BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MATEMACINTA?! [ UPDATE EPISODE 17 ]

1161719212278

Comments

  • Ya itu abang mu, saudara mu bkan orang lain.

    Seengga nya klo ada yg godain kamu lbih baik hadapi aku dlu, siapa ajh orang nya aku gk TAKUT
  • aku kok merasa kyk uke ya?? # wajah bingung....oke2 aku mengerti
    @Akang_Cunihin
  • EPISODE 4 - KOMIK INUYASHA

    SEKARANG hari Sabtu, hari terakhir hukumanku membersihkan kelas juga hari terakhirku puasa nonton TV dan jadi anak pingitan. Masa depan yang cerah menungguku setelah hari ini.

    Sebagai kebahagiaan awal pagi ini aku dapat paket dari Oom Hilman, teman papanya Edwin yang kerja di perusahaan penerbitan. Isinya komik-komik baru, salah satunya adalah komik Inu-Yasha edisi terbaru yang sebenarnya baru akan beredar di toko buku minggu depan.

    Aku senang banget mendapatkannya. Inu-Yasha komik favoritku. Aku nggak pernah absen ngikutin setiap edisinya. Pelajaran matematika hari ini sudah berjalan sekitar setengah jam.

    Pak Mario sedang menjelaskan soal mean dan modus dalam statistika, sementara aku ngantuk berat dan hampir mati kebosanan. Di sebelahku, Angga menyimak pelajaran dengan antusias seolah itu film terbaru Keanu Reeves.

    Diam-diam, aku mengeluarkan komik Inu-Yasha dari tasku. Aku harus diselamatkan dari serangan kantuk ini sebelum tertidur di kelas lalu dapat masalah. Situasi aman terkendali.

    Semua anak lagi serius mendengarkan Pak Mario, nggak ada yang akan memerhatikan apa yang kulakukan. Lagipula, deret pinggir bangkuku nomor tiga dari belakang dan letaknya di pinggir dekat jendela.

    Setelah membaca lima halaman pertama, aku langsung terseret ke dalam petualangan Inu-Yasha dan kawan-kawan untuk menumpas siluman. Kantukku terbang entah kemana.

    Aku nggak sabar dengan sekelilingku.

    Aku merasa berada di dunia para siluman bukan di ruang kelas yang super membosankan.

    Brak!

    Seseorang memukul mejaku membuatku terlonjak dan menjatuhkan komik yang sudah kubaca setengahnya.

    Kuangkat kepalaku dan kulihat sosok siluman berwujud guru Matematika yang sedang menatapku dengan wajah marah.

    Ooh, gawwwaaaatttt!

    "Kamu nggak tahu sekarang sedang jam pelajaran?" Mata Pak Mario memandangku marah. "Ngapain kamu tadi?"

    "Saya baca komik Inu-Yasha edisi terbaru yang sebenarnya baru akan beredar di toko buku satu minggu lagi, Pak," jelasku dengan nada bangga yang nggak disengaja.

    Tawa teman-teman yang tadi tertahan meledak tanpa menghiraukan Pak Mario yang lagi marah.

    Sial! Kenapa sih aku nggak bisa nahan diri? Mampus deh!

    "Memangnya di sana ada bagian cerita yang perlu dihitung mean dan modusnya? Misalnya berapa kali Inu-Yasha kalah oleh Naraku atau berapa kali Miroku mengelus bokong Sango?" Pak Mario menyebut nama-nama tokoh dalam komik itu.

    Seisi kelas langsung terdiam. Aku melongo heran. Hah? Guru rese ini tahu cerita Inu-Yasha? Ha ha ha, ini baru berita!

    Pak Mario tampak salah tingkah dan menyesali ucapannya.

    Dalam hati, aku tertawa melihat ekspresi mukanya.

    "Sudahlah, yang jelas kamu dihukum karena tidak memerhatikan pelajaran dan membawa komik ke sekolah." Pak Mario kembali serius.

