It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku yang tegar walau petir menggelegar,
yang tangguh meski angin bergemuruh,
hilang langkah, tertatih dan salah. memandangmu berlalu...
dalam derasnya hujan tengah malam
-saga rambat semanis madu I-
Pukul 23.45,
" sampai kapan menunggu?" teriak seseorang.
Aku menoleh ke arah seberang jalan. Sedikit kabur pandanganku melihat wajahnya, mungkin karena embun hujan di kacamataku dan rimbunan bungan di pembatas jalan. Nampak seorang pria berhelm abu dengan tas ransel nootebook hitam khas bodypack mengenakan windbreaker jacket berwarna senada,
motornya,
plat nomornya,
Begitu asing bagiku. Lalu mengapa iya menegur di jalanan malam seperti ini. Apakah dia preman yang akan memeras uangku? rokok selinting? atau malah pembunuh bayaran seniorku di kampus yang selalu mem-bully-ku habis habisan.
Aku hanya berani memandangnya tidak lebih dari 5 detik dan aku palingkan kembali untuk menunggu angkot lewat. hingga akhirnya dia beranjak menjalankan kembali motornya,
oh, tidak..
suaranya mendekat kembali
aku lupa, di belakang sana ada putaran jalan.,.
Aku berjalan menjauh menyusuri trotoar. Namun dia masih saja mengikutiku dari belakang.
" Aku bisa mengantarmu pulang.."
" Atau mungkin hanya teman menunggu angkutan."
aku terus berjalan tak menghiraukannya...
" Fazry..." panggilnya.
aku terdiam.
oh tidak, dia tahu namaku. akhirnya aku beranikan diri untuk menghadap belakang mencari tahu siapa dia.
Travis...
aku terdiam heran, melihat sesosok mantan pria idaman yang kini menjadi lawan. mengingat kenangan setahun aku belajar di perguruan itu. kawan tak jadi, ledekan yang dia beri.
Travis adalah senior tingkat empat di perguruan tempat aku kuliah. Sebagai seorang Senior favorit kaum hawa, tidak sulit bagi dia untuk menebar pesona di penjuru kampus, bahkan mungkin juga di pergaulan kota paris van java.
teringat ketika saat itu, aku mengikuti diklat kegiatan mahasiswa yang diadakan di villa jauh sana. begitu ku diam karena aku memang sulit mencari kawan. dia dan perkumpulan senior andalan tak lelah untuk meledek dan membentak para mahasiswa baru termasuk aku. hingga suatu ketika handphone ku jatuh dan ditemukan oleh panitia, dengan usilnya mereka membuka gallery fotoku serta melihat foto-foto kenanganku bersama mantan kekasihku di kota asal.
malu rasanya,
apalagi ketika aku dipanggil mereka untuk masuk ke ruangan komisi displin, habis aku dihina mereka. di-bully sebagai banci karena mereka tahu aku pemuja lelaki.
---
" Terima kasih kak, aku naik angkutan saja." jawabku gugup, yang sebenarnya begitu emosional di dalam hati.
" tenang, aku tidak akan meledekmu malam ini,"
" terima kasih, ngga apa-apa kok kak." tolakku pelan beranjak meninggalkannya.
" yakin sekali kamu angkutan datang, saat langit saja tak kunjung terang. hujan pasti turun lagi."
aku berhenti melangkah
" naik lah, bocah. aku antar kamu pulang. dan kita hanya diam di jalan. jadi kamu bisa tenang."
baiklah, aku putuskan kalah,
aku memang lemah,..
melawan alam yang sedang bergolak,
kembali menurunkan airnya ke tanah.
oh tidak, aku harus segera pulang ke rumah.
aku menghampirinya, menatapnya penuh amarah yang terkungkung dalam ketakutan. akhirnya aku menaiki motornya di belakang.
Travis menepati janjinya, dia hanya diam semenjak motor ninja nya itu berjalan. ah, aku benci motor sport sebenarnya. sangat tidak nyaman bagi penumpang yang duduk di belakang. mana mungkin aku menggerutu bersuara. aku hanya penumpang, bahkan yang terpaksa menumpang. apalagi kita dalam ikatan janji untuk saling diam? hhmm sialan memang.
pukul 00.15,
malam ini benar-benar sepi seakan kehidupan juga ikut terikat janji kami untuk saling diam. hanya terdengar deru kendaraan selang beberapa menitan. tetapi kontras dengan riuhnya jagad langit sana. begitu ramai layaknya genderang pawai. hujan rintik pun akhirnya kembali menitik. seperkian detik akhirnya berubah menjadi besar dan liar. ah kembali hujan deras
Travis menghentikan motornya untuk berteduh di halte angkutan. sebenarnya tidak jauh lagi aku sampai di rumah oma ku. hanya sekitar 300 meter lagi. aku bisa berlari pulang, kepalang basah sekalian. tetapi aku risih, risih untuk mencoba mengingkari janji kami..,
" baiklah aku kalah," tukasku pelan.
" haha bocah," tawanya menyindirku namun begitu lembut.
