Butuh keberanian besar untuk posting karya tulis terutama cerbung, Yang bagi saya notabenenya orang yang lagi belajar menulis. So Guys Please Support Me >_<
Judul : Hello Stranger Is Pluto a Planet?
Status : Ongoing (chapter2.2)
Penulis: Mahameru J. Kurniawan
Cast : Ezka, Ben, Igad, Lingga, Sophie, Dimas, Natan (Anak Dimas dan Sophie), Aku, Dennis, Leah.
Epilog
Apakah mungkin ada cinta di antara sesama pria? kemudian mereka mempertanyakan apakah cinta diantara sesama pria adalah cinta? sebagaimana orang-orang bumi mempertanyakan apakah pluto adalah planet? Dan sampai sekarang keduanya, pertanyaan itu tetap saru karena untuk mengetahuinya ada perjalanan jauh yang harus di tempuh ada rasa sakit dan kehilangan, melepas dan ikhlas. karena kita tidak pernah tau apa jawaban sesungguhnya. Yang bisa di lakukan setelah mencoba melakukan perjalanan itu hanyalah mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk bahwa pemikiran kokoh yang telah kita bangun seumur hidup kita selama ini mungkin akan runtuh berantakan hanya dalam semalam.
(Teaser) Orang Dungu
Ada seekor kucing berjalan ke kanan, tapi pemikirannya ingin ke kiri lantas tubuhnya berjalanan kekiri mengikuti apa yang diinginkan pemikirannya. Belum genap ia melangkah, hatinya menawarkan agar ia berjalan ke depan. Akhirnya tubuhnya dan pemikirannya mau tak mau sepakat berjalan ke depan mengikuti apa yang di tawarkan hatinya.
Suatu hari di malam yang kelam, kucing tersebut diam-diam memandang ke angkasa dan melihat sesosok rupawan yang bercahaya. Lalu tiba-tiba saja sang kucing jatuh cinta ke padanya, ke pada Bintang Jatuh yang sedang mengorbit di sana.
Namun seperti semua orang yang jatuh cinta diam-diam, sang kucing hanya bisa jatuh cinta sendirian, mengisi hatinya dengan impian-impian dan hanya mampu mencoba mengiriminya isyarat sehalus udara dan sebanyak rintik hujan kepada sang Bintang, demi menyelamatkan hatinya dari kemungkinan patah atau remuk.
Sang Kucing mengumpulkan segenap keberaniannya untuk berbicara mengungankapkan segenap perasaan hatinya meski nanti yang bisa ia ucapkan hanya sekedar mengeong saja. Tapi sebelum itu pernah terjadi, Sang Kucing tersadar bahwa ia ada di bumi dan Bintang Jatuh di angkasa, keduanya tidak akan pernah bisa bersama. Dan Ia sesungguhnya harus membiarkan Bintang Jatuh untuk tetap di angkasa menjadi orang asing seakan sesuatu tak pernah terjadi dihatinya. Karena kalau sampai Bintang Jatuh berbalik dan menyapanya niscaya hati sang Kucing hangus oleh cinta dan siksa.
Namun seperti turis, Bintang Jatuh hanya singgah sejenak di angkasa, lalu kembali meneruskan perjalanannya melanglang buana di semesta. Ia hanya hadir sekelebat lalu lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan sang Kucing sanggup mengejarnya. Tanpa pernah tahu di bumi ada Seekor Kucing yang merindukannya.
Yang jelas selewat atau menetap, cinta pasti punya pelajarannya sendiri bagi sang hati. Bisakah kamu bayangkan, sebesar apa hati Kucing yang menampung seluruh cinta seperti itu? Cinta yang belajar untuk memandang tanpa perlu menatap. Cinta yang belajar mendengar tanpa perlu alat. Cinta yang belajar untuk bertemu tanpa perlu saling hadir.
Sang Kucing adalah makhluk yang paling bersedih hari ini. Karena ia tahu apa yang tak sanggup dimilikinya. Lalu Ia hanya ingin kembali ketempatnya di belakang sana. Menikmati apa yang ia sanggup. Seandainya Bintang Jatuh tahu tiada yang paling indah dan paling dirindu oleh sang Kucing selain dirinya. Baginya Ia cinta pertama dan terakhirnya.