    "Sebenarnya saya bosan berurusan dengan kamu. Tiga kali pertemuan dalam seminggu dan sekarang kamu melakukan kesalahan yang ketiga kalinya. Kamu punya hobi bikin masalah saat jam matematika, ya? Atau cuma waktu saya yang ngajar?"

    "Ti-tidak, Pak!" jawabku gugup. Aku takut kejadian kali ini membuat orang tuaku menerima undangan ke sekolah dan mendapat laporan tentang ulahku. Ibu bisa memasungku di kamar.

    "Saya hampir kehabisan ide gimana menghukum kamu." Pak Mario mengembuskan nafas kesal.

    "Sekarang serahkan komik itu lalu berdiri di pojok depan kelas. Hari Senin serahkan catatan tentang semua materi yang saya jelaskan hari ini lengkap dengan hitungan dan gambar-gambarnya. Dan satu lagi, kerjakan juga semua soal latihannya!"

    Dengan lemas aku memungut komik Inu-Yasha di lantai, kemudian menyerahkannya pada siluman nggak berperasaan itu.

    Menguap sudah impianku menghabiskan malam Minggu dengan bersantai sepuasnya dan baca komik semalaman.
    Yang ada malah malam panjang untuk memikirkan mean dan modus statistika.

    Rasanya hukuman awal berdiri di depan kelas dan ditonton seluruh anak termasuk Tommy ini nggak ada apa-apanya. Gimana nasib operasi-jaga-image-ku? Kayaknya tak ada harapan.....

    ***

    Malam Minggu ini aku menginap di rumah Angga untuk mengerjakan tugas matematika dari Pak Mario. Besok aku mau nonton TV dan baca komik sepuasnya untuk menikmati kebebasanku dari hukuman gara-gara nyolong mangga itu, jadi aku pengen nyelesain tugas ini sekarang.

    Berubahlah malam Minggu yang seharusnya buat bersenang-senang, menjadi malam panjang buat berkencan dengan angka dan grafik.

    Angga membantuku mengerjakan soal latihan dan menjelaskan materi yang ribet dan membingungkan. Jam sebelas malam aku baru selesai dengan soal-soal latihan, sementara Angga sudah nggak bisa menahan kantuknya lalu tidur duluan.

    Selanjutnya aku tinggal menyalin catatan Angga yang berisi materi pelajaran matematika hari ini. Dua jam berlalu, akhirnya aku bisa menyelesaikan tugas ini dengan sisa-sisa energi kehidupan yang kupunya.

    Mataku terasa berat, aku meregangkan tubuh sambil menguap. Tega banget, Mario stres itu. Ngasih hukuman kok seberat ini cuma gara-gara aku baca komik pas jam pelajaran.
    Mana komik kesayanganku disita.

    Sebaaaaaaaal! Dasar kunyuk nggak berperasaan! Makiku dalam hati.

    Aku beranjak ke dekat jendela ingin menikmati bintang di langit untuk menenangkan pikiranku. Malam ini cerah bintang-bintang bertaburan. Khayalanku melayang.

    Aku membayangkan seandainya saat ini ada Tommy sedang duduk berdua di padang rumput, memandangi kerlip bintang sambil berpegangan tangan.

    Suasana romantis dan penuh cinta mengelilingi kami.

    Ahh.....indahnya? Aku tersenyum-senyum sendiri, sampai bayangan Pak Mario dengan seringai jahatnya melintas dibenakku.

    Dia seolah mengejek imajinasi konyolku yang nggak mungkin jadi kenyataan. Aku menghela nafas.

    Kenapa sih, tuh orang nggak berhenti mengusik hidupku? Tak sengaja aku menoleh ke arah rak meja belajar Angga.

    Mataku menangkap sesuatu yang menarik perhatian. Sebuah buku dengan hardcover berwarna Biru yang bertuliskan ''Cerita Hati''.

