It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Beritahu aku cara menghentikan getaran menyiksa itu, beritahu aku cara melawan getaran gila ini. Aku tidak pernah tahu penyebab getaran ini tapi aku tahu karena siapa. Aku ingin bertanya pada logika hanya saja mungkin logika ku sedang tidak ada pada tempatnya, atau hatiku sedang melawan logika ku?
Seakan tersesat di tengah benua yang tak berpenghuni, aku tidak bisa menemukan pintu untuk keluar karena semua seolah memenjarakan hatiku. Aku tersiksa tapi aku tak bisa pergi. Siksaan yang begitu menyedihkan. Hatiku berteriak meminta tolong tapi seolah semua tak peduli dengan tekanan yang menekan hatiku.
Hatiku berdenyut sakit, yang membuatnya sakit adalah orang yang paling bisa membuat bahagia itu ada dan semakin menyiksa lagi karena aku tidak bisa berkata jujur katanya. Bukan, bukan aku takut atau malu hanya saja aku tidak pernah tahu cara memberitahunya, aku tidak tahu cara mengutarakannya.
“Aku yakin kamu mengerti dengan penjelasanku, aku tahu kamu pintar hanya malas berpikir saja. Aku tidak mau lagi melihat kamu bermalas-malsan karena semua guru sedang memperhatikanmu dan juga jangan pernah datang terlambat itu akan membuat nilaimu semakin buruk di mata mereka. Aku tidak suka anak-anak itu membicarakan keburukan mu. Ingin saja aku menghajar mereka tapi mereka tak hanya satu dua orang. Bukan aku tidak berani tapi itu akan terlalu melelahkan karena kamu tahu sendiri aku tidak terlalu suka lelah apalagi bertele-tele.” Aku hanya menatapnya, menatapnya seolah itu akan menjadi tatapan terakhir ku untuknya.
“Jangan diam saja, aku daritadi mengajarimu tapi kamu malah tak meresfonku. Apa sesusah itu menjadi kelas dua? Saat dulu aku kelas dua tak pernah sama sekali sebandel dirimu. Kamu juga pas kelas satu baik-baik aja kelakuannya, kenapa sekarang malah jadi urak-urakan?”
“karena aku terlalu kalut berpisah darimu,” Suaraku keluar begitu saja tanpa bisa aku tahan. Kulihat pupil matanya membesar mendengar pengakuan jujurku yang tak ada niatku untuk memberitahunya.
“Berpisah dariku?” Aku harap otaknya lagi bodoh hingga tak bisa mencerna ucapanku. Aku hanya menggigit bibir bawahku, menahan perasaan yang bergejolak.
“Kenapa kita harus berbahasa aku-kamu?” Bodoh, mengalihkan pembicaraan dengan kata-kata itu.
“Bukankah orang tua kita tidak suka pakai gue-elu makanya kita nurut aja pakai aku-kamu. Kamu ini terlalu aneh akhir-akhir ini. Ini bukan seperti dirimu.”Aku juga tidak mengenal diriku yang sekarang jadi jangan heran.
“Aku harus kembali ke kelas Joi, sampai ketemu di rumah.” Aku beranjak meninggalkannya yang diam saja tak berniat menjawab ucapanku. Aku berhasil membuat dia tak curiga dan itu menyakitiku.
***
“lu darimana saja? Gue dari tadi nyariin elu.” Suara Riki menyambut kedatanganku.
“Habis dari perpustakaan.” Jawabku seadanya, aku sedang malas berbicara sekarang. Aku terlalu capek, entahlah capek karena apa.
Aku kearah bangku ku dan mengambil tas selempenganku. Lalu beranjak buat pergi tapi Riki mencegahku. Aku hanya menatap malas kearahnya.
“Mau kemana? sebentar lagi kita masuk.”
“Gue bolos, lagi males denger suara guru yang bikin telinga gatel.” Aku menepuk pundak Riki pelan dan melenggang meninggalkannya.
Kutemukan Yesa yang ada di parkiran, dia terlihat gelisah. Ada apa dengan gadis berjilbab itu, kemaren aku nyariin dia malah dia gak masuk. Aku melangkah menghampirinya. Kulihat dia sedikit terkejut dengan kehadiranku.
“Gue kira lu gak masuk lagi, udah beberapa hari elu gak kelihatan. Sedang cuci otak?” Suara ku bercanda kearahnya tapi kulihat dia menunduk. Tanganku memegang dagunya dan mengarahkan wajahnya kemataku. Ada airmata disana.
“Ada apa?”
“Dia tidak cinta aku kak?” Suaranya terdengar menusuk hatiku, aku melihat kesedihan disana. Kesedihan seorang adik.