" mengapa ka travis mau memberikan tumpangan?"
" hanya ingin. kebetulan lagi malas pulang."
" haha, gila. seorang Travis Dalimatdja yang begitu dipuja di kampus, yang begitu nafsu untuk menghinaku dengan baiknya mau mengantarku pulang."
" ..."
dia hanya diam dan tersenyum kecut menatapku.
dan kami kembali diam terjebak hujan dan malam.
" ssshhh...."
Travis melepas jaketnya dan memberikan padaku.
" terima kasih, pakai saja kak. kamu pasti juga kedinginan." tolakku.
Dia memaikan jaket hangatnya itu di pundakku, masih dengan diamnya yang membius itu.
" hhmm , terima kasih." jawab ku merendah.
" kamu bisa cerewet juga ya."
" hah?"
" aku kira kamu hanya bisa berucap seperlunya saja. apalagi dengan orang yang menjadi musuhmu."
" memang kamu merasa musuh?" tanyaku absurb, dia memang sangat aku benci akhir-akhir ini.
" tidak,"
" oo..baiklah. aku juga tidak" ujarku berbohong.
aku berpaling dari mukanya. menatap jalanan yang mengkilat serta deburan hujan yang turun dengan riaknya bagaikan ombak selatan. mungkin lebih baik kita terikat janji diam. diam karena keabsurdan pembicaraan kita tadi. Atau bahkan diam selamanya tanpa harus berbicara bertatap muka agar dia dan kumpulannya berhenti meledekku nanti.
" sepertinya, aku merasa suka denganmu."
aku diam terpaku. serasa disengat ribuan volt aliran listrik di kepalaku, dan merambat sampai membuat aliran darahku berhenti lantas membeku kaku.
aku tidak salah dengar, dia mengucapkan suka kepadaku. apa itu artinya. suka begitu asing bagiku jadinya. seperti kata baru yang di KBBI bahkan oxford dictionary pun tak menampung maknanya. asing ini karena majemuknya, iya, suka itu terucap dari bibirnya. Travis Dalimatdja.
aku gugup,
aku takut dengan makhluk di sampingku sekarang,
aku bisa pingsan dibuatnya,
aku harus pergi
" kak rumahku sudah dekat, sebenarnya. aku lari saja. terima kasih tumpangannya." kataku sambil menyerahkan jaketnya dan berlari meninggalkannya dalam kebingungan.
aku berlari menantang deru hujan. amarah alam seakan berubah menjadi sorak sorai penonton dalam pertandingan, menyemangatiku untuk lari dari kenyataan. air tak lagi dingin bagiku, malah meredam panasnya hati dan pikiranku mendengar ucapannya.
mengapa aku begitu lemah kalau harus berhadapan dengan kekalutan. selalu lari dan menghilang. kapan aku mampu meghadapinya. sebuah kenyataan yang aku tak tahu membuat ku sedih atau senang tapi aku hanya mampu kebingungan.
setengah perjalanan,
Travis menghentikan motornya di depanku...
dia menghampiri dengan begitu seriusnya,
begitu dekatnya hingga mungkin nafas gugupku mampu didengarnya.
" hargai aku yang seharian mengikutimu."
aku memandangnya terkejut
" apakah aku sedang meledekmu lagi tadi?" tanyanya tajam menatap mataku.
"..." aku hanya mampu menatapnya sayu.
" hmm... haha. tenanglah, aku tidak meledekmu malam ini. jangan takut." kata Travis dan,
oh tidak, dia memelukku...
Travis memelukku saat itu juga. di pinggir jalan raya yang mungkin akan terlihat beberapa pasang mata memandang. tapi aku terbius pelukannya seakan tak peduli dan menolak untuk mengelak. pelukan itu, begitu erat sehingga deru degup jantung kami menyatu seirama merasakan dinginnya hujan tengah malam.
dan aku? semakin membeku dalam kebingungan, kecemasan, kekalutan. oh tidak! tapi mengapa aku merasa begitu senang dalam dekapannya. aku merasakan hangat melebihi jaket windbreakernya. bahkan aku mampu merasakan hembusan nafasnya di ubun kepala.
rasa itu bagaikan menjawab semua. arti dan makna kata suka yang terucap dari bibirnya. aku tak perlu membuka kamus atau digital mesin bahasa, aku paham rasa itu terjawab dari pelukan hangat dalam derasnya hujan darinya.
" kamu tak perlu berlari seperti tadi," ucapnya pelan.
" maaf."
" kita hanya berdua. ketika kau dan aku, tak ada ejekan atau hinaan. aku jujur padamu. aku suka maka aku mengejekmu. dengan itu, buktinya kita sering bertemu kan.."
air mataku menetes, bersama tetesan hujan yang tak kunjung reda. tak akan ada yang tahu, bahkan dia yang sekarang memelukku.
aku melepas pelukkannya. mencoba untuk berlaku biasa saja.
dan dia, tetap dengan muka dingin serta senyumannya...
" kuatlah."
