It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Lanjut kak...
Jngan lupa di Mention.
@zeva_21 @Bun @3ll0
@Otho_WNata92 @lulu_75
@SteveAnggara @hendra_bastian @harya_kei @fauzhan @NanNan @boy @BangBeki @arieat @Asu123456 @boybrownis @DM_0607 @littlemark04
@4ndho @jacksmile
@kristal_air @Pradipta24
@_abdulrojak @ardavaa @abong
@dafaZartin @cute_inuyasha @_keanu @Dimasalf9
@JimaeVian_Fujo
@Akang_cunihin
@Ardavaa
Sesuai dgn ucapanku di slh satu commentku klo inilah akhir cerita dari Prahara Cinta seorg Zac Prion.
buat ending yg ku kurg pas atau semcm dan sejenis aku mnta maaf.
buat yg udah setia mngikuti cerita ini dari awal sampai akhir, aq berterimakasih..
senang mmpunyai reader seperti kalian
Gedoran di pintu semakin keras saja. Mata grey itu sangat tahu pemuda yang ia cintai ada di dalam. Untuk sebuah kesalahan dia sangat sadar kalau kesalahan yang sekarang teramatlah patal dan tak pantas rasanya dia di maafkan.
Harusnya dia bersyukur mata sang adik di miliki oleh pemuda yang menjadi pelabuhan hatinya tapi kenapa untuk sesaat saja dia begitu kalut dan malah menyakiti pemuda yang sungguh ia cintai.
Lagi-lagi dia menggedor pintu tapi tetap saja tak ada resfon yang ia terima dari pemiliknya. Tanpa pikir panjang lagi pemuda bermata grey itu menendang pintu hingga berapa kali dan terbukalah pintu dengan paksanya.
Dia melihatnya, melihatnya dengan mata nanar. Hatinya terasa sakit sekarang, bukan karena adik atau apapun mengenai masalalunya tapi lebih kepada atas sadarnya dia betapa cinta pemuda bermata biru kucing itu telah menguasai dirinya.
Pisau yang di genggam oleh Justin menandakan akan ada hal yang tak menyenangkan yang akan ia lakukan. Justin menatap Zac dengan tatapan yang begitu sulit terbaca.
Jelas itu tatapan kecewa.
“Kak, aku mencintaimu.” Justin berucap dengan linangan airmata. Matanya sungguh indah, dan mata itu membuat Zac sadar kalau adiknya memang tepat memberikan mata pada pemuda yang memang pantas mendapatkannya.
“Aku tahu. Bisa kita bicara?” Zac berucap hati-hati. Kali ini ia tak boleh lagi kehilangan, cukup kehilangan itu ia rasakan satu kali. Tak akan sanggup rasanya jika terjadi lagi.
“Bukankah kita sedang bicara?” Justin berucap linglung. Menatap gamang kearah segala penjuru ruangan sempit itu seolah mengucap perpisahan pada tempatnya berteduh.
“Boleh kakak mendekat?” Pinta Zac yang mulai melangkahkan kakinya tapi Justin menodongnya dengan pisau membuat Zac menganggkat kedua tangannya berusaha menenangkan Justin yang memang terlihat begitu kalutnya.
“Aku tidak ingin menyakitimu Zac, jadi mundurlah!” Justin menukas dengan nada tajam. Kilatan marah di matanya membuat dirinya berubah total.
“Oke aku tidak akan mendekat tapi enyahkan pisau itu!” Zac ikut berucap tajam terlalu terlihat takut dengan tindakan yang akan di lakukan Justin.
“Bukan aku yang menginginkan mata ini atau jantung adikmu kak. Tapi kenapa malah aku yang kalian siksa seperti ini. Kenapa aku kambing hitamnya? Kakak terlalu menyakitiku.” Nada sedih dan linangan airmata kembali mendera Justin. Hampa sudah rasa hatinya.
