Sebelumnya aku pribadi minta maaf!
Karena cerita pertamaku belum selesai tapi malah bikin cerita kedua?
Bukan bermaksud apa-apa hanya saja aku ingin hal yang baru, semoga berkenan?
^^==^^
Sipnosis:
Dalam kisah ini diceritakan bahwa ada seorang pemuda perkasa dan tampan bernama Mahesa Sakti yang hidup bersama saudara-saudaranya diperguan yang benama Karang Merah...
Akibat kedua orang tuanya yang dibunuh secara sadis oleh seorang dukun teluh yang maha sakti dan akhirnya Mahesa sakti pun diselamatkan oleh seorang guru yang cukup mempuni bernama Sedanu Rata dan diangkat menjadi muridnya dan bersama kakak seperguruannya.
Dan dari sinilah awal dari kisah cerita ini berlanjut...
Comments
Senja baru saja tenggelam diufuk Barat, hingga kegelapan menyelimuti maya pada. Suara-suara binatang mulai terdengar membuat suasana malam makin semarak.
Langit begitu cerah, bintang-bintang bertaburan bagai pertama. Bulan sepenggalan malas untuk bersinar....
Sementara itu, disebuah pondok yang agak besar duduk dua orang. Mereka sedang bercakap-cakap ...
Yang satunya setengah tua dan dihadapannya duduk seorang anak muda, sedangkan disekeliling pondok yang besar tersebut berdiri kira-kira lima pondok yang sederhana.
"Mahesa Sakti, bagaimana perasaanmu setelah kamu tinggal diperguruan Karang merah ini?" lelaki setengah tua itu membuka pembicaraannya.
Mahesa sakti hanya tersenyum membuat lelaki setengah tua dihadapan Mahesa sakti mengernyitkan dahinya. Lelaki setengah tua itu yang tidak lain adalah Sedanu Rata pemilik sekaligus guru besar dari perguruan Karang Merah.
Dulunya Sedanu Rata punya dua saudara, dia tiga saudara. Dua adiknya pun telah pergi, yang kedua Sedanu Hitam karena berwatak sangat jahat. Ketiga adalah Sedanu Sani, sikap adiknya yang bungsu selalu mengalah, sabar serta rendah diri membuat kakak keduanya menjadi iri, karena selalu diperhatikan oleh Gurunya bernama Aling-aling Sepi.
Sedanu rata hanya memandangi raut wajah Mahesa sakti. Dipandangi dengan tajam Mahesa sakti pun menjadi kecut karena sikap gurunya yang begitu mempunyai KHARISMA.
Akhirnya Mahesa sakti pun berkata, walaupun sambil menundukkan wajahnya karena merasa bersalah dan tak mentahuti ucapan gurunya. "Maaf guru, saya merasa betah tinggal disini. Apalagi suasana disini begitu imdah!"
"bagaimana latihanmu. Apakah kamu sudah menghafal jurus-jurus Tangan karang merah?"
Sesaat Mahesa sakti terdiam, sembari memadang gurunya lagi, kali ini gurunya tidak begitu tajam pandangan matanya, malah berubah sendu dan lembut menyejukkan hati.
"sudah guru!" sahut Mahesa.
Sedanu Rata kembali melanjutkan penuturannya kepada Mahesa sakti.
"Mahesa.aku tahu kamu adalah murid yang paling cerdas diantara kakak-kakakmu. Walaupun kamu cuma melihat saja, tetapi hatimu melakukan gerakkan!" jelas Sedanu rata.
Sedanu Rata menghela nafas, sesekali melirik kearah Mahesa sakti. Mahesa sakti tahu kalau dirinya diperhatikan.
"sekarang coba perlihatkan semua jurus-jurus yang pernah kamu pelajari?" sembari keluar ruangan diikuti oleh Mahesa sakti.
Setelah sampai didepan pondok yang berhalaman luas itu, mereka berhenti...
"Mahesa kamu berdiri disana!" Sedanu rata menyuruh Mahesa sakti maju.
"baik guru!" sambil melangkah dengan tenang. Kemudian berhenti dan dihadapan Mahesa sakti ada sebongkah batu cukup besar sebesar Gajah.
"kamu masih ingat! Sudah berapa tingkat yang kamu pelajari Mahesa sakti?" ucap Sedanu Rata sambil mengernyitkan dahi.