“Siapa yang tidak mencintaimu?” Dia hanya menggeleng dengan pasrah, aku meraih pergelangan tangannya dan membawanya kearah motorku lalu membawanya pergi.
***
Takdir memang seolah mempermainkan kita, bagaimana kita tak bisa melawan keinginan hati kita karena hati selalu berontak jika keinginannya tak terpenuhi. Takdir kejam tapi hati lebih kejam dari takdir itu sendiri.
Mencintai seseorang yang tak mencintai kita bukankah itu permainan hati. Tapi bagaimana kalau kita tak menurutinya tentu hati itu akan tersakiti dan kalau hati sudah sakit, semua terasa percuma.
Aku membiarkan gadis ini menggunakan pundakku sebagai tempat bersandar, aku ingin dia merasa tenang. Aku seperti melihat gambaran diriku padanya tapi aku sedang tidak mencintai seseorang yang tak mencintaiku, entahlah seolah hati bisa bicara lebih banyak dari otak atau mulutku. Hati seolah mampu menjelaskan semuanya yang tak diketahui oleh logika. hati memang pintar aku akui itu.
Aku menyukai hati tapi aku juga benci karena hati adalah pemain terhebat diantara pemain.
“Jadi dengan terang-terangan Sandi bilang dia tak menyukaimu dan malah menyuruhmu untuk mencintai Riki?” Aku melihat Yesa mengangguk. Kenapa cinta mereka seribet ini. Riki mencintai Yesa dan Yesa malah menyukai Sandi yang tak memiliki perasaan apapun padanya.
“Bagaimana kalau kamu ikuti saran Sandi?”
“Tidak semudah itu kak, cinta bukan telapak tangan yang bisa dibolak balik dengan mudah. Cinta itu urusan hati dan hati itu penguasa bukan untuk diperintah tapi untuk memerintah.” Aku salut juga dengan kata-kata gadis ini. Ingin memuji tapi mungkin itu bukanlah yang dibutuhkannya.
“Aku mengerti. Hanya beritahu aku jika ada yang bisa kubantu untukmu.”
***
Kuparkir Ducati hitam ku di bagasi dan membuka helm ku. Aku sedikit terkejut saat melihat kearah rumah Nathan karena kulihat ada Nadia disana yang baru saja keluar dari rumah Nathan. Hubungan mereka ternyata sudah sejauh ini. Sampai Nathan sudah memperkenalkan Nadia pada tante Bela.
Nathan menyadari kehadiranku, tapi dengan cepat aku membuang pandanganku. Lalu kulangkahkan kakiku kedalam rumah.
Kuhempaskan tubuhku keranjang. Rasanya gerah sekali padahal AC sedang menyala. Apa tubuh bagian dalamku yang gerah. Ayolah kenapa aku jadi seperti ini?
Suara dering ponselku berbunyi. Cepat-cepat kurogoh saku celanaku dan mendapati Nathan yang menelpon. Ngapain dia nelpon aku, tidakkah dia sedang mengantar kekasihnya itu?
“Sudah kubilang jangan nakal lagi, malah kelayapan sama cewek gak jelas. Kalau emang beneran cinta sama cewek itu, diajar bener donk anaknya. Jangan malah diajak kelayapan gak jelas anak orang. Kamu kenapa sih gak mau dengar omongan aku. susah banget tahu gaak sich dibilanginnya.” Suara Nathan merepet panjang lebar membuat aku menjauhkan hp dari telingaku. Aku hanya mendengus sebal.
“Bodo`” Hanya itu yang kujawab untuk repetan panjangnya. Aku mendengar dia mendesah.
“Tunggu aku, aku mau kesana.”
“Mau ngapain? Lagian juga kamu harus nganter cewek kamu kan?”
“Jadi kamu lihat Nadia tadi? Terus kenapa mukanya di palingkan?”
“Aku mau masuk rumah, masak natap kearah rumahmu terus-terusan.” Aku mengeles.
“Ya sudah tunggu aku.”
Hanya kata itu dan dia memutuskan sambungan telpon. Sedangkan aku hanya bisa senyum-senyum gak jelas. Entahlah aku kenapa tapi yang kutahu aku bahagia.
***
@nakashima
@DM_0607
@Adi_Suseno10 @abong @lulu_75
@4ndh0 @hendra_bastian @littlemark04
@arieat @bumbellbee @Adamx @Akhira @3ll0
@Asu12345 @Roynu
@chioazura @harya_kei @Bun @balaka
teenlit bgt...
itu beneran ical jd ukenya?
klo diliat dari postur dan tingkahnya kayaknya seme, ehh ternyata?
jd pake satu pov aja nih? dan itu ical?
sama2 jatuh cinta tp dipendam dlm hati masing2..