BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Something Happened in My Heart

2

Comments

  • Hmmm eps kali ini agak membingungkan, mungkin next nya bisa d perjelas pergantian tokohnya... :)
  • laga2nye adit pasti kasian n iba ma devan, jadian dah
  • laga2nye adit pasti kasian n iba ma devan, jadian dah
  • Hehe soriya jika agak membingungkan :D @tsunami
  • Lanjutan Hit Me With Your Best Shot..

    Adit’s POV

    Ada dua hal didalam dua tahun terakhir yang membuat Gue tertawa selepas ini. 1 ketika Sonya dan Randy kepergok gue lagi nyiapin birthday party Aku tahun lalu. Dan kedua adalah saat ini. Gila lucu banget.
    Tuh anak bengal dan nakal di suruh begituan. Anjir…
    Sayangnya udah dikelas yang kesepuluh saat ini.

    “Gimana selesai kan ?” Tanya bocah itu terengah engah.
    Bajunya yang berantakan tampak lebih berantakan lagi.

    “Belum Dev..” Gue menjawab..

    “Panggil Gue Andra.” Tukas Dev kesekian kalinya. Dengan kasar.

    Gue menatapnya jengkel. Tapi emosi gue masih tenggelam dalam memori jenaka setiap Ia joget dribel. Gile, pantatnya cuy. Jadi gue gak bisa marah. Malah tertawa.

    “loh emang mau kemana lagi ?” Tanya Sonya ikutan bingung.

    “ya ke tempat kelas 12 kan belum ?” Usul Gue licik.

    “Eh kan kata Bang Ernest tadi Cuma 10 kelas di kelas 10.” Balas Dev langsung tak terima.

    “eh.. Yang nemuin hape lo itu gue. Jadi mending ikut deh. Di banding ntar kami putusin untuk bawa bawa kepsek.” Ancam Gue.

    “Lebay amat sih pake kepsek kepsek segala !” Emosi Dev.

    “yaudah. Lo ikutin perkataan Gue.” Kata Gue tajam.

    Anak kelas 12, yaitu angkatan Gue. Lagi pada dikantin ngumpul semua. Baru selesai penyuluhan di Auditorium. Jadi Gue dan Sonya segera bawa ini anak kesana. Hampir semua laki-laki, yang perempuan masih ada penyuluhan tambahan seingat gue.

    “Siapa cuy ?” Tanya Randy segera gabung bersama gue dan Sonya dibangku kantin.

    “lihat aja..” Kata Gue menahan tawa.

    Jika kelas 10 masih sopan. Yaiyala. Gak ada ngomong kecuali tawa pelan. Nah, ini baru hiburan.

    “Woy ! Ngape diam aja lo ? Ngomong !” Teriak seorang bongsor, si Eko dan gerombolannya.

    Yang lain ikut nimpalin.
    Entah siapa yang mulai, yang lain mulai berseru “Joget ! Joget ! JOget !”

    Gue tertawa bersama Randy ikutan heboh.. “Joget ! Joget ! Joget..!”

    Ragu-ragu si Dev yang keringatan mulai pasang kuda-kuda. Suarnya pelan banget. Lemas lagi.

    “WOY Yang jelas lu keong !” Seru Harsya, gendut item, berandalnya anak IPS.

    Dev membesarin suarnya, menyanyi lagu keong racun yang udah diubah kata-katanya. Yang lain segera tertawa. Namun karena gerakannya yang masih kayak zombie, gile.. lemas amat. Ia terus diteriakin.

    “Ah gak sedap lu mah !” Harsya melempar bungkus ciki-ciki ke depan.

    “Gak bohay !” Sebuah kertas terlempar lagi dari kerumunan IPS.

    Anjir. IPS mah disekolah ini terkenal banget berandalnya.
    Dan dalam hitungan detik, yang lain pada nimpukin.
    Dev tampak pucat dan segera berlari keluar dari kantin.
    Sonya dan Gue segera berdiri, menyusul anak itu. Lah jadi berabe gini urusannya.

    “Cepet banget larinya !” Keluh Sonya begitu kami gak melihatnya lagi didepan.

