It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
*peluk danny
As usual, my Story bad as hell, maaf panggil kalian lagi, selalu salut sama author yang nyajiin cerita yang luar biasa disini. Well Here we are..
part 3
Semua hal bisa berubah dengan cepat, bahkan hubungan yang terjalin lama bisa berubah hanya karena sebuah kesalahan.
***
"Ben"
"Iya Dan"
"Maaf, itu tidak akan terjadi lagi"
"Ah... iya"
Semua terasa canggung sejak kejadian kemarin, setelah kejadian itu, Danny bahkan tidak menatap mataku, aku juga tidak tahu apa yang harus kukatakan.
Saat Danny minta maaf aku hanya bisa mengatakan "iya" aku tidak tahu respon apa yang harus kuberikan. Semua seperti sebuah kesalahan besar yang aku sendiri tidak tahu bagaimana harus mulai menyelesaikanya. Aku hanya bisa ikut diam.
Bzz
Ponselku bergetar,
Sebuah pesan dari Devi
>> Danny diam aja, gak kamu sapa atau di apain kek
<< diapain?
>> terima dia atau seengaknya minta maaf lah
<< GILA! Kenapa aku terima? Kenapa aku minta maaf?
>> terus mau sampai kapan kalian diam kayak gini?
Yah, Danny diam, aku diam, sekarang di meja kami seperti ada tembok besar. Walaupun berhadapan, aku bahkan tidak berani untuk menatapnya.
Beberapa hari ini Devi mencoba mendamaikan kami, mengajak makan, pulang bersama, tapi entah kenapa, aku bahkan Danny selalu membuat alasan untuk menolaknya.
Satu hari, dua hari, satu minggu, waktu berjalan begitu lambat, aku semakin malas dengan semua hal.
Hubunganku dan Danny tidak ada perubahan, Danny semakit terlihat menghindar, bahkan sekarang dia mengambil jalan yang berbeda agar tidak bertemu denganku. Devi bahkan menyerah dengan kami. Aku semakin kebingungan, apa ini kesalahanku? Seperti ada lubang di dadaku, semua terasa tidak sempurna.
"Gak mungkin dong Dev, aku yang harus duluan, kalo aku duluan dia bisa berfikir kalo aku kayak dia"
"Kamu sayang gak sama dia?"
"Dalam artian yang berbeda, aku sayang sebagai teman"
"Gini yah Ben, Danny pasti ngumpulin keberanian buat nyatain hal itu ke kamu, setelah di tolak gitu, pasti dia malu lah buat ketemu sama kamu lagi. pikir deh, kalo kamu di posisi dia apa yang bakal kamu lakukan?
Ada Benarnya apa yang di katakan Devi. Mungkin dia salah, tapi aku juga melakukan kesalahan, setidaknya hubungan pertemanan ini tidak hilang begitu saja.
Mejelang jam kerja usai, aku menunggu Danny di depan kantor. Ini tidak bisa berlanjut seperti ini.
"Dan, tunggu"
Aku mengejar Danny yang berjalan cepat ketika melihatku.
"Aku mau ngomong Dan"
"Maaf Ben, aku gak bakal ganggu kamu lagi"
"Bukan itu Dan"
Jam 7 malam, cukup sepi di taman ini, hanya ada beberapa pengunjung yang duduk di depan pedagang jagung bakar. Di temani lampu taman dan suara hiruk pikuk kota.
"Ini" aku memberikan Danny teh kotak.
"Kita gak bisa gini terus dan, rasanya aneh ketika kita saling menghindar, aku gak tau cara menyelesaikan hal ini"
Danny tertunduk dan menggenggam teh kotaknya.
"Aku terlalu buru-buru"
"Maksudmu Dan"
"Aku sudah di butakan oleh perasaanku sendiri, seengaknya aku sudah lega, walaupun harus di bayar seperti ini, aku tidak punya muka berdiri di depanmu Ben, kamu pasti menggapku aneh dan memBenciku sekarang"
"Siapa bilang aku membencimu? Aku sayang sama kamu Dan, tapi kamu tau kan ini salah"
Aku belum pernah melihat sisi Danny yang seperti ini, Danny yang kukenal selalu ceria, seperti matahari membawa semangat di sekitarnya. Danny malam ini, entahlah...
"Aku sayang sama kamu Dan, kalo kamu gini terus, kamu... entahlah, dadaku sesak dengan semua ini, aku mau kita kaya dulu lagi dan, aku mau kamu kaya dulu lagi"
"Aku egois yah Dan"
Aku diam, Danny diam.
Suara pengamen jalanan bernyanyi, motor dan mobil yang lalu lalang memecah kesunyian di antara kami. Aku tidak tahu harus berkata apa, aku tidak cukup dewasa menghadapi hal seperti ini. Jika Devi disini, apa yang akan dikatakanya?
"Aku Danny setiawan, panggil aja Danny atau Dan, kerja merca, kita sekantor, boleh temenan sama kamu?" Danny memberikan tanganya untuk bersalaman.
Aku keheranan, tapi setelah sekian lama aku bisa melihat senyumnya lagi.
Danny meraih tanganku untuk menyalaminya
"Temenan?" Tanya Danny tersenyum
"Temen"
lanjuut