Comments
lanjut ya kak ts
Karena kalau sampai Bintang Jatuh berbalik dan menyapanya niscaya hati sang Kucing hangus oleh cinta dan siksa" bagian yg paling gw suka.
kalau mau mention tinggal pake @ di depan id nya, @rayyi
Gelas jus jeruk masih di tangannya ketika sebuah amplop coklat tiba di apartment sore itu. Sejenak dengan tangan kiri, Ben tampak membalik dan melihat nama pengirimnya. Lalu meletakan gelas jus jeruk yang dipegang tangan yang lainnya sedari tadi ke buffet di samping kursi sebelum merebahkan tubuhnya. Sekali lagi dia membaca nama pengirimnya, dengan bantuan cahaya matahari nama pengirim itu tampak jelas terbaca ‘Ezka’. Ia merobak kop surat itu kasar lalu memutar posisinya untuk mengeluarkan semua isi di dalamnya. Sebuah buku dan kartu ucapan meluncur dari dalam amplop coklat ke pangkuan, ia mengambil dan membuka kartu ucapan berwarna merah marun itu terlebih dulu. Isinya adalah :
Samudera Beach Hotel 19.30
Ben lalu meletakan kartu itu ke dekat gelas jus jeruk dan kini perhatiannya terpusat ke buku yang sudah ada di tangannya. Buku itu berwarna putih dengan gambar kucing yang kecil di sudut kirinya tetapi dengan ekor yang melingkar hampir memenuhi sampul buku, membentuk sebuah labirin yang mengingatkannya pada buku pelajaran Sekolah Dasarnya dengan kuis ‘temukan jalan yang benar’.
Sejenak senyuman melukis dirinya di pipi Ben, sebelum dia mulai membuka buku itu. Ada aroma yang ia rasakan aroma buku baru, aroma yang sering di bicarakan kekasihnya tapi baru sekarang dia mengerti maksudnya. Pada halaman pertama buku itu yang tampaknya bagian pengantar, ia bisa membaca tulisan berwarna emas seperti judul di sampulnya ‘Kucing di mataku’ kemudian dia membaca tulisan lain di bawahnya:
‘Tuhan, aku tahu kau telah memberiku banyak hal, sementara sedikit sekali yang telah ku beri dan ku syukuri. Tapi tambahkanlah satu saja: jangan ragu untuk memberiku lebih dari itu. Kau-lah yang paling tahu apa yang ku butuhkan melebihi apa yang ku inginkan. Kemudian Sayangilah ayah dan ibuku dan sayangi orang-orang yang menyayangiku.’
Lalu halaman pertama buku itu diakhiri dengan tulisan
“Syukurlah diam-diam aku berhasil membuatmu berdoa juga”.
Ben tersenyum kembali, perlahan kemudian terkekeh semakin keras, sore itu dia merasa di kalahkan. Karena secara diam-diam apa yang tertulis di buku itu membuatnya berdoa kembali meski tak secara langsung kepada Tuhan yang telah lama tidak pernah di kunjunginya.
Ia mengambil kembali gelas yang berisi jus jeruk, meminumnya sampai habis lalu membenarkan posisi duduk dan melirik jam dinding diruangan itu sebelum membuka halaman berikutnya yang bertuliskan :
Kucing Dungu
Ada seekor kucing berjalan ke kanan, tapi pemikirannya ingin ke kiri lantas tubuhnya berjalanan kekiri mengikuti apa yang diinginkan pemikirannya. Belum genap ia melangkah, hatinya menawarkan agar ia berjalan ke depan. Akhirnya tubuhnya dan pemikirannya mau tak mau sepakat berjalan ke depan mengikuti apa yang di tawarkan hatinya.
Suatu hari di malam yang kelam, kucing tersebut diam-diam memandang ke angkasa dan melihat sesosok rupawan yang bercahaya. Lalu tiba-tiba saja sang kucing jatuh cinta ke padanya, kepada sesosok rupawan, kepada Bintang Jatuh yang sedang mengorbit di sana.
Namun seperti semua orang yang jatuh cinta diam-diam, sang kucing hanya bisa jatuh cinta sendirian, mengisi hatinya dengan impian-impian dan hanya mampu mencoba mengiriminya isyarat sehalus udara dan sebanyak rintik hujan kepada sang Bintang, demi menyelamatkan hatinya dari kemungkinan patah atau remuk.