Mahesa sakti berkata, "kalau tak salah ingat,,, sudah dua tingkat guru"
"bagus, berarti ingatanmu masih tajam. Dan apakah kamu juga ingat, sampai berapa tingkat jurus-jurus tangan Karang merah Mahesa sakt" tanya Sedanu rata.
"empat tingkat guru!" jelas Mahesa sakti.
"bagus Mahesa! Coba kamu hancurkan batu dihadapanmu itu. Walaupun cuma dua tingkat, jika kamu menghafalnya dengan sempurna pasti kamu akan mampu menghancurkannya!"
Kemudian tanpa banyak bicara lagi Mahesa sakti pun bersiap-siap dengan kuda-kudanya yang kokoh sambil matanya dipejamkan dengan rapat.
Kedua tangannya diluruskan kedepan, kedua telapak tangannya ditarik keatas sehingga kedua tapak tangan milik Mahesa sakti lurus dengan sebongkah batu dihadapannya.
Tapi dengan cepat ditarik kembali kedua tangannya dan matanya sudah membuka kembali.
Dan kali ini dengan tiba-tiba kaki kanannya dihentakkan kebumi, secara aneh tubuh Mahesa sakti naik keatas dengan membuat gerakan.
Tubuh Mahesa sakti berputar-putar bagaikan angin puting beliung, kemudian berhenti lalu bersalto tiga kali dan turun dengan lincah diatas permukaan tanah.
Kemudian Mahesa sakti membuat gerakan-gerakan jurus tangan Karang merah yang telah diajarkan oleh gurunya Sedanu rata.
Rata-rata kemampuan mereka, para murid perguruan Karang merah sama, baik dalam tingkatan maupun dalam penguasaan jurus-jurusnya.
Lain halnya dengan Mahesa sakti, walaupun cuma dua tingkat, ia telah mengembangkannya sehingga menjadi sempurna membuat Sedanu rata gurunya terheran-heran dan berdecak kagum.
'akan aku coba kemampuan Mahesa sakti sampai dimana? Aku tahu setiap satu tingkat ada lima puluh jurus!' bisik hati Sedanu rata penasaran.
Kemudian dengan satu hentakkan kaki, Guru dari perguruan Karang merah itu, melenting dan menerjang kearah Mahesa sakti yang saat itu mulai memasuki tingkat kedua jurus pertama, terkejut bukan main mendapat serangan begitu mendadak dari gurunya.
Tanpa berpikir panjang dan dengan tenaga dalam penuh dan satu-satunya jalan, Mahesa sakti tak dapat mengelak lagi.
Kedua tangannya diluruskan, kedua telapak tangan ditarik keatas dan dengan tiba-tiba sampai pergelangan tangannya berwarna merah. Andai sudah sampai sempurna ilmunya maka seluruh tubuhnya akan berwarna merah.
Sedanu rata terkejut pula dibuatnya, bagaimana mungkin dua tingkat sudah mengeluarkan sinar berwarna kemerahan. Tapi apa hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur, serangan tangan kosong bertenaga dalam tinggi itu milik Sedanu rata berbenturan dengan telapak tangan milik Mahesa sakti.
Maka tak hayal lagi tangan milik Sedanu rata memercik sinar Putih sedang telapak tangan Mahesa sakti memercik sinar Merah.
(bersambung)
Kemudian kedua sinar itu bersatu dan saling tarik menarik satu sama lainnya dan membubung keudara serta secara aneh kedua sinar itu jatuh dan mengenai batu yang ada dihadapan mereka tadi.
Dan batu itupun hancur dengan ledakan yang amat dasyat. Sedanu Rata terpental dan jatuh berguling-guling, sedang Mahesa sakti sendiri mundur dua tombak, kemudian melenting serta bersalto tiga kali ...
Dan saat itu, tiba-tiba dari sebongkah batu yang hancur muncul seberkas sinar putih dan melayang...
Akhirnya sinar putih itu menancap disebuah batang pohon Jambu monyet.
Mahesa sakti turun dengan tenang sambil memandang sinar tadi, yang sudah lenyap dan nampak menjadi sebuah gulungan rontal.
Mahesa sakti hanya memendam rasa kagetnya sekaligus kagum?!!
Kemudian melihat kearah gurunya yang terduduk direrumputan sambil batuk-batuk.
