BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

LOVE ME LIKE YOU DO

1181921232432

Comments

  • PART-13

    “Kau tahu dia mencintaimu?” Pertanyaan Nathan sontak membuat aku langsung menoleh kearahnya.

    “Mencintaiku? Darimana kamu tahu?” Nathan menatapku yang masih mendekapnya. Ada keraguan di wajahnya untuk memberitahuku.

    “Kamu tahu Daniel? Adiknya Nadia.” Aku mengangguk untuk menanggapinya. “Adiknya mencintaimu, dan juga kakaknya.” Oke semua mulai terasa tak tentu, aku tidak mengerti dengan penjelasan Nathan. Siapa yang sebenarnya mencintaiku.

    “Siapa yang kamu bicarakan.” kulihat Nathan memejamkan mata dan kembali membukanya seolah meyakinkan dirinya.

    “Daniel mencintaimu, dan Nadia juga mencintaimu. Nadia menerima cintaku hanya agar adiknya tak curiga tentang perasaannya da,,”

    “Tunggu dulu, darimana kamu tahu semuanya dan bagaimana bisa si adik Nadia ini mencintaiku, seingatku aku hanya bertemu dia dua kali. Semudah itukah mencintai seseorang?” Aku mulai tak sabar dengan semua masalah ini.

    “Aku mengetahuinya sehari sebelum aku putus dengan Nadia karena aku melihat Daniel berciuman dengan seorang pria di gaybar.”

    “Kenapa kamu bisa ada di sana, jangan bilang kamu sering kesana?” Aku mulai tak suka dengan pembicaraan ini.

    “Hanya saat itu saja, aku menemui Juna. Dia mau pindah karena ayahnya di pindah tugaskan dan aku tidak sengaja bertemu dengan Daniel yang sedang berciuman dengan,,” Suaranya berhenti seolah takut menyebutkan nama seseorang itu, aku menatapnya dengan tatapan ia tak bisa menyembunyikan apapun dariku.

    “Siapa?” Tanyaku saat suaranya tak kunjung keluar.

    “Rudi.” Ingin saja aku salah dengar dengan jawaban Nathan tapi Nathan mengatakan yang sebenarnya. Ia mengernyit seolah takut dengan reaksi yang akan ku berikan.

    “Rudi pacar kak Mey?” Aku ingin memastikan walau semua memang sudah pasti karena tidak ada mahkluk lain bernama Rudi di sekitar kami kecuali pacar kak Mey yang baik menurutku itu.

    “Ya. Yang kutahu Daniel terobsesi padamu. Juna memberitahu aku semuanya karena Juna adalah sahabatnya Daniel dan Rudi hanyalah teman sexnya. Aku tidak tahu seberapa besar cinta yang di miliki Daniel itu untukmu, kata Juna dia mempunyai koleksi fotomu di ruang pribadi di kamarnya. Dia juga bilang tak ada yang bisa memilikimu selain dirinya.” Aku hanya bisa terdiam mendengar cerita dari Nathan. “Nadia juga mengaku padaku tentang perasaannya padamu sejak awal tapi karena dia tahu adiknya itu terobsesi padamu makanya dia mau saja menerima cintaku dan memperkenalkan aku sebagai pacarnya pada Daniel dulu .”

    “Semuanya seolah tak bisa di percaya.” Gumamku. Kurasakan Nathan semakin erat memegang pinggangku. Aku menatap kearahnya dengan seulas senyum menenangkan dirinya.

    “Aku akan tetap memilihmu meski seribu orang mencintaiku.” Ucapku menenangkannya yang terlihat gusar.

    “Aku tahu.” Dia tersenyum dan itu cukup untuk kami saling mempercayai.

    ***

    Cinta akan selalu indah pada waktunya, seperti cintaku pada mahluk tuhan yang sedang menggenggam tanganku ini. Aku mencintainya tanpaku tahu alasannya. bukankah cinta memang tak memiliki alasan?

