sedang terjadi? Semoga yang lain gak melihat kejadian tadi terutama Rara dan tante Ratna.
Kemeriahan berlanjut sampai tengah malam. Nyanyian sudah tak terdengar karena tak ingin mengganggu tetangga yang tertidur pulas. Semua berkumpul untuk mengobrol satu sama lain. Ada yang bercanda, membicarakan tugas atau menawari kudapan. Aku dan Jev menjauh sedikit dari suara berisik dan duduk di pinggir melihat indahnya malam dengan sang bulan ditemani banyak bintang. Saat itu pula Rara menghampiri dan duduk di antara kami.
“Kau tahu tentang bintang jatuh yang dapat mengabulkan permintaan?” tanya Jev.
“Rumor itu? Ya, emang kenapa?”
“Apa yang kau harapkan?” katanya antusias.
“Ngapain coba mengharapkan dari yang kurang terpecaya.”
“Jangan begitu dong. Gak rame huu.. Bilang aja.”
“Rara pengen punya mobil bagus saat sudah gede!” kata Rara semangat.
“Tuh lihat, Rara aja punya harapan. Masa kamu gak?”
“Ba-baiklah… Aku… Aku pengen kita selalu bersama. Karena bersamamu menyenangkan.”
“O-oh… Del, kalau begitu aku sama kayak kamu deh.”
Gila! Kenapa aku begitu berani berkata seperti itu? Darimana nyali tersebut? Kalau boleh jujur itu yang sebenarnya kurasakan sekarang. Kita terdiam sebentar. Rara beranjak pergi masuk ke dalam rumah untuk tidur karena sudah larut malam. Sudah banyak penghuni kembali ke kamar masing - masing. Ada juga yang membereskan dan membersihkan sampah atau apa pun yang berantakan. Daripada melihat mahluk halus gentayangan yaitu kresek yang menggelantung di pohon dan entah gimana caranya tuh kresek ada di sana, aku mengajaknya untuk tidur sekarang.
Setelah gosok gigi, kayak anak kecil aja ya hehe. Biarin daripada entar gigi lubang - lubang. Akh, aku baru ingat hanya ada satu kasur di sini. Berarti aku dan dia tidur berdua? Gak ada sofa dan gak mungkin dia tidur di kursi. Huft, semoga gak linglung lagi.
Aku ke kasur duluan lalu di susul Jev yang berada di sebelahku sekarang dalam posisi tiduran. Sial, gugup banget nih! Semoga gak kedengaran detak jantungku yang berdetak terlalu cepat nan gak karuan. Beneran ini bikin susah tidur saking malunya! Tiba - tiba ia mengagetkanku dengan menghadapkan dirinya ke padaku. Selimut hanya sampai perut karena malam ini terasa agak panas.
“Gugup? Tenang, aku juga sama kok.”
“Gi-gimana mau te-tenang…” Sial, kenapa malah bocor keceplosan kalau aku lagi gugup?
“Hem, bawa santai aja. Sekarang, hoam… Ayo tidur… Hum, met tidur Del…”
“Met tidur juga…”
Ia tidur meghadap diriku. Uwaah, makin lama kerasa makin dekat aja! Menit demi menit aku masih belum bisa tidur sementara dia sudah tertidur pulas sedari tadi. Walaupun aku tak melihatnya karena sedang menatap langit - langit sambil berusaha menghapus kegusaran ini, terasa sekali ia dekat sekali denganku karena nafasnya yang melewati leher dan pundak. Bahkan dengkuran kecil menggema telinga. Aku tidur berbalik arah ke tembok, mencoba memejam mata erat - erat. Aku tidak mau bangun kesiangan. Ingat, besok kerja. Untung tak lama setelahnya aku tertidur.
Hum, kantuk masih terasa… Tapi apa daya sekarang kerja shift pagi. Aku melihat ke sebelah dan menemukan ia tak ada di sampingku. Lah dia kemana ya? Lalu datanglah dia dari arah pintu. Ternyata ia habis mandi. Terlihat dari rambutnya yang basah sedang dikeringkan menggunakan handuk. Membuat kasus bagian atasnya sedikit basah dengan rintik air yang berjatuhan dari helai - helai rambutnya.
“Bantu aku mengeringkan dong.” pintanya dengan manja.