    Aku mengambil buku itu lalu bersandar di dekat jendela, dan mulai membuka-buka halamannya. Sepertinya buku ini berisi kumpulan puisi karya Angga.

    Sejenak aku menoleh pada Angga yang tengah terlelap. Salah nggak ya, kalau aku membacanya tanpa izin? Memang sih ini cuma puisi, buku diary, tapi siapa tahu Angga nggak mau karyanya dibaca orang lain.

    Duh, gimana ya. Setelah perang batin, ternyata penasaranku lebih besar daripada keraguanku. Jadi aku mulai membaca kata demi kata dalam rangkaian kalimat puitis itu.

    Nggak terasa hampir satu jam aku membaca hingga akhirnya tiba puisi terakhir. Perasaanku terhanyut oleh belasan puisi dalam buku itu. Kata-kata dalam puisi Angga menyentuh hatiku.

    Aku kagum dan nggak nyangka Angga bisa bikin puisi-puisi seindah ini. Kenapa dia nggak pernah cerita padaku atau Sony bahwa dia suka bikin puisi? Jangan-jangan puisi-puisi ini adalah ungkapan hatinya.

    Walau nggak ngerti-ngerti banget, aku bisa menangkap suasana yang melatari puisi-puisi romantis ini. Perasaan sedih, putus asa, dan kebahagiaan karena rasa cinta tulus kepada seseorang yang ''jauh'', penantian yang sia-sia dan cinta yang nggak berbalas.

    Apa mungkin selama ini Angga suka sama seseorang? Siapa, ya? Seandainya aja aku bisa mewujudkan cinta sahabatku ini. Tapi kayaknya Angga nggak mau cerita, jadi sebaiknya aku nggak ngomongin soal ini ke dia.

    Sepertinya dia ingin menyimpannya sendiri seperti juga aku yang merahasiakan soal Tommy dari dia dan Sony.

    ***

    Di Minggu sore yang cerah ini aku sudah nangkring di atas tembok belakang rumah Pak Karta mengamati keadaan rumah yang sepi. Mungkin si Mario sedang keluar karena sejak tadi tak terlihat tanda-tanda keberadaannya. Aman.

    Aku melompat masuk ke pekarangan rumah. Yang sekarang kucari di sini bukan mangga. Satu minggu tanpa TV sudah membuatku kapok nyolong mangga.

    Aku cuma mau mengambil harta berhargaku yang dirampas dan disita guru rese itu.

    Komik Inu-Yasha yang ingin segera kubaca lanjutan ceritanya. Aku sudah menyelidiki ternyata komikku di bawa pulang oleh Pak Mario bukannya ditaruh di lemari tempat barang sitaan siswa di ruang guru.

    Aku yakin Pak Mario mau membaca komikku. Huh, curang!
    Sambil mengendap-endap aku mengintip ke dalam kamar yang jendelanya terbuka. Buku-buku matematika tampak bertumpuk di atas meja. Ini pasti kamar Pak Mario.

    Dengan perasaan was-was, aku masuk lewat jendela. Aku meyakinkan diri bahwa apa yang kulakukan bukan tindakan kriminal.

    Aku cuma mau mengambil kembali komikku secara sembunyi-sembunyi. Aku sudah mengeledah rak buku dan laci meja, tapi komik itu belum juga kutemukan.

    Dengan tergesa-gesa, aku mengacak-acak tumpukan buku di atas meja. Jantungku berdebar cepat. Aku takut Pak Mario muncul sebelum aku menemukan apa yang kucari dan pergi dari sini.

    Malaikat penolong, datanglah!

    Tiba-tiba pintu kamar terbuka, dan tampak seorang laki-laki yang sedang telanjang. Dan nampak belalai gajah yang

    "Aaaargh....!!!"

    Kami berteriak bersamaan. Setelah sekian detik, laki-laki itu berhasil menguasai diri. Dia masuk ke kamar lalu dengan cepat menarik selimut di ujung tempat tidur untuk menutupi seluruh tubuhnya.

