BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MATEMACINTA?! [ UPDATE EPISODE 17 ]

1535456585978

Comments

  • mario ajak edwin nonton bioskop, nah hedy maksa ikut...jd hedy anggap kencan di pikirannya...lupa chapter brp lihat aja ya
    @akina_kenji

    tdk ada mood yang -_-
    @Otsutsuki97S
  • mario ajak edwin nonton bioskop, nah hedy maksa ikut...jd hedy anggap kencan di pikirannya...lupa chapter brp lihat aja ya
    @akina_kenji

    tdk ada mood yang -_-
    @Otsutsuki97S
  • Yaudah, gak ada chat buat hari ini :p
  • makanya kamu kasih aku support -_-...
    @Otsutsuki97S
  • Seru...... Lanjut
  • Semangat terus ts
  • @freeefujoushi kagak ada ketemu yang di kira kencan itu -_-
    Yang aku tau ceritanya baru sampe hedy di tolong mario, di obatin, trus pergi sekolah bareng, dan part yang kemaren si mereka berteman...itu aja -_-
  • @freeefujoushi kagak ada ketemu yang di kira kencan itu -_-
    Yang aku tau ceritanya baru sampe hedy di tolong mario, di obatin, trus pergi sekolah bareng, dan part yang kemaren si mereka berteman...itu aja -_-
  • @freeefujoushi kagak ada ketemu yang di kira kencan itu -_-
    Yang aku tau ceritanya baru sampe hedy di tolong mario, di obatin, trus pergi sekolah bareng, dan part yang kemaren si mereka berteman...itu aja -_-
  • ya oke Bro
    @ardi_yusman

    begini cantik, aku brsan ngubek2 ada di chapter 5 bagian mereka nonton bioskop sm edwin sebenarnya itu bkn kencan tp hedy udh agak suka sama mario jd keingat itu jd anggap kencan
    @akina_kenji
  • edited August 2015
    EPISODE 11 - KEKASIH

    HUBUNGANKU dengan Sony dan Steve tidak membaik dalam beberapa hari ini. Kami masih saling mendiamkan. Sementara Angga bersikap netral di antara perseteruan kami.

    Dia nggak menanyakan gimana sebenarnya hubunganku dengan Steve.

    Mungkin menunggu waktu yang tepat untuk membahas soal ini.

    Aku juga enggan menjelaskan semuanya tanpa di minta. Aku ingin menjalaninya saja, nggak peduli gimana nantinya.
    Aku mengerti Angga nggak nyaman dengan keadaanku dan Sony, tapi mau gimana lagi? Aku nggak bisa mengubahnya.

    Bel pulang berdering beberapa menit yang lalu. Aku dan Angga berjalan pulang menyusuri lorong antar kelas yang mulai sepi.

    Di depam ruang OSIS kami berhenti sejenak untuk melihat-lihat mading. Ada ulasan pertandingan basket lengkap dengan foto-fotonya.

    Yang menarik perhatianku adalah foto Tommy dan Pak Mario yang ditempel bersebelahan dengan tulisan IDOL BATTLE di bawahnya.

    Di sebelah artikel itu terdapat pengumuman tentang lomba puisi yang diadakan OSIS.

    "Lo nggak ikut lomba karya puisi, Ngga? Jurinya kan sastrawan ngetop," tanyaku pada Angga sambil menunjuk pengumuman itu.

    Angga yang sedang resensi buku baru menoleh dengan tatapan heran.

    "Kok lo nanya gitu? Gue kan nggak pernah bilang gue suka bikin puisi.

    " Oh iya, Angga kan nggak tahu kalau aku pernah baca kumpulan puisi di buku Biru miliknya.

    "Eh, gue lupa bilang. Waktu nginep di rumah lo, gue nggak sengaja ngeliat buku puisi lo terus gue baca. Lo nggak marah kan, Ngga?" ucapku waswas.

    Angga tiba-tiba beranjak tanpa bicara, membuat perasaanku nggak enak.

    Gawat banget nih, kalau Angga sampai marah sama aku karena masalah ini. Sekarang aku yakin buku puisi itu adalah ''diary'' Angga.

    Aku berjalan tergesa untuk menyusulnya.

    "Maafin gue, Angga. Gue baca puisi-puisi lo tanpa izin. Gue iseng aja, nggak ada niat lain. Kalau lo nggak suka puisi-puisi lo gue baca, gue minta maf banget. Gue nggak tahu."
    Angga tetap melangkah tanpa berkomentar.

    Aduh, kayaknya serius nih!

    "Puisi-puisi itu ungkapan hati lo, ya?" tanyaku hati-hati.