    Gue susul lari kedepan. Kemudian menemui bocah itu sedang duduk di teras perpustakaan yang sepi. Gue berbalik melihat sonya yang menyusul, Gue segera berisyarat. “Pergi aja. Biar gue yang urus. Lo bilangin ke Ernest dan Dania sono !” Kata Gue.

    Sonya mengangguk dan segera pergi. Gue berbalik lagi, melihat cowok yang sedang duduk mengatur napas. Gue baru saja mau menghardiknya, ketika gue sadar tubuhnya gemetar hebat. Napasnya juga memburu.

    “Lo fine ?” Gue mencoba memegang pundaknya.

    “Puas?” makinya. Gue sedikit terkejut. Gue gak tahu bahwa efeknya bisa membuat Ia seemosi itu.

    Wajahnya memerah dan penuh keringat.

    Gue mau minta maaf. Tapi Gue pikir-pikir, bukan Gue yang salah, tapi temen Gue. “udahlah kekelas yuk !” Ajak Gue.
    Dia berdiri dan segera berjalan melewati gue. Ia bahkan gak menatap Gue. Gue tahu banget, gimana Ia mencoba berjalan kuat padahal Ia lemas. Gue heran nih cowok apa bukan sih lemas amat ?
    Tapi kemudian gue sadar.
    Gue menatap jam tangan, udah mau jam 1.
    Dan Sejak tadi pagi, Ia datang telat. Dan langsung kena hukum dan omel dari kami. Gue ingat-ingat, sepanjang tadi ke kelas-kelas Gue dan Sonya terus ngemil, pantes aja gak lapar. Lah dia ?
    Gue segera menyusulnya ingin mengajaknya makan dulu. “EH kantin dulu !” Seru Gue.

    Dia berhenti dan berbalik, menatap Gue dengan penuh tanda Tanya. “Kantin ?”

    “Yaiyala lo gak dengar ?”

    “Bangsat lo emang ya ! Gak ada perasaan sama sekali ! mati aja lo !” Akhirnya Ia memangil gue, merespon gue, tapi dengan kata ‘lo’, bangsat nih anak gak sopan. Niat Gue jelas baik.

    “Eh sopan dikit lo kampret !” Maki Gue geram. Gue segera maju dan memegang kerah bajunya.

    Ia menatap Gue, keringatnya makin mengucur, matanya seakan bergerak gerak dicoba untuk tetap fokus. Dan tubuhnya limbung kedepan.

    Gue segera menahan tubuhnya. Sebelum Ia sepenuhnnya pingsan, sebuah kata melontar dari mulutnya, “anjrit lo !”
    Gue segera membopongnya. Harum parfumnya masih tercium. Harum yang lembut. Tapi bercampur dengan bau laki-laki yang sedang keringatan.
  • Burned

    Adit’s POV.

    Kuping Gue panas. Bener bener panas.
    “Udah gue gamau tahu ! Yang penting lo mesti minta maaf. Jangan sampe kedengaran sama anak lain. Apalagi kalo dia lapor. Habislah nasib sekolah kita !” Untuk keseratus kali mungkin, Eros menekankan lagi.

    Ni Ketos PMS kaliya. “iya bawel ah.”

    “Bawel lo bilang ? Ihh lo ini bengal banget sih !” Kali ini Bian, si cewek yang ngarep sama Eros sejak kapan taon ikut memarahiku.

    “Gue tahu lo punya masalah sama nilai. Dan lo tahu kalo ini kasus sampai ketahuan sama Kepsek. U die.” Eros kali ini berkata tajam.

    “Lo yang duluan mampus dari Gue.” Ketus Gue.

    “Brengsek juga ya ini anak .” Eros bener bener sukses Gue buat emosi. Haha ini bakat gue banget.

    “Sssssttt…” Sonya muncul dari pintu UKS. “Dia udah sadar. Lagi makan juga.” Katanya kemudian.


    “Biar gue temuin.” Kata Gue segera masuk ke dalam.

    Eros segera menyuruh Sonya dan Bian menunggu diluar. Gue pun masuk ke UKS. Untung saja UKS berada di belakang perpus. Tempat dimana si Dev jatuh.

    Gue baru saja menutup pintu dibelakang Gue, ketika dia nyerocos. “Mau ngapain lo ?” Suaranya yang gak ada sopannya itu segera menyerang Gue.