    Laki-laki itu nggak lain dan nggak bukan adalah Pak Mario. Kami berdiri dalam jarak kurang dari dua meter. Saling berpandangan dalam keadaan syok.

    OH NO! I'm in trouble. Big trouble! Mulutku terbuka, tapi nggak ada suara yang keluar.

    Aku mau kabur, tapi tanggung. pikirku. Telanjur sudah mengacak-acak mejanya sekalian saja kutodong Pak Mario untuk menyerahkan komik Inu-Yasha-ku.

    Aku melirik tubuh Pak Mario yang ternyata nggak sekurus dugaanku semula. Dia atletis juga. Kulitnya tampak segar karena habis mandi. Rambutnya yang basah dan berantakan bikin dia kelihatan cool dan tampak lebih muda.

    Berapa umur Pak Mario sebenarnya? Eh, aku sudah gila, kali ya? Ngapain malah merhatiin tubuh Pak Mario?

    “Tenang Pak Mario, kita kan sesama lelaki jangan kaget begitu” kataku dengan wajah gugup memerah

    "Hei, Ngapain kamu di sini, bocah badung?" teriak Pak Mario
    Pak Mario memegang selimut di tubuhnya dengan kikuk.

    "Sa....saya nyuri Bapak, eh, nyari Bapak," ucapku terbata. Jantungku berdebar berdetak nggak keruan.

    Aku benar-benar nggak nyangka ini bisa terjadi. Rasanya lebih baik lenyap di telan bumi.

    "Nyari saya di laci dan rak yang kamu bikin berantakan itu?"

    Pak Mario memandangku marah. Kayaknya dia syok berat melihat aku ada di sini.

    "Sa-saya.....nyari....komik Inu-Yasha saya."

    Aku menelan ludah. "Itu.....komik yang kemarin Bapak sita.

    (Aku benar-benar ingin menghilang dari sini sekarang.)

    "Tunggu di luar kamar! Setelah berpakaian, saya benar-benar akan bikin kamu mengerti tentang tindakan kriminal seperti mencuri mangga atau menyelinap masuk ke rumah orang!"

    Aku cepat-cepat kabur sambil berteriak, "Saya minta maaf, Pak! Anggap saja kejadian ini nggak pernah ada. Saya janji, nggak akan muncul lagi di depan Bapak dengan masalah apa pun. Maafin saya, Pak!"

    Aku berlari ke arah pintu gerbang, kemudian menghamburkan keluar.

    “Kenapa dia gugup, begitu kan sama-sama laki-laki juga?” tanyaku bingung

    “Jangan-jangan dia sama kayak aku???” kataku dengan wajah terkejut

    Aku pun tertawa “Itu tidak mungkin “

    Sepertinya ini akan jadi kunjungan terakhirku ke rumah ini.

    ***

    Sampai di rumah, di ruang tengah kulihat Ibu sedang memangku Edwin sambil membolak-balik majalah anak-anak untuknya.

    "Bu, bantuin aku dong!" rengekku sambil mendekati Ibu.
    Edwin menjulurkan lidah lalu mengalungkan tangannya di leher Ibu.

    "Bu, bacain lagi."

    Ibu melihat sekilas padaku, tapi kemudian berpaling pada Edwin dan melanjutkan membacakan cerita untuk ''anak kedua''nya yang selalu di nomor satukan itu.

    "Bu, dengerin aku sebentar dong," rajukku.

    "Ibu, bacain!" Edwin menahan pipi Ibu agar nggak menoleh padaku.

    "Ibu....!" panggilku kesal.

    "Kamu kenapa sih, Hed? Nanti sajalah. Ibu lagi bacain Edwin nih," tolak Mama.

    Edwin menoleh padaku sambil memamerkan senyum kemenangan.

    "Edwin, kamu kan udah bisa baca. Ngapain sih, minta dibacain Ibu lagi? Dasar manja!" omelku.