Aku menurut aja. Dia duduk di bawahku dengan diriku yang duduk di atas kasur. Kalau ada hairdryer sudah pasti akan menggunakan itu biar lebih cepat. Rambutnya halus dan harum hehe.
Setelah bersiap - siap, kita makan dulu di minimarket. “Katanya lagi gak ada duit. Kok itu ada? Kenapa gak aku aja tadi yang bayar?”
“Kemarin sebelum pergi aku menunjukkan bukti alias struk pembelian bensin. Untunglah dikasih setengah alias dua ratus lima puluh ribu haha. Gak perlu, ngerepotin.”
“Terus nanti buat jajan ke depan gimana?”
“Em, masih ada bekal dari rumah kok, biarin.”
Setelah sarapan roti dan susu, ia mengantarku ke tempat kerja. Ia diundang makan malam oleh temannya karena sudah janjian dari waktu lama. Ia tak akan menjemputku karena mau bermain sampai malam minggu alias dipuas - puasin. Haah ada - ada aja. Jarang banget aku kayak begitu.
Tergiang pikiran kejadian malam itu lagi. Pestanya emang menyenangkan, bahkan bersama Jev lebih seru. Bahkan dia ikut memeriahkan dengan bercanda seperti komedian. Tapi semua menjadi berubah ketika kejadian itu terjadi dan terus ada di pikiranku. Aku bahkan pernah tak sempat fokus pada pekerjaan membuat air pel tumpah ke lantai saat sedang mengepel. Untung tak ada yang terjatuh dan segera kubersihkan sebelum ada yang lewat atau menjadi korban. Emang gak ada urusannya denganku dan harus segera kuhapus, namun sudah kucoba beberapa kali tetap aja gak bisa. Aku menampar diri sendiri saat melihat adegan itu dan yap emang bukan mimpi. Ia heran melihatku dan aku memasang muka tak apa - apa padahal dalam kenyataan tidak.
Setelah shift malam ini berakhir, aku akan pergi ke supermarket di mall yang pernah kukunjungi bersama Jev. Semoga aja masih sempat buka kalau misalnya bakal pulang larut malam. Jadi hari ini aku mendatangi dua jenis market ya hehe. Yosh, aku harus semangat bekerja biar cepat selesai!
Kalau sudah niat, pasti bakal kelar, kalau sungguh - sungguh itu juga. Untung beneran terjadi. Sekarang pulang jam delapan lebih bukan jam sepuluh atau sebelas malam. Setelah berpamitan, aku naik bus. Walaupun berjalan agak lambat, setidaknya masih ada waktu untuk berbelanja keperluan. Sudah lama tinggal di kota kuimpikan ini dan yah mulai merasa nyaman.
Aku mengambil keranjang tenteng karena aku tidak akan berbelanja banyak kayak ibu - ibu kebanyakan hehe. Aku mengambil apa yang kuperlukan sudah tidak ada alias habis. Shampoo, mie instan dalam cup, teh langsung minum dll. Aku mengambil seperlunya. Kutapakkan kaki di kasir dan membayar semua barang.
Baru aja keluar dari wilayah supermarket, secara tak sengaja aku menubruk seseorang karena tak melihat arah depan ada seseorang berjalan di depan. Parahnya minuman kaleng yang ia pegang malah tumpah ke kaus yang sedang dikenakannya.
“Ma-maafkan aku.” kataku sambil mencari tissue ditas dan malah gak ada.
“Makanya! Lihat dulu kalau… Fa-Fadel…?” katanya kaget.
Eh? Dia tahu namaku? Bagaimana bisa? Ah, mungkin Fadel yang ia kenal bukan aku. Tak mungkin itu.
“… Aku emang Fadel, tapi kayaknya kau salah orang.”
“Gak, kamu pasti Fadel! Kamu pasti pernah sekolah di sekolah negeri bersebrangan tak jauh dengan sekolah swasta. Aku mengenalmu!”
“I-iya, tapi kau siapa? Aku tak mengenalmu.”
“Hah? Kau lupa? Aku Damion. Nanti kujelaskan deh. Ayo ikut aku ke tempat makan di lantai atas. Untung aku bawa jaket jadi bisa menutupi kaus basah ini.”
Akhirnya aku malah mengikutinya. Lagipula dia mengenalku, namun malah aku tak mengenalnya, aneh. Aku penasaran gimana caranya kita pernah bertemu dan bagaimana dia mengenalku. Aku sangat ingin penjelasan darinya.
