Author POV
Disebuah ruangan rumah terlihat kekacauan dan ketegangan sedang berlangsung. Terlihat beberapa pecahan kaca yang diduga adalah pecahan piring dan gelas yang dilemparkan seorang wanita. Wanita itu kini sedang duduk bersimpuh menahan tangisnya dengan kedua telapak tangan menutupi muka.
Seorang pria berumur hampir setengah abad terlihat sedang memarahi seorang remaja akhir yang kini sedang berlutut dihadapannya. Seorang pria lagi berumur sekitar 22 yang berada di samping remaja tersebut dengan ekspresi murka yang tidak kalah menyeramkan dibanding pria setengah abad tersebut.
Mereka adalah keluarga bapak Harta Arya Hadiningrat, keluarga terpanandang di Jakarta. Harta Arya Hadiningrat sendiri merupakan seorang pejabat Eselon I di lingkungan Kementrian Keuangan. Sedangkan istrinya, Sri Ayu Mayang Hadiningrat merupakan seorang wanita sosialita dan pengusaha sukses pemilik puluhan restoran dan wedding organizer ternama di Jakarta.
Anak mereka yang pertama adalah Hakim Pratama Hadiningrat, seorang pemuda yang diramalkan akan memiliki masa depan yang amat cerah, lulus kuliah S.1 di universitas terbaik di Indonesia pada umur 20 tahun, dan kini sudah menjadi Inspektur Polisi setelah menamatkan pendidikan SIPSS-nya tahun lalu. Selayaknya perwira Polisi, Hakim memiliki postur fisik yang tinggi mencapai 178 cm, berbadan tegap dan proporsional, muka yang maskulin dan tatapan mata yang tegas.
Sedangkan anak keduanya adalah Handika Dwi Hadiningrat, kiri berusia 17 tahun. Handika lulus SMA pada umur 15 tahun, kini sedang menempuh kuliah di salah satu universitas terbaik di Indonesia. Handika memang lebih cerdas dari pada Hakim, diusianya yang masih remaja, dia sudah hampir menyelesaikan studi Ilmu Komunikasi sekaligus studi Ilmu Manajemen yang dia ambil di dua universitas yang berbeda. Namun, berbeda dengan Hakim, Handika memiliki postur yang lebih feminim. Walau tidak kemayu, dengan tinggi 170 cm, tubuh yang terlihat langsing, kulit kuning langsat, rambut lurus, dan wajah yang teduh, serta mata yang seperti berlian, menjadikan Handika terlihat seperti akotor-aktor Korea saat ini.
Plaaak! “kamu anak tidak tau diri. Mencoreng nama baik keluarga. Kamu tau, sudah menjadi tradisi keluarga kita bahwa tidak ada keturunan keluarga besar kita yang keluar dari lingkaran garis keturunan keluarga. Kamu sudah dijodohkan untuk menikah dengan sepupu kamu, Anita. Kini kamu malah berkata yang tidak-tidak” bentak pak Harta sambil menampar pipi anak bungsunya.
“Tapi Dika gak bisa pa. Daripada Dika membohongi diri sendiri dan menyakiti Anita dikemudian hari, lebih baik Dika bilang ke papa dari sekarang, kalau Dika tidak menyukai perempuan pa” Jawab Handika
Ya, dibalik semua kesempurnaan keluarga ini, ada satu yang dianggap mereka sebagai benalu. Dika tidak menyukai wanita, dengan kata lain Dika adalah seorang pecinta sesama jenis.
Sudah menjadi tradisi di keluarga besar mereka bahwa anak-anak yang akan memiliki masa depan sukses haruslah dijodohkan sejak dini dengan saudara mereka. Tujuannya jelas, agar trah keluarga darah biru mereka tidak terputus dari lingkaran.
“kalau kamu bersikeras, saya mulai sekarang tidak mengganggap kamu sebagai anak. Hari ini juga kamu pergi dari rumah ini, semua fasilitas kamu seperti mobil, motor, kartu kredit, handphone, saya cabut. Saya hanya memberikan tabungan kamu. Saya tidak lagi akan membiayai kuliah kamu, saya tidak akan lagi memberikan uang bulanan untuk kamu. Kamu sudah tidak diterima lagi di keluarga ini. Pergi...!”
***
15 tahun kemudian
“wah, pak Dika, selamat ya pak sudah meraih gelar doktor. Maaf loh pak saya baru bisa memberi ucapan secara langsung sekarang. Seperti yang bapak ketahui bahwa saya selama satu tahun ini saya ditugaskan oleh rumah sakit untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat-masyarakat daerah terpencil.” Ucap dr. Indah
Lima belas tahun setelah diusir dari rumahnya, kini Dika sudah menjadi seorang Doktor di bidang Ilmu Komunikasi. Dia mengajar di sebuah universitas ternama di bandung.