    "Angga, gue benar-benar nggak bermaksud pengen tahu perasaan lo. Gue kira itu kumpulan puisi biasa. Lagian kata-katanya terlalu puitis, gue nggak ngerti semua maksudnya."
    Angga berhenti.

    "Tapi lo bisa nangkep kan, apa yang gue tulis?" tanyanya putus asa.

    Aku tahu dia tipe cowok tertutup yang nggak biasa mengungkapkan perasaannya kepada orang lain dan aku merasa bersalah karena udah ''mengintip'' isi hatinya.

    "Mmh.....lo.....lo suka sama seseorang yang menurut lo nggak mungkin lo miliki?" tebakku.

    Wajah Angga memerah. Ternyata dugaanku benar.

    "Itu hal biasa kok, Angga. Semua orang pernah mengalaminya. Lo nggak perlu malu apalagi sama gue, sahabat lo sendiri," hiburku.

    "Apa lo nggak ngeliat dalam puisi-puisi itu gimana gue muja-muja dia? Itu malu-maluin banget, kan?" kata Angga berjalan sambil menunduk.

    "Jujur, gue sih nggak nangkep kayak gitu. Gue kan nggak ngerti-ngerti banget bahasa puisi. Ulangan bahasa Indonesia aja gue remidi. Tapi menurut gue, yang lo lakuin nggak malu-maluin kok banyak yang kayak gitu. Lihat aja cowok-cowok yang muja-muja seleb yang mungkin berada di belahan bumi lain."

    "Masalahnya dia nggak berada di belahan bumi lain, tapi di sini di sekolah ini."

    Sedetik kemudian Angga melotot menyadari ketidaksengajaannya mengungkapkan rahasia.

    "Jadi dia anak Girindra?"

    Aku terkejut dan jadi penasaran siapa kira-kira cowok yang sudah mencuri hati sahabatku karena Sony dan Angga sama sepertiku penyuka sesama.

    Angga nggak menyahut. Dia tetap berjalan menunduk. Lebih baik aku nggak mengganggunya sekarang.

    Kayaknya Angga masih marah padaku soal puisi itu. Saat melintasi ruang guru aku menoleh ke dalam lewat jendela.
    Ingin tahu apa Pak Mario masih di sekolah atau sudah pulang dan ganti status jadi Mario.

    Kami jadi teman akrab sekarang tapi aku tetap bersikap sebagai muridnya kalau di sekolah. Angga belum tahu hal ini, nanti aku akan ceritakan semuanya pada dia.

    Brak!

    Pandanganku segera teralih pada Angga saat mendengar suara orang kertabrakan. Kertas-kertas berhamburan.

    "Maaf, Bu, tadi saya tidak memerhatikan jalan," ucap Angga panik sambil memunguti kertas-kertas yang berserakan di lantai.

    Aku ikut berjongkok tapi nggak ikut memunguti kertas-kertas itu. Aku malah memandang wanita yang ditabrak Angga tanpa berkedip.

    Cantik banget! Wanita itu bertubuh langsing, kulitnya putih mulus dan rambutnya tergerai indah.

    Dengan senyumannya yang manis dan ramah, dia terlihat anggun banget. Seharusnya sekolah, dalam artian murid-murid cowok, gempar oleh kehadiran ''foto model'' ini.

    Siapa dia? Baru kali ini aku melihatnya.

    "Nggak apa-apa," sahut wanita itu dengan suara kemayu, menenangkan Angga yang terlihat panik dan merasa bersalah.
    Lalu wanita itu pergi membawa kertas-kertas itu.

    "Hedy,"panggil Angga.

    "Lo kenapa?" Dia heran ngeliatin aku memandangi wanita itu sampai di ujung lorong.

    "Siapa wanita itu, Angga?" tanyaku.

    "Pegawai baru mungkin. Baru kemarin gue liat dia."

    "Cantik ya, kayak model-model di TV. Harusnya dia ada di sampul-sampul majalah bukannya di balik meja pegawai dan kerja sampai siang begini," komentarku.

    Angga mengangkat bahu. Kami melanjutkan langkah.

    "Angga....,"aku melirik Angga, "gue janji nggak akan ngomongin tentang puisi lo, juga perasaan lo ke siapa pun. Gue juga nggak akan nyari tahu soal cowok itu. Lagian gue nggak cukup pintar buat ngerti puisi-puisi lo, jadi anggep aja gue nggak tahu. Tapi beneran, menurut gue puisi lo keren-keren banget."

    "Makasih," ucapnya, entah untuk pujianku atau janjiku untuk menjaga rahasia.

    Dia tersenyum juga walaupun kelihatan enggan.

    Diam-diam aku menghela napas lega. Syukurlah aku nggak kehilangan sabahat lagi.