    “Hem,, pegangan aja terus sampai semua orang menatap aneh kearah kalian.” Aku tersenyum melihat sahabatku sedang berdiri tak jauh dari kami.

    “Sirik lu, gak bisa pegang-pegang Riki.” Selorohku, membuat matanya melotot. Nathan tertawa.

    “Entar lanjut mesra-mesraannya, kita bentar lagi masuk nih. Entar telat dimarahi sama ibu Ani, lu tahu sendiri mulutnya tuh guru kayak baskom, mau nyembur aja.” Aku melepaskan genggamanku pada tangan Nathan dan menatap kearahnya.

    “Aku pergi dulu ya?”

    “Iya.”

    “Ingat, Nanti kalau ngambek lagi gak usah ke tempat yang atas-atas. Capek tahu ngejarnya.” Nathan memukul lenganku yang langsung membuat aku cengengesan. Wajahnya bersemu merah, suka sekali rasanya menggodanya.

    “Oke bye Joi.” Ku kecup keningnya dan berlalu meninggalkannya yang masih menatapku.

    “Kalian ini romantisnya udah ngalahin Romeo dan Juliet.”

    “Diem lu nyet,” Aku melangkah cepat dan langsung di kejar oleh Sandi.

    “Lu tahu gak ada murid baru di kelas kita?” Tanya Sandi terdengar antusias.

    “Bukannya di kelas kita masih penuh kenapa gak di kelas sebelah aja.” Jawabku memainkan pensil yang kuambil di saku celana abu-abuku.

    “Katanya sih tuh anak baru maunya di kelas kita, terpaksa deh Rio pindah ke kelas sebelah.”

    “Kenapa harus Rio yang di pindah?” Tanyaku tak percaya.

    “Emangnya kenapa? Lu demen ya ma tuh anak.” Sandi menunjuk wajahku membuat aku menatapnya sinis.

    “Rio itu tempat biasa gue nyontek, kan lu tahu sendiri otak lu sama Riki standar. Jadi hanya Rio teman yang hebat saat jam pelajaran.”

    “Wah gila lu, otak gue pinter tahu tapi gue ogah aja ngasih lu contekkan. Enak di lu gak enak di gue.” Aku terbahak mendengar ucapannya, membuat berapa pasang mata menoleh ke arah kami tapi aku hanya cuek saja.

    “Bohong lu gak keren.” Suara bel tanda masuk berbunyi.

    ***

    Kulajukan ducati hitamku secepat mungkin, sial banget kenapa aku tidak bisa menjadi anak teladan sekali saja. Aku sangat capek hormat bendera. Mana Nathan main nyelonong aja ninggalin aku, awas aja kalau ketemu aku cium dia.

    Benar saja sampai di sekolah gerbang sudah tertutup dengan rapi, dan terlihatlah tawa dari satpam mencemoohku. Aku hanya bisa menahan emosiku.

    “kamu langsung ke kelas saja, capek bapak lihat kamu hormat bendera terus. Nanti bapak kasih surat untuk orang tua kamu.” Baiklah selamat menikmati amarah dari mama tercinta. Aku melenggos dari depan guru BP ku sebelum lebih dulu berterimakasih karena akan menghadiahiku surat untuk mama.

    Dengan cepat aku berjalan ke arah kelas, setahuku hari ini pelajaran kimia ibu sri dan aku cukup bahagia karena guru yang satu itu cukup di bilang baik.

    Ku ketuk pintu kelas dan terdengar suara ibu sri menyuruhku masuk.

    “Terlambat lagi Cal?” Suara ibu Sri dengan mimik jenaka, aku hanya menggaruk kepala bagian belakang ku yang tak gatal.

    “Ibu tahu sendiri kan, sis,,”

    “Udaah sana duduk, jangan banyak alasan.” Terdengar suara tawa dari beberapa teman-temanku. Aku hanya bisa manyun dan berjalan kearah bangkuku. Tapi aku mendapati Daniel di sana sendiri, kemana Sandi sialan itu. Kuedarkan pandanganku keseluruh isi kelas dan mendapati Sandi duduk dengan Riki. Aku menatapnya yang hanya mengangkat bahu tanda tak mengerti, terpaksa deh harus duduk dengan Daniel.