“terima kasih atas ucapannya dok.” Jawab Dika sambil berjalan dengan dr. Indah di lorong rumah sakit.
Dika dan Indah terus menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan kantor Indah. Dokter Indah merupakan dokter spesialis penyakit dalam dan baru saja diangkat sebagai kepala Hubungan Masyarakat di salah satu Rumah Sakit terbaik di Jakarta.
Ditengah perjalanan Dika tiba-tiba terdiam. Dika melihat satu orang wanita dan seorang pria berumur lebih setengah abad, ditemani seorang Ibu muda dan seorang anak kecil. Mereka sedang berada di ujung lorong sebelah kiri, di depan sebuah ruangan seperti sedang menunggu pasien.
“maaf dok, boleh saya tau mereka itu siapa? Sepertinya saya mengenal mereka” tanya Dika kepada dokter Indah
“oooh, jelas saja pak Dika mengenal mereka. Itu adalah keluarga bapak Harta Arya Hadiningrat. Siapa sih yang tidak mengenal mereka.” Jawab dokter Indah
Sejak diusir dari rumah, Handika kini sudah tidak memakai nama Hadiningrat di belakang namanya. Dia mengganti namanya menjadi Handika Dwiputra, sehingga dokter Indah tidak mengenali bahwa Dika adalah anak Pak Harta.
“oooh, ya tentu saya kenal mereka” jawab Dika yang tiba-tiba melemas. “kalau boleh tau, ada apa mereka disini? Siapa yang sakit?” tanya Dika.
“loh, pak Dika ini gak punya TV apa yah. Itu loh pak, kan beberapa bulan lalu anak pertama dari bapak Harata, yang polisi dan menikah dengan aktris ibu kota itu, kan mengalami kecelakaan saat bertugas. Belau kini mengalami kebutaan, dan ginjalnya rusak. Jadi mereka seminggu dua kali datang ke Rumah Sakit ini untuk cuci darah.” Jawab dokter Indah.
“oooh, jadi begitu dok. Tapi, kenapa anaknya pak Harta dibawa kesini bukan ke RS. Polri? Kan dia polisi dok.” Tanya Dika
“itu atas kemauan pak Harta sendiri pak Dika, ya, seperti yang bapak tau bahwa rumah sakit ini merupakan rumah sakit terlengkap dan terbaik di Indonesia, jadi pak Harta inggin anaknya dirawat disini.” Jawab dokter Indah sembari membuka pintu ruang kerjanya. “mari pak silakan masuk”
***
“begini dok, saya langsung to the point aja karena saya yakin dokter tidak memiliki waktu yang banyak.” Jelas Dika
“ah, pak Dika ini, sakit ini dan saya yakin rumah sakit di seluruh Indonesia selalu memiliki waktu yang banyak untuk pak Dika. Malah saya yang gak yakin kalau pak Dika punya banyak waktu untuk seluruh rumah sakit di Indonesia.” Jawab Dokter Indah
“ah, dokter berlebihan. Hahahaha.” Balas dika yang malu dipuji demikan
“itu benar loh pak, Pak Dika mungkin satu-satunya Doktor Ilmu Komunikasi di Indonesia yang sangat peduli dengan pengembangan Ilmu kesehatan. Pak Dika juga sudah menerbitkan beberapa jurnal baik nasional maupun internasional yang selalu mengangkat masalah-masalah komunikasi terapeutik dengan perspektif Indonesia. Selama ini, komunikasi terapeutik lebih banyak dikembangkan oleh pihak medis, sehingga belum menyentuh ke akar permasalahan yang substantif. Dengan berbagai penelitian pak Dika, pelatihan yang pak Dika berikan, membuat kinerja tim medis dalam menangani pasien kini jauh lebih baik. Bahkan yang saya tau bahwa tesis dan disertasi pak Dika juga mengenai komunikasi terapeutik” Jawab dokter indah kembali memuji Dika.
“itu saya lakukan semata-mata saya ingin memperlihatkan bahwa kajian Ilmu Komunikasi tidak hanya untuk tidakan persuasi untuk mendapatkan keuntungan seperti yang ada selama ini dok. Saya ingin Ilmu Komunikasi menjadi lebih dirasakan manfaatnya bagi orang banyak, terutama dibidang kesehatan.” Jawab Dika.
“jadi, apa yang kali ini Rumah Sakit ini bisa bantu dengan kedatangan pak Dika kemari?” tanya dokter Indah.
