Dear sesepuh Boyzstories, gue mau bikin cerita, berangkat dari curhatan temen deket yang kemudian ditambahi sedikit twist disana sini. Kalau jelek ya mohon maaf, terakhir bikin cerita pas ada tugas Bahasa Indonesia jaman SMA. Hehehe
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Chapter 1. Floated
Aku menyesap cappucino yang sudah kudiamkan dari tadi. Setelah kembali kutaruh cangkir di meja, kututup notebook dan memasukkan kembali ke tas. Kulirik jam di pergelangan tangan kiri, 17.50 harusnya dia sudah disini sejak 20 menit yang lalu. Kuedarkan pandangan keluar restoran hingga ke perempatan depan, sepertinya tidak ada tanda tanda dia akan datang. Ketika aku membuang sisa makanan, aku merasa pundakku ditepuk.
"Lu mau balik bang?"
Suara yang familiar membuatku menoleh
"Jam berapa ini Fer?"
"Sorry, kerjaan tadi banyak, gak bisa tenggo. Plis, so sorry. Mmm... Duduk dulu bisa kali bang?"
Aku melihat meja tempatku duduk tadi, sudah terisi. Jumat sore, kebanyakan restoran fastfood seperti ini hampir bisa dipastikan penuh dengan karyawan pulang kantor, hingga akhirnya kami memutuskan untuk pindah ke resto sebelah.
"Lagian lu aneh deh bang, kerja sekantor, janjiannya disini. Kan harusnya bisa berangkat bareng dari kantor deh."
Aku hanya tersenyum mendengar Ferry menggerutu, lelaki satu ini memang sukanya menang sendiri. Padahal harusnya aku yang komplain karena menunggu dia 20 menit lebih lama.
"So, gimana jadinya? Masih mau bahas masalah kemarin?" Ferry langsung nyerocos bahkan ketika pantatnya belum menempel di kursi. "Oh iya gue lupa bang, makannya ikut lu aja, lagi kere."
Ketika aku selesai menyebutkan menu dan pramusaji berlalu, aku akhirnya mulai bicara.
"Sebenarnya, iya."
"Yaampun bang, lu udah di PHPin, diporotin, trus sekarang juga udah lewat setengah tahun, trus lu masih ngarep dia? Masih banyak kali bang homo di Jakarta."
Shit, umpatku dalam hati. Ferry kelepasan bicara, pengunjung di meja sebelah sudah menatap jijik kearahku.
"Fer, kayaknya bisa pelanan dikit ngomongnya, pengunjung meja sebelah udah jijik liatin gue."
"Sorry bang, kelepasan," jawab Ferry hanya mengengeh tanpa dosa.
"Jadi gimana bang, lu gak mau nyari pacar baru?"
"Caranya?"
"Ah lu kuno bang, liat dong HP gue," kata Ferry sambil menunjukkan layar HP nya.
Sekumpulan foto lelaki pamer dada, atau pamer celana dalam tanpa muka -sebagian dengan muka- membuatku tertawa. Ferry yang tidak terima hanya bisa cemberut.
"Itu namanya Grindr bang, menurut gue lu gak jelek jelek amat kok, coba aja lu masuk, gak usah nude gak jelas juga gue yakin pasti laku."
"Oke, gue pikir pikir dulu, sambil mikir, makan dulu lah kita, pesanan kita udah datang."
Sepanjang makan kami tidak banyak bicara, aku hanya melihat mata Ferry melirik ke sana sini. Ketika aku lihat, kuakui seleranya cukup bagus. Bapak bapak muda berotot, atau pria muda super dandy dengan rambut licin dan mengkilap.
"Jadi itu selera lu Fer?"
"Gak boleh ya bang? Gue suka gemes aja lihat bapak bapak muda kalau sayang sama anaknya gitu. Apalagi kalau anaknya sama sama lucu. Gemes deh lihatnya."
"Trus pacar lu? Mau diapain?"
"Plis deh bang, gemes bukan berarti gue bakal tidur sama dia kan?"
Perkataan Ferry yang terakhir membuatku tersedak, hidungku terasa terbakar karena ada butiran nasi goreng pedas tersangkut di dalam hidung. Mataku melotot hingga Ferry ikut heboh, menghentikan makannya dan membuka botol minumku dan memberikannya padaku.
"Thanks Fer, tapi kayaknya orang sebelah semakin jijik lihat kita berdua," kataku sambil tertawa.
"Nah gitu dong bang, ketawa, jangan cemberut mulu mikirin Rudy."
''Redy? Namanya Rudy Fer"
"Ah entah deh bang, namanya susah."
"Hahaha, suka suka lu deh. Asal jangan rubah jadi Dimas aja."
"Enggak lah bang, Dimas kan nama pacar gue," jawab Ferry lantang.
Sekali lagi, meja sebelah melirik ke arah kami. Well, we're doomed.
Comments
''Redy? Namanya Rudy Fer" <- Jadi, Redy apa Rudy?
