It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Will be back soon.
I'm so Sorry
Firstly..Maaf banget dan maaf sebesar-besarnya karna baru update. ditengah kesibukan ngejar Ulangan harian dan UTS jadi baru sempet nulis part selanjutnya
Dan Terimakasih banyak yang udah menunggu lama-lama,bolak balik kesini tapi blom update.
Tapi jangan sedih,galau,kecewa,ataupun ketawa sendiri*apasih* hahaha ini gue update semoga kalian suka ya Big Kiss for you.
Unconditionally
"Hallo...Udah bangun kan yang?" tanya ku ketika panggilannya dijawab diujung sana oleh Okta.
"Udah dong sayang hehe Kita jadi berangkat jam setengah tujuh kan?" tanya Okta diujung sana
"Iya jadi kok. Ini aku baru selesai buatin nasi goreng pesanan kamu haha" jawab ku dengan riang sambil menatap Lunch Box berwarna biru itu.
"Serius nih? hehe Makasih ya Dinosaurus hehehe Kalo gitu aku berangkat sekarang ya. tunggu ya."
"Iya gajah hahaha, jangan ngebut ya. hati-hati." kututup panggilan itu dengan senyuman.
Sudah lama setelah kejadian dikamar ku itu yang membuat aku merasakan dirinya lebih dalam lagi dari hatiku. Kejadian yang pertama kalinya untuk ku. Setelah kejadian itu Okta terasa lebih hangat dan aku pun merasa lebih bersemangat menjalani hubungan kita meskipun terkadang masih banyak kerikil yang menghalangi jalan kita yang tak sepenuhnya mulus.
Okta pun memberikan nama Dinosaurus yang menurutnya itu adalah panggilan sayang. Ketika aku bertanya kenapa Dinosaurus untukku, Okta malah tertawa dan bilang bahwa alasannya simpel saja karena aku mengerikan kalau sedang badmood atau marah.
Nama yang tak terkesan bagus untuk sebuah panggilan sayang, Aku malah pernah menganggap itu ledekan tapi sudahlah. Aku pun membalas memanggilnya Gajah.
Yah walaupun tidak sejelek Dinosaurus tapi aku mendapatkan nama Gajah karena Okta mulai terlihat gemuk dan aku yakin ini karena kebiasaannya untuk berwisata kuliner yang kadang membuatku mempunyai banyak simpanan makanan diperutku. Selain itu alasan aku memanggilnya Gajah karena belalai gajah membuatku teringat senjatanya Okta.
Hah? Senjata?
Iya senjata yang seperti belalai gajah itu...
Ah sudahlah...
Aku tersenyum sendiri membayangkan hal itu. Kira-kira begitulah hubungan ku dan Okta yang semakin hangat.
Aku segera naik keatas untuk mengambil tas di kamar ku dan dengan segera meluncur lagi ke ruang makan untuk memasukan Lunch Box itu kedalam tas ku.
Hari ini aku meminta Okta menemaniku ke Taman Mini. Bukannya aku ingin melihat badut tentunya, tapi karena aku mendapatkan tugas untuk menganalisa benda-benda peraga fisika dan listrik di museum. Awalnya aku tak bisa berhenti mengeluh panjang lebar tentang tugas ini kepada siapapun termasuk Okta dan Okta akhirnya berjanji menemaniku membuat tugas ini dengan syarat aku harus diam dan tidak mengganggu konsentrasi menyetirnya. Okay, intinya bukan aku yang menyuruhkan? Aku hanya menerima ajakannya.
Aku bergegas keluar rumah dan duduk di bangku taman sambil melihat Mama yang sibuk dengan tanamannya seperti yang biasa dilakukan saat minggu pagi.
"Udah rapih man?" ujar Mama ketika aku duduk.
"Udah mah." jawabku singkat sambil terus memperhatikan iPad ku yang penuh notifikasi.
"Bolu yang kemarin mama beli itu udah dibawa?" tanyanya lagi.
"Udahlah mah. udah ditas semua kok" jawabku saat merasa semuanya telah lengkap.
"Yaudah kalo gitu. itu temennya dibagi loh, jangan dimakan sendirian"
"Iyalah mah.. Arman ngerti kali" jawabku dan tak lama mobil Okta memasuki gerbang rumahku.