    ***

    “San, Rik,, kantin yuk?” AJakku pada dua temanku saat pelajaran telah usai.

    “Gue gak bisa, mau ketemu Yesa.” Kalian pasti tahu itu jawaban siapa, tentu saja Riki bodoh.

    “Gue juga mau ke kantin.” Jawab Sandi. Aku melirik Daniel yang sedang asik berkutat dengan ponselnya, selama pelajaran tadi tidak ada ku dapati keanehan pada tingkahnya. Mungkin temannya Nathan salah, mungkin saja bukan gue yang di sukai sama Daniel.

    “Yok, lama lu.” Sandi menepuk bahuku.

    “Bentar bawel.” kutaruh tasku di atas meja dan berlalu mengejar Sandi yang sudah lebih dulu keluar.

    “Gue aneh deh ama tuh anak baru, masak dia nyuruh gue pindah bukannya bangku yang di sebelah kosong. Pasti dia mau duduk sendiri, dia gak tahu aja masih ada cowok nyebelin yang belum dateng.” Ucap Sandi saat kami sudah duduk tenang di bangku kantin.

    “Ehh bacot lu di jaga!” Seruku membuat dia cengengesan. tak lama pesanan kami datang. [haruskah ku ceritakan bagaimana kami memesan makanan, tentu kalian bisa bayangin sendiri.]

    “Gue gak terlalu masalahin hal itu,” Jawabku menyendok baksoku.

    “Jadi masalah buat gue, kan lu tahu sendiri gue mau ngejauh dari Riki kalau satu bangku sama dia, gue takut akan ada setan yang ngehasut gue buat megang-megang dia.” Aku berhenti mengunyah baksoku. Aku sampai lupa kalau temanku yang satu ini mencintai sahabat kami.

    “Yang sabar aja.” Ucapku.

    “Boleh gabung gak.” Aku mendongak mendapati Nathan dengan senyum yang memperlihatkan gingsulnya. Aku masih saja terlalu mencintai kekasihku ini, mendamba lagi rasanya.

    “Gabung aja.” Suara Sandi. Nathan langsung duduk di dekatku.

    “ Tadi aku gak lihat kamu hormat bendera?” Tanyanya menyendok baksoku. Aku menatap kearahnya dengan mata yang di sipitkan.

    “Jadi kamu suka aku hormat bendera?”

    “Bukan gitu, tapi,,”

    “Wah lagi sensi kayaknya dia Tan, hati-hati aja. Bentar lagi juga taringnya muncul.” Sandi mengolok.

    “Diem lu!” Suaraku membuat Sandi langsung tertunduk tapi senyum mengejek itu masih ada.

    “Aku minta maaf gak bisa nunggu kamu, ada rapat tadi di sekolah makanya harus berangkat pagi. Aku kan udah kasih tahu ke kamu.”

    “Aku gak mau tahu, aku mau ngambek hari ini.” ucapku bersedekap.

    “Ngambek pakai bilang-bilang.” Aku mendelik murka kearah Sandi tapi dasar Sandi sialan dia malah terus memperdengarkan tawa iblisnya.

    “Padahal aku mau nebeng, kok malah ngambek sih,” Nathan menaik-turunkan alisnya membuat ia terkesan lucu.

    “IIhhh kamu bisa gak sich gak usah kayak gitu, aku jadi gak bisa marah sama kamu.” Ucapku mencubit kedua pipinya.

    “Jadi di kasih nebeng nih?”

    “Apa sih yang nggak buat kamu.”

    “Cieelahhh….” Sandi hanya geleng-geleng.