Kita mengambil tempat duduk meja dengan dua kursi jauh dari keramaian tengah sana. Dia membeli dua burger. Heran, kok bisa sih langsung ngasih ke orang asing, ok coret, gak sepenuhnya orang asing sih karena dia sudah mengenalku.
“Kau suka burger kan? Ambillah.”
“Makasih.”
Tidak enak kalau menolak jadi lebih baik kuterima aja. Sebetulnya siapa dia? Apa maunya dariku? Aku harus hati - hati. Mungkin dia bukan orang yang baik sebaik penampilannya.
“Kau… Benar - benar belum ingat tentang diriku?” tanyanya lagi.
“Belum. Jadi tolong jelaskan siapa dirimu.”
“Apa kau ingat kecelakaan motor pada saat kita baru mengalami masa SMA?”
Aku berpikir sebentar dan yap mulai teringat dalam pikiran. “Ingat.”
“Hari itu ada pengendara motor mengalami kecelakaan walaupun tidak fatal karena hanya mengalami luka lecet walaupun ada luka yang sampai berdarah sebetulnya. Lalu kau menolongnya.”
“Jangan bilang dia itu…” aku jadi curiga…
“Tepat sekali. Itu diriku. Aku yang mengalami kejadian itu.”
“Tapi yang kutolong cowok berambut panjang.” tapi dia emang mirip sih sama seseorang dulu itu.
“Hari berikutnya aku memotong rambutku seperti ini dan… Memakai jepit pemberianmu.” katanya sambil menunjuk hiasan rambut yang ia kenakan.
“Aku memberimu jepit?”
“Yup. Waktu itu mengesankan sekali. Kau menyadarkanku, entah kenapa dan bagaimana caranya. Kau membantuku berjalan sampai ke uks sekolahmu lalu membantu mendudukiku di kasur. Saat mau mengobati luka di dahi, kau tak bisa karena terhalang rambut panjangku. Makanya kau keluar sebentar untuk membeli jepit merah dan memakaikannya walaupun kau terlihat gugup dan malu saat itu. Pasti kau reflek menolongku. Ya kan?”
“I-iya. Bagaimana tidak, tiba - tiba aja di depan sekolah ada yang kecelakaan. Bagaimana gak kaget? Awalnya banyak yang membantu tapi malah cuma aku yang mengobatimu sampai akhir.”
“Bagiku ini takdir. Aku sudah berubah. Tak ingin menjadi berandalan gila lagi. Aku menjadi orang yang lebih baik sekarang. Berkat dirimu.”
Jadi aku pernah menolongnya di masa lalu toh. Ternyata aku pernah nekat menjadi berani hehe. Entahlah, tak semuanya harus dipikirkan terlebih dahulu sebelum bertindak terutama saat darurat atau emang hanya dalam keadaan darurat aja.
Dia berubah total, sangat. Jadi lebih keren. Rambutnya pendek dengan dua jepit merah mengapit poni yang lebih mengarah ke samping kirinya. Sepertinya benar, dia bukan berandalan lagi. Kulihat penampilannya sangat berbeda saat pertama kali bertemu. Waktu itu ia memakai seragam kusut nan kotor dan kumis yang tumbuh dengan kasar nan pendek yang belum dicukur. Wajahnya pucat dan seakan tak peduli dengan apapun. Sekarang ia memakai baju santai rapi dan tidak ada kumis sama sekali. Wajahnya lebih menampilkan sifat periang, namun terkesan serius. Tunggu, kalau dia bukan dari sini, lalu kenapa dia ada di sini? Terus nanti sekolahnya gimana? Padahal sekarang bukan libur semester.
“Kau tahu, aku… Aku yang memberimu boneka beruang itu…” tiba - tiba ia memberi pernyataan atas sesuatu yang misterius yang ingin kuketahui selama ini!
Sontak aku kaget dan heran, “Eh! Kau yang memberinya? Ta-tapi gak ada nama dirimu sebagai pengirim di situ.”
“Ada. Bungkus jepit itu. Aku tak membuang bungkusnya. Kusimpan sebagai kenang - kenangan, namun kumasukkan aja barengan sebagai pengingat untukmu. Ternyata kau malah tak ingat.”