    Gue tak mengubris, duduk di sofa di seberang tempat tidur dimana Dev sedang duduk sembari makan. Gue menatapnya lamat-lamat. Gue pikir dia kurus banget. Ternyata tubuhnya lumayan atletis dan ideal. Tapi tetap saja, ringan buat ukuran cowok SMA.

    “Ga lanjut makan ?” Tanya Gue melihatnya yang tak lagi menyuapkan nasi ke mulutnya.
    “Ga selera lagi gue.” Balasnya.

    Gue tertawa, begitu mendengar suara perutnya berbunyi. Gue segera berdiri, menarik sofa mendekati posisinya.

    “Mau ngapain ?” Tanyanya seakan Gue punya virus kusta yang bisa ditularkan.

    “Lo mau gue suapin dulu ?” Bales Gue kemudian, mengambil piring dan sendok yang Ia pangku.

    “Najis !” Makinya.

    “Mending makan deh lo. Ntar pingsan lagi.” Ulang Gue lagi.

    Wajahnya memerah lagi. Astaga. Apa selalu semerah itu jika marah ? “Mending Gue pingsan daripada disuapin sama lo.” Ketusnya lagi.

    Aku bisa menghirup aroma tubuhnya. Harum sabun yang ajaib masih bertahan di tubuhnya yang sejak tadi dibanjiri keringat. Gue menatapnya, matanya masih membalas tatapan gue tajam. Sekilas Gue bisa melihat, betapa Dia berusaha untuk terlihat bengal.

    Gue menghela napas dan meletakkan piring itu di meja sebelah Gue. Gue menarik napas dalam dalam. This time… fuck.. I hate this fcking time.

    Gue menatapnya serius. “Im soryy…” Perkataan itu keluar.. nyaris seperti desisan dari mulut Gue. Gue bisa melihat matanya yang menatap gue nyalang. Bola matanya cokelat. Wajahnya yang marah itu cukup seram.. tapi gue teringat bagaimana dia joget joget tadi siang. Gue segera menahan tawa.

    “Lo minta maaf ? Tapi lo tertawain gue ?” Ia menatap Gue penuh rasa heran dan benci.

    “sorry sorry… muka lo kalo marah.. ga nahan..” Gue menccoba untuk serius.

    Ada keheningan sejenak. Gue menatapnya mencoba mencari tahu pandangannya menuju. Gue menunduk mencoba mencari tahu apa yang Ia lihat dari tubuh Gue. Akhirnya Gue baru sadar.

    “Sori..” Dia malah yang sekarang meminta maaf.

    Gue menatap bagian pundak Gue. Ada bercak darah disana. Gue tertawa. “Lo sih pake mimisan segala.. Mentel banget !”

    “Lah ! Kan elo juga yang udah ngerjain Gue beginian. Ga sempat sarapan lagi.” Keluh anak itu mulai emosi lagi.

    Gue tertawa kembali melihat ekspresinya ketika marah. “Iya iya gue minta maaf.”

    Dia mendengus, seakan perkataan Gue terlalu bullshit. Ia mencoba mengambil piring di meja sebelah Gue. Gue segera menahan tangannya itu.

    “Gue beneran minta maaf.” Ulang Gue. Kali ini Gue menatap matanya. Bola cokelat itu menatap Gue seakan gue yang sakit.

    “Iya. Gue laper mo makan.” Lanjutnya.

    Gue segera melepas tangannya, membantunya mengambil piring.

    “Yaudah Gue tunggu diluar ya. Biar Gue yang ngantar lo pulang.” Kata Gue segera berdiri.
    “Eh gausah.” Sahutnya segera.

    “Rumah kita searah. Shit. Sekomplek malahan. Dan lagian tadi mama lo nelpon, gue angkat deh, gue bilang gue yang antar.”

    Setelah melihat gak ada sanggahan lagi, Gue berdiri dan menarik kursi itu kebelakang.

    Sekilas. Gue menoleh kebelakang sebelum menutup pintu UKS. Sekilas.
    Gue melihat raut wajahnya. Tanpa emosi. Hanya kelegaan dan kecapekan.

    Alis matanya tebal banget. Sempurna dengan warna kulit dan bola matanya.

    Fuck. What the hell I just thinking.

