3 Agustus 2014
Di sini,
Di dalam sebuah kereta.
Kereta yang bernama "Kereta Pangrango".
Kereta yang bertolak dari Sukabumi kota dengan tujuan Bogor kota.
Aku duduk di kursi dengan bernomor 17a yang berada di dalam gerbong berseri K3 - 04.
Hari ini kondisiku kurang fit. Demam sedikit menyerangku,
berkali2 aku batuk dan bersin. Namun kupaksakan untuk pulang kerumah, aku sudah rindu dengan kamarku.
Saat aku ingin menduduki kursiku
ada seorang ibu paruh baya yang ingin bertukar kursi dengan ku, namun ku tolak dengan halus, bukan ku tidak gantle atau apalah.
Tapi aku ingin duduk dekat jendela, menghindari semburan langsung pendingin ruangan yang terletak di tengah gerbong.
Aku duduk di kursi berkapasitas tiga orang bernomer 17a, 17b, dan 17c berhadapan dengan kursi nomer 18a, 18b, dan 18c.
Seperti yang ku bilang tadi, aku duduk di kursi 17a.
Di sebrang sana, ada kursi berkapasitas dua orang. Kursi bernomer 17d dan 17e yang berhadapan dengan 18d dan 18e. Sepertinya di bagian sana sudah terisi semua. Tunggu, ternyata mereka satu keluarga, pantas saja. Sepasang suami isteri dengan dua anaknya yang masih kecil-kecil.
Sedangkan di bagianku baru dua kursi yang terisi, yaitu 17a kursiku sendiri dan 18a yang diduduki oleh seorang pria berusia sekitar 25 tahun. Putih khas orang sunda. Overall, orang ini sebenarnya bisa di katakan tampan. Namun, bekas jerawat menutupi ketampanannya tersebut. Dan dari cara duduknya aku tahu bahwa dia
Comments
Ada petugas datang, dia memeriksa karcisku dan menceklisnya dengan spidol merah. Selesai, ku lipat karcisku dan ku taruh di dalam tas ranselku yang berada di bagasi atas.
Tuuut tuuut. klakson kereta berbunyi dan kereta perlahan-lahan mulai berjalan. Ku putar pandanganku, masih banyak kursi yang kosong. Padahal menurut petugas stasiun, tiket kereta Sukabumi-Bogor hingga hari Senin, tanggal 4 Agustus sudah habis terjual. Ah, aku tak mau ambil pusing. Ku buka handphone ku dan mulai menjelajahi dunia maya.
5 menit kereta berjalan. Pemandangan perkotaan sudah berubah menjadi pemandangan pedesaan. Sawah hijau terbentang luas di kanan dan kiri kereta. Rupanya kereta sudah memasuki Kabupaten Sukabumi.
Sepertinya sayang jika pemandangan ini ku lewatkan begitu saja. Ku pasang earphone dan mulai mendengarkan lagu dari handphone ku sambil menikmati pemandangan alam nan indah.
Bergantian ku nikmati pemandangan di kiri dan kanan kereta. Kulihat beberapa warga setempat berdiri di pinggir rel. Ada yang hanya sekedar 'menonton' sampai merekam dengan handphone nya detik-detik kereta ini lewat di desa mereka.
"Duh, serasa artis deh gue." Pikirku sambil tersenyum geli.
Sedang asyiknya menikmati pemandangan, perhatianku terpaku pada keluarga kecil tadi.
Kini ku perhatikan lebih seksama. Kedua anaknya, anak pertamanya seorang perempuan berumur
Namun yang paling menyita perhatianku adalah si suami yang berumur sekitar 35 tahun. Dia melepas topinya ! Saat ku lihat pertama kali, dia menggunakan topi yang membuat ketampanannya meredup. Namun kini topi tersebut telah hilang entah kemana. Kini yang ku lihat sebuah wajah tampan, berwibawa dan penuh kharisma !
wajahnya yang persegi memanjang terlihat sangat kokoh dan kacamata yang di kenakannya membuat kharismanya semakin kuat memancar. Di hiasi rambut pendek namun padat.