    Dengan kesal aku naik ke kamar. Hilang sudah harapanku minta tolong Ibu meminta komikku dari Pak Mario. Padahal tadi aku udah berani ngambil risiko masuk ke kamar Pak Mario.

    Sampai di kamar, aku menjatuhkan diri di tempat tidur. Kubenamkan kepala di bawah bantal, kucoba meredam kekesalan pada semua orang yang sudah mengacaukan hariku.

    Pak Mario ada di urutan pertama daftar ''pengacau hari''-ku. Samar terdengar ring tone HP-ku berbunyi. Aku mengangkat bantal yang menutupi telinga untuk meyakinkan, ternyata benar.

    Dengan malas aku beranjak mengambil HP di atas meja. Nama Steve terlihat di layar.

    "Woy, napa?"

    "Hedy, tadi gue nebeng abang gue ke rumah temen di Jalan Duku, Gang Mawar. Pas gue turun dan abang gue udah pergi, gue baru nyadar kalau gue salah baca. Rumah temen gue itu ternyata di Jalan Mawar, Gang Duku. Masih rada jauh dari sini. Lo tau nomor telepon taksi nggak? Udah lima belas menit gue nunggu, nggak ada taksi yang lewat. Mana panas banget di sini, udah gitu gue pake baju hitam lengan pendek, lagi. Rambut gue udah lepek nih...."

    "Jadi intinya, lo nanyain nomor telepon taksi?" potongku sebelum Steve ngoceh panjang-lebar ke sana kemari maju-mundur nggak jelas.

    "Sori, gue nggak tau," aku mengakhiri pembicaraan.

    Steve itu sahabatku sejak SD. Walaupun sekarang beda SMA, kami masih akrab. Kalau aku nggak ketemu Angga dan Sony, mungkin cuma Steve satu-satunya sahabat yang kupunya.
    Steve itulah cowok gebetan Sony.

    Aku, Angga, Sony, dan Steve pernah nonton konser musik bareng beberapa waktu lalu, dan saat itulah terjadi sesuatu atau istilah Bolluwood-nya kuch-kuch hota hai antara Steve dan Sony.

    Tapi sayangnya, di antara mereka berdua nggak ada yang menindak lanjuti perasaan masing-masing. Sederhananya, mereka saling naksir gitu, tapi nggak ada yang mau maju duluan.

    Ring tone HP-ku terdengar lagi tepat setelah aku tenggelam dalam bantal. "Duh, nih anak!"

    Aku kembali ke meja lalu menyambar HP.

    "Heh, cowok dodol, kalo nanya nomor telepon, tanya bagian informasi. Yang gue tau cuma nomor telepon polisi. Lo mau gue panggilin polisi?"

    "Salah gue apa Hedy, sampai dipanggilin polisi?" balas suara di seberang.

    Suara yang ngebas, lembut, dan tenang.

    OH, kayaknya ini bukan suara Steve!

    "Eh, maaf, maaf. Ini siapa ya?" Aku menggigit bibir bawah. Rasanya aku kenal suara ini. Tetapi nggak berani terlalu berharap.

    "Gue Tommy. Memangnya lo kenapa sampai berurusan sama polisi segala?"

    "Mmh....eh....mmh.....nggak kok, cuma main-main sama temen."

    Aku mengetuk-nggetuk kepala sambil berpikir apa yang harus kukatakan.

    "Oh ya, kenapa nelepon? Eh, kok tau elo nomor gue? Sori ya, ngebentak tadi. Mmh....elo dari mana dapet nomor HP gue?" ketukan dikepalaku berhasil, tapi kapasitasnya terlalu besar sehingga memunculkan kalimat yang nggak sesuai EYD banget.

    "Dapatnya dari Sony. Gue nelepon cuma mau nanyain, komik lo udah dibalikin apa belum?"

    "Eh, oh, itu.....belum." Sepertinya aku nggak perlu menceritakan perjuanganku untuk mendapatkan komik itu kembali.