“begini dok, masih berhubungan dengan disertasi saya yang mengangkat komunikasi terapeutik di bidang kesehatan khususnya untuk anak-anak pengidap tumor dan kanker. Saya ingin memberikan pelatihan di rumah sakit ini untuk komunikasi terapeutik khusus untuk pasien dengan kasus tersebut kepada staff medis disini. Seperti yang dokter ketahui bahwa ini merupakan bagian dari tri darma perguruan tinggi, belajar-mengajar, meneliti, dan pengabdian masyarakat. Jadi saya akan kembali melakukan pengabdian masyarakat saya di rumah sakit ini.” Jelas Dika.
“wah, terima kasih banyak pak Dika. Ini sudah keempat kalinya pak Dika memberika pelatihan komunikasi terapeutik di rumah sakit ini, kapan pelatihan ini bisa dilakukan pak?” tanya dokter Indah yang tidak sabar untuk bekerja sama dengan Dika.
“untuk waktunya masih tiga bulan lagi dan ini merupakan kunjungan pertama saya ke rumah sakit untuk pelatihan ini dok, saya berencana akan melakukan pelatihan di lima belas rumah sakit besar yang ada di Indonesia. Selain itu saya juga akan mengadakan pelatihan akbar yang akan mengundang dokter-dokter dari seratus puskesmas yang ada di Indonesia untuk dasar-dasar komunikasi terapeutik pada pasien anak. Nah, kenapa rumah sakit ini yang saya kunjungi adalah untuk meminta bantuan dari rumah sakit ini untuk mengadirkan peserta pelatihan akbar saya. Karena saya tau bahwa rumah sakit ini memiliki ratusan puskesmas binaan. Apa bisa dok?” tanya Dika.
“ooh, tentu saja bisa pak Dika. Kebetulan rumah sakit ini akan mengadakan pelatihan serupa yang merupakan lanjutan dari pengabdian beberapa dokter dari rumah sakit ini di daerah terpencil. Kemungkinan pelatihan kami akan dilaksanakan enam bulan lagi. Apa pak Dika bersedia menunggu enam bulan lagi? Jika bersedia kami tidak hanya menghadirkan peserta, tetapi juga menyediakan tempat, dan seluruh akomodasi baik untuk peserta maupun pengisi materi kami yang tanggung.” Tawar dokter Indah.
“baik lah dok, kalau begitu pelatihan untuk rumah sakit ini akan dilaksanakan tiga bulan lagi setelah saya selesai berkeliling untuk meinta izin ke lima belas rumah sakit, dan untuk pelatihan dokter puskesmas akan dilakukan enam bulan lagi. Kalau begitu, saya akan segera membuat proposal kerja sama antara institusi saya dengan rumah sakit ini untuk pelatihan dasar komunikasi terapeutik pada anak, dan juga proposal permohonan mengadakan pelatihan komunikasi terapeutik lanjutan untuk anak pengidap tumor dan kanker.”
“sebaiknya begitu pak Dika, walau kita sudah sering kerjasama, tetap harus ada proposal dan surat perjanjian untuk keabsahan kerjasama kita.” Jelas dokter Indah.
***
Enam bulan kemudian
“terima kasih banyak pak Dika atas rangkayan pelatihan yang pak Dika berikan. Sungguh pelatihan yang sangat bermanfaat bagi kami sebagai tenaga medis. Semoga kita terus bisa bekerja sama untuk melakukan pelatihan-pelatihan semacam ini untuk kedepannya” ucap dokter Indah.
“sama-sama dok. Saya juga berharap saya masih diberikan kesempatan untuk melakukan pelatihan-pelatihan selanjutnya.” Jawab Dika. “ngomong-ngomong apa malam minggu ini dokter ada acara? Saya berniat untuk mengundang dokter untuk makan malam, sekaligus bentuk ucapan terima kasih saya.
“wah, kok kebalik yah pak Dika, seharusnya kan saya yang berterima kasih. Ya, kebetulan malam minggu ini saya free.” Jawab dokter Indah
“baikalah kalau begitu, nanti saya beri tau tempatnya dimana.” Jawab Dika. “oh iya dok, apa anaknya pak Harta Arya Hadiningrat sudah mendapatkan donor untuk mata dan ginjalnya?” tanya Dika
“untuk satu itu saya harus bilang sepertinya pak Harta harus sangat bersabar, karena sangat sulit untuk menemukan ginjal dan mata yang cocok untuk anaknya. Terlebih lagi, jika hingga tahun depan anaknya tidak sembuh, mungkin anaknya harus pensiun dini dari kepolisian. Sungguh kasihan nasib keluarga pak Harta.” Jawab dokter Indah.
Setelah selesai memberikan pelatihan, Dika kembali ke Bandung. Hari-hari dia lalui seperti biasa, mengajar anak-anak calon pemimpin bangsa. Dika dikenal sebagai dosen yang sangat ramah, baik, dan memiliki rasa kedekatan kepada mahasiswanya. Dika mungkin satu-satunya dosen yang mengajar dengan penuh keihlasan tanpa memikirkan beban jabatan, keuangan, dan obsesi menjadi Professor. Ini dikarenakan rasa cinta Dika di dunia pendidikan.