Suatu hari Sang Kucing mengumpulkan segenap keberaniannya untuk berbicara mengungankapkan segenap perasaan hatinya, meski nanti yang bisa ia ucapkan hanya sekedar mengeong saja. Tetapi sebelum itu pernah terjadi, Sang Kucing tersadar bahwa ia ada di bumi dan Bintang Jatuh di angkasa, keduanya tidak akan pernah bisa bersama kecuali jika semesta kiamat. Dan sesungguhnya ia harus membiarkan Bintang Jatuh untuk tetap di angkasa menjadi orang asing seakan sesuatu tak pernah terjadi dihatinya. Karena kalau sampai Bintang Jatuh berbalik dan menyapanya niscaya hati sang Kucing hangus oleh cinta dan siksa.
Dan seperti kebanyakan pengelana , Bintang Jatuh hanya singgah sejenak di angkasa, lalu kembali meneruskan perjalanannya melanglang buana di semesta menjadi titik kecil di cakrawala. Yang hanya hadir sekelebat lalu lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan sang Kucing sanggup menjamahnya, tanpa pernah tahu di bumi ada yang merindukannya.
Yang jelas selewat atau menetap, cinta selalu punya pelajarannya sendiri bagi hati Sang Kucingng. Bisakah kamu bayangkan, sebesar apa hati Kucing yang menampung seluruh cinta seperti itu? Cinta yang belajar untuk memandang tanpa perlu menatap. Cinta yang belajar mendengar tanpa perlu alat. Cinta yang belajar untuk bertemu tanpa perlu saling hadir.
Sang Kucing adalah makhluk yang paling bersedih hari ini. Karena ia tahu apa yang tak sanggup dimilikinya. Lalu Ia hanya ingin kembali ketempatnya di belakang sana. Menikmati apa yang ia sanggup. Karena terkadang yang terbaik adalah mengikhlaskan. Seandainya Bintang Jatuh tahu tiada yang paling indah dan paling dirindu oleh sang Kucing selain dirinya. Baginya Ia cinta pertama dan terakhirnya.
***
Kolom status facebok berkaca di layar Komputer, tulisannya yang berwarna samar terbaca ‘Apa yang anda pikirkan?’. Igad mengklik tetikus di kolom itu yang tiba-tiba menghilangkan tulisan samar tadi dan mulai mengetik ‘Hiatus’, status itu mulai muncul di beranda. Lalu tiba-tiba notif pemberitahuan berbunyi menandakan seseorang me-Like statusnya itu, kemudian di susul notif pemberitahuan yang lain berikut tab kecil bertitik merah muncul kembali, menandakan seseorang mengirim pesan, Igad kembali mengklik tetikus. Sebuah pesan terlihat di sana, pengirimnya adalah Lingga.
“Lingga?” Hatinya membatin ketika melihat nama pengirimnya, Igad tak ingat pernah punya teman bernama Lingga. Orang iseng mungkin, ya dari 5000 teman yang dia miliki di facebook sesungguhnya tak pernah ia kenal semuanya. Entah karena alasan apa dulu ia berteman dengannya, game facebook? Ya, ia kira cuman itu yang kini bisa dia jadikan alasan. Igad mengklik tanda merah di pojok kanan, layar computer menampilkan kolom Private Massage facebook:
Lingga (8:20)
Hello Stranger?
Igad (8:21)
Hello Stranger!! What`s Up Stranger
Lingga (8:25)
Mungkin kita bisa jadian?
“Jadian !!?” Igad tertegun.
Di luar matahari masih merangkang setinggi pundak, Igad masih duduk di kursi depan komputernya tanpa pakaian. Hanya handuk yang masih melingkari pinggangnya dengan pikiran yang masih kemana-mana. Di pagi hari seperti ini, ketika ia baru saja keluar dari kamar mandi dan bersiap untuk pergi kuliah. Seseorang ‘menembaknya’ lewat Pivate Massage Facebook. Apa dia bermimpi? Apa dia sedang di olok-olok orang iseng yang ingin tahu siapa dirinya. Igad mengetik nama Lingga di kolom pencarian, sebuah bagian profile mengenai Lingga tampak di sana. Nama profilenya Lingga Salman Hakim dengan foto seorang pria sebayanya memegang sebuah payung dan tengah berfoto di latar candi Borobudur.