Betapa terkejutnya Mahesa sakti, kelihatan dari mulut gurunya keluar cairan berwarna merah dan sambil memegangi dadanya ...
"guru maafkan muridmu ini! aku tak menyangka jika pukulanku membuat guru terluka dalam!" dengan penuh kekawatiran Mahesa sakti menghapus darah yang ada disudut bibirnya.
"sudahlah Mahesa... aku tidak apa-apa. Aku pun tak menyangka jika pukulan tangan Karang merahmu cukup sempurna. Walaupun itu hanya dua tingkat!" kata Sedanu rata sembari mengatur nafasnya yang engos-engosan.
Mahesa sakti masih memapah gurunya lalu mundur perlahan, Sedanu rata kini berdiri tegak dihadapannya...
Sementara itu murid-murid perguan Karang merah pun terbangun setelah mendengar ledakan yang begitu dasyatnya.
"adik apa yang terjadi?" kata salah seorang murid, dan lainnya pun berbisik-bisik.
"Apa mungkin ada orang yang tak dikenal masuk keperguruan ini?"
"tapi kan aneh. Coba lihat guru terluka dalam dan dari mulut guru ada darahnya?" bisik yang lainnya.
"Selama ini perguruan kita tidak pernah bermusuhan dengan perguruan manapun!" sahut yang lainnya.
Dan menyambung yang lainnya lagi...
"lagi pula, disini cuma ada guru dan adik Mahesa,sakti! kalaupun ada musuh, mungkin yang terluka parah adalah adik Mahesa. Tapi ini yang terluka guru sendiri. Sedangkan adik Mahesa sendiri tak ada tanda-tanda terluka sendikitpun,,,?!" sahut yang lain yang berbadan lebih tinggi.
"dan anehnya lagi disekitar sini tak ada bekas pertarungan. Lagi pula, tak ada yang rusak, padahal tadi jelas terdengar ledakan yang sangat dasyat" kata anak muda disamping sebelahnya yang berbadan tinggi.
Sedanu Rata pun berkata berbisik. "tak ada apa-apa! tak ada musuh ataupun yang lainnya!" kata Sedanu rata, sehingga membuat para murudnya mengernyitkan dahi semua yang berjumlah sepuluh orang, dan sebelas dengan Mahesa sakti, tetapi Mahesa sendiri hanya diam.
"kenapa kalian bengong dan diam" kata salah seorang murid.
"cepat bantu guru masuk kedalam bilik!" serunya, yang punya badan lebih tinggi. Berperawakan sangat gagah.
Serempak mereka pun semua maju dan sebagian memapah gurunya masuk kedalam pondok.
Mahesa sakti pun mengikutinya dari belakang sambil berjalan, membayangkan apa yang baru saja terjadi?
Dia pun merasa heran mengapa dirinya mampu berbuat seperti itu, padahal selama ini dia hanya melihat saja dan menghafal gerakan jurus-jurus Tangan karang merah.
"aneh sekali? tiba-tiba telapak tanganku. Keduanya bisa bersinar merah?" gumam Mahesa dalam hatinya.
"padahal selama ini aku tak pernah melakukan gerakan, sangat jarang. Cuma menghafal, karena selalu disibukkan oleh urusan dapur saja" gerutu Mahesa pada dirinya sendiri.
Lalu duduk dilantai bersama yang lain.
<bersambung>
"kehidupan ini aneh. Penuh misteri dan tak seorang pun mampu untuk menguak tabir misteri kehidupan?!" desah Mahesa sambil menghela nafas panjang.
Dan kembali terbayang dipelupuk matanya peristiwa lima tahun yang silam dimana saat itu hidup bersama kedua orang tuanya....
Mahesa sakti baru berumur lima belas tahun!
Kedua orang tuanya meninggal dengan cara yang sangat mengenaskan dengan perut buncit dan akhirnya hancur!
Dan dari dalam perutnya keluar binatang-binatang yang amat mengerikan seperti Kala jengking, Kelabang dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sementara Mahesa yang dalam persembunyiannya hanya bisa menutup muludnya. Andai saja pembunuhnya tidak ditempat itu, pastilah dia akan meraung, berteriak minta tolong.