Malam minggupun tiba, Dika kini sudah ada di Jakarta untuk menemui dokter Indah sesuai janji mereka untuk makan malam.
“malam dokter Indah, maaf saya telat. Apa sudah lama menunggu?” tanya Dika
“oh, tidak kok, ini baru jam delapan kurang lima menit, kita kan janjiannya jam delapan. Saya yang terlalu cepat datang.” Jawab dokter Indah.
“oh iya dok, kenalkan ini dokter Bangkit, dokter yang membantu saya sangat banyak untuk pelatihan serupa di bandung, serta dokter yang sangat berjasa dalam penelitian-penelitian saya.” Jelas dika memperkenalkan dokter bangkit kepada dokter Indah.
“wah, sebuah keormatan bagi saya bisa bertemu dua orang hebat malam ini. Perkenalkan saya dokter Indah, kepala Humas di rumah sakit tempat Dika melakukan pelatihan seminggu kemarin.” Jelas dokterindah
“ah, ternyata benar kata Dika, dokter Indah ini sangat senang memuji.” Jelas dokter Bangkit
“saya memuji sesuai fakta dok. Siapa yang gak kenal dokter bangkit, dokter yang di usia muda telah melakukan puluhan operasi besar dan sukses, dokter lulusan terbaik di salah satu universitas terbaik di Jerman. Dan yang paling penting adalah, satu-satunya dokter yang selalu menolak tawaran rumah sakit tempat saya bekerja untuk bergabung dengan kami.” Jelas dokter indah
“hahaha, saya bukan menolak dok. Saya sudah berjanji pada diri saya sendiri untuk memajukan kesehatan di kota Bandung, tempat kelahiran saya. Jika saja tawaran untuk bekerja sebagai dokter tamu, tentu saya tidak akan menolak.” Jawab dokter bangkit.
“kalau begitu saya menantikan kerja sama dengan dokter bangkit.” Jawab dokter Indah
“saya yakin tidak akan lama lagi dokter bangkit akan bekerja sama dengan dokter Indah. Karena untuk tujuan itulah saya mengajak kalian makan malam saat ini.” Sela Dika.
Comments
“selamat pagi pak Harta, kebetulan sekali bapak sudah datang. Tadinya saya mau menelpon bapak untuk datang hari ini bertemu saya.” Sapa dokter Indah yang melihat pak Harta sedang menemani anaknya menjalani cuci darah.
“ada apa ya dok? Apakah kondisi anak saya ada masalah?” tanya pak Harta
“ada baiknya kita bicarakan di ruangan saya. Mari pak.” Ajak ku kepada pak Harta dan Istri
Aku melihat raut wajah pak Harta sangat tegang, aku paham mengapa mereka seperti itu. Ini karena sudah hampir satu tahun anak mereka tidak kunjung menemukan donor mata dan ginjal yang tepat. Ratusan juta juga sudah kelauarga keluarkan untuk biaya pengobadan dan cuci darah yang harus dilakukan Hakim, anak dari pak Harta. Aku sendiri sebagai dokter tidak tega melihat kondisi keluarga pak Harta. Setau ku mereka adalah keluarga baik dan terpandang. Hanya karena satu dosa, Tuhan menghukum keluarga pak Harta demikian berat. Mungkin bagi mereka finansial bukanlah masalah besar, tetapi rasa malu akan kebutaan dan kerusakan ginjal anaknya, rasa sakit psikologis yang mereka rasakan tentu sangat menjadi beban bagi keluarga terhormat seperti mereka.
“silakan duduk pak, bu.” Persilakan dokter Indah kepada keluarga pak Harta sementara dokter indah mengambil berkas yang ada di lemari di samping mejanya.
“begini pak Harta, kami dari rumah sakit memiliki kabar gembiria.” Buka dokter Indah
“kabar gembira apa dok?” tanya bu Harta
“kami telah menemukan donor ginjal dan mata yang cocok untuk anak bapak dan ibu.” Jelas dokter Indah.
“apa dok? Apa ini sungguhan? Penantian kami selama satu tahun akhirnya akan segera terlaksana dok?” tanya pak Harta
“kalau boleh tau siapa ya dok yang mendonorkan? Saya sudah berjanji bahwa jika ada yang mendonorkan mata ataupun ginjal untuk anak saya, akan saya jadikan saudara. Jika dia memiliki anak makan anaknya akan kami jadikan anak asuh, jika dia memiliki orang tua, maka akan kami penuhi apapun kebutuhannya” tanya bu harta
“benar pak, bu. Kami akhirnya menemukan donor untuk keduanya, tidak hanya mata tetapi juga ginjal untuk pak Hakim. Tetapi kami mohon maaf, pendonor tidak ingin identitasnya diketahui. Beliau juga tidak ingin organnya dibayar. Belau hanya titip pesan bahwa agar bapak dan ibu mau menerima dengan ikhlas organ yang belau donorkan. Dan meminta bapak dan ibu untuk memberikan perhatian lebih kepada orang-orang yang kurang mampu.” Jelas dokter Indah.