“Ba-bagaimana bisa? Apa… Pada hari itu juga kau mengirimnya?”
“Yap. Aku membayar lebih atau sebut aja vip jadi bisa lebih cepat.”
“Tapi bagaimana…”
“Apa saat kau dijalan jalanan macet? Jadi ada rentang waktu.”
“Iya… Tetap aja gak masuk akal. Itu terlalu cepat. Tunggu, kau tahu alamat tempat tinggalku darimana?”
“Dari paman Yuji. Setelah kau tak ada, paman menelponku, menanyai keadaanku. Lalu tak sengaja ia bilang baru aja berbincang dengan anak baru bernama Fadel. Kau juga memberi tahu alamat saat mengobrol. Kutanya aja dan yap, sukses!”
“Om Yuji itu pamanmu?”
“Iya. Aku sedang nge gym di sini. Itu tempat kerja miliknya.”
Wah, ternyata seperti begitu ceritanya. Tapi buat apa dia susah - susah mengirimku boneka? Lebih baik segitu dulu aja penjelasannya. Jika bertemu dengannya lagi aku akan bertanya atau mungkin tanpa bertanya ia akan memberitahuku secara sengaja atau tak sengaja. Bisa jadi lewat tindakan. Aku tak ingin mendesaknya sekarang. Baru kenal nih setelah sekian lama. Padalal setelah mengobatinya aku tak pernah bertemu dengannya lagi sampai akhirnya kali ini.
Setelah perbincangan itu, kita makan burger yang sudah sedari tadi ingin masuk dalam wahana pencernaan, dalam hening dan agak canggung. Entah apa yang kita pikirkan masing - masing. Tak pernah terlintas dapat kejadian yang diluar dugaan.
“Del… Sorry ya aku dulu kurang berani mendekatimu. Aku takut menganggumu. Sejak saat itu aku selalu melihatmu diam - diam alias secret admirer. Sekarang aku di sini karena ingin mengejarmu dan kudengar kau kabur. Lalu gak sengaja kita sekarang bertemu. Ini kesempatan langka. Aku mau dekat denganmu. Del… Aku suka sama kamu. Mau gak jadi pacarku?”
Ok, itu pernyataan lebih gila lagi! Apa tadi aku salah dengar? Seseorang pukul atau cubit aku kalau ini mimpi! Kulihat tatapan matanya, serius dan berharap penuh akan jawaban dariku yang ia inginkan. Sepertinya dia gak bercanda.
“Emm, ma-maksudnya apa ya? Kita sama - sama cowok.”
“Sudah kumantapkan pilihanku. Sekali lagi, mau gak jadi pacarku?”
Gimana ya? Masa harus kujawab sekarang? Aku ingin memikirkan terlebih dahulu! Gila! Tiba - tiba banget! Jujur, walaupun mungkin agak memalukan, baru pertama kali aku ditembak seseorang apalagi dari cowok. Tapi aku tak ingin menyakiti perasaannya.
“Err… Akan ku pikirkan terlebih dahulu. La-lagipula aku belum mengenalmu lebih dalam dan jauh. Aku ingin tahu si-sifatmu seperti apa.”
“….. Baik, bila itu keinginanmu. Tapi kumohon tetap pikirkan perasaanku ini padamu. Aku serius.”
Tadi itu apaan coba… Tiba - tiba aja ada yang nembak aku… Dari cowok lagi! Dari cewek aja aku belum pernah. Pas banget lagi malam minggu lagi. Tenang, dia sudah ngasih waktu jadi gak usah terburu - buru.
Kunci mana ya? Ini dia. Ada di saku celana. Kunci kamar dan pagar aku satukan dengan tali yang bonus ada gantungan kuda zebra, entah ini nyangkut di tas besar dan mang yang jualan mainan waktu masih aku kecil sedang berbaik hati sepertinya. Cuma beli tali buat main gak jelas malah dapat bonus gantungan sampai ada anak kecil lain teriak gak adil. Siapa suruh ngasih coba? Anggap aja waktu itu sedang beruntung ala anak kecil haha.
Belum juga menyentuh ganggang pintu, kaki malah makan kaki. Bukan, maksudku kakiku malah menginjak kakinya Jev! Dia sudah pulang ternyata. Aku ingat ternyata dia masih ada sehari lagi buat bermalam di sini. Ia tertidur di dekat pintu. Akh, dia pasti kedinginan! Aku sih pulang terlalu malam. Sekarang sudah mau pukul sebelas malam lagi dan cuma yang punya empunya yang bawa kuncinya.