    Im sorry Ervan.. Haha. Youre still the apple of my eye.

    Hmmm.. Gimana kabarnya ya ? Segera saja Gue mengeluarkan iphone Gue untuk meneleponnya.

    ___________________________________________________________________

    When the light started out they don’t know what they heard
    Strike the match, play it loud, giving love to the world
    We'll be raising our hands, shining up to the sky
    'Cause we got the fire, fire, fire
    Yeah we got the fire, fire, fire
  • lucu , lanjut
  • masih bingung. tapi buat penasaraan TS... ada sesuatu pasti :D
  • Knpa yah?msh blum puas,lnjt
  • Someone New
    I wake at the first cringe of morning,
    And my heart's already sinned.
    How pure, how sweet a love, Aretha, that you would pray for him.
    -Hozier, Someone New

    Dev's POV

    “Kok kita gak pernah ketemu ya.. padahal rumah kita Cuma beda beberapa belokan.” Ujar Adit kemudian.

    Aku yang masih sibuk memikirkan gimana besok gue mesti cari tanda tangan kakak osis pun teralihkan. “Lah elah. Ini komplek kan orang-orangnya pada parlente semua. Ya gak heran.” Ujarku.
    Jelaslah, ini komplek elit di kota ini. Gak heran orang-orang sosialita yang ada didalam sama sekali jarang berinteraksi. Palingan ketika ada pesta besar itu pun jadi ajang pamer harta.

    “Hehe. Gue juga jarang di rumah sih.” Kata Adit lagi.

    Pertama kali Aku masuk ke mobil Adit, kesan pertama : Berantakan. Bener-bener berantakan. Tumpukan buku bergabung dengan jaket dan kalo gak salah aku bisa temukan ada beberapa botol dan kaleng bir di kursi belakang. Tapi walaupun begitu, aroma mobil ini wangi …. Coklat ? Haha, sepertinya dari wangi parfum yang dipakai oleh Adit.

    “Lo mikirin apa sih ?” Tanya adit kemudian.

    Aku mendengus. “Gara gara lo, buku tandatangan Gue masih kosong.”

    Adit malah tertawa. Tawa yang kayaknya minta di tinju pipinya. “Lah elah gitu aja. Besok gue bantuin deh.” Katanya kemudian.

    Aku menarik napas panjang. “Kok lo tiba tiba baik ?” Tanya aku mengingat gayanya saat ini.

    Dia tampak berpikir sejenak. “Hmm.. anggap aja sebagai permintaan maaf aku.” Katanya kemudian.

    Aku mengangguk paham. Lagu di radio kini memutar lagu, Blank Space-nya Taylor Swift.

    “So it's gonna be forever
    Or it's gonna go down in flames
    You can tell me when it's over….” Aku bersenandung pelan.

    Dan itu sedikit kesalahan. Yap Big Mistake. Apa yang di kepalaku sih.

    “Ehem !” Aku menoleh, melihat Adit yang menatap Aku heran.
    “Lo suka lagu itu ?” Tanyanya dengan pandangan aneh.

    “Tahu kan bukan berarti suka.” Jelas Aku. “Adik Gue sering dengerin lagu itu, sampe gue hapal.” Aku ngeles.

    “Sampe hapal atau suka ?” Kejarnya lagi.

    “Ih apaan sih ! Yakali gue demen lagu begituan.” Bantahku.

    “Ya kirain.. kalo iyakan.. berarti selera kita samaan.” Ujarnya santai. WHAT ?

    Dia kemudian tertawa pelan, melihat Gue yang masih bengong. “Segitu terkejutnya ya ? Yakali ! Gue suka lagu gini nih…” Ia menekan cd player di dashboard. Radio berhnti, digantikan lagu yang ada di fd yang terpasang.

    Lagu Airsupply. Aku pernah dengar lagu ini, walaupun ga terlalu tahu judul lagunya.

    Aku kembali menatap jalanan didepan. Komplek perumahan tempat ku tinggal termasuk jauh. Jauh banget malah haha. Makanya Aku gak enakan ketika tadi dia mau anter pulang. Ternyata sekomplek.

    Aku pikir si berandal Adit bakalan ninggalin Aku gitu aja tanpa minta maaf. Eh, taunya malah diantar pulang sama Dia. Yap.. Don’t Judge Book by a cover, right ?