" ... "
" aku masih akan meledekmu untuk besok dan selanjutnya. itulah cara ku untuk selalu bertemu denganmu. aku candu padamu. aku bisa resah meski kamu belum menjadi kekasihku.mungkin aku akan berhenti, sampai kamu sendiri yang menghentikannya. aku menunggumu ... "
Travis mengecup keningku,
dan dia bergegas kembali ke motornya lantas pergi meninggalkan pergi meninggalkan ku. ya, benar-benar pergi dengan raungan motor ninja yang khas meretas gemuruh air hujan.
aku,
masih berdiri,
berdiri terus menatapnya hingga lenyap di ujung jalan. berdiri terus seakan terpaku dan kuat merasakan dinginnya hujan malam. terpaku dan hanyut merasakan hangatnya kecupan itu di hatiku yang kembali membara. bara itu, mengalahkan segalanya.
pukul 00.30,
teruslah meledekku, Travis
aku akan tegar walau petir menggelegar,
seakan tangguh menghadapimu meski angin bergemuruh,
hingga aku tak mampu dan menghentikannya...
maka, tunggulah.
--- THE END ---
ok mas, siap ... mohon komentar dan masukkannya juga malam ini cerita terinspirasi hujan dan mantan idaman. hahaha
sudah ada yang lain juga. dia sudah pergi soalnya, hampir sama waktunya. ketika hujan dan malam
[Fares POV]
Sang Surya nampak garang siang ini. sedikit aku menengok ke langit ketika mengeratkan tali sepatuku.
basecamp merbabu asri, pukul 12.30
Hari yang cerah untuk memulai sebuah pendakian. Gunung Merbabu (3142 mdpl) bukanlah gunung pertama yang menjadi kawanku. ada banyak gunung yang telah aku jajaki selama 3 tahun minatku dengan dunia adventuring ini. dan sekarang adalah pendakian ketiga ku untuk gunung "wanita".
( sekedar info, merbabu disebut juga gunung wanita. "mer" gunung dan "babu" yang berarti wanita)
Bukan, bukan untuk menaklukan semua jalur pendakiannya. tujuanku kali ini hanya untuk mencari ketenangan dari hiruk pikuk kota Jogja. Kota dimana aku bekerja dan bertarung demi sesuap nasi itu sungguh meletihkanku. Rencana pendakian ini telah ada sejak 3 bulan yang lalu, namun baru sekarang aku dapat merealisasikannya. biasa, pekerja oportunis. hanya berkutik di hari kejepit.
Setelah berkemas personal hygiene dan sarung yang aku pakai shalat dhuhur, aku mulai melakukan pemanasan di teras basecamp. siang ini Desa Wekas nampak lengang. kata pemilik basecamp puncak pendakiannya kemarin sore. ada sekitar 100 pendaki yang memulai perjalanan. mungkin nanti, ketika di pos 1 aku dapat menemui keramaian itu.
Nampak lalu lalang penduduk sekitar di jalanan depan basecamp, kebanyakan mereka adalah petani kebun sayur yang pulang untuk beristirahat, beberapa juga terlihat gerombolan anak SD yang bercanda sambil menikmati kembang gula bersama kawannya. suatu pemandangan yang kontras di kota besar, dan aku sangat menikmati hal seperti ini, mengingat hidupku dari lahir sampai sekarang selalu berkutat dengan asap industrial.
" Badhe nanjak sakniki tho mas? "
mau nanjak sekarang ya mas?
tegur seorang wanita paruh baya dengan senyuman simpulnya. peluh yang menetes sambil membereskan sebakul lobak itu tidak begitu nampak seperti lelah di riak wajah sawo matang khasnya.
" iya buk, biar ngga kesorean, hehe." jawabku ramah.
dia hanya tersenyum
" wah, lobake seger-seger nggih buk."
" iya mas, lagi musim panen. pupuke mawon larang mas, rugi kalau ngga seger. hahaha... "
iya mas, lagi musim panen, pupuknya saja mahal, rugi kalau tidak segar
" hahahaha..." tawaku renyah membalas candaan ibu itu.
Setelah semua siap, aku langsung masuk ke dalam dan berpamitan dengan Pak Karsiman, pemilik basecamp sekaligus ranger gunung merbabu. dia menanyakan kembali kelengkapan barang-barangku. tidak lupa dia juga menata keril yang ada di pundakku agar nyaman selama pendakian nanti. dia lah bapak bagi semua pendaki gunung. keramahan dan sifat jenakannya selalu membuat nyaman semua orang, dibalik itu Pak Karsiman sangat peduli kepada pendaki yang ada di basecampnya. semua persiapan, kelengkapan, hingga keperluan penitipan barang dan kendaraan di fasilitasi dengan baik. jika tidak sibuk, Pak Karsiman juga dengan senang hati mau menemani pendaki pemula untuk menjadi penunjuk jalan. Awalnya dia menawarkan diri untuk menjadi partner ku hari ini, namun aku menolaknya dengan halus. Alasanku karena aku tidak ingin merepotkannya, aku sedang ingin merasakan pendakian yang lebih santai dan pribadi. sekaligus mencoba untuk melakukan perenungan diri.