    "Kira-kira bakalan disita terus nggak, ya?"

    "Nggak tahu deh," jawabku.

    "Lo mau beli komik kayak gitu lagi? Kalo iya, gue mau nganterin kok," ucap Tommy membuatku terduduk di atas tempat tidur dengan perasaan syok.

    Mulutku ternganga lebar, tapi nggak bisa ngomong apa-apa sampai Tommy memanggil.

    "Hedy...."

    "Eh, sori, mmh.....makasih tawarannya, tapi komik itu baru beredar seminggu lagi, jadi belum ada di toko buku."

    "Jadi yang lo bilang kemarin beneran? Terus, lo dapet dari mana tuh komik?"

    "Ada deh."

    "Lo tuh nggak ditebak, ya. Bikin penasaran saja."

    Aku menggigit bibir bawahku keras-keras, menahan tawa girang mendengar kata-kata Tommy.

    "Mmh...., Tom, lo suka komik juga?"

    "Nggak terlalu sih, cuma kemarin lo keliatan berat banget ngelepas komik itu. Gue kasihan aja, sesama penggemar Gundam harus saling peduli, kan? Makanya, mumpung lagi nggak ada kerjaan hari Minggu gini, gue mau ngajak elo keluar sekalian nyari komik. Soalnya barang yang disita kan susah kembali, kecuali barang berharga."

    Naluri comicholic-ku tersinggung. Enak aja! Jadi dia pikir komik Inu-Yasha yang secara resmi baru beredar seminggu lagi itu bukan barang berharga? Tapi berhubung yang ngomong adalah seorang Tommy yang udah bikin aku jatuh hati sampai mati, aku rela bertoleransi dengan omongannya dan menganggap dia cuma kurang pengertian dengan definisi barang berharga menurut penggemar berat Inu-Yasha kayak aku.

    "Makasih deh, niat baiknya." Aku nggak tahu mau ngomong apa lagi.

    "Ya udah kalo gitu. Sampai besok ya!" Tommy menyudahi pembicaraan.

    "Bye!" balasku sok cool, padahal setelah itu aku ketawa ngakak dan membaringkan badan, dengan kaku menandak-nandak di kasur karena kegirangan.

    Entah menguap ke mana semua kekesalanku tadi. Ternyata hari ini nggak jelek-jelek banget. Aku menekan nomor telepon Steve, menanyakan apakah dia perlu dijemput.

    Rasanya aku harus berbuat kebaikan untuk meneruskan keberuntungan yang kudapat karena Tommy mau nelepon aku, terus mengajak aku jalan, lagi.

    Mudah-mudahan ini bukan ajakan yang pertama dan terakhir kalinya.

    BERSAMBUNG

    BERIKAN LIKE DAN KOMENTAR YA, aku sekarang tdk peduli banyak dengan like maupun komentar

    dengan memakai kesadaran dr pembaca dan menghargai penulis yang mengetik cerita dan membuat ide....

    Mudah2an aku bs menyelesaikan cerita ini doakan ya soalnya akhir agustus aku vakuum menulis di BF :)
  • Ecieeee tommy...
  • Itu udh ukelelelele T_T.....
    @Akang_Cunihin

    Cieeeee dukung tommy ya???
    @kaha
  • Aku jd tommy aja donk, biar bs deket sm si marmut :flushed:
  • hahahaha abang udh jd martabak.....wah ada sesuatu nih abang mau dekat sm marmut
    @kaha
  • knp ukelelelee??? kok merengut nanti manisnya luntur
    @Akang_Cunihin
  • Aku jadi menggigit bibir bawah karena baca belalai gajah. Hahaha
  • Ukelelele gambarnya T_T
    @Akang_Cunihin

    hahahahaha jgn memikirkan hal yg mesum...soalnya itu kejadian nyataku sm seseorang
    @Aurora_69
Sign In or Register to comment.