“Alhamdulillah pa, Allah telah menurunkan malaikatnya untuk keluarga kita.” Ucap bu Harta
“iya ma, Alhamdulillah. Selama hampir satu tahun ini papa telah ditegur Allah, papa sudah sadar betapa kita gak boleh sombong yah Ma.” Jawab pak Harta ke istrinya “Lalu, kapan operasi pendonoran bisa dilaksanakan dok? Dan berapa biayanya?”
“operasi akan dilaksanakan tiga hari lagi pak, kami mendatangkan dokter ahli bedah dari bandung, namanya dokter Bangkit, untuk menjadi kepala operasi kali ini. Dokter bangkit yang akan membawahi beberapa dokter bedah mata dan dokter bedah penyakit dalam untuk anak bapak. Perlu diketahui sebelumnya, bahwa dokter bangkit adalah salah satu dokter terbaik yang Indonesia miliki. Belau lulusan Jerman, dan sudah melakukan puluhan operasi yang sukes. Jadi kami memberikan yang terbaik untuk anak bapak. Sedangkan untuk biaya sendiri perlu kami beri taukan bahwa biaya untuk operasi kali ini sudah ditanggung oleh orang yang mendonorkan mata dan ginjal untuk anak ibu dan bapak.” Jelas dokter Indah
“apaa? Jadi yang mendonorkan mata dan ginjal adalah satu orang dok? Dan dia sudah membayarkan operasi ini?” tanya pak Harta
“betul pak. Beliau bukanlah orang yang kurang mampu. Beliau adalah orang yang menurut saya sangat kaya, belau juga orang yang sangat dermawan, tetapi beliau tidak memiliki keluarga untuk menjadi ahli waris beliau, sehingga yang saya tau beliau rela menyumbangkan hartanya, termasuk untuk operasi ini.”
‘tok tok tok’
“nah, itu dokter Bangkit datang.” Ucap dokter Indah sambil berjalan membukakan pintu. “bapak, ibu, perkenalkan ini dokter Bangkit yang akan mengepalai operasi untuk anak bapak dan ibu.”
**
Pasca operasi
“selamat siang Pak Hakim, Bu Hakim, Pak Harta, Bu Harta. Siang ini saya dan Dokter Bangkit datang kesini untuk membuka perban penutup mata Pak Hakim.” Ucap dokter Indah
Perlahan dokter Bangkit membuka perban penutup mata Hakim, terlihat suasana sangan tegang terpampang jelas dari raut wajah para kelauarga. Mereka pasti menanti kesembuhan mata dari Hakim. Setelah kesuksesan di operasi donor ginjal, aku melihat raut kebahagiaan di wajah keluarga Pak Harta. Kini mereka pasti sedang berharap kesuksesan yang sama kembali terjadi untuk mata Hakim.
“baik pak Hakim, silakan perlahan dibuka matanya” ucap dokter bangkit
Perlahan Hakim mencoba membuka kelopak mata. Perlahan sinar mulai kembali terlihat di kehidupan Hakim melalui matanya.
“Alhamdulillaaaaah.. Papa, Mama, Bunda.. Hakim kembali bisa melihat” ucap Hakim yang membuat suasana menjadi gembira.
Kegembiraan sangat memuncak di keluarga ini sampai-sampai mereka melupakan keberadaan dokter indah dan dokter bangkit disana.
“ehem,, mohon maaf mengganggu kebahagiaan kalian sebentar. Sebelumnya saya ucapkan selamat kepada pak Hakim yang telah sukses di kedua operasinya. Semoga berangsur kesehatan pak Hakim terus membaik” ucap dokter Bangkit
“terima kasih banyak dok, saya tidak tau harus bagaimana cara berterima kasih ke dokter.” Jawab Hakim
“tidak perlu berterima kasih kepada kami pak, bu, cukup bapak, ibu semua menjalankan apa yang diminta orang yang mendonorkan dan membiayai operasi ini, yaitu untuk terus memberikan perhatian lebih kepada orang-orang yang kurang mampu secara finansial.” Jelas dokter Indah
“iya dok, pasti akan kami laksanakan” jawab Pak Harta.