Tubuhnya bisa dikatakan gempal, namun tidak over bahkan masih terlihat kekar dan gagah.
Kalau di lihat sepintas mirip pak Ridwan Kamil walikota bandung (ingat, CUMA MIRIP!!!).
Hanya saja bibirnya lebih tipis dan warna kulitnya lebih cerah.
Kini dia sedang membuka perbekalannya. Oh, ternyata kue khas lebaran. Sepertinya nastar. Namun yang membuat hal ini istimewa adalah cara dia mengunyah kue tersebut. Ahh, Rahang-rahangnya terlihat begitu perkasa saat mengunyah kue-kue tersebut. Andai saja aku bisa membelai pipinya, merasakan kokohnya rahang itu. Namun, itu semua hanya angan-anganku saja. Tak mungkin ku lakukan hal itu. Aku tak mau menghancurkan keluarganya.
Laju kereta mulai melambat hingga akhirnya berhenti.
Kulihat di luar ada sebuah tulisan "Stasiun Cisaat". Dan beberapa penumpang mulai
Kereta pun melaju kembali. Ku lihat anak kedua si om (kita panggil saja begitu) sangat lincah. Tak mau diam dan mencari hal-hal baru. Yap, anak seusia itu memang rasa ingin tahunya masih sangat tinggi. Kini anak ke dua si om berada di bagian kursi 19abc dan 20abc. Sepertinya di situ ada anak yang seumuran dia yang membuatnya betah berlama-lama disitu. Si om sudah beberapa kali si om memanggil anaknya itu dengan nada membujuk.
Namun sepertinya tidak berhasil. Menyadari hal tersebut si om bangun, dengan senyum yang ramah (senyum yang membuatku meleleh) menghampiri anaknya dan menggendongnya kembali ke bangkunya. Memangkunya dan mengajak si anak berbicara. Mengalihkan fokus anak! Jenius sekali! Ini cara yang tepat untuk mengendalikan anak dalam keadaan seperti itu. Hebat! Ternyata si om memahami psikologi anak! Makin besarlah ke kagumanku pada mu . .
Sedang asyiknya ku menikmati pemandangan dan menghayati lagu yang sedang ku dengarkan tiba-tiba anak kedua si om sudah berada di sampingku. Dengan posisi membelakangiku, tubuh mungilnya bersendar di kaki ku. Aku sedikit terkejut. Perlahan aku mengelus kepala mungilnya itu. Dia menoleh ke arahku, lalu berlari kembali ke ayahnya. Si om tertawa renyah. Pfftt gagal deh.
Beberapa stasiun sudah terlewati. Bangku-bangku kosong sudah mulai terisi. Di tempatku sendiri hanya tinggal bangku 18b yang belum bertuan.
Hingga kereta berhenti sejenak di stasiun Cibadak. Disini lah si pemilik kursi 18b naik. Seorang pemuda yang kutaksir berusia sekitar 23 tahun dengan tinggi rata-rata orang lokal. Berbadan putih kurus, tidak berotot, namun terlihat atletis. Bibir tipis dan potongan rambut mohawk-sasak nya begitu indah. Sepertinya blasteran sunda-chinese. Terbukti dari matanya yang tajam namun tidak sipit (nosara).
Sebenarnya dia sangat tampan, tapi sayang seribu sayang aku tidak suka pria kurus, apa lagi umurnya tak jauh beda denganku.
Kereta pun melaju kembali. Melanjutkan perjalanan menuju kota Bogor.
Ckrek ckrek. Ckrek ckrek. Aku menoleh ke sumber suara itu. Ternyata petugas kereta yang sedang melubangi tiket para penumpang. Ah aku lupa bahwa masih ada satu prosedur pemeriksaan lagi.
Aku berdiri, dan tanganku merogoh ke dalam tas ranselku. Mencari tiket kereta ku.