“Aku minta maaf. Sungguh aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menolak tindakan Brian tapi aku hanya sedang terkejut saat itu dan aku harap kamu bisa mengerti posisi itu.” Frustasi Zac menunduk.
“Kakak mencintainya?”
“Dulu iya.”
“Aku cemburu!” Lagi Justin mendekatkan pisau itu kearah wajahnya membuat Zac menatap dengan takut.
“Apa yang akan kau lakukan?” Zac berteriak.
“Mengembalikan mata dan juga jantung adikmu. Aku memang tidak pantas mendapatkannya.” Justin terus mengarahkan pisau itu ke wajahnya membuat Zac mau tak mau berjalan dengan cepat mengambil pisau itu dari tangannya. Karena terlalu kerasnya Justin mempertahankan pisau dapur alhasil pergelangan tangan Zac yang terluka membuat darah mengucur dari tangannya.
Justin membungkam mulutnya dengan kedua tangan, terkejut mendapati tangan Zac yang terluka. Pisau yang tadi mereka perebutkan malah sudah jatuh entah kemana. Dan Justin hanya bisa menyalahkan dirinya atas tindakan yang ia lakukan.
Zac meringis kesakitan.
“Kakak, aku minta maaf.” Zac menatap Justin, berusaha mengabaikan lukanya.
***
“Kamu gila!”
“Kok malah aku yang gila, kamu yang mengiris tangan kekasihmu. Sekarang kamu harus tanggung jawab.” Zac tersenyum menang.
“Kurang tanggung jawab apalagi aku, Kamu tidak lihat aku sedang apa sekarang?” Justin mendelik Zac dengan kesal mendapati Zac malah tersenyum atas luka yang ia terima dari dirinya. Tapi jauh dari lubuk hati Justin senang karena ternyata Zac baik-baik saja. Pisau itu tak terlalu dalam menusuknya.
“Mengobati lukaku tapi aku mau lebih dari itu.”
“Kamu tidak usah menginginkan yang macam-macam sekarang. Aku sedang kesal denganmu.” Justin cemberut membuat mimik lucu di wajahnya. Zac tak tahan untuk tak menyentuh wajah itu.
“Aku cinta kamu.” Zac berucap pasti.
“Apa itu cinta tulus?”
“Tentu saja, Aku cinta kamu bukan karena mata yang kamu miliki tapi aku cinta kamu karena hatiku sudah memilihmu.” Perkataan Zac sukses membuat Justin menghentika aktifitasnya dengan perban dan sekarang mata biru kucing itu menatap Zac dengan tatapan memastikan.
“Kakak sungguh-sungguh?”
Tanpa menjawab Zac malah mendaratkan ciuman di kening Justin.
“Apa itu bisa menjawab kesungguhanku?” Justin mengangguk dan tersenyum membuat Zac juga ikut tersenyum. “Kenapa tidak dari awal saja kamu mengiris tanganku agar aku tidak perlu repot-repot merasa tegang beberapa menit yang lalu.”
Justin menekan luka Zac membuat Zac berteriak kesakitan.
“Kamu pikir aku akan dengan teganya mengiris luka di dirimu?” Zac menunduk mendapati tatapan marah Justin.
“Iya aku tahu kamu tidak akan melakukan itu dengan sengaja.” Zac berucap laun.
***
Justin hanya bisa menggenggam tangannya yang ia taruh di pangkuannya. Rasanya sungguh ia ingin kembali dan meminta Zac menghentikan laju mobilnya. Dia belum siap, lebih tepatnya ia tak akan pernah siap.
Bagaimana resfon semua orang padanya nanti, mengingat beberapa hari yang lalu ia baru saja melihat keterlukaan di keluarga sang pemilik mata dan sekarang Zac malah mengajaknya datang untuk menemuinya lagi.
Nafas berat itu terus keluar dari hidung pria mungil. Zac yang menyadari akan hal yang tak beres tentang kekasihnya. menatap Justin dan memegang tangan Justin yang terasa dingin. Jelas sekali kalau dia gugup sekarang.