Tak berapa lama Okta duduk di sebelahku sambil memperhatikan iPad ku. Aku meliriknya yang hari ini memakai Kaos Raglan merah berlengan biru dengan jeans pendek dan sneakersnya. Tak lupa kacamatanya yang membingkai mata rupawannya.
"Udah siap?" tanyanya pelan
"Udah. Pegang nih tolong balesin dong itu pesannya" Ujarku seraya berdiri dan memberikan iPad ku ke Okta.
"Ma, aku berangkat ya." aku berpamitan dan mencium tangannya. Diikuti Okta dibelakang ku
"Tante kita berangkat dulu ya" pamit Okta sopan sambil mencium tangan Mama.
"Jangan ngebut ya nak, Hati-hati bawa mobilnya." Mama mengingatkan yang langsung kita balas dengan anggukan.
Mama memang sudah biasa memanggil Okta dengan sebutan 'Nak' entah karena apa.
"Arman...ntar pulangnya jangan malem-malem ya. Mama sama Papa ada perlu." teriak Mama sebelum aku membuka pintu mobil Okta.
Tanpa pikir panjang aku mengangguk tanda setuju dan langsung masuk kedalam mobil yang sudah ada Okta dibalik kemudi.
"Kenapa gak kamu delcont aja sih yang?" tanya Okta seraya memberikan iPad itu kepada ku.
"Udah biarin lah orang iseng aja itu. Lagipula aku gak menghiraukan dan kamu juga yang bales." ucapku tak mau ambil pusing soal pesan dari Rico yang berbasa-basi menanyakan kabar ku belakangan ini.
Akhirnya kita pun tak mau membalas masalah kecil ini berlarut-larut dan memilih untuk melanjutkan hari ini.
Mobil Okta melaju dengan kecepatan sedang ditengah jalan yang tak begitu padat hari minggu pagi ini. Aku yang sedari tadi memaikan iPad ku meliriknya yang fokus ke jalanan. Sebenarnya iPad ku ini jarang sekali aku pakai sampai suatu hari Okta meminjamnya dan mendownload banyak sekali jenis games dan dia menyarankan aku membawa iPad itu kemana pun selain bisa terhibur dengan games yang ada didalamnya saat setiap kali aku merasa badmood tapi juga bisa mengalihkan perhatian ku ke Okta yang sering kehilangan konsentrasi akibat berbagai ulahku yang terakhir mengakibatkan mobilnya menyerempet tembok dengan mulusnya. Jadi daripada aku membuyarkan konsentrasinya, aku memilih memainkan games yang sudah Okta download ini.
Aku melanjutkan menyibukkan diri dengan mencari cara memindahkan candy candy berbagai warna ini agar bisa lolos ke level selanjutnya.
"Yang, kamu ada uang kecil gak buat bayar pintu masuk?" ujarnya membuatku tersadar kalau sudah sampai di depan gerbang utama dan dengan cepat aku keluarkan beberapa lembar uang 10.000 an dari dompetku. Aku berhenti bermain games permen itu dan memilih untuk mengedarkan pandanganku keluar jendela. Hari ini begitu cerah dan cukup panas, pengunjung Taman Mini mulai ramai berdatangan. Aku membuka kotak persegi panjang dari dalam tas ku dan memasang Sunglasses berlensa kotak yang merupakan hadiah dari Okta beberapa waktu lalu.
"Ambilin punya aku juga dong yang" ujar Okta yang sedang sibuk mencari arah ke Museum IPTEK.
Aku segera mengambil kotak kacamatanya dan membersihkan lensanya.
Akhirnya kami sampai di parkiran Museum IPTEK yang masih lenggang.
"Nih yang kacamatanya" kataku seraya memberikannya.
"Pasangin..." ujarnya manja dengan wajah yang polos ketika dia begini, aku sangat menyukainya.
"Ah manja nih kamu hahaha" ledekku dan mencopot kacamata minusnya serta menggantinya dengan kacamata hitam itu.
"Biarin dong sayang" katanya seraya mengecup keningku singkat dan turun dari mobil.
Kulihat sekitar museum ini masih sangat sepi. Okta merangkul ku untuk masuk kedalam museum. Didalam museum yang kira-kira memiliki 4 lantai ini aku langsung menuju lantai dua dengan Okta yang kini sibuk mengikutiku dibelakang sambil memaikan games di iPad miliknya. Aku segera memilih sedikitnya 5 alat yang ada dimuseum itu untuk aku analisa. Okta memilih untuk duduk dipojok ruangan sambil bermain games dan aku mulai mengerjakan tugas ini agar bisa cepat selesai dan menikmati hari ini bersama Okta disini. Oh ya disini bukan berarti di museum membosankan seperti ini.