Setelah pendataan dan persiapan selesai, aku keluar dari basecamp, tidak lupa berpamitan dengan wanita petani ramah tadi yang ternyata adalah adik Pak Karsiman.
" Monggo bu..." pamitku.
mari bu...
" woo, inggih mas,.. ati-ati. alon-alon mawon nggih mboten usah keseso. kathah rencange kok teng ngandhap." jawabnya.
woo, iya mas,.. hati-hati. pelan-pelan saja tidak usah terburu. banyak temannya kok di atas.
Aku berjalan keluar dari halaman basecamp dan mulai menapaki jalanan berbatu di desa Wekas. siang ini masih saja terik namun menyejukkan. langit biru nyaris tanpa awan seakan memberikan semangat baru bagiku untuk memulai pendakian ini. terlihat rimbunan pagar daun mengiringi langkahku siang ini, tak lupa jejeran bunga seruni berseling putri malu yang tumbuh liar semaking menghidupkan suasana pedesaan gunung merbabu.
Setelah 10 menit berjalan di jalan utama, aku berhenti sebentar di salah satu latar sekolah dasar. melihat kerumunan bubar sekolah di pinggir jalan membuatku penasaran. Aku ambil kamera DSLR dari tas kecil dan mengabadikan moment keceriaan itu sepuas hati. Kemudian Iseng aku memfoto seorang penjual pentol cilot yang sibuk melayani pelanggan ciliknya. tangan-tangan keriputnyatidak lelah menusuki penganan rakyat favorit anak kecil di jawa, sekedar untuk memuaskan perut kelaparan mereka setelah belajar di ruang kelas.
sepertinya enak, beli lah...
pikirku,
"pak, beli ya. 3000 raja."
" inggih mas."
tidak perlu waktu lama, seplastik cilot hangat sudah di tangan. aku santap finger food itu sambil duduk di pagar selokan depan sekolah itu.
ketika sedang asyik menikmati, konsentrasiku terpecah dengan keramaian anak kecil di bawah pohon mangga seberangku. nampak mereka sedang berkumpul dan tertawa sambil berteriak "ciss" , lalu mereka merubah posisi dan melakukan hal yang sama. aku melihat seorang pria berjaket hitam mengenakan russian hat yang membelakangiku sekarang. siapakah dia? sepertinya dia pendaki juga. nampak jelas dari sepatu dan karil yang teronggok dibawah pohon mangga itu.
ah, biarkan saja. mungkin dia juga seorang pelarian sepertiku. ya pelarian dari rutinitas kerja dan menikmati liburan akhir pekan dengan mendaki gunung. biarkan saja dia menikmati keriuhan bersama anak-anak kecil disana, mungkin salah satu cara yang mampu membuatnya bahagia. cara yang mampu membuat hidupnya berwarna dan merasa tenang. seperti aku sekarang ini. sedang duduk sambil menikmati pentol cilot sebagai kudapan. hahaha... sepele memang, tapi ini lah namanya hiburan. aku bisa tersenyum sendiri dan melakukannya tanpa paksaan.
kebun kubis, pukul 13.01
Aku melangkah konstan menapaki jalan setapak di tengah kebun kubis. setelah menghabiskan makananku tadi, langsung ku lanjutkan perjalanan tanpa berhenti lagi. tak ingin membuang banyak waktu, menjelang senja target awalku untuk sampai di pos 2 jalur pendakian. maka dari itu langkah kaki aku percepat seiring mulai menanjaknya jalan setapak di kebun itu.
sebenarnya jalur Wekas di daerah kopeng, salatiga ini bukan satu-satunya jalur untuk mendaki gunung merbabu. masih ada jalur thekelan, wekas, dan new selo. malah para pendaki cenderung untuk melewati jalur new selo dari arah selatan. memang jalur tersebut lebih mudah untuk didaki. tingkat kecuraman dan pemandangan yang ditawarkan pun lebih indah dari Wekas. tetapi di jalur new selo banyak ditemui percabangan dan lebih jauh sehingga memakan waktu yang lama untuk mencapai puncak. berbeda dengan Wekas yang terkenal dengan jalur terpendek di merbabu. meskipun dari awal sampai menjelang puncak nanti hampir tanjakan yang akan ditemui. satuhal yang aku sukai dari jalur pendakian ini, yaitu tidak akan kesulitan air.