“Semua akan baik-baik saja.” Zac berusaha menenangkan. Melirik sekilas si mata biru kucing dan kembali memfokuskan matanya kearah depan.
“Aku tahu mereka akan marah padaku atau lebih buruknya akan mengusirku karena telah mengambil mata dan jantung Brian.” Zac tersenyum mendapati pikiran konyol Justin.
“Aku berani jamin itu tak akan terjadi.” Zac berucap yakin karena memang itu tak akan terjadi mengingat papanyalah yang meminta ia membawa Justin kerumahnya.
“Tapi-“
“Sudahlah itu tak akan terjadi.”
“Bisakah kita kembali.” Justin berucap takut.
“Kamu tidak lihat di depan.” Justin menatap depan dan dengan jelas matanya melihat gerbang tinggi dengan tulisan cantik dan unik. Warna gold menambah kemewahan pada tulisan tersebut.
“Kita sampai?” Justin bertanya dengan keterkejutan yang kentara membuat Zac hanya terkekeh.
Gerbang besar itu terbuka dan menampakkan jalan yang masih harus di lalui untuk sampai ke kastil sang ayah. Di sanalah ayahnya menunggu bersama mama dan juga Martin yang tentu saja sudah datang dari kemarin hanya untuk menjelaskan perihal pendonoran yang memang sudah di ketahui oleh Martin karena Brian juga meminta tolong pada ayah tirinya tersebut.
Mengingat di akte kelahirannya kalau Martin masih ayah Brian jadi Martinlah yang menjadi pihak keluarga.
Zac tersenyum kearah Justin yang tengah termangu di dalam mobil dan tatapan mereka bertemu membuat Justin sadar kalau dia melamun hingga tak sadar Zac sudah membukakan pintu untuknya. Justin keluar dengan perasaan bercampur aduk.
“Lihat mereka!” Pinta Zac membuat arah pandang Justin tertuju ke keluarga yang tengah tersenyum hangat padanya dan keraguan itu sirna semua. Entah kenapa hatinya menjadi lebih tenang.
Zac membawa Justin masuk dan langsung saja Selena merangkul Justin dengan luapan gembira. Seakan ia menemukan kembali anaknya yang pergi. Sementara Martin dan Alex hanya tersenyum ikut bahagia.
“Kamu pasti lelah habis perjalanan jauh. Mau makan sesuatu atau minum?” Tanya Selena kentara dengan nada antusiasnya.
“Tidak usah tante.” Ucap Justin kaku tak terlalu siap dengan penerimaan keluarga dari kekasihnya.
Kini mereka semua sudah duduk di sofa ruang utama. Dengan Justin yang terus di dekap oleh Selena dan Alex duduk bersama Martin sedangkan Zac duduk sendiri di sofa single.
“Kok tante sih?” Tanya Selena kurang mengerti.
“Hah?” Resfon Justin bingung.
“Harusnya mama donk.” Perkataan Selena sukses membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut tersenyum dan juga Justin yang ikut senyum kaku . Masih tak terlalu berani mengekspresikan dirinya.
“Jadi kalian saling mencintai?” Tanya Alex membuat semua mata kini tertuju kea rah pria paruh baya tersebut.
“Ya Pa.” Zac mengangguk pasti.
“Kalau kamu Justin?” Tanya Alex tak mendapatkan resfon dari pertanyaan awalnya dari Justin.
“I-iya Om.” Ternyata pemuda itu terlalu kentara dengan keterbataannya.
“Baiklah.”
“Papa menyetujui?” Zac bertanya antusias dengan mata berbinar.
“Papa tidak ingin kehilangan lagi dan ya papa setuju.” Martin tersenyum di samping Alex dan Zac yang terlalu bahagia malah bangun dan memeluk sang ayah dengan erat. Hal itu membuat mata Selena berkaca-kaca.