"Udah yang?" tanya Okta saat aku berjalan menghampirinya.
"Udah nih. Eh kelantai 4 yuk, aku mau lihat simulasi bersin" ajakku dan diikuti Okta yang merangkulku.
Ternyata di lantai 4 tak ada pengunjung sama sekali dan tak heran juga karena pengunjungnya sangat sedikit berhubung baru buka dan masih pagi juga.
"Ish yang.. serem banget sih banyak boneka gitu" ujar Okta sambil memperhatikan sekelilingnya. Tak ada yang salah memang apa yang dia ucapkan karena disini kita hanya berdua dan dikelilingi boneka dalam tabung kaca berhiaskan lampu dan tombol serta informasi mengenai bersin.
"Enggak kok sayang" ujarku. sebenernya sedikit seram tapi rasa penasaran ku mengalahkan segalanya dan aku terus berjalan melihat berbagai alat yang tak jarang terdapat boneka didalamnya. Okta berdiri tak jauh dari pintu dan memperhatikan berbagai alat dari sana.
aku membaca informasi awal terjadinya bersin, aku membaca dalam kesunyian disini yang mulai sedikit mengganggu
"HAAAAA!!"
Jantungku rasanya seperti melompat keluar saat mendengar Okta berteriak dan menghampiri ku dan kulihat alat peraga yang didalamnya terdapat boneka wanita bergerak, menggerakkan tangannya kearah hidung dan mengeluarkan suara bersin.
Okta menarik tanganku dan berlari kepintu keluar, menuruni tangga sampai lantai 2. Jantungku mau tak mau jadi ikut terpacu cepat seperti apa yang Okta rasakan. memang boneka itu bergerak dengan alat tetapi gerakan dan suaranya terkesan horror.
"Kamu udah kan? kita keluar aja yuk" Ujar Okta setelah bisa mengatur nafasnya.
Akhirnya aku dan Okta memilih keluar dari museum yang sepi itu.
"Oiya Okta kita foto dulu didepan sini trus kamu fotoin aku juga buat bukti laporannya" ujarku dan Okta pun merangkulku dalam sebuah foto dan adapula keisengannya mengacak-acak rambutku saat foto diambil.
Setelah itu Okta melajukan mobilnya menuju Museum Listrik untuk melanjutkan tugas ku.
Untung saja sepertinya Museum ini terlihat sedikit ramai oleh wisatawan asing yang terdengar dari percakapannya merupakan orang Korea dan Thailand ditemani pemandunya masing-masing. setidaknya kehadiran mereka mengurangi kesunyian Museum yang terdiri dari 4 lantai berpola labirin ini. Aku mulai melakukan pekerjaan ku memilih 5 alat dan mencatat hasil analisa ku. Museum ini jauh lebih membosankan dari pada IPTEK tapi bersyukur disini tak ada boneka dalam tabung. Hanya lampu yang menyala dan mati sendiri yang membuat Okta sedikit kaget. Tapi itu bukan masalah karena ternyata itu merupakan sistem sensor dari langkah kaki kita.
"Sayang udah belum? udah azan. Shalat dulu yuk" kata Okta saat aku menulis didepan alat diesel.
"Udah kok sayang. Yaudah ayo" jawabku dan berjalan bersamanya.
Inilah salah satu sifat yang membuatku makin menyayanginya, Okta selalu mengingatkan aku untuk shalat setiap kali kita pergi bersama dimana pun. Aku semakin merasa dia seperti malaikat yang dikirim tuhan untukku.
Kami shalat di masjid yang masih masuk area Museum Listrik. Dirumah Allah ini aku berterimakasih karena ia telah mengirimkan Okta untukku. Walaupun aku tau mungkin aku tak pantas bahagia dalam hubungan terlarang ini dan mungkin aku sangat kotor dan menjijikan di hadapannya yang Maha pengasih dan Maha penyayang. Tapi aku begini bukan karena kehendakku sendiri, Aku begini karena mengikuti kehendak takdir yang kudapatkan dan bukan yang ku inginkan.
Aku menutup doa dan renungan ku dengan beberapa butir air mata yang jatuh tanpa diminta.