Akan tetapi dihadapan kedua mayat orang tua Mahesa sakti berdiri seorang lelaki muda membawa tongkat berkepala Tegkorak sambil matanya nanar berkeliling mencari sesuatu? tapi apa yang dicarinya tak ditemukannya. Lelaki muda itu tersenyum puas dan sambil menyeringai.
"hai anak kecil, keluarlah! aku Ki Tenung Seto alias Iblis kematian tidak akan menyakitimu!" teriak lelaki muda itu yang mengaku bernama Ki tenung seto alias Iblis kematian.
"ayo keluar kamu?" padangannya diedarkan.
Dengan tubuh gemetar Mahesa sakti hanya bisa diam ditempatnya dengan nafas tersengal-sengal...
"oh Gusti Yang Maha Agung, lindunganlah diriku dari segala marabahaya yang mengancam diriku!" doanya dalam ketakutan.
Ki tenung seto semakin kalap dibuatnya, karena apa yang diharapkannya tidak jua muncul.
"anak kecil, keluarlah,,,, jangan sampai kesabaranku habis! aku tahu kau bersembunyi ditempat ini?" bentak Ki tenung seto meradang.
"kurang ajar sekali anak ini!" gumamnya, membuat gusar Ki tenung seto.
"baiklah! jika kamu tidak mau muncul, aku akan mengobrak-abrik tempat ini!" ancam Iblis kematian alias Ki tenung seto.
Dan tiba-tiba tubuh Ki tenung seto melompat satu tombak kedepan. Matanya merah membara, mulutnya komat-kamit membaca MATERA. Sesaat kemudian tubuhnya bergetar ???
Secara aneh, ditelapak tangan Ki tenung seto muncul sinar berwarna merah membentuk bola-bola kecil siap untuk dilemparkannya....
Dengan satu hentakkan saja, lima bola yang berasal dari telapak tangan Ki tenung seto meluncur deras kearah lima penjuru, sedang empat bola api mengenai ruang kosong sehingga terdengar ledakan yang memekakkan gendang telinga. Asap berwarna hitam mengepul menutupi pandangan mata.
Sementara itu bola yang satunya meluncur dengan deras kearah semak belukar dimana Mahesa kecil tengah bersembunyi.
Sebelum bola api itu jatuh dan membakar disemak belukar itu, sesosok tubuh berkelebat menendang bola api kecil berwarna merah itu sehingga terpental membalik kembali kepemiliknya.
Betapa terkejutnya Ki tenung seto bola miliknya membalik menyerangnya. Tapi dengan cepat kirimkan pukulan tangan kosong bertenaga dalam tinggi. Akhirnya bola yang meluncur deras kearah dapat ditahan dan kembali meluncur deras serta membentur sebuah batang kayu besar.
Batang kayu besar itu pun tiba-tiba mengepulkan asap hitam dan akhirnya lenyap tanpa meninggalkan bekas apa-apa.
Ki tenung seto mundur satu langkah akibat benturan dengan bola miliknya sendiri.
Dan betapa geramnya dia karena kelima serangannya gagal. Apalagi bola yang terakhir, waktu akan mengenai semak belukar membalik...
Ki tenung seto yakin kalau anak kecil itu pasti berada disemak belukar. Dengan mendengus keras dan suara lantang dia berseru,,,
"Hai manusia usil, tampakkan dirimu. Jangan berlaku pengecut?" Ki tenung seto berhenti mengucap sambil matanya memandang berkeliling.
Namun suasana sunyi senyap?!!
"baiklah. Jika kau memaksaku, sekarang terimalah pukulan keduaku" kini Ki tenung seto terdiam, untuk sesaat ia mengeluarkan pukulannya yang kedua. Kemudian tubuhnya bergetar dengan hebat sedang muludnya membaca matera dengan cepatnya.
Dari telapak tangan Ki tenung seto muncul bola Api dan kini lebih besar lagi dari yang semula, dan dengan kecepatan luar biasa bola itu dilemparkannya dengan cepat kearah semak belukar dimana terdapat didalamnya Mahesa sakti kecil bersembunyi.
Bola api besar itu melayang deras...
Sebelum bola api mengenai semak-semak itu, lagi-lagi sesosok tubuh berkelebat menyambar tubuh Mahesa. Akhirnya bola api itu menghajar semak belukar itu akibatnya terbakar dan hancur lalu terdengar suara ledakan dasyat.