    ***

    "Marmut jelek! Marmut jelek!" ejek Edwin dari atas pohon mangga.

    "Yo, udah ya belajarnya. Edwin nantangin tuh!" pintaku pada Mario.

    Aku sedang latihan mengerjakan soal-soal matematika di ruang tengah. Dari sini aku bisa melihat Mario sedang mengacak-acak lemari pakaian di kamarnya.

    Di luar Edwin sedang duduk di atas pohon sambil mengulum lolipop.

    "Tujuan kamu kemari kan buat belajar, bukan kursus jadi Tarzan," ujar Mario.

    Seperti biasa, aku lagi main di rumah Pak Karta buat nemenin Edwin, sekaligus belajar matematika sama Mario karena lagi musim ulangan.

    Sayangnya, Mario nggak pernah mau ngasih bocoran soal-soal yang akan dikeluarkan Pak Rio nanti.

    No nepotisme, gitu!

    "Liat deh, Mut. Keren nggak?" Mario nempelin kemeja biru bergaris di badannya.

    "Keren.....bajunya,"candaku.

    "Memang mau ada acara apaan sih, pake nyocokin segala?"

    "Nggak kok. Pengen kelihatan keren aja."

    "Pake baju apa aja, kamu keren kok," ucapku keceplosan.

    Aku pura-pura kembali mengerjakan soal.

    Bego, kenapa aku memuji dia kayak gitu ya?

    "Marmut, bisa naik setinggi ini nggak?" tantang Edwin dari luar.

    "Yo, kenapa naikin Edwin setinggi itu. Nanti kalau jatuh gimana?"

    "Nggak bakalan. Dia bisa pegangan kok. Tenang aja."

    Sekarang Mario memamerkan kemeja hitam dengan motif garis putus-putus.

    "Kalau yang ini gimana?"

    "Bagus." Rasanya aku nggak pernah melihat Pak Mario pakai kemeja itu.

    Pasti dia jadi kelihatan lima tahun lebih muda kalau memakainya.

    Eh, berarti umurnya jadi delapann belas dong. Aneh banget punya guru yang kelihatan sebaya sama kita.

    "Marmut takut naik pohon, ya? Kalah dong dama Edwin?" teriak Edwin bangga.

    "Bukannya takut Edwin, Marmut cuma nggak mau digerayangin ulet bulu yang suka nyari makan sore-sore gini. Ulatnya gede-gede lho, bulunya banyak, bikin gatel, terus paling senang sama kecil yang lagi makan permen," ucapku nakut-nakutin.

    "Om Mario, Edwin mau turun!" rengek bocah itu tiba-tiba dengan suara panik.

    Aku tertawa.

    Mario yang sedang mencoba-coba baju lain sambil becermin memandangku kesal.

    "Di sana nggak ada ulet bulunya, Edwin."

    "Pokonya Edwin mau turun!" teriak Edwin ketakutan.

    Mario menghela napas.

    "Awas kamu!" ancamnya padaku kesal.

    Aku tersenyum cengengesan. Dia keluar menuju halaman belakang. Aku berdiri meregangkan badan lalu melirik kamar Pak Mario yang kosong.

    Hehehe.....

    Ide jahilku muncul. Ini kesempatan berharga. Aku harus pura-pura melihat-lihat kamar Mario padahal aslinya mau nyari komik Inu-Yasha yang masih disita.

    Aku masuk dan melihat-lihat kamar Mario yang lumayan rapi untuk ukuran kamar cowok. Aku mulai mencari-cari komikku di antara tumpukan buku di atas meja.

    Saat menggeledah rak nggak sengaja aku melihat album foto di antara buku-buku tebal milik Mario.

    Aku mengambilnya kemudian membawanya keluar. Sambil duduk aku mulai membuka-buka album foto itu. Soal komik urusin nanti aja.

    Saat membuka album itu aku tersenyum melihat foto Mario waktu SMA. Dia bergaya gila-gilaan sama teman-temannya.

    Konyol banget.

    Coba Mario SMA ini ada ada di SMA Girindara dia bisa jadi saingan berat Tommy sebagai cowk idola sekolah.

    Sekarang aku mengakui Mario itu cakep, tapi kadang tetep aja nyebelin. Foto-foto lain mungkin diambil waktu Mario kuliah.

    Aku tertawa melihat foto-fotonya dengan rambut gondrong.
    Gimana ya, reaksi murid-murid kalau melihat Pak Mario dengan penampilan kayak gini? Waktu membuka halaman berikutnya, aku terkejut melihat foto seorang cewek yang cantik banget.

    Rasanya aku pernah melihat dia, tapi di mana ya?

    Ya ampun! Ini kan pegawai baru di sekolah.