“karena operasinya sukses, kini saatnya saya memberitaukan siapa pendonor dan penyandang dana operasi kali ini. Tetapi mohon maaf saya tidak bisa memberi tau secara lisan. Ini ada buku catatan dari pendonor yang saya mohon untuk bapak dan ibu semua baca, pahami, resapi, dan jangan sampai buku catatan dan barang-barang pendonor ini hilang. Saya dan dokter Indah mohon pamit kembali ke ruangan.” Jelas dokter bangkit sambil menyerahkan sebuah kotak kepada pak Harta
Alhamdulillah kini anak saya satu-satunya sudah kembali bisa melihat, dan fungsi ginjalnya juga sudah kembali. Puji Syukur saya tak henti-hentinya saya lantunkan kepada Tuhan atas kesembuhan anak saya. Hari ini dokter Bangkit memberikan sebuah kotak yang berisikan informasi pendonor, namun belum sempat kami buka dan melihat isinya.
“Pa, yuk lihat isi kotak yang diberikan dokter Bangkit” ajak Mama mengingatkan ku akan kotak tersebut.
Perlahan kami membuka kotak tersebut. Lalu kami melihat ada sebuah buku hitam yang bertuliskan ‘Buku Cinta Untuk Papa dan Mama’. Kami pun bingung dengan buku tersebut. Lalu kami membuka halaman pertama buku tersebut. Seketika air mata kami mengalir deras. Mama langsung meraung, air mata ku juga tidak dapat terbendung lagi.
Melihat kami menagis demikian, Hakim pun turun dari tempat tidur dan menghampiri kami sambil menggunakan kursi roda yang didorong oleh istrinya.
“Pa, Ma, kenapa nangis? Emang apa isi buku catatan itu?” tanya Hakim. Lalu aku dengan berusaha amat keras mengeluarkan suara dan membacanya
“Buku Cinta Untuk Papa dan Mama. Handika Dwiputra atau yang dulu dikenal sebagai Handika Dwi Hadiningrat.” Ucap ku yang diikuti oleh tangis yang pecah dari Hakim.
“Jadi... jadi... dedek Pa... dedek yang udah nggasih matanya untuk Hakim, dedek yang udah ngasih ginjalnya untuk Hakim, berarti... berarti... berarti dedek udah gak ada pa..? berarti artinya dedeknya hakim udah meninggal pa..?” jawab hakim terbata-bata mengetahui bahwa adiknya yang telah mendonorkan mata dan ginjal untuk dirinya.
Lalu mereka mulai membaca lembar demi lembar catatan tersebut.
Sabtu kemarin aku diusir dari rumah oleh papa.. Papa sudah tau kalau aku pecinta sesama jenis karena aku yang mengaku demikian saat menolak perjodohan dengan sepepupu ku... Papa sudah tidak lagi menganggap ku sebagai anak.... Kini, ditabungan ku hanya terdapat uang beberapa belas juta hasil dari uang yang aku sisihkan dari uang jajan bulanan yang selalu papa berikan... Papa tidak tau mengenai tabungan ku yang ini.. Papa juga hanya memberikan ku uang sepuluh juta rupiah untuk aku menamatkan kuliah ku... Aku janji pa, ma, dengan uang papa dan mama ini aku akan sukses dan jadi anak yang membanggakan bagi papa dan mama.. Dan aku janji pa, ma, aku gak akan pacaran apa lagi berhubungan intim dengan pria walau aku sangat ingin melakukannya. Bagaimanapun papa dan mama tetap orang tua yang aku sayang...
Bandung, 2 Februari 1999
Ma, Pa, hari ini aku masuk rumah sakit... Aku kena DBD Ma, Pa... Gak ada orang yang nemenin aku disini. Aku dirawat di kelas tiga Pa, Ma. Aku gak mampu kalau harus dirawat di kelas yang lebih tinggi. Aku sangat sedih Pa, Ma. Dalam satu ruangan rumah sakit ini ada dua belas orang pasien, ya, mungkin ini lebih tepat dibilang bangsal Pa, Ma, dari pada kelas tiga.. Tapi bukan itu Ma, Pa, yang bikin aku sedih. Disini aku melihat semua orang ditemani keluarganya, dikunjungi, sedangkan aku tidak ada yang mengunjungi Pa, Ma, gak ada keluarga yang datang....
Disebelahku ada seorang bapak yang terkena tipus, wajahnya mirip sekali sama papa... Dia juga memiliki anak yang baru saja lulus SMA dan sedang masuk Akademi Kepolisian.. Aku jadi kangen Mas Hakim Pa... Andai Papa dan Mama disini, pasti kalian akan merawat Dika , nyuapin dika makan, gantiin baju Dika, dan mengecup pipi Dika sebelum Dika tidur... Dika kangen sama Papa, Mama, Mas Hakim.