Kemudian lagi-lagi, semak belukar itupun leyap dan meninggalkan asap tebal membubung ke udara serta lubang yang menganga.
Ki tenung seto geram bukan main, karena serangan kedua yang di lancarkannya juga gagal.
Sementara sosok tubuh yang berkelebat tadi yang menyambar tubuh Mahesa dan menyelamatkan nyawa anak itu, kini tubuhnya melenting ke udara dan turun dihadapan Ki tenung seto dengan jarak dua tombak dengan senyum
tersungging dibibir...
Ki tenung seto segera mengenali sosok tersebut dan lain seorang laki-laki itu yang tak lain adalah Sedanu rata dengan dada sedikit berdebar...
"mau apa kau Sedanu? lagi-lagi kamu selalu mencampuri urusanku!" bentak Ki tenung seto garang. Walaupun hati sedikit berdebar.
Laki-laki yang disebut namanya Sedanu hanya tersenyum sembari berkata,,,
"Ki tenung seto, tidak bosan-bosannya dirimu membuat onar! sudah berapa banyak nyawa melayang karena perbuatanmu, ulahmu yang membuat geger. Hanya untuk menyempurnakan ilmu-mu!" bentak Sedanu tak mau kalah sembari mendengus keras.
"itu bukan urusanmu Sedanu rata, kau jangan turut campur urusanku. Sekarang enyahlah kau dari tempat ini dan tinggalkan anak itu! Atau kita akan bertarung kembali" ancam Ki tenung seto.
"oh jadi kau menantangku! apa dirimu tidak jera setelah dulu aku pernah mengalahkanmu. Kau kubuat lemah tubuhmu dengan pukulan Tangan karang merahku!" ucap Sedanu rata mengingatkan kejadian lama.
Kini Kitenung seto teringat kembali pertempuran dengan Sedanu rata sewaktu pukalannya beradu dengan Sedanu rata yang waktu itu ditelapak tangannya Sedanu rata berwarna merah,dibuat tak berdaya. Tetapi untunglah setelah dirinya tak berdaya setelah terkena pukulan ilmu Tangan karang merah, setelah Sedanu rata pergi datang adiknya yang bernama Sedanu hitam dan menolongnya dan diselamatkan serta disembuhkan oleh Sedanu hitam.
Kitenung seto tersenyum menyeringai kearah Sedanu rata...
"itu dulu Sedanu rata. Sekarang sudah lain! kalau dulu aku belum mampu menandingi kesaktianmu, karena ilmuku belum sempurna!"
"dan sekarang apa maumu Kitenung seto?" sergah Sedanu rata sebelum Kitenung seto melanjutkan kata-katanya kembali.
"ternyata kau tidak sabar Sedanu rata! Sekarang terimalah serangku ini,,," sebat Kitenung seto, setelah begitu lalu melompat kedepan, menerjang Sedanu rata yang masih menggendong Mahesa sakti.
Sedanu rata tidak tinggal diam mendapati serangan dari Kitenung seto, dengan gesitnya ia mengelak serangan yang dilancarkan Kitenung seto, lalu melompat kebelakang laksana terbang sesaat. Menurunkan Mahesa sakti dan menyuruhnya bersembunyi dibalik sebuah batang pohon besar.
Saat itu Kitenung seto berada dibelakang Sedanu rata, dan sambil menendangkan kaki kanannya kearah dada Sedanu rata.
Sedanu rata tidak tinggal diam mendapat serangan mendadak seperti itu. Dengan jurus Tangan karang merahnya Tingkat Empat, serta tangan disilangkan didepan dadanya, hingga benturan hebat tak dapat dihindarkan lagi.
Benturan hebat terjadi?!!
Terlihat percikan api memancar akibat bertemunya dua pukulan, lalu membubung keudara dengan cepat dan akhirnya kedua pukulan itupun meledak.
Akibat tendangan beradu dengan tangan Sedanu rata, tubuh Kitenung seto terpental kebelakang
dengan suara terpekik...
"akh....!"
Sedangkan Sedanu rata sendiri hanya tergeser satu langkah kebelakang, lalu kembali tenang sambil memandang kearah Kitenung seto yang saat itu jatuh berguling sembari tersenyum.