    Hmmm... Kutertegun. Kesan ini pernah ku dapetin dulu. Disaat Aku pikir itu cowok jahat ternyata malah nyangkut di hati dan dipikiranku. Fuck Memory. Kapan Aku bisa hapus dia dari pikiran gue sepenuhnya ?

    Cowok yang tetap manggil Aku Dev. Yap, karena dia berkata ‘dev’ adalah panggilan sayangnya untukku. Yap, sebenarnya dia yang meresmikan panggilan itu dari orang lain. Nama itu.

    Arjun.

    “Dev.. rumah lo yang dekat taman itu kan ?” Adit menyadarkanku dari lamunan singkat. Ternyata sudah sampai di komplek perumahan kami.

    “Eh ..?”

    “iya rumah lo yang dekat taman itu kan ?” Ia menunjuk ke depan, kearah rumahku.

    Aku mengangguk. Kalo gak salah dengar.. Dia manggil dengan sebutan ‘Dev’

    “Nah.. Turun lo, Dev.” Katanya setelah berhenti tepat di depan rumahku.

    “Panggil gue Andra.” Tekanku, sembari membuka pintu mobilnya.

    “Haha. Males ah, Dev.” Adit malah nyengir.

    “terserah lo dah.” Aku menutup pintu mobilnya agak kencang.
    Sudah saatnya juga Aku terbiasa dengan panggilan itu.


    ++++++

    Pagi itu Gue bangun secepat mungkin. Cepat dalam artian jam 6 pagi.
    Haha. Jarak ke sekolah dari Rumahku, setengah jam kalo gak macet. Jadi sama aja bohong.
    Tapi 15 menit udah lebih dari cukup buatku. Mandi dan makan.
    Mama tampak baru bangun disaat aku sedang memakai sepatu di ruang depan.

    “udah sarapan ndra ?” Tanyanya.

    “Udah ma. Nasi goreng tadi di makasain Bibi.”

    “Yaudah hati hati. Ntar telepon mama kalo ada apa-apa.” Kata Mama. Aduh ma, coba aja mama tahu, karena telepon genggam itulah aku jadi kenapa kenapa.

    “Aduh ma, aku gak bawa handphone lagi deh.”

    “lho kok ? Kemarin katanya gak bakal ketahuan ?”

    “Aduh ma. Lebih baik mencegah dari pada mengobati.” Jawabku asal. Aku melirik ke jam dinding lagi. “Pak Toro mana sih..”

    “Oiyaa mama lupa. Pak Toro lagi pulang kampung semalam, mendadak. Orangtuanya mendadak sakit keras.” Kata Mama terbelalak karena kaget.

    ADUH.

    Udah sohib-sohibku yang satu SMA pada tinggal dekat SMA semua, Aku sendiri yang aku kenal yang tinggal disini.
    Segera saja, Aku berdiri di gerbang komplek. Seharusnya ada ojek. Tapi iya juga. Jam segini di perumaha seelit ini, mana ada tukang ojek yang stand by. Jam jam biasa aja ojek jarang banget Nampak. Secara setiap rumah, ralat, setiap kepala dalam perumahan ini punya mobil sendiri.

    Gue menatap jalanan miris. Bang Dirga pake acara nginap dirumah temannya segala. Jadi serba salah ini kan. Mama juga gak bisa bawa mobil. Mau gak mau, aku harus bawa mobil nih. Aku baru saja akan berbalik menuju rumah, ketika sebuah motor besar berhenti disebelahku tepat.

    Thanks Gosh. “Mas ! Akhirnya !” Kataku antusias.

    Wait a minute. Kok si Masnya pake seragam SMA ?
    Si Mas ojek pun membuka helmnya. TADA… Kepalanya ilang.
    HAHA. Gamungkin.

    Ternyata Adit. Rambut gondrongnya tampak awut-awutan, duh pasti gak keramas.

    “Loh ?” Aku bingung.

    “Mas-mas segala ! Lo pikir Gue tukang ojek !” Katanya kesal.

    “Ngapain ?” Aku refleks bertanya.

    “Lo yang ngapain ? Lo mau telat lagi ? Atau sengaja biar Gue hukum lagi ?” Kejarnya.