Bandung, 6 Desember 1999
Papaaa, Mamaaa, Hari ini Dika lulus.. yeeeee... dika udah jadi Sarjana Ilmu Komunikasi Ma, Pa... Mama dan Papa pasti bangga.. aku lulusan terbaik loooh.. oh iya, maaf, Dika gak lanjutin kuliah manajemen dika soalnya Dika harus hemat Pa, Ma.. terus Pa,, Dika dapet beasiswa loh disuruh kampus milih untuk nerusin kuliah dimana aja yang Dika mau.. tapi dika maunya tetep di kampus ini Pa, Ma... biar dika tetep deket sama Papa dan Mama, juga sekalian Dika baiar bisa kerja di Kampus buat Ngajar buat nambah-nambah uang belanja Dika.. heheheh.. kejauhan juga sih Pa, Ma, kalau Dika Keluar Negeri... Dika tunggu yah Ma, Pa, kado buat dika sebagai ucapan selamat lulus.. miss you,, :x
Bandung 11 Januari 2003
Ma, Pa, dika lagi ngerjain tesis nih... tapi dika kangeeen banget sama masakan Mama.. eh, pas dika lagi kangen dika liat ada berita di koran kalo restoran mama buka cabang pertama di bandung.. waaaah, Dika gak sabar, yaudah Dika langsung aja ke Restoran Mama.. tapi Dika Kaget, ternyata yang mengelola restoran Mama di Bandung adalah Anita.... huft, untung aja dia gak ngenalin Dika.. kalo ngenalin bisa diusir Dika dan gak bisa makan masakan dari resep buatan mama..
Bandung, 7 Juni 2004
Hayoo, mama sama papa tebak ini hari apa..? hari ini Dika wisuda magister.. horeeeeee.. papa sama mama bangga kan sama Dika? Harus bangga dong.. soalnya dika jadi lulusan terbaik lagi.. dan tesis dika dipuji sama para professor disini... katanya dika jenius.. hahahaha.. terus dika awal tahun depan dijanjiin balakan jadi dosen tetap di kampus sini ma.. dan pastinya juga dapet beasiswa lagi untuk program doktor tahun 2007.. ya, emang terpaksa nunggu sih Ma, Pa.. soalnya kan Dika baru lulus, jadi harus ngajar dulu beberapa tahun, baru deh boleh lanjut sekolah lagi.. lagian kan umur Dika baru 23.. kata dosen-dosen lain “enak aja si Dika, masih muda kok udah bersinar, gak boleh, pokoknya umur 25 baru boleh lanjut doktor”.. hahahaha,, ya, Dika sih nurut aja, dari pada Dika dipecat..
Bandung, 14 Februari 2005
Ma, Pa, Dika ditembak sama cowo.. dia mahasiswa Dika, umurnya 20 tahun.. Dika sebenernya juga cinta banget Pa, Ma, sama dia.. Dia namanya Galang, dia anaknya baik kok Ma, Pa.. tapi Dika gak mau ngelanggar janji Dika ke Mama dan Papa.. Dika akan buktiin kalo dika akan terus melajang dan mengabdikan diri Dika untuk kegiatan-kegiatan sosial.. Do’ain Dika Kuat yah Pa, Ma
Bandung, 5 Agustus 2012
Ma, Pa, maafin Dika yah.. Dika Hari Ini ke Rumah Sakit, terus dokter Bangkit bilang kalo Dika terkena tumor otak stadium dua.. Dika diperkirakan hidup paling lama dua tahun lagi Ma... Dika Minta Maaf kalau Dika udah menjadi Anak yang durhaka... Dika mungkin gak bisa ketemu papa dan mama lagi.. papa dan mama juga sudah benci dan jijik sama Dika.. Dika Cuma bisa berharap mama dan papa mau maafin Dika..
Jakarta, 10 Oktober 2013
Ma, Pa, Dika tadi ke rumah sakit untuk melakukan kerja sama dengan rumah sakit.. tapi Dika melihat papa sama mama di rumah sakit dengan muka yang sangaaat sedih dan tertekan.. pas Dika cari tau ternyata mas Hakim yah yang sakit.. Dika baru tau ma.. Dika janji.. kalau sampai Dika meninggal nanti, mas Hakim belum menemukan donor mata dan ginjal, Dika yang akan mendonorkan ke Mas Hakim.. agar papa sama mama gak terlihat sedih lagi.. okeeeh..