Saat itu dari mulud Kitenung seto mengalir cairan berwarna merah sambil memegangi kakinya yang terasa patah, kemudian duduk bersila ditanah untuk mengatur nafasnya yang terasa seperri tersumbat sesuatu,,,?!!
'pasti Kitenung seto sedang terluka dalam akibat pukulanku tadi! Aku harus menggunakan kesempatan ini, tapi aku adalah seorang pendekar golongan putih, pantang bagiku untuk menyerang lawan disaat terluka. Tapi jika tidak ku serang sekarang pasti dia akan menyerangku dengan pukulannya, AWAN KEMATIAN' bisik kata dalam hati Sedanu rata.
(bersambung)
Salam penuh kasih buat:
@lulu_75 @Adi_Suseno10 @DoniPerdana
Dilain pihak Kitenung seto terkejut bukan kepalang karena tubuh Sedanu rata,berwarna kemerahan, Ia pun bersiap menyambut serangan dari Sedanu rata dengan kekuatan yang tersisa karena kekuatannya belum pulih sempurna akibat bentrokan kekuatan tadi, sambil menahan rasa sakit didadanya akibat pukulan Sedanu rata yang mengenainya secara tidak langsung.
Kitenung seto mencoba mengerahkan kekuatannya sekalipun nafasnya sedikit sesak untuk mengeluarkan ilmunya 'Awan kematian'.
Akan tetapi Sedanu rata sudah bisa membaca situasi. Maka dengan cepatnya Sedanu rata mengarahkan telapak tangannya kearah Kitenung seto...
Dan dari telapak tangan Sedanu rata membersit dua sinar kemerahan,,,
"terimalah ini Kitenung seto,,,! Hiiiaaaaaa,,,,," seru Sedanu rata.
Dilain pihak Kitenung seto tak dapat mengelakkan pukulan yang dilancarkan oleh Sedanu rata, sedang tangan diluruskan didepan dada yang sudah dilambari ilmu Awan kematian.
Dan dari telapak tangan Kitenung seto muncul Awan hitam tidak begitu pekat menghadang sinar kemarahan milik Sedanu rata.
Akan tetapi sinar kemerahan milik Sedanu rata datang lebih cepat dibandingkan awan hitam milik Kitenung seto, maka tak hayal lagi ilmu pukulan Awan kematian milik Kitenung seto yang dikeluarkan tanpa kekuatan penuh terlibas oleh sinar kemerahan miliknya dan terus merangsek maju kearah Kitenung seto...
Maka tubuh Kitenung seto pun ikut terseret dan terbawa melayang dan dimana dibelakangnya menganga sebuah jurang yang cukup dalam dan sangat terjal, tubuhnya pun masuk kedalamnya sembari berkata...
"tunggu pembalasanku NANTI Sedanu rata!" teriak Kitenung seto, tubuhnya terus melayang deras jatuh kedalam jurang.
Sedanu rata hanya termangu ditempatnya berdiri dibibir jurang yang menganga...
hihihi
Sesaat terdengar ledakan dasyat dengan dibarengi suara terpekik...
Dan waktu tubuh Kitenung seto akan meluncur deras kedalam jurang yang terjal, sesosok bayangan menyambar tubuhnya sehingga dia selamat dari kematian.
Sementara Sedanu rata mencari Mahesa sakti yang tadi disuruh bersembunyi dibalik batang pohon besar dan setelah bertemu lalu dia pun menggendongnya berkelebat meninggalkan tempat itu.
Mahesa sakti mendesah menghela nafas panjang, jika teringat peristiwa yang NAAS itu, namun tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang wanita???
"akh,,,"
Sesaat kemudian terdengar seperti benda jatuh masuk kedalam air.
"byuurrrr,,,,"
Membunyarkan lamunan Mahesa sakti. Kemudian Mahesa memandang berkeliling, guru dan semua kakak-kakak seperguruannya sudah tertidur dilantai...
Dengan hati-hati Mahesa sakti melangkah keluar pondok menuju kearah asal suara yang tadi didengarnya. Mahesa yakin kalau suara itu berasal dari Telaga Air Merah.
Suasana agak gelap...
Setelah sampai di Telaga, betapa terkejutnya Mahesa melihat sesosok tubuh seorang wanita dikeremangan malam tergeletak pingsan diatas batu.
Kemudian Mahesa sakti dengan hati-hati mendekati sesosok tubuh itu sambil memandanginya dengan kagum.