    ***
  • diam diam rudi ternyata :gasp: #lebayon hahahaha
  • jadi Daniel suka Ical ya ... Daniel sekelas sama Ical apa yang akan terjadi ...
  • jadi Daniel suka Ical ya ... Daniel sekelas sama Ical apa yang akan terjadi ...
  • @Asu12345 hehehe

    kak @lulu_75 mksii ya udah sering mampir di ceritaku yg amburadul.. ;)
  • @Asu12345 hehehe

    kak @lulu_75 mksii ya udah sering mampir di ceritaku yg amburadul.. ;)
  • Daniel segitu terobsesinya sm Ical sampai bela2in pindah sekolah dan sekelas sm Ical...
    trs sebangku lg..Sandi aja disuruh pindah..
  • PART-14

    Aku bergerak malas mengambil ponselku yang terus berbunyi daritadi. Siapa yang menelponku malam-malam begini. Kulihat kamarku masih menyala, ternyata aku tertidur saat pulang sekolah.

    “Hallo kak,” Suara ku serak mengangkat telpon dari kakakku.

    “Cal,” Suara kak Mey sesenggukan, dia menangis. Mataku langsung siaga.

    “Kakak kenapa?” Aku mulai duduk di ranjangku.

    “Rudi Cal, Rudi ngehianatin kakak.”

    “Ngehianatin gimana? kakak sekarang dimana?”

    “di depan kontarakan Rudi, kakak gak tahan Cal.”

    “Kakak tunggu disana, aku jemput kakak. Jangan kemana-mana dan jangan buat yang aneh-aneh.” Aku langsung mematikan sambungan dan bergegas mengambil jaketku. Seragam sekolahku masih ku kenakan dan aku tidak ada niat buat menggantinya. Aku berlari menuju ducatiku setelah memakai sepatuku.

    “Mau kemana Cal?” Tanya mama yang ada di depan rumah.

    “Mau jemput kak Mey ,ma.” Jawabku memakai helmku, kulihat mamaku hanya mengangguk dan tak bertanya lebih jauh. Ku pacu kendaraan ku secepat mungkin.

    Mataku nanar melihatnya, dia terlihat sangat rapuh. Bajingan yang membuat dia seperti itu, akan ku bunuh dia. Dia menyakitinya seolah aku ikut tersakiti. Aku tidak becus menjaganya, aku tidak tahan.

    “Kak,” Sapaku langsam, dia mendongak masih dengan memeluk lututnnya. Airmata itu jatuh lagi, aku ikut duduk di depannya dan mengusap lembut matanya. Dia langsung menerjangku dengan pelukannya dan menangis di sana.

    “Dia membawa pria ke kontaraknnya, kakak melihat mereka saling pegang dan ciuman.” Suaranya penuh dengan ketersiksaan. Aku mengusap punggungnnya, agar dia bisa sedikit lebih tenang.

    “Kita pulang sekarang,” Ajakku tapi dia menggeleng.

    “Dia janji mau nikah sama kakak, kakak cinta dia.” Aku geram mendengar kata-kata kak Mey dan langsung melepaskan pelukanku darinya dan berjalan kearah kontrakan Rudi. Kak mey menahanku tapi aku tak mebnggubrisnya.

    Aku menggedor pintu itu dengan sekuat tenaga, aku sudah tidak peduli dengan sopan santun, cowok sialan itu sudah menyakiti kakakku. Dia harus terima balasannya.

    “Cal jangan ini rumah orang.” Ucapan kak Mey tak ku hiraukan. Pintu terbuka.

    “Sayang,” Suara bangsat itu. Aku menendang pintu hingga ia terjungkal ke belakang dan ku dapati dia hanya memakai celana dalam saja. Dia bangun tapi dengan cepat tinjuku bersarang di mukanya membuat ia kembali terjatuh.

    “Cal, udah. jangan pukul dia lagi.” Kak mey menengahi.