Jakarta, 21 April 2014
Ma, Pa, hari ini Dika ulang tahun yang ke-33... Dika juga udah janjian sama dokter Indah dan dokter Bangkit di restoran hari ini Dika bilang ke dokter Indah bahwa Dika terkena tumor otak.. dokter Bangkit juga sudah menjelaskan ke dokter Indah mengenai kondisi Dika yang sudah tidak bisa disembuhkan lagi, tetapi Dika menolak untuk operasi pengangkatan tumor, karena menurut dokter bangkit kemungkinan berhasil pun hanya dibawah 20%.. ini karena tumor Dika berada di daerah yang sulit Pa, Ma.. kata dokter bangkit tumor Dika kemungkinana dikarenakan benturan saat dika masih remaja... tapi Dika selama hidup Cuma sekali terbentur, saat papa mukul Dika pas Dika ngaku Dika gay... tapi menurut Dika dokter Bangkit salah,, karena pukulan papa kan tanda sayang.. mana mungkin jadi penyebab tumor,,, ya kan Ma..
Awalnya dokter Indah gak mau ma Dika melakukan donor ini... menurut dokter Indah sekecil apapun kemungkinan sembuhnya harus dijalani operasi.. akhirnya Dika setuju operasi dengan satu syarat.. organ mata dan ginjal Dika gak cocok buat mas Hakim,, kalau cocok, Dika gak mau operasi... dan akhirnya dokter Indah dan dokter Bangkit setuju..
Jakarta, 21 Mei 2014
Maaa,, Paaa.. ada kabar gembira.. ternyata ginjal Dika cocok buat Mas Hakim.. sabar yah ma, pa.. kalau dari perhitungan dokter sih katanya umur Dika gak sampe setahun lagi... yeyyeyeye,,, mas Hakim bisa melihat lagi.. hahaha,, Dika masih kaya anak kecil yah Ma.. biarin aja.. kan Dika emang anak kecilnya Mama sama Papa, dedeknya mas Hakim.. love you all
Jakarta 19 September 2014
Ma, Pa, Dika udah seminggu dirawat di Rumah Sakit yang sama dengan Mas Hakim, tapi Dika sengaja minta dokter Indah dan Dokter Bangkit bungkam kalau Dika adalah anak papa dan mama.. Dika udah gak kuat Pa, Ma.. kondisi udah mulai lemas, Dika yakin Allah udah nunggu Dika di sana.. mama sama papa sabar yah.. Mas Hakim sebentar lagi pasti sembuh...
Tangis kembali memuncak ketika membaca lembar terakhir dari cacatatan Dika. Pak Harta kini memegang mata Hakim yang merupakan Mata yang di donorkan Dika untuk Hakim. Lalu pak Harta mengecup kedua mata tersebut, seolah dia mengecup anaknya yang telah dia buang, Handika Dwi Hadiningrat..
“Pak Dika Meninggal pada tanggal 3 Oktober 2014, sehari sebelum saya memberi taukan pak Harta bahwa sudah menemukan donor yang tepat untuk pak Hakim. Pak Dika adalah sosok yang sangat berharga untuk negeri ini pak. Bapak seharusnya bangga memiliki putera seperti pak Dika. Dia merupakan pendidik sejati, dia melakukan berbagai riset untuk dunia kesehatan melalui perspektif dunia komunikasi. Beliau pergi meninggalkan puluhan riset yang akan diwariskan untuk anak cucu bangsa kita. Kekayaan beliau sangat berlimpah diusia muda, beliau memiliki berbagai bidang usaha seperti agen perjalanan, restoran, SPBU, dan sebagainya. Kini semua bidang usaha beliau diserahkan ke yayasan sosial milik dokter Bangkit.” Jelas Dokter Indah
“dimana Dika dikuburkan dok?” tanya Bu Harta.
“di sebuah tempat di Bandung pak, saya yang mengurus semua pemakaman pak Dika. Jika bapak dan ibu mau mengunjungi makam Dika, mari ikut saya sekarang. Karena saya juga akan pulang ke Bandung sebentar lagi” Jawab Dokter Bangkit
Sepanjang perjalanan bapak dan ibu Harta tidak berhenti menangisi kepergian Dika.. sesampainya di pemakaman terlihat sebuah makam yang masih merah bertuliskan ‘Handika Dwi Hadiningrat bin Harta Arya Hadiningrat’
“Dika, maafkan Papa dan Mama” Ucap Pak Harta di Pemakaman
--- END ---
mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh, nama tempat, atau pun latar serta plot cerita.
Jadi inget cerita gay pertama yg aku baca dulu "Kisah Sedih Seorang Gay "
Summon Ko @Tsunami
Nanta kau membuatku basah
gandeng @Hiruma @balaka @cute_inuyasha ma @Tsu_no_YanYan
seret @fuumareicchi @3ll0
@d_cetya
*tutup muka*
ini sebenernya mau dibikin versi panjang,, cuma takut update akhirnya dibikin cerpen deh..
semoga suka yah.. baru pertama kali bikin kisah sedih, biasanya kisah ceria terus.. hehehe