"siapakah gadis ini? gadis ini begitu cantik luar biasa. Belum pernah aku melihat gadis secantik ini sebelumnya, kulitnya putih, mulus, tapi anehnya kenapa gadis ini sampai kemari dan bisa jatuh di telaga ini. Dari mana asalnya?" Dan semua pertanyaan itu disimpan dalam hatinya oleh Mahesa sakti.
"Aku harus membawanya kedalam pondokku. Dingin seperti ini, kasihan gadis ini pingsan disini, aku takut kakak-kakakku ataupun guruku tahu, pastilah mereka akan menyalahkanku" dengan tanpa ragu lagi Mahesa sakti mendekati tubuh gadis yang pingsan itu, walaupun tak dipungkiri hati berdebar tak menentu karena seumur hidupnya baru kali ini ia menggendong tubuh seorang gadis, kemudian membawanya dari Telaga air merah menuju kepondoknya yang berada dibelakang pondok besar milik gurunya.
Kemudian Mahesa sakti membaringkannya diatas dipan tempat tidurnya, sambil memandanginya baru kemudian menepuk wajah gadis itu, akan tetapi usahanya buat membangunkan gadis itu tidak membuahkan hasil akan tetapi belum juga siuman.
"Halus sekali wajah gadis ini!" gumamnya lirih, gadis itu tetap diam, membuat Mahesa sakti kebingungan sambil mengernyitkan dahinya, berpikir coba mengingat-ingat sesuatu yang lupa.
"apa ya,,,,?!" sambil hilir mudik dekat dipannya. Akhirnya Mahesa sakti pun berhenti dan melihat kebawah ranjang sambil mencari-cari sesuatu....
"sekarang aku baru ingat. Minyak wangi,, yah, minyak wangi. Tapi dimana? Dulu aku meletakkan dibawah kolong ranjang ini, tapi tak ada?" sambil mencari-cari terus dan akhirnya, apa yang dicarinya ketemu. Ternyata minyak wanginya terdapat didalam saku celana.
"kenapa aku tolol! bukankah minyak ini selalu aku bawa, mungkin karena aku panik sehingga tidak bisa berfikir sehat!" Mahesa sakti hanya bisa tersenyum sendiri mengingat kebodohannya sendiri.
Dengan cepat Mahesa sakti membuka tutupnya, maka bau wangi menusuk hidung menebar keruangan tempat tidurnya lalu mendekatkan kehidung gadis itu, dan kemudian gadis itu pun akhirnya siuman dari pingsannya.
"oh,,, dimanakah aku ini?" desah gadis itu sambil mengedarkan pandangannya berkeliling dan berhenti memandang ketika dia melihat seorang lelaki.
Lelaki itu begitu tampan dengan tatapan tajam...
Kemudian gadis itu bangun dari tidurannya!
"siapakah andika ini?" ucap gadis itu.
Mahesa sakti hanya diam tapi kemudian menyahut...
"aku, aku adalah manusia, bukan sebangsa setan atau iblis"
"aku tahu, yang kutanyakan adalah nama andika ini siapa? dan sekarang aku ini berada dimana?" ucap gadis itu dengan senyum kecut.
"namaku Mahesa sakti. Kamu berada dipondokku, diperguruan Karang merah. Sudah tahu nona" jelas Mahesa sakti.
"benarkah andika yang menyelamatkan diriku dan membawaku kemari?!" kata gadis itu lagi.
"benar. Waktu itu nona sedang pingsan di telaga Air merah!" jawab Mahesa sakti.
"namamu siapa, dan dari mana asal nona?" tanya Mahesa sakti kemudian, karena penasaran.
Sejenak gadis itu terdiam, ia menatap Mahesa sakti yang belum tahu siapa namanya, ia hanya melihat senyum dibibirnya.
"namaku DEWI RASA CINTA. Asalku dari negri atas angin bernama NEGRI SINAR BULAN!" jawabnya mengaku bernama Dewi rasa cinta.
Kemudian belum selesai penuturan Dewi rasa cinta, Mahesa sakti memberi pertanyaan lagi...
"tujuan nona kemari untuk apa, dan mencari apa?" desak Mahesa sakti.
Dewi rasa cinta hanya mendesah mendengar pertanyaan Mahesa sakti yang bertubi-tubi.