    “Anjir. Ya enggak lah. Supir gue mendadak pulkam..”

    “Gile.. pake supir segala nih bocah.” Adit menghina lagi. Nih anak kayaknya mulutnya emang udah dari sononya penuh hinaan.

    “Eh. Gue bisa bawa mobil kali ya. Cuma kan lagi mos.” Balesku tajam.

    “Terus lo mau sampe kapan nunggu ojek ? Atau lo nunggu om-om supaya bisa ditumpangi ?” Candanya lagi.

    Si bangsat. Aku baru saja akan membalas, ketika Dia segera memakai helmnya. “naik cepet. Gue bisa ikutan telat ntar.” Katanya menghidupkan motornya kembali.

    Aku masih bingung.

    “Gue itung ampe tiga, lo masih ngebatu disitu, gue tinggal !” Bentak Adit menstarter motornya.

    EE. Gue segera naik ke atas motor gedenya.
  • “Pelan pelan !” Seruku sembari memukul pundaknya. Baru lima menit, jantungku sudah dibuatnya nyaris copot.

    Ia memelankan motornya, “Kenapa sih ?”

    “Pelan-pelan !”

    “Lo mau kita telat ? Udah pegangan aja !”

    “Tapi…”

    Vroooom… Aku segera memeluk tubuh Adit. Motor gede yang memang sepertinya didesain buat pasangan cowok cewek, benar-benar mendukung tubuhku menempel ke tubuhnya.
    Harum cokelat memenuhi indera penciumanku. Parfumnya merek apasih ? Aku jadi penasaran.

    Gila. Dalam waktu lima belas menit, kami udah sampai depan pintu gerbang SMA.

    “Anjrit Woy Minggir !!!” Teriak Adit ke sekumpulan kakak kelas yang sedang berkumpul dekat jalan menuju parkiran.

    Seharusnya sekumpulan itu marah, tapi entah kenapa, dengna wajah kesal mereka meminggir dan diam.

    thanks ya.” Kataku merapikan rambutku yang udah naik-naik karena gak pakai helm. Gue membersit hidung. Salah satu alergi gue : Angin.

    Tiba-tiba dia melakukan sesuatu yang mengejutkan.. Tangannya didaratkan di kepalaku, merapikan rambutku dengan cepat. Aku menatapnya. Menemukan bola mata hitam itu tersenyum simpul, “Gue itu gak baik orangnya. Jadi kalo gue baik sama lo jangan ada pikiran macam-macam ya.” Katanya. Suaranya yang nge bass itu mengucapkan perkataan itu. Perkataan yang kali ini dia ucapkan dengan hatinya.

    Baru beberapa detik. “Udah balik lo cepat kekelas ! Gue mau briefing, ntar dikira gue bolos lagi sekarnag !” Usirnya. Ia segera berbalik meninggalkanku.

    Ku tatap pundaknya yang tegap itu dari belakang. What the hell in his mind ?
    Deg-Deg. Jantungku tampaknya sedikit lebih cepat dari normalnya.
    Hah. Ini pasti karena kebut-kebutan barusan. Gak bagus buat jantung.

    ______


    Ternyata aku benar-benar ketinggalan banyak. Aku menatap puluhan tandatangan yang ada di buku Mira. Bahkan Opal yang males malesan pun tinggal mencari lima belas tanda tangan lagi.

    “Mampus gue.” Keluhku terduduk, kalah duluan sebelum bertanding.

    Mira yang dari dulu udah keibuan segera menguatkan, “Udah udah.. coba aja dulu.. kami bantuin kok.” Katanya. Pas banget jadi ibu bidadari.

    “Iyaa.” Opal, si cowok cungkring keriting, sohib setia semati dari SMP. “At least sampai gue lengkap juga.” Nah kalo ini di film bidadari, cocok jadi si Ratu Ayu. Iblis.

    “Bangsat nih anak.” Makiku kesal. Dia malah tertawa.

    “Udah udah, mending cari sekarang deh. Waktu kita kan Cuma dua jam.” Ajak mira bersegera.

    “Kita mau ke kelas 12 ?” Tanyaku parnoan ketika Mira dan Opal memaksa untuk mengikuti beberapa anak yang tadi berbondong bonding menuju kelas 12.