Sempat mataku beradu dengan matanya. Dia memberikan senyum tipis ke padaku. Aku mengacuhkannya. Aku tak tahu maksud dari senyuman itu, apakah dia geli melihat tubuh chubby ku atau justru dia memberikan kode
Ckrek. Tiketku sudah di lubangi oleh petugas. Ku kantongi tiket tersebut di jaketku.
Ku pasang earphone ku dan kembali menyelami lagu demi lagu. Tiba lah saat lagu kesukaanku. Lagu yang sangat menggambarkan keadaanku saat ini. Ku pejamkan mata, menyandarkan kepalaku di jendela, dan memusatkan semua konsentrasi pada pendengaranku.
My Chemical Romance - The Kids From Yesterday
rides we take
So hold on tight and don't look back
We don't care about the message or the
rules they make
We'll find you when the sun goes black
And you only live forever in the lights you
make
When we were young we used to say
That you only hear the music when your heart
begins to break
Now we are the kids from yesterday
All the cameras watch the accidents and
stars you hate
They only care if you can bleed
Does the television make you feel the pills
you ate?
Or every person that you need to be
Cause you only live forever in the lights you
make
When we were young we used to say
That you only hear the music when your heart
begins to break
Now we are the kids from yesterday
Today, today
We are the kids from yesterday
Today, today
Here we are and we won't stop breathing
Yell it out 'till your heart stops beating
We are the kids from yesterday, today
'Cause you only live forever in the lights you
make
When we were young we used to say
That you only hear the music when your heart
begins to break
Now we are the kids from yesterday
We are the kids from yesterday
We are the kids from yesterday
We are the kids from yesterday
Today, today
Lagu telah usai, berganti dengan lagu lain. Perlahan ku buka mataku, terlihat persawahan yang sepertinya baru saja di panen.
Aku mengedarkan pandanganku. Di depanku, si pemuda tampan sedang meminum minuman isotonik yang memang di bawanya sejak dari tadi.
Di sebrang sana si om ku lihat sedang mencoba mengajak anaknya laki-lakinya bermain supaya tidak berkeliaran lagi di lorong kereta. Sedangkan anak perempuannya terlihat sedang asyik membaca buku yang dibawanya. Dan sang istri bersender di bahu si om sambil memakan kue perbekalan mereka. Huft, andai aku berada di posisi sang istri..
Aku kembali memandang pemandangan di luar kereta. Aku tersenyum tipis. Mencoba menghibur diri.
"Aku kini memiliki tiga pemandangan 'indah' di hadapanku. Huehuehue". Ucapku dalam hati.
Sepanjang sisa perjalanan, aku puaskan untuk melihat tiga pemandangan 'indah' tersebut.
Tak terasa kereta telah sampai di stasiun paledang, bogor.
Di peron, aku berjalan berdampingan dengan keluarga kecil si om. Karena memang peron di stasiun ini tidak begitu lebar.
Ku hampiri paman ku. Oh wait, ada keluarga kecil yang lain. Sepertinya tetangga paman ku yang kebetulan sama-sama berkampung halaman di sukabumi.
Kami langsung menuju jalan raya. Ku lihat si om berada beberapa meter di depanku. Huft, sebentar lagi aku akan berpisah dengannya.
Kami telah sampai di jalan raya, menunggu angkot hijau (hampir semua angkot di bogor berwarna hijau -,-") nomer 07.
"Man, tolong bawain bawaan bibi". Ucap bibiku
"Oke bi". Jawabku
Ku edarkan kembali pandanganku. Si om sudah tak terlihat. Begitu pula dengan si pemuda tampan.
Semoga kita bisa bertemu lagi om. Aku ingin mengenalmu lebih jauh lagi, menyentuh wajah kekarmu, dan merasakan hangatnya pelukmu.
Sampai jumpa om
~ E N D ~
kalo ada kekurangan atau kesalahan mohon kasih tau ya, biar aku edit nanti
Tapi bacanya ntar ya hiu..
Gw lagi d jln..
Suka pusing klo baca dlm mobil..
makasih
Abang umur 27 an yak? :-?
)
tua amat dah gue :O
kelebihan tujuh tahun tuh )