Di jalur pendakian Wekas ini juga menjadi jalur pipa pengairan dari salah satu sumber air gunung merbabu. setahu saya ada sumber air yang berada di atas sana, nyaris puncak dekat dengan salah satu pos pendakian. tapi aku belum sempat kesana. sepanjang perjalanan akan sering terlihat semburan air dari pipa yang bocor atau sengaja di lubangi agar airnya mencurah. hal ini yang menjadi rejeki bagi pendaki gunung. karena mereka dapat membasahi kerongkongan yang kering sekedar untuk menghilangkan dahaga selama pendakian. jadi tidak perlu membawa botol minuman yang berliter-liter beratnya.
setelah 15 menit aku berjalan, lahan kubis itu sudah tertinggal di belakang. aku mulai memasuki kawasan hutan lindung yang berada di pinggiran desa Wekas ini. berbeda dengan pendakian pertamaku dulu di merbabu, hutan pinggiran ini sudah mulai jarang pepohonan. mungkin ini sebagai bentuk pembukaan lahan perkebunan desa. dilematis, di saat roda perekonomian desa pedalaman ini makin meningkat namun harus mengkorbankan keasrian dari kawasan taman nasional merbabu ini. aku tidak terlalu merutukinya. meskipun aku mendeklarasikan diriku sebagai insan peduli lingkungan, tapi aku masih mempertimbangkan pula aspek sosial ekonomi masyarakat. harapanku semoga untuk kedepan mereka tetap mampu menjaga keasrian desa dan hutan di merbabu kelak. cepat atau lambat.
braakk.....
aku tersontak kaget,
dengan terengah aku cari sumber suara jatuh yang terdengar cukup keras itu.
aku telusuri ke bawah terdengar suara berisik dari sebelah kanan jalan. ada seseorang disana, sepertinya baru saja jatuh dari pohon.
diatasnya terlihat dahan pohon yang patah.
cukup tinggi dari tempat dimana ia tersungkur.
aku perjelas pandangan ku. nampak seorang pria sedang membetulkan tas kameranya yang putus.
topinya terjatuh,
orang itu lagi ??
suka crt pendeknya..
*clingakclinguk..*
kok nga ada @Tsunami yaa? biasanya dia rajin..
For TS ... wah dr dulu gw pengen tuh k daerah kopeng, tp lom kesampean, mudah2an akhir tahun lah
cerita 2 pake pov berarti da lanjutan donk.. kak.. kan.. mention me
baterai full,
cadangannya siap,
kamera sehat, lens, filter, lightmeter, tripod, monopod, pembersih, siap...
dan...
ok all checked!
Hyaaa...!! akhirnya aku jalan juga. Sudah lama tidak jalan-jalan keluar dari rumah. izin sudah di dapat meskipun mama di rumah sempat khawatir dengan niatku yang begitu menggebu ingin mendaki gunung. aku terus merayunya serta menunjukkan bahwa gunung merbabu adalah gunung yang bersahabat. tidak sulit untuk didaki. jauh-jauh hari aku mempersiapkan diri dengan jogging dan treadmill di fitness center agar tidak kaget dengan medan pendakian. apalagi waktu pendakianku ketika liburan, pasti ramai. dan akhirnya mama mengizinkan untuk mendaki. dengan syarat, aku harus rajin mengabarinya selama itu masih ada sinyal di gunung, dan pulsa tentunya. hehe
Setelah perjalanan yang melelahkan selama 3 jam dari kota semarang, aku berpisah dengan Pak Ateng supir papa ku yang mengantar ke Desa Wekas. aku bilang padanya bahwa selekas aku turun gunung aku akan mengunjungi kawanku di salatiga, sekalian konsultasi mengenai video editing yang menunjang rencana pendakianku sekarang. setelah itu baru aku akan pulang ke Semarang dengan menggunakan bus umum. tidak mau merepotkannya juga, pasti Pak Ateng sibuk menemani ayah kerja dari proyek ke proyek.
Oya, mengenai rencana lain ku dalam pendakian ini. aku bermaksud untuk membuat short documenter tentang manusia dan alam sekitar. dan segment yang akan aku rekam kali ini adalah mengenai pendaki gunung dan kehidupan masyarakat yang berbaur dengan alam. makanya aku pastikan pendakian pertamaku ini akan menjadi pendakian yang menyenangkan. sambil menyelam minum juice kata pepatah. hehe..
Desa Wekas, 12.40
" Mari mas ... " sapaku ramah kepada penduduk sekitar.
aku mencoba untuk ramah dan sedekat mungkin mengenali kegiatan di desa mereka.
selama langkahku dimulai, tidak hentinya tanganku menekan tombol shutter di kamera. tripod yang aku bawa selalu setia berdiri sambil menopang kameraku yang mencoba untuk merekam time lapse moment. dari pemandangan sekitar, jalanan, rumah penduduk, kebun yang asri tidak luput dari lensa kameraku. apapun itu harus aku rekam. supaya nanti banyak pilihan cerita yang dapat aku masukkan ke dokumenterku.
Ketika aku sedang merekam bunga-bunga di pinggir jalan, aku mendengar keriuhan percakapan bocah-bocah SD dari seberang. sepertinya mereka baru pulang sekolah. segera aku hampiri dan merekam pembicaraan mereka. tetapi mereka langsung diam dan berlari, sepertinya sih malu karena aku rekam sambil membawa monopod. hal yang asing mungkin bagi mereka.
karena kejadian itu, aku bermaksud untuk mengambil adegan kehidupan anak-anak di desa Wekas, dan tidak lama mencari setting akhirnya Sekolah dasar di dekat situ lah yang aku jadikan tempat pengambilan gambar.