“Diana, Brian. Kalian ikut bahagia kan?” Gumam Selena mengelus pundak Justin yang masih menatap ayah dan anak berpelukan tersebut.
***
“Jadi dimana kamar adikmu Kak?” Tanya Justin saat mereka menaiki tangga.
“Kemarilah!” Zac menarik tangan Justin dan membawanya masuk ke kamar Brian yang ada di kamar tersebut. Kamarnya masih sama, tak ada yang berubah karena Alex tak ingin kamar itu di rubah. Hanya sekedar untuk mengingatkan dirinya kalau sang putra bungsu pernah tinggal di sana.
Justin sedikit tertegun melihat Foto besar yang tertempel di dinding kepala ranjang. Jelas terlihat pemuda dengan mata biru kucing itu berfose manis dengan menopang dagu dan dengan lengan yang ia taruh di atas lututnya dan juga rambut spike yang terlihat cocok padanya.
Justin tak berkedip menatap pemuda yang terlalu indah untuk tak di hiraukan. Senyuman itu tersungging dengan nyata di bibir tipis Justin. Jelas saja keluarganya sangat kehilangan dirinya karena mahluk di depannya ini sangat mempesona.
Lagi-lagi Justin tersenyum mendapati kalau matanya adalah milik pemuda yang sedang ia tatap.
“Kamu pasti sangat mencintainya Kak?” Ucap Justin akhirnya pada Zac yang terduduk di pinggir ranjang sang adik.
“Dulu.” Zac berucap pendek.
“Kalian sempat menjalin hubungan?” Tanya Justin masih menatap foto Brian.
“Tidak. Dia hadir terlalu singkat.” Ada nada sedih di suara Zac dan itu membuat Justin menoleh pada Zac.
“Pasti kamu yang paling kehilangan.” Tebak Justin.
“Dulu iya.” Lagi-lagi jawaban yang sama. Justin ikut duduk di samping Zac membuat mata grey itu menatap ke arahnya.
“Mata kalian sama. Hanya beda warna.” Justin mengomentari, membelai lembut wajah Zac dan matanya.
“Banya yang bilang begitu. Kami sama-sama memiliki tatapan elang karena papa juga begitu.” Justin mengangguk mengiyakan ucapan kekasihnya.
“Aku cemburu!” Justin berucap dengan senyum.
“Kamu juga pernah mengatakannya. Tapi perasaan aku sama Brian itu sudah berlalu dan sekarang aku memilikimu. Aku bahagia denganmu dan Brian hanyalah seorang adik bagiku sekarang.”
“Aku tahu.” Justin berucap dengan mantap.
“Sebaiknya kamu memang tahu.” Zac tersenyum.
“ya sudah ayo. kamu janji akan mengajakku ke makam Brian. Aku ingin berterima kasih padanya di sana. Aku mendapatkan mata dan jantungnya dan kamu terutama.” Justin bangun dan berjalan kearah pintu.
“Mau menikah denganku?” Pertanyaan Zac sontak membuat langkah Justin terhenti dan berbalik.
“Apa?” Zac tersenyum menghampiri Justin yang terlihat terkejut dengan ucapannya.
Zac memegang kedua sisi wajah Justin dan mendaratkan ciuman di bibir tipis tersebut. Justin membalas kuluman di bibirnya. Ciuman mereka hangat dan dalam. Kini tangan Justin berada di pinggang Zac dan terus melenguh dengan sesapan yang di lakukan Zac pada bibirnya.
Zac menekan kepala Justin membuat ciuman mereka semakin dalam dan semakin menggairahkan. Kamar Brian menjadi saksi atas bersatunya dua tubuh pada satu hati.
*TAMAT*
neng @yeniariani kok tamat siih...cepet banget..
kak @Bun hehe, iya dh tamat ajha.. lagi mau garap cerita love me like u do nih squelny jd yg ini di tamatin dlu.. mkssi udh me baca
@kristal_air thanks untuk mau bca
thanks dah mau baca