    Di foto ini dia kelihatan lebih muda. Kenapa Mario punya fotonya, ya? Memang dia siapa? Mataku membesar melihat foto lain yang menampilkam pose mesra cewek dengan Mario.

    Halaman-halaman album selanjutnya dipenuhi foto-foto mereka berdua.

    "Kalau udah bisar nanti, Edwin bisa naik pohon sendiri. Nggak perlu bantuan Om Mario lagi. Makanya dari sekarang Edwin harus makan yang banyak biar sehat dan kuat." Suara Mario terdengar.

    Dia dan Edwin masuk ke ruang tengah. Aku cepat-cepat bersikap biasa walaupun sebenarnya masih syok karena foto-foto itu.

    "Tapi, Edwin juga nggak boleh lupa belajar biar pintar." Mario menoleh padaku.

    "Kamu nggak ngerjain soal?"

    "Istirahat sebentar," sahutku.

    "Edwin aja rajin belajar, nggak malas kayak Marmut." Edwin naik ke kursi lalu duduk sambil menjilat-jilat lolipopnya.

    "Yeeee, yang penting Marmut nggak penakut kayak Edwin.
    Sama ulat bulu aja nggak berani," balasku nggak mau kalah. "

    Oom Mariooooo!" rengek bocah itu. Mario memandangku jengkel.

    "Sudah, jangan dengerin dia." Mario meletakkan kertas dan krayon di atas meja di depan Edwin.

    "Edwin mau belajar gambar nggak?"

    "Mau," jawab Edwin cepat lalu mulai mencoret-coret kertas di hadapannya.

    Mario menghampiriku yang masih membuka-buka album foto.
    Aku meliriknya. "Eh, ini siapa Mario?" Aku membalik halaman album lalu menunjukkan foto cewek tadi.

    Mario melihat sekilas.

    "Itu Pitriani."

    "Pitriani siapa?"

    "Pitriani Ariesta."

    Bukan itu maksud pertanyaanku, batinku jengkel.

    Aku menunjuk foto yang menampilkan pose mesra Mario dan Pitriani.

    "Dia ini siapanya kamu?"

    "Mantanku."

    Seandainya ini film India, pasti ada petir di luar untuk mendramatisir suasana.

    Aku terkejut walaupun sebelumnya sudah menebak bahwa cewek ini adalah pacar Mario pada waktu foto ini diambil.

    "Kapan kalian pacaran?"

    "Setelah aku memotong rambut gondrongku." Aku memutar bola mata.

    "Kapan itu?" tanyaku jengkel.

    "Sekitar dua tahun lalu waktu masih kuliah. Tapi beberapa bulan lalu kami putus. Di hari kelulusanku lagi. Ironis banget. Bukannya syukuran aku malah patah hati." Suara Mario terdengar getir.

    Dia masuk ke kamarnya.

    "Tapi sekarang kan kalian ketemu lagi karena kerja di tempat yang sama. Dia pegawai baru di sekolah, kan?" tebakku.

    "Jangan-jangan karena dia kamu pengen kelihatan keren di sekolah," lanjutku dengan nada menggoda mengatakan pikiran yang kudapat setelah melihat Mario merapikan pakaiannya.

    Mario nggak menyahut. Entah kenapa, tiba-tiba perasaanku jadi aneh.

    Aku menatap Mario. Dia nggak melihat ke arahku. Terjadi sesuatu dalam hatiku.

    Rasanya dadaku menjadi sesak.

    Akumenghela nafas lalu menutup album dan meletakkannya di meja. Aku kembali mengerjakan soal-soal matematika di hadapanku.

    Tapi bukan angka-angka itu yang sekarang memenuhi kepalaku.

    BERSAMBUNG

    Guyz yg komennya kapan update, lanjut lanjut, kapan lanjut jujur aku kesal ayoolah my readeer aku ini ada urusan selain menulis cerbung walaupun aku libur aku mengurusi masalah kuliahku bwt smt 3, proposal untuk lulus PPKMB -_-...mohon pengertiannya

    Sorry baru update aku lagi kesal nih sama ganool aku rela menunggu dr jam 8 pagi sambil ngerjain proposal sampai siang kagak ada selesai2 download tuh Film kayaknya menguju kesabaranku, tp kok aku lebih sabar menghadapi ukelele y dan juga masalah proposal

    sayang maaf permintaanku aneeeh ya maafin Hedy yang OON km bersikap seperti biasanya ya bls inbox aku

    for my ukelele

    BERIKAN LIKE DAN KOMENTAR YA ;)
  • Cantik bak seorang model,, eh namax pitriani... :smiley: msh kurang panjang bro..
  • namanya dr pembacaku nih Bro....eh???-_- masa kurang panjang
    @aldhy_virgo
Sign In or Register to comment.