Sekian lama Igad menyembunyikan orientasi seksualnya dalam-dalam di lemari yang selalu terkunci. Tiba-tiba seseorang mendobraknya. Ia merasa seperti di telanjangi tapi entah mengapa ia juga merasa bahwa pria ini adalah orang yang selalu ia minta dalam doa. Igad selalu berdoa mulai dari jauh-jauh hari bahwa suatu saat dia ingin di pertemukan dengan seseorang yang bisa membuatnya lebih baik, lebih normal dan tidak menjadi lelaki cacat. Seharusnya laki—laki tidak di lahirkan saja jika hanya bisa hidup dengan cara memalukan. Paling tidak itu satu-satunya pikiran yang logis yang membuat dirinya untuk mengikuti hal gila seperti ini. Apa ini pertanda dari Tuhan bahwa dia menjawab doanya?
Akhirnya Igad memutuskan untuk kembali membalas chat itu setelah beberapa saat hanya mampu terdiam tanpa tahu harus apa.
Igad (8.45)
Lu gay? Eh bukan maksud, gimana yah gw bingung ngebahasnya. Lu tau kan gw cowok. Dan tadi lu nembak gw?
Lingga (8:47)
Iya gw tau lo cowo. Gimana yah, gw bukan gay tapi gw juga bingung jelasinnya (8:47)
Igad (8:50)
Terus kenapa lo berpikir kalo gw gay?
Lingga (8:52)
Gw cuman nebak ajak, gw pernah belajar sedikit tentang psikologi dan entah kenapa Status lo dan tulisan-tulisan di foto profil lo nunjukin lo gitu. Sebenarnya udah lama. Gw mau nyapa lo cuman baru kali ini gw berani. Ntar malem kalo boleh ada yang mau gw obrolin.
Igad terdiam sejenak memikirkan apa sebenarnya yang terjadi antara dia dan orang asing itu. Dia masih berpikir bahwa ini adalah sebuah lelucon. Tapi siapa sebenarnya Lingga apa mereka pernah benar-benar bertemu atau sekedar saling berpapasan. Dia mengingat-ngingat sesuatu yang bahkan entah apa yang ingin di carinya. sebelum akhirnya dia memutuskan untuk membalas seadanya.
Igad (8:55)
Lingga atau siapapun elo, kalo menurut lu ini lelucon. Sumpah udah garing dan gak lucu banget.
Lingga (9:57)
Gw gak becanda. Gad jika suatu saat lo berjalan di suatu tempat dan ngelihat ada seseorang yang ‘Dying’ yang gak lo kenal. Dan dalam hati lo juga lo gak yakin apa dia sekarat beneran apa nggak. Lo pasti akan tetap menghampirinyakan, menolongnya, terserah pada akhirnya dia sekarat beneran atau nggak. Yang cuman lo lakuin pada intinya mau mencoba hal yang menurut hati nurani lo benar. Terserah akhirnya gimana udah gak penting yang jelas lo udah coba sebisa lo dan dengerin apa kata hati lo.
Gw cuman mau belajar mendengarkan hati gw yang entah kenapa gw pikir terhubung ke elu.
Igad (9:00)
Gw gak tau..
Ya udah ntar malem kita chat lagi. gw ada keperluan pagi ini. Mau berangkat sekarang.
Komputer di meja itu mati namun yang terjadi pada benak Igad malah kebalikannya
“Sebenarnya siapa lo, Lingga. Dan gw jadian ama cowo? Dulu mungkin pernah sekali terbersit di benak. Tapi gak seperti ini juga seharusnya” Igad termenung. Berdiri dari duduknya kemudian memandangi cermin yang menampilkan siluet tubuhnya dan lanjut berbicara pada bayangannya di cermin.