    “Anjing ini udah bikin kakak nangis, Ical gak bisa diam aja. Bangsat satu ini harus di kasih pelajaran.” Aku menarik kak Mey menjauh dan kembali ingin memukul Rudi tapi aku terhenti saat ku dapati tatapan nanar Daniel. Jadi anjing itu selingkuhannya. Aku bangun dan menarik kak Mey untuk pergi dari sana.

    “Tunggu,” Daniel menahan lenganku, aku hanya diam terpaku sedangkan tatapan kak Mey terus tertuju kearah Rudi.

    “Mau apalagi lu?” Aku menatapnya dengan tatapan benciku. Dia hanya terdiam kaku di tempatnya.

    “Cal, biarkan kakak urus dia bentar. Dia terluka. Kakak tidak akan kembali padanya, kakak hanya tidak mau dia melaporkanmu. Kamu ngerti.” Kak Mey melepas peganganku. Aku hanya menatap kak Mey yang berjalan mendekati Rudi yang masih tidur dengan darah di hidungnya.

    “Ical,”

    “Mau apalagi lu bangsat!” Aku membentaknya, dia hanya terus memegang tanganku.

    “Ak-aku,,”

    “Gue gak butuh denger omongan dari mulut anjing kayak lu.” Aku bicara tanpa mau menatapnya, dia hanya memakai celana pendek dengan kaos tipis yang masih terlihat berantakan, aku yakin dia buru-buru memakainya saat mendnegar kegaduhan.

    “Aku cinta sama kamu.”

    “Dan gue benci sama lu,” Dengan lancang dia memeluk tubuhku tapi sekuat tenaga aku mendorongnya hingga pelukannya terlepas.

    “Kak bisakah kita pergi dari sini, bau anjing disini!” Teriakku pada kak Mey yang masih sibuk mengurus Rudi.

    “Bentar Cal,” Suara ponselku bordering. Aku merogoh ponsel dan mendapati nama Riki tertera di sana.

    “Ya Rik?” Sapaku

    “Gue di rumah lu nih, lu kemana. Ada yang mau gue omongin.”

    “Gue bentar lagi pulang, tunggu aja.”

    “Oke.” Aku mematikan sambungan. Kulihat kak Mey sudah mendekatiku. Aku melangkah melepaskan pegangan Daniel dan meraih tangan kak Mey. membawanya pergi, Daniel hanya melihatku dengan tatapan sendunya. Aku benci dia, sungguh sangat membencinya.

    ***

    Kuhempaskan tubuhku keatas ranjang, sedangkan Riki masih setia berdiri di dekat jendela. Sejak aku tiba di rumah Ia hanya terdiam, entah apa yang dia pikirkan sekarang. Melihat raut wajahnya pasti ada sesuatu yang mengganjal hatinya.

    “Jadi apa yang mau lu omongin?” Tanyaku saat aku sudah siap mendengar keluh kesah sahabatku ini. Dia menatapku dengan tatapan, Entahlah itu sepertinya tatapan tersiksa.

    Dia mendesah laun. “Sandi seolah menghindari gue, gue tidak pernah tahu apa salah gue padanya tapi gue tahu banget dia sedang mencoba menjauhi gue. Gue mulai tidak nyaman dengan tingkahnya.” Itu karena dia terlalu sakit memendam cinta padamu, ingin saja kukatakan hal itu pada Riki tapi belum saatnya.

    “Mungkin dia lagi banyak pikiran, di ngertiin aja.” Jawabku akhirnya.

    “Entahlah Cal, Gue rasa ada yang dia simpen dari gue dan itu buat gue penasaran banget.” Riki berbicara tanpa menatapku, seolah hal yang di luar lebih bagus untuk di lihat dari pada teman yang sedang ia ajak bicara.

    “Lu harus bisa merasakannya jangan mencoba mengerti tapi rasakan saja.” Aku tahu, ucapanku penuh dengan misteri di dalamnya.

    Mata Riki menatapku lekat, seolah ia sedang menangkapku mengetahui sesuatu tentang sahabat kami. Aku berusaha setenang mungkin membalas tatapan Riki. Dia mendesah dengan berat dan kembali menatap ke luar.