"Kamu kenapa?" tanya Okta setelah menutup doanya dan melihat mataku yang basah
"Gak apa-apa. perih tadi kelilipan di karpetnya" ujarku berbohong
"yaudah yuk. tugas kamu kan udah kelar. sekarang kita bisa main disini ya" Ujar Okta ceria yang membuat ku tersenyum dan sedikit menahan air mataku agar tak jatuh lagi.
Didalam mobil Okta bercerita kalau terakhir kali ia pergi ke Taman Mini saat berumur 5 tahun bersama almarhumah ibunya dan setelah di Bandung serta saat kepergian ibunya ia belum pernah kesini lagi. Aku senang mendengar kata-kata Okta yang berterimakasih karena membuatnya datang kesini lagi. Aku mengelus punggung dan pipinya saat ia menerawang ke masa lalu yang mungkin sangat mengingatkan dia kepada ibunya.
"Kita naik kereta gantung yuk sayang" ujarnya sambil menampilkan senyuman lebar dan melajukan mobilnya keparkiran yang mulai ramai.
"Yah yang... Antriannya panjang banget" kata Okta saat melihat antriannya. Aku pun merasakan hal yang sama saat melihat antriannya yang membludak. Tapi aku tak ingin membuatnya kecewa. Kalau bukan sekarang kapan lagi ia bisa mengingat masa kecilnya.
"Yaudah ayo gak apa-apa tiketnya udah kebeli juga" ujarku bersemangat dan menarik tangannya.
Antrian ini sangat padat dan hanya bergerak sejengkal sedikit demi sedikit. Diantrian itu kita bercerita banyak, Okta terutama, Ia terus bercerita mengenai ibunya dan aku hanya diam membiarkan dia bercerita apapun yang ingin dia ceritakan. Dari ceritanya aku baru mengetahui kalau ayahnya menikah lagi dengan seorang janda di Bandung dan Okta mulai membenci ayahnya karena tak memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup ditambah dengan menikahi seorang janda yang membuat Okta kecewa karena menurutnya ayahnya terlalu cepat melupakan ibunya. Aku hanya diam mendengarkan dan sesekali mengelus punggungnya. Dengan sekejap setelah bercerita, Okta kembali ceria lagi dengan mengajakku selfie ditengah-tengah padatnya antrian.
Waktu berjalan yang menujukkan sudah 1 jam 42 menit kita mengantri untuk naik ke wahana ini. Sejujurnya kaki ku sudah lunglai ditambah asam lambungku yang mulai naik. namun aku berusaha tak memperlihatkan hal itu ke Okta.
Okta akhirnya mengajak ku bermain catur di iPad nya yang lumayan seru dan membunuh waktu.
6 buah tangga telah kita pijak saat mengantri dan kini sudah 2 jam lebih akhirnya sampai di tempat dimana kereta gantung itu dapat dinaiki.
Saat giliran kami menaiki kereta gantung berwarna biru muda itu. Aku dan Okta duduk bersebelahan sementara didepan kami duduk sepasang kekasih yang cukup ramah.
Kereta Gantung mulai berjalan diatas udara, aku mengedarkan pandanganku ke berbagai sudut melihat Taman Mini dari atas. Okta menampakkan senyum lebarnya, wajahnya terlihat sangat anak-anak. wajahnya yang seperti itu hanya akan muncul jika ia benar-benar bahagia. Okta mengajakku untuk berfoto bersama, mungkin itu akan jadi foto yang bahagia karena senyuman lebarnya.
Sepasang kekasih didepanku bercakap-cakap dalam bahasa jawa yang sedikit aku pahami. Okta pun mengajak mereka berbicara dan menimbulkan suasana hangat didalam kereta gantung. Okta memang seorang yang talkactive dan sangat ramah. Aku benar-benar beruntung memilikinya.
Sekitar 15 menit diajak melihat pemandangan diatas udara. sekarang aku dan Okta menuju mobilnya untuk makan siang yang tergolong telat ini.
Aku membeli sepaket KFC sementara Okta memakan nasi goreng buatan ku yang jauh-jauh hari sudah dipesannya. Kita makan bersama didalam mobil sambil ditemani dengan sebuah lagu dari Katy Perry. Lagu yang mengalun seperti suasana hatiku saat ini.