“Hei Jev, bangun… Ayo ke dalam. Di sini dingin. Nanti kamu masuk angin.”
“Hem… Nanti lagi Ma… Lima menit lagi aja…”
“Yaelah, aku ini Del bukan Ibumu. Ayo cepat bangun.” masih kugoyang - goyangkan pundaknya tetap aja gak mau bangun.
“Mau coklat panas Ma…” lah dia malah ngelindur lagi.
“Nanti aku bikinin. Sekarang bangun…. Ukh…! Ayo….”
“Hah? Aku ketiduran di luar?”
“Karena nungguin aku. Sorry ya. Ayo masuk.”
Setelah perjuangan yang berat menurutku, dia bangun juga. Tapi tadi dia bangun pagi ya. Masa sekarang malah susah dibangunin? Aneh haha.
Hari yang melelahkan sekaligus membingungkan. Setelah mandi dan ganti baju secara giliran, selimut langsung dinaikkan ke atas tubuh kami berdua. Lagi - lagi tidur berdua. Bukannya tidak suka, hanya aja agak aneh aja sih soalnya aku jadi gugup sendiri. Susah hilangnya.
Hari Minggu aku tidak bekerja. Enaknya.... Aku bisa bangun siang. Hnng, sudah pukul sembilan pagi dan kulihat dia masih tertidur. Lebih baik aku membuat coklat panas aja untuknya sesuai permintaannya kemarin malam. Aku tahu dia cuma ngelandur, namun kalau aku buatkan apa salahnya. Sekali - kali aku mau memberikan sesuatu padanya.
Aku ke dapur umum sambil membawa coklat bubuk, susu dan gelas. Gelasnya kudapat kemarin saat berbelanja malah mendapat hadiah yang paling kecil karena aku emang belanja gak banyak. Setidaknya beruntung. Sudah ada air panas di dispenser di sana jadi tinggal ambil aja setelah mendapat izin untuk memakai dapur umum.
Aku tuangkan menjadi satu perpaduan ke dalam gelas. Aroma harum merebak hidung. Tidak, aku tidak boleh tergiur karena ini milik Jev! Aku gak mau icip - icip. Tenang, nanti bisa buat lagi.
Saat masuk ke dalam dia sudah bangun. Ia tampak kusut, namun masih keren seperti biasanya hehe. Tapi rambut ala bangun tidur emang gak bisa dihindari. Untung gak dapat rambut singa hehe. Seakan baru mendapat hadiah, ia tersenyum sambil menyadari sesuatu.
''Itu apa sih? Kok harum gitu.''
''Buat kamu. Ini coklat panas.''
''Waahh, mau dong! Berikan padaku.''
''Haha... Minum tuh mumpung masih panas. Kalau sudah dingin entar bukan coklat panas lagi namanya.''
''Iya nih hehehe. Lho, mana cerinya?'' katanya terheran - heran.
''Hah? Ceri?'' Aku gak kalah heran.
''Iya. Aku kalau minum ini harus ada si buah merah kecil itu, si ceri.''
''Aku gak tau. Kamu ngelandur kemarin malam jadi aku bikinin aja.''
''Gak apa - apa. Selama ini cuma Mamaku yang membuatkannya untukku. Berarti cuma Mama yang tahu. Ya sudah, aku mau cari ceri dulu ya.''
''Um, ok...''
Unik ya, minum coklat panas aja harus ditemenin ceri. Enak ga ya... Entahlah, yang pasti buat dia pasti enak. Lebih baik aku mandi aja deh.
Jevera's pov
Ayo mencari si merah imut! Aku sedang ada di pinggir jalan berjalan mencarinya. Sudah kudatangi minimarket sekita Hasilnya nihil. Mereka tak menjualnya. Kalau dipikir - pikir lagi minimarket jarang jual buah ceri. Belum pernah lihat soalnya.