Gedung sekolah yang cukup bagus, paling tidak layak untuk dipakai di tengah bangunan tradisional di desa ini. nampak bocah-bocah berlarian kesana kemari keluar dari ruang kelasnya. ada yang berkumpul dan bergurau, ada juga yang bermain lompat tali dengan kelompoknya. aku menghampiri sekelompok bocah laki-laki dan perempuan yang sedang bercanda di bawah pohon mangga. oh obrolan tentang kartu rupanya. tayangan setiap sore hari itu sangat seru dibicarakan oleh mereka, diam-diam aku rekam obrolan itu dari belakang. awalnya mereka tidak mengetahui tindakan ku itu, namun ketika mereka tertawa terbahak salah seorang bocah menunjukku dan berteriak "weei kita masuk tv!" . tapi lucunya, mereka tidak berlari seperti bocah di jalan tadi. malahan yang disini tertawa dan bergaya bagaikan penari. ada yang berpose seperti model, dan menari dengan cepatnya gerakan tarian yang lagi booming di tv itu. hahaha.. aku senang sekali melihatnya. fenomena di desa ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan jaman. televisi bukanlah hal yang asing, makanya mereka sangat girang dengan yang namanya kamera.
setelah puas dengan hasil yang didapat, aku menraktir bocah-bocah pemeran amatir ku itu sebagai tanda terima kasih. aku berikan mereka selembar uang sepuluh ribu untuk membeli pentol cilot di depan gerbang sekolah. tentunya mereka senang sekali, akhirnya mereka bersalaman denganku dan berlari menuju penjual pentol cilot untuk menjajakan upah mereka.
" dasar bocah, hahaha... senang sekali mereka"
aku ambil kembali tasku dan melanjutkan perjalanan sambil merekam lagi kegiatan sekitar.
Tampak di layar kameraku saat itu, keriuhan bocah-bocahku tadi yang tidak sabar menunggu cilotnya. aku rekam moment tersebut dengan jelas, dari raut muka mereka sampai kegiatan menusuk pentol cilotnya si penjual yang begitu lihai dan cepat.
" wah koyok artis wae ki ya, hahaha bola bali disoting." ujar bapak penjual.
wah kayak artis aja nih ya, hahaha terus terusan di shoot
"hah? "
aku penasaran, apa maksud dari bapaknya tadi. aku memang tidak begitu fasih bahasa jawa. karena aku adalah perantau sekeluarga dari sumatra. namun, dikit demi sedikit aku mencoba untuk belajar bahasa jawa selama 2 tahun tinggal di kota semarang. dan yang aku tangkap dari perkataan bapak itu, mungkin ada orang lain juga yang memfoto dia.
aku perluas jangkauanku dan perhatianku tertuju pada laki-laki yang sedang duduk sambil menikmati pentol cilot.
hhmm, haha ternyata yang udah gede juga masih doyan ledekku dalam hati,
aku zoom kameraku agar lebih jelas merekamnya. dari penampilannya, sudah pasti dia seorang pendaki. entah sudah atau masih akan memulai, tapi sepertinya akan mendaki. mana mungkin turun gunung mukanya secerah itu. wajahnya, duh jarang-jarang nemu objek kamera setampan itu. bagaikan sosok narcissus yang turun dari langit untuk menyabda penduduk desa ini. hahaha...
eits , noleh ...
aku segera berpaling menghadap jalan, tanganku reflek merogoh lap lensa yang aku simpan dan aku pura-pura b memersihkan lensa kameraku.
untung Tuhan, hampir salah tingkah.
kenapa aku gugup gini jadinya. tidak bisa santai melihat laki-laki tampan dari dulu. itulah bawaan burukku, aku memang seorang biseksual yang sangat tertutup. belum pernah aku menjalin hubungan dengan kaum adam, meskipun beberapa yang orang mencium orientasiku berusaha untuk mendekatiku. tapi aku selalu saja denial. belum mampu dan belum siap bathinku. jadinya ya cuma berakhir di kamar sambil masturbasi melihat gay porn di internet. ah hina sekali aku ini.
aku mengerutu dalam hati dengan rasa cemas yang masih mendera. sedikit aku menoleh ke laki-laki tadi, dan..
"duh, untung udah jalan dianya.."
sambil kembali melanjutkan perjalanan, aku menyeka keringat di wajahku. cuaca siang ini cukup panas rupanya untuk sebuah perjalanan. apalagi perjalanan outdoor alias pendakian seperti ini. jika aku terlalu fokus di suasana pedesaan bisa kemalaman aku di pendakian. rencananya aku harus sampai di pos untuk mendirikan tenda paling tidak sebelum malam hari. agar tidak berjalan sendiri di kegelapan. aku tidak takut malam sebenarnya, tetapi ingin mengistirahatkan badan sejenak agar mampu mengejar matahari dini esok.
Pinggir desa, pukul 12.50
Hampir lupa, aku belum menunaikan kewajiban ku. aku belum lapor Tuhan dan meminta restu untuk perjalanan ini. dalam perjalanan aku mencoba untuk mencari masjid atau surau terdekat. tapi tidak kunjung aku temui. bergegas aku berjalan menghampiri seorang ibu yang sedang berjalan menggendong kayu bakar.