“Apa mungkin gw bisa jatuh cinta lagi?” Ia masih tak percaya. “Sama cowo? Sama orang yang cuman gw tahu namanya aja dan gw gak tahu wujudnya gimana? Apa gw udah mulai gila? Ahh nggak,” Igad menggeleng lemah. “kasarnya mungkin kali ini Tuhan mau ngasih pelajaran ke gw sebagai mana cara gw mencintai dia dan menjadi hamba sahayanya sebagaimana cara Gw mencintai Tuhan yang juga nggak pernah gw tau wujudnya tapi gw yakin dan percaya kalo Tuhan nyata”
***
***
“Ngiiaauu…” Setiap kali mendengar suara itu, reaksi orang-orang pasti berbeda atasnya. Ayahku akan segera mengambil sapu dan mengusirnya pergi “Hussh!!!” Katanya dengan suara yang mengerikan lengkap dengan dua bola matanya yang hampir keluar. Lalu kucing itu pergi karena ketakutakan.
Di saat lain pacarku mengusirnya dengan cara yang lebih manja lebih mirip cara bicara setengan genit ala Syahrini “Iiiih ada kucing… hush… hush iiih sana,” Lalu kucing itu akan ngeloyor diam-diam.
Itulah kucing binatang yang lazim kita temui di keseharian, binatang yang dicintai kadang juga dibenci. Coba bayangkan andai saja kucing yang mengambil ikan asin di dapur kita bukan kucing tetapi seekor macan, bagaimana? Andai saja yang setiap malam naik ke atas genting dan menerobos ke langit-langit kamar bukan kucing tetapi Harimau, bagaimana? Andai bukan kucing pasti dunia ini tidak seperti yang terlihat sekarang.
Apa kau pecinta kucing? Atau pembencinya? Apa kau takut terhadapnya? Atau lurus-lurus saja terhadapnya? Biasa-biasa saja?
Bagaimana denganku?
Aku membencinya. Mungkin?
***
Ben meletakan pembatas buku tepat di bagian akhir tadi yang dia baca, di bagian halaman dengan kata ‘Membencinya’. Sejenak ia terdiam. Dari jendela apartemennya matahari terlihat mulai tenggelam, lembayung menyorot ruangan itu membuatnya penuh siluet-siluet yang memanjang. Siluet gelas, vas bunga, buffet serta siluet tubuh Ben yang semakin lama semakin pudar dari tubuhnya, saru dengan gelapnya malam.
“Kucing itu seperti kita, benarkan?” Ia mebatin, seolah sedang ber-argumen dengan Ezka. “ Alih-alih gay, kau menulisnya kucing. Sejenis orang-orang yang kadang di sukai dan kadang di benci seakan orang orang yang punya orientasi seksual berbeda membuatnya 100 persen berbeda dari manusia kebanyakan tanpa mereka sadari gay tetap makan nasi, tetap sakit ketika terbentur, tak ada yang benar-benar istimewa dan sama seperti manusia kebanyakan yang mereka butuhkan hanya mencintai dan dicintai tidak lebih tidak kurang. Seandainya saja kucing itu singa atau harimau dan bukan kucing biasa pasti dunia akan terlihat berbeda dari sekarang. Anda saja kita lebih berani dan tidak hanya menjadi sekedar seekor kucing yang bersembunyi karena takut di bully. Menerima diri sendiri memang lebih sulit dari pada menerima orang lain, terlalu banyak anggapan orang yang kita pedulikan nantinya.”
***
Tepat pukul tujuh, cahaya di ruangan apartement itu sudah berganti dari cahaya matahari ke bola lampu. Di sudut ruangan televisi menyala, dari kamar mandinya Ben bisa mendengar suara siaran sepak bola. Ia berdiri tegap di depan kaca kamar mandi dengan setelan setengah formal, memakai kemeja berwarna biru tua, celana jeans berwarna hitam dengan sepatu sedikit boot-sy dan topi fedora. Rapi memang bukan hal yang sering menggambarkan dirinya tapi ia berpikir sesekali mungkin tidak apa-apa, paling tidak ia melakukannya untuk orang yang selama ini mencintainya dan juga dia cintai.
Sepuluh menit perjalanan, Mobil yang di kendarai Ben memasuki pelataran Hotel Samudera, seorang valet mencoba menolongnya membuka pintu, Ben mengenakan kembali topi fedora yang tadi dilepasnya. Keluar dari mobil, membenarkan pakainnya dan mulai berjalan ke dalam. Loby hotel itu terkesan sangat mewah dengan perpaduan warna putih dan gold, sebuah lampu gantung crystal seakan menyerupai buliran hujan tergantung megah tepat di tengah ruangan, dua buah tangga mengapit meja resepsionist di tengahnya.