Lanjuuut ^^)/
Bisakah kaumention aku wahai @bigaju kalau tlah update?
Ferry benar, Grindr memang aplikasi yang menarik, sekaligus membuatku sadar, betapa sempitnya pemikiranku selama ini. Banyak gay yangsudah berani tampil dengan terang terangan, menunjukkan profil mereka di sini. Pertama aku install, aku tak sepenuhnya mengisi informasi, termasuk foto. Aku ingin semuanya tetap menjadi anymous.
HP yang berbunyi membuatku menghentikan bermain game. Kuletakkan joystick dan membaca pesan yang masuk.
"Hi, lagi dimana?" bunyi pesan yang masuk.
"Di kosan."
"Lagi apa? Mau fun?"
Aku tertawa, sebegitu cepatnya dari baru kenal kemudian mengajak untuk tidur.
Aku lihat profilenya, umurnya 27 tahun, kerja kantoran,mukanya juga mengesankan kalau dia anak baik baik. Mungkin benar kata bule, 'Don't judge a bookby itscover.'
"No thanks, lagi seneng seneng main game," jawabku yang kemudian tidak mendapat respons lanjutan.
Keesokan harinya, aku bertemu Ferry ketika akan absen di kantor.Lobby kantor masih sepi, karena jam masuk masih setengah jam lagi.
"Gimana bang, sukses, banyak yang chat?"
Aku tersenyum kemudian menjawab,"Cuma satu,itu juga ngajak fun."
Ferry kaget kemudian membuka layar HP nya dan kemudian terpancar sinar warna oranye terang.
"Yaiyalah bang, profile lu kayak gitu. Gue juga gak ngerti antara lu sokmisterius atau emang gak niat bikin profile. Coba lihat profile gue."
Aku melihat layar HP nya yang disodorkan ke arahku. Foto bitchy dengan kata kata yang entah apa artinya, seperti jock dan leather. Menurutku, bisa jadi dia mencari yang kulitnya bagus, semacam mengkilat atau sejenisnya.
"Sini gue benerin profile lu. Gue tahu, kok kalau lu gak suka show off." Kalimatnya yang terakhir sedikit membuatku lebih lega. Aku tahu memang hanya gay juga yang akan melihat profile ku, tapi rasanya aneh saja menunjukkan muka kepada orang asing.
"Oke bang, udah beres. Dijamin cucok, bentar lagi juga bakal banyak yang ngirim pesan," katanya sambil berlalu ke arah toilet.
"Lu duluan aja bang, gue mau keluar nyari sarapan."
Aku masuk lift sambil melihat profile Grindr ku, penasaran dengan kreativitas Ferry. Aku kaget dan langsung panik melihatnya. Kata kata yang terlihat murahan dan foto topless saat di kolam renang. Oh God, aku hanya ingin segera keluar lift, mencari signal dan merubah demua detil informasi yang ada. Aku bernafas lega ketika pintu lift terbuka. Aku menghapus foto dan semua tulisan yang ada di profile.
HP bergetar. Dari home screen terlihat ada notifikasi masuk dari grindr. Aku hanya melihat sepintas tanpa membukanya.
"Gila lu bang, udah dapet lagi aja. Jurus gue ampuh ya?" kata Ferry dengan mulut penuh nasi, yang merebut HP ku
"Kok chattingnya gini doang? Gue udah berharap ada percakapan tentang ranjang lho."
"Isi kepala lu gak jauh jauh dari sepangkangan ye..." cibirku ke Ferry
"Ah elah bang, gak usah sok muna kali. Di grindr mau nyari apaan lagi?"
Aku tak merespon pertanyaan retoris Ferry, melainkan membalas ucapan "Hi" dari akun anonim barusan.
Sepanjang makan siang, komunikasi berjalan dengan lancar, karena kami sama sama memiliki ketertarikan yang sama.
"Makan yang bener lu bang, main HP mulu."
Aku melirik Ferry sebentar, kemudian kembali chatting sambil tersenyum sendiri.
"Eaa, udah dapet gacoan baru nih kayaknya," tanya Ferry usil.
"Kenapa, mau ikutan chatting? Kan lu ada sendiri."
"Udah gue uninstal bang."
"Kenapa emang?"
"Pacar marah."
"Lah emang kenapa? Katanya oke oke aja."
"Gak enak aja bang dicemburuin mulu."
"Salah sendiri pacaran sama ababil. Ribet kan?"
"Ah elah bang cuma beda dua bulan sama gue."
"Oh iya, kalian berdua sama sama berondong."
Tiba tiba Ferry menyorongkan badannya sambil berbisik, "Mulut lu ya bang. Biar gue berondong lu sempat suka sama gue kan?"
"Iya gue ngaku, tapi kan..," perkataanku terputus karena HP berbunyi kembali. Ketika kulirik layar, akun anonim tadi. Mungkin tak ada salahnya aku kembali membalas.
Lagihhh ><)/