Masih mencari belum juga ketemu. Gak ada pedagang kaki lima yang menjual ceri. Yang kutahu hanya orang - orang yang suka jual buah beri di jalan raya. Aku tak mau beri, maunya ceri huuh! Aku masuk lagi ke dalam kostan dengab lesu. Urgh, gak ada ceri rasanya malas meminum coklat panas. Tapi itu buatan Del, aku tak mau mengecewakan dia. Aku tak mau dia pundung karena aku tak meminum buatannya. Lagipula buatan dia itu spesial untukku hehe. Bahkan dia lebih imut daripada ceri. Kalau sudah ada yang imut kenapa cari yang lain heh? Ok aku mabok.
Aku kembali ke kostan dengan lesu. Setidaknya aku dapat minuman hangat pagi ini.
''Kenapa kamu lesu gitu?''
''Eh Tante. Gak ada apa - apa kok.''
''Jangan bohong. Katakan kamu kenapa.''
''Aku... Aku mau ceri, tapi tadi nyari gak ada.''
''Ooh... Bilang dong. Itu ada di kulkas. Kenapa gak bilang mau minta?''
''Tante punya? Wah... Mau dong. Maaf merepotkan.''
''Haha gak kok. Bentar saya ambil dulu.''
''Aku ke atas dulu. Mau ngambil minuman. Nanti ke sini lagi.''
Setelah mendapat kabar bahagia, aku segera mengambil coklat panasnya. Duh semoga aja belum dingin. Kuambil dan masih hangat. Bagus deh. Santapan pertama hari ini emang menarik banget!
Di bawah sudah ada Tante Ratna membawa tiga buah ceri di atas pisin. Saat itu juga datang Rara dari balik ibunya. Ia ternyata bersembunyi menungguku. Saat aku datang barulah ia menampakkan dirinya.
''Rara mau ikut sama Kak Jev ya Ma.''
''Boleh. Nih cerinya.''
''Makasih Tante. Yuk Rara, kita ke atas.''
Dia menggenggam ujung bajuku. Tangan penuh karena tahulah lagi pegang wadah berisi ceri dan coklat panas. Aku masih belum tahu Rara mau main apaan nih. Aku gak ada ide. Semoga gak minta macam - macam deh. Soalnya pernah pengalaman anak tetangga minta celana pendek bekas punya kakakku buat dijadikan bendera menyerah. Untung gak curi jemuran apalagi dalaman.
''Del lihat, aku sudah dapat ceri!'' kataku sangat senang.
''Keren. Sekarang cepat minum.''
''Ckck, gak bisa langsung ke tujuan utama dong. Harus ada step by step yaitu menikmati sedikit demi sedikit.''
''Maksudnya?''
''Aku mau celup cerinya dulu lalu diemut.''
''Ya ampun, entah napa unik, namun aneh.''
''Jorok ya? Biarin deh. Kalau langsung hap kan gak rame.'' kataku sambil cemberut.
Sementara aku menikmati minuman ini, mereka berdua bermain. Melihat mereka akrab membuatku gemas hehe. Rara memeluk erat boneka milik Del. Sepertinya dia juga menyukai boneka itu. Ah, aku belum tahu itu boneka dari siapa. Sudahlah, dia pasti kenal yang ngasih. Mungkin aja waktu itu dia lupa.
Hari beranjak siang. Aku belum makan dari tadi karena keasyikan bermain dengan mereka. Rara jago berlari karena aku dan Del cepat tertangkap olehnya saat bermain kejar musuh. Dia cocok jadi atlet lari. Waktu ngejar kucing juga cepat. Bentar lagi harus pulang. Aku sudah mengepak semua dan mengecek tidak ada yang ketinggalan. Tapi aku gak mau langsung pulang karena mau makan di luar bareng Del.
Hmm, kayaknya diriku kelupaan sesuatu. Apa ya? Bawa diri sudah. Motor sudah. Cuma perasaan cinta buat calon kecengan gak dibawa. Halah... Ok, perasaan sudah semua deh. Argh, aku lupa! Sekarang aky harus nge gym! Ah elah aku gak bawa baju olah raga. Aku gak mau dimarahin papa, tapi dia sudah keburu ikut denganku.
''Del, kita ke mall itu ya. Aku lupa harus olah raga sekarang.''
''Eh? Ah, uh, ka-kamu pergi sendiri aja ya. Aku turun di sini aja. Aku bisa balik sendiri kok.''
''Oh ok... Duluan ya.''
Dia turun dari motor lalu segera berjalan cepat ke arah lain. Heran, dia kenapa ya? Kayak ada sesuatu yang dipikir dan disembunyikannya.