Tidak penuh memang tapi sering sekali orang berlalu-lalang di hotel ini. Tidak banyak yang berubah masih sama seperti lima tahun lalu sebagai mana ingatan Ben seperti di perbaharui ketika dulu tiba di sini. Ben kembali melanjutkan langkahnya, sebuah lift terbuka tepat ketika ia berada di depannya. Ia masuk ke dalam kemudian keluar di lantai tiga, menyusuri sebuah belokan yang berujung di sebuah restaurant.
“Meja atas nama Ezka,” katanya kepada seorang pelayan. Pelayan itu tampak mebuka buku tamu, kemudian seorang pelayan yang lain membimbing Ben ke meja yang di maksudkan.
Pelayan itu berhenti, menunjukan tangannya denga sopan ke meja yang di tuju. Seseorang sudah duduk di sana, posisi meja mereka berada di beranda yang menghadap tepat ke laut dan bibir pantai. Bau laut tercium di sana, pun suara ombaknya dan di kejauhan lampu-lampu perahu tampak gemerlapan. Di kegelapan, laut dan langit tampak menyatu meski sesungguhnya mereka tak pernah bisa bertemu.
Pelayan itu pergi meninggalkan mereka berdua, Ben dan Ezka.
“Hello Stranger?” Ben membuka percakapan. Melihat Ezka yang masih memandang kelautan lepas. Sebelum akhirnya Ezka berbalik dan tersenyum.
“Hello Stranger!!” Ezka membalas. “What`s Up stranger?”
“Abu-abu.”
Itu memang kebiasaan aneh mereka saling sapa dengan cara seperti itu kemudian alih-alih menjawabnya dengan langsung. Mereka akan menjawab kabar masing-masing dengan mengatakan warna tertentu, entah biru yang menunjukan bahwa kabarnya tidak baik, entah merah bahwa hari ini sangat antusias atau abu-abu yang menunjukan bahwa Ben tidak tahu apa perasaannya saat ini.
“ lo perhatiin gak berondong tadi, pelayan pria itu. Pantatnya semook.” Ben menggoda.
“Cabul dasar lu, mesum.” Ezka tersenyum, “Mbeek malem ini lo ganteng banget sesekali rapih kek gini kan keren.”
“Apapun bentuknya gw, mau rapih, mau urakan kek, kan lu tetap ngintil.”
“Dih, itu semuanya juga karena elu ngasih kode duluan. Lo inget? Waktu itu gw lagi hunting foto, suasannya romantic banget. Sakura berguguran di mana-mana, gw yang lagi istirahat duduk di bangku. Di kejauhan lihat lo yang lagi berdiri kena sinar matahari sore dan entah kenapa lo bener-bener keren banget. Lalu tiba-tiba gw sadar saat lu ngarahin kemera Polaroid itu ke arah gw. Sejenak gw tertegun entah apa yang sedang terjadi. Tapi tiba-tiba lo gantungin foto hasil jepretan itu yang ternyata foto gw dan lo tulisin no Contac lu dibelakangnya, bagi gw itu sweet banget setelah perjuangan yang selama ini gw lakuin.”
“Apaan, dulu kita kan bertemu lewat media social. Nick kamu BoYBoyBot 91 nick gue TopManTop69. Terus lu Pm gw duluan Entot yu!!”
“Beeennnnn,” Ezka mendengus. “Rusak deh fantasi romantisnya.” Mulut Ezka manyun. Lalu tiba-tiba mereka berdua tertawa terbahak-bahak.
“Iya sory-sory. Tapi gak kerasa udah lima tahun aja,” Ben memperhatikan cincin di jari manis tangan sebelah kirinya.
“Ini saatnya?”
***
@boyzfath @akina_kenji @halrien @harya_kei @Otho_WNata92 @JimaeVian_Fujo @lulu_75 @3ll0 . Silahkan Cabenya.
Catatan: Cerita pada bagian kucing dikebun saya sadur dari karya Fahd Djibran. karena saya sangat menyukai tulisannya.