    “Iyalah.. osis 12 kan yang kebanyakan.. dan pada nongkrong dikelas semua katanya.” Opal menjawab santai.

    Aku merasa seperti memasuki gua penuh singa kelaparan. Aku berjalan menunduk, merapatkan diri ke Opal dan Mira. Berharap gak ada yang mengenaliku.

    “Kenapa sih lo ?” Tanya Mira melihatku keheranan.

    “Gak apa kok.” Bohongku.

    Kami melihat kerumunan siswa baru yang keluar dari kelas diujung tangga. Tawa tampak menggelegar dari dalam ruangan. Rame banget pasti.

    “Gimana ?” Opal bertanya ke salah seorang cowok yang mukanya tampak masam.

    “Duh, mending kelen putar balik deh. Neraka dalam sana.” Katanya.

    “Gila dikerjain mati-matian.” Sahut yang lain.

    “Kalian Cuma berempat ?” Tanya cowok yang bicara dengan Opal itu.

    Berempat ? Rasaku Cuma bertiga kok.

    “Gak mungkin separah itu kan..” Suara seorang cowok terdengar dibelakangku. Aku menoleh. Astaga.

    Cowok itu. Yang ada di kelas ketujuh. “hi.. Dev.. ? ” Katanya, memberikan senyumnya. Sebuah lesung pipi di kanan muncul. Anjir. Ia hanya tinggi beberapa cm diatasku.

    “halo..” Kataku, terlalu horror. Aku yakin aku pernah melihat cowok ini. Wait a minute ? Dev ??

    Tapi baru saja bertanya, Mira sudah memotong, “Ayo kalo gitu masuk..”

    Kami pun masuk,
    Yap, its hell.

    Ruangan itu tampak berantakan. Beberapa meja disusun dibelakang sehingga ada space besar ditengah, tempat laki-laki berkumpul. Semuanya cowok di space tengah. Sedangkan yang cewek di ujung kiri. Tapi memang, hampir semua yang berbadge anggota pengurus osis.

    Baru saja akan mulai dari ujung, semua mata sudah menatap kami. Berseru heboh, seakan kami ini mangsa. HAHA. Benar sekali.

    “eh itu cowok yang kemarin dikantin kan ?” Seorang cowok bertubuh bongsor spontan ketika melihatku. Beberapa teman disebelahnya yang juga bukan osis mengangguk membenarkan. “eh yang kemarin gak jadi joget ?” Tanya yang lain.

    Mira dan Opal menatpaku bingung, tak terkeccuali cowok yang kini ikut dalam gengku. Tapi cowok itu berbeda. Ia tetap saja calm down, matnya tetap teduh, sedangkan kami bertiga udah seperti cacing kepanasan.

    Tinggal hitungan menit sebelum tremorku kambuh dan kembali berlari keluar. Tapi detik itu juga..

    “Dev ?” Cowok di pojokan kelas dekat jendela kelas yang dari tadi tampak tertidur sembari selonjoran dengan kaki dimeja segera sadar. Di sebelahnya ada cowok berambut pendek yang kemarin disebelahnya pas dikantin, juga Kak Sonya.

    Aku hanya tersenyum kecil. Mati aku. Yang lain mulai sibuk berbicara tentang apa yang harus kami lakuin.

    “Nyanyi pelangi-pelangi ganti huruf o..” “Basi ah.” Usul usul mulai bermunculan.

    “joget keong racun lagi aja..” seru seorang osis. Jantungku berdegup kencang. Kurasakan kakiku mulai gemetar.

    Tapi kali itu Aku kembali terkejut. “Eh udah udah !” Adit berdiri. Gue gak tahu siapa yang lebih kaget, Gue atau yang lain. Adit segera mengambil buku gue. Juga teman-temanku yang lain. “Lo nunggu diluar aja sono. Ntar gue antar nih buku.”

    Gue bingung. Tapi selagi kelas itu terkejut, Gue segera menarik Mira dan Opal keluar. Disusul si cowok tadi.

    ______
  • @agova
    @JimaeVian_Fujo
    @new92

    Biar gak kentang... Haha.. Maapkeun ya.. kalo masih rada amartir.
  • Adit mulai akrab sama Devan nih ...
Sign In or Register to comment.