" permisi ibuk, mau tanya tempat shalat disini dimana ya?" tanyaku sopan kepadanya.
" deket deket sini sih ngga ada e mas. di bawah sana masjidnya. 1kilo an. kalau mau sholat di rumah saya ae mau?" tawar wanita tua yang ramah itu.
" hhmm, boleh buk. aduh matur nuwun ya buk. maaf jadi merepotkan.."
" ndak pa pa, cuma sholat aja wae lho. haha.."
Akhirnya Tuhan memperlancar niat baikku. melalu ibu itu, aku diizinkan untuk shalat di rumahnya. aku berjalan disampingnya sambil mengobrol ringan tentang desa dan gunung merbabu. ternyata rumahnya searah dengan jalur pendakian gunung merbabu yang diarahkan oleh papan penunjuk jalan.
Ibu itu bernama Bu Darman. melihatnya menggendong kayu bakar sendirian, aku jadi merasa iba. umurnya tidak terlalu tua. jika aku terka mungkin sekitar 40an akhir. namun terlihat begitu tua karena gurat kelelahan yang nampak dari mukanya yang berpeluh. duh ibu, kalau aku tidak sedang membawa karil 60L ini pasti aku bantu juga menggendongmu, tapi apa daya. huhu...
Tidak lama kami berjalan, akhirnya sampai juga di rumah Bu Darman. Rumah sedeharna khas jawa tengah dengan sebagian dinding kayu di bagian depannya. terlihat kumpulan kulit kelapa kering yang dikumpulkannya untuk bahan bakar ketika memasak. bunga-bunga seperti seruni, bougenvile, dan mawar tertata rapi di halamannya yang tak begitu luas. seakan menghiasi rumahnya yang sederhana namun bersih itu. malah terkesan eksotis. bagaikan bunga desa yang sedang ranum-ranumnya.
Satu hal yang unik dari rumah Bu Darman, beliau memiliki sebuah teras di lantai dua. iya, hanya teras bukan ruangan. teras itu seperti gardu pandang atau rumah pohon yang lazim kita ketahui. hanya saja lebih kecil dan berlantaikan parquet serta beratap daun daun kelapa yang dianyam. sangat nyaman tempat itu. aku diizinkan shalat di atas sana.
"ini mas, ngapunten ya ibuk ndak punya apa apa e, cuma teh anget." kata Bu Darmi menyuguhkan teh hangat ketika aku selesai shalat.
" walah ibuk, matur suwun... jadi merepotkan gini. saya cuma numpang sholat lho." ujarku sungkan.
" nda repot mass.. orang bertamu kok, kasihan nda dikasih apa apa."
" hehe, rejeki anak sholeh ya buk.. hahaha."
gelak tawa terpecah diantara kami. ibu baik bak malaikat itu langsung akrab dengan ku seakan kita seorang anak dan ibu yang sudah lama tidak bertemu. kenyamanan yang sama aku dapatkan dengan ibu kantin di sekolahku dulu, mbok sulan pembantuku, dan wanita-wanita inspirasional lainnya yang pernah aku kenal.
di sela obrolan kami, Bu Darman memberitahuku jalan pintas menuju pinggir hutan gunung merbabu tanpa harus memutari kebun di desa. katanya kita hanya perlu jalan menyusuri jalan pipa yang ada di samping rumahnya. jalan itu berupa setapak kecil, lebih mirip selokan air tapi kering. aku sangat senang. jadi aku tidak perlu berjalan jauh lagi yang katanya masih 500 meter lagi untuk sampai kesana jika lewat jalur resmi.
Bu Darman turun kembali untuk menyapu rumah. aku segera menghabiskan teh hangat pemberiannya. tidak ingin berlama2 juga, pada awalnya aku ingin meliput keseharian beliau untuk menjadi sosok warga desa. tapi aku urungkan karena waktu ku tidak banyak lagi, aku harus segera memulai pendakian ke atas.
Bergegas aku berdari sambil menghirup dalam udara siang. aku bulatkan tekadku sambil memandang hamparan kebun kubis yang hijau itu, gunung merbabu dengan anggunnya berdiri di belakangnya. seakan merayu untuk aku cumbui segera. haha...
laki-laki itu lagi ? tuh kan dia baru mulai ternyata..
aku terdiam melihat laki-laki yang aku temui di depan sekolah tadi. dia nampak sedang berjalan menyusuri jalan setapak di timur kebun kubis itu.
sepintas aku berpikir untuk merekam dia. semacam candid moments untuk aktivitas pendakian ke merbabu. mungkin bisa aku jadikan salah satu content di segment alam.
yah ide bagus nih!
seruku dalam hati.
akupun langsung mempersiapkan kamera ku dan merekamnya dari kejauhan. tidak lama, sekitar satu menit saja. aku langsung turun untuk mengejarnya supaya aku dapat menemukan angle tersembunyi yang pas untuk merekam perjalanan dia.
" ibuuk.. saya pamit berangkat buk, terima kasih sekali atas jamuan dan tempat solat nya."