    “Gue gak pernah suka situasi seperti ini.” Riki bicara seolah mengatakan kalimat itu pada dirinya sendiri.

    “Situasi apa?”

    “Situasi dimana sahabatku menyembunyikan sendiri hal yang ia tahu dan membiarkan aku merasa tak karuan hanya karena ia yang tak mau memberitahuku.” Riki memakai bahasa sesopan mungkin untuk menyindirku dan aku hanya bisa membuang wajahku tak ingin beradu tatap dengan Riki yang seolah menghujamku dengan tatapannya.

    “Panggil dia kesini!” Suara dingin mampu membuatku menatapnya yang lagi-lagi hanya menatap keluar jendela.

    “Siapa?”

    “Lu tahu siapa yang gue maskud,” Skat mat, Riki berubah 180 derajat. Perubahannya membuat rasa ngeri di hatiku bukan ngeri karena takut tapi lebih ngeri kearah bagaimana kalau dia tahu semuanya sekarang, apakah Riki siap mengingat ia sangat memuja wanita bernama yesa itu.

    Agu gelisah di atas ranjangku apalagi dengan tatapan Riki yang seakan membunuh.

    “Gue mau lu manggil dia Cal! suruh dia kemari dan ayo kita bicara bertiga. Gue ingin tahu seberapa jauh kalian bisa berbohong sama gue.” Aku kaku tidak tahu harus bicara apalagi tapi dengan enggan ku ambil ponselku dan berharap Sandi tak mengangkat atau ada alasan lain hingga ia tak bisa datang kemari, sementara Riki terus saja mengawasi gerak-gerikku seoalah aku akan kabur dari kamarku.

    “Hallo Cal,” Suara Sandi menjawab panggilanku.

    “lu dimana?” Aku mulai berbasa-basi.

    “Gue didepan rumah lu nih, lagi ngomong sama nyokap lu. Bentar lagi gue masuk kekamar lu ya. Gue mau ngajak lu keluar makan. Tentunya lu belum makan.” Suara Sandi semakin membuat aku gelisah. Bagaimana bi9sa ia sudah ada di tempatku. Kacau semuanya sekarang. Apa inisaatnya?

    “Gue tunggu.” Hanya itu dan ku matikan sambungan dengan perasaan tak karuan. “Dia sudah ada di depan rumah, bentar lagi juga masuk.” jawabku pada Riki sebelum ia bertanya.

    Tak lama bahkan terkesan sangat cepat, pintuku di buka dan menampakkan wajah Sandi yang langsung kaku karena mendapati Riki di dekat jendelaku dengan pandangan kerah luar.

    “Hei, ternyata pada kumpul di sini. Ya udah keluar makan yuik!” Sandi cepat menguasai diri dan langsung bersikap ceria atau malah pura-pura ceria.

    “Gue ganti baju dulu.” Timbalku dan berdiri dari ranjangku.

    “Gue males makan, gue mau ngomong dan kalian tak bisa menghindari pembicaraan ini!” Lagi-lagi kata menusuk itu keluar dari mulut seorang Riki.

    “Mau ngomongin apa sich? Serius banget.” Sandi bersuara. Aku hanya mengangkat bahu tanda tak mengerti.

    “Secinta itukah lu pada gue? Sampai tega merusak persahabatan yang telah kita bangun dengan susah payah.” Aku menganga dan Sandi hanya bisa diam dengan gemetar.
  • owh... akankah persahabatn ini hancur?
  • owh... akankah persahabatn ini hancur?
  • edited April 2015
    bagus ko ceritanya @yeniariani ... kasihan Daniel, lalu kenapa dia melakukan itu ... Ical tambah pusing sama Riki dan Sandi ...
  • edited April 2015
    dopost
  • whaaat riki itu tau dari mana???? langsung to the point aja wew, lanjut
  • whaaat riki itu tau dari mana???? langsung to the point aja wew, lanjut.
Sign In or Register to comment.