" buru buru yo mas? oya ini mas ada telo rebus tadi. dari menantu ibuk. kebanyakan juga kalau saya maem sendiri. buat oleh-oleh ya di atas. hehe.." kata Bu Darman sambil menyerahkan bungkusan plastik berisi ketela rebus.
" tuh kan ibuk jadi ngrepoti gini sayanya." ucapku miris.
" ora mas, oraa... ini lho cuma telo. tapi dimaem ya mas. ngga kaya burger tapi enak ock..."
" haha, siap buk. terima kasih sekali lagi. kebetulan saya juga tidak banyak jajan di tas." kataku berbohong. tapi demi menyenangkan beliau. Bu Darman sudah terlalu baik bagiku. padahal di tas sudah tersusun rapi makanan berat dan ringan dari mama di rumah.
" monggo bu..." pamitku.
kaki ku kembali melangkah melanjutkan pendakian. aku mengikuti saran Bu Darman, memotong jalan dengan melewati jalan pipa yang ada di samping rumahnya. sepanjang perjalanan tidak hentinya aku merekam pemandangan alam di sekitar. begitu indah. berbeda dengan kota yang aku diami. padat dan kumuh. disini juga padat, padat akan hamparan hijau dimana-mana. tidak lupa juga aku merekam footage di jalur ini. cerita seperti pendaki ala ala gitu inginya.
ternyata benar, tidak lama berjalan aku telah sampai di hutan pinggiran kebun. mana jalannya tepat di jalur pendakian yang masuk ke hutan. terus aku lanjutkan perjalanan sambil meneguk air tumblr yang ada di tas kameraku. aku memang belum merasakan lelah, hanya ingin membasahi mulut saja supaya tidak kering. apalagi aku baru meminum teh hangat. jadi sedikit kasat di mulut. setelah itu aku memakan selembar permen karet buah yang aku bawa dari rumah. untuk aktivitas mulut saja, agar tidak lelah.
aku cek kembali daya kameraku. sudah berkurang menjadi 60 persen. aku harus bijak menggunakannya. pasti akan lebih banyak lagi objek yang dapat aku rekam di atas. sambil memasukkan kameraku ke dalam tas, aku melihat pepohonan di sekitar, nampak tidak begitu lebat. jalanan setapak di kebun masih terlihat sedikit. tapi suasana sudah mulai hening. tidak terdengar deru motor atau mesin giling. saking heningnya aku dapat mendengar suara tapak sepatu dari bawah,
dia lagi, ..
aku mulai mempercepat langkahku, mencari rimbunan semak belukar untuk bersembunyi. tekad awal ku yang ingin menghemat daya kamera segera saja pudar. aku ingin merekamnya kembali yang sedang berjalan mendaki hutan. dengan bersembunyi, kesan candid moment nya jadi lebih terasa. apalagi orangnya memang tidak mengetahui kalau aku sedang mengamatinya.
tidak begitu sulit, aku menemukan pohon yang cukup besar tertutup semak di depannya. pohon itu berada tidak cukup jauh dari jalur pendakian. langsung saja aku memanjat dahannya untuk mendapatkan angle yang pas ke jalan. dengan hati-hati aku mengeluarkan kamera. seminimal mungkin tanpa suara tapi seoptimal mungkin aku harus menjaga kesimbangan untuk tidak jatuh. setelah semua siap aku tercenung di pohon itu. sambil sesekali mengawasi keril yang aku tinggal dibawah supaya tidak dikerubuti semut.
ok, there he is...
aku mulai merekamnya.
nampak seorang laki-laki dengan poloshirt biru sedang berjalan sambil matanya fokus ke depan. sesekali dia melihat pepohonan di sekitar, namun kembali untuk mengawasi jalan. wajah itu, begitu tegas mencerminkan sesosok lelaki jantan nan tangguh. tidak hitam namun juga tidak putih. tampak bersih meskipun ada kumis dan jenggot tipis tumbuh di wajahnya. sesuai dengan rambut cepak yang dimilikinya. tubuhnya yang semampai dengan berat rata-rata seakan memamerkan keindahan seorang lelaki sejati. otot-otot yang tidak terlalu besar, tetapi cukup kekar untuk sebuah petualangan alam ini. kakinya yang terbalut celana PDL hitam pun tidak menutupi kelincahannya dalam berjalan. kaki itu kokoh dari atas sampai ke bawah.
terpaku aku memandanginya dari layar kameraku. sedikitpun aku tidak berkedip. desir kekagumanku kembali mengalir kepada kesempurnaan lelaki. aku selalu berusaha membendungnya, membuang jauh-jauh. namun untuk yang satu ini. benar-benar menusuk membius alam sadarku.
krieekk...
oh shit, dahannya mau patah
aku mulai linglung. antara fokus merekamnya dan khawatir dengan dahan pohon yang aku pijak. perlahan aku mundur teratur mendekati batang, tetapi kaki ku malah terpeleset dan akhirnya sekejap mematahkan dahan itu.
dan,.
braakkk.....