"Habis ini kita mau kemana?" tanya Okta padaku
"Hem...gimana kalau ketempat favorit aku sewaktu kecil" jawabku
"Dimana itu?" tanyanya lagi
"Museum Air Tawar hehehe mau gak?" tawar ku
"Boleh deh, aku belum pernah kesana loh hahaha" jawabnya dengan tawa ringannya
Museum Air Tawar. Tulisan besar itu membuat aku semakin bersemangat. Ketika kecil aku sangat suka tempat ini setiap kali aku kesini.
Okta mengantri untuk membeli tiket sementara aku mengedarkan pandanganku kesekeliling museum yang tak banyak berubah.
"Yuk masuk yang" ujar Okta yang telah berdiri disampingku.
Aku langsung mengikuti langkahnya memasuki museum ini. Diawali dengan sebuah akuarium besar yang membentuk pintu masuk, didalamnya terdapat ikan patin yang ukurannya sangat besar. Tak berubah seperti dulu. Disambung dengan jembatan pendek yang dibawahnya terdapat ikan rasaksa dari sungai Amazon.
"Kamu suka banget ikan ya?" tanya Okta saat kami menaiki tangga ke lantai 2
"Suka banget... hehehe aku suka ngeliat mereka berenang di air hehe" kataku, Okta tersenyum dan mengacak-acak rambutku seperti biasa.
Perjalanan kami berlanjut disebuah akuarium piranha. Kulihat Okta sangat serius memperhatikan ikan-ikan itu memakan umpan ikan dengan cepat dan tinggal tulang dalam sekejab.
"Gimana kalo gajah yang ada disebelah aku ini diceburin kedalam ya" ujarku meledeknya
"Oh mau pacarnya makan ikan gitu? Oke" katanya pasrah
"Yaudah sana. mana sini kunci mobilnya" kataku sambil meminta kuncinya
"Loh? buat apa?" tanyanya polos
"Lah biar pulangnya gampang kan setelah kamu tinggal tulang ya aku pulang" kataku sambil terkekeh
"Dasar kamu ya..." Okta langsung menyerang ku dengan mencubit hidung ku dan mengacak-acak rambutku. Aku dan Okta tertawa bersama saat itu. Seperti biasa Okta mengajak ku berfoto bersama dengan latar akuarium piranha walaupun hasilnya gelap tapi setidaknya ada kenangan yang berhasil kami buat.
Setelah selesai berkeliling museum air tawar melihat berbagai ikan dan reptil air tawar Aku dan Okta berjalan ke arah pintu keluar
"Yang aku mau ketoilet dulu ya" kataku pada Okta
"Yaudah aku tunggu di toko souvenir ya" katanya dan aku pun segera pergi ke toilet tak jauh dari toko souvenir.
"Ta.. kamu beli apa?" ujarku saat memasuki toko souvenir dan melihat Okta membayar sesuatu.
"Ini beli gantungan ikan warna warni gitu buat mainan Keiko dan beli ini" ujarnya sambil menujukkan 2 ikan mas koki berwarna putih kemerahan
"Bu..bu..buat apa?" tanyaku bingung
"Ya buat kamu hehe ini aku beli akuariumnya juga. dijaga ya ikannya" katanya sambil tersenyum.
"Wah...Aku seneng banget. Makasih ya" Kataku seraya mengambil akuarium kotak kecil tempat ikan itu dan sekotak besar akuarium bulat.
"Yuk kita ke museum serangga,tadi tiketnya jadi satu" kata Okta merangkulku memasuki museum serangga.
Sebenarnya aku tidak terlalu suka museum ini karena terkesan membosankan tapi melihat Okta yang sangat tertarik melihat setiap jengkal dari serangga membuatku senang juga.
"kamu pernah gak disengat lebah?" kataku saat melihat sampel lebah didalam bingkai.
"Pernah. dulu aku main petak umpet di Bandung trus ada sarang lebah ya akhirnya disengat deh" katanya
"Sakit gak?" tanyaku bodoh
"Sakitlah...cinta" katanya gemas sambil mencubit hidung seperti biasa.
setelah berkeliling museum aku dan Okta berjalan memasuki rumah kupu - kupu.
"Kok dikit ya yang kupu-kupunya" ujar Okta
"Iya ya, tapi ini kepompong nya banyak kok yang" ujarku saat melihat dahan dan dedaunan yang dihinggapi kepompong.
"Yah sayang belum keluar" katanya
"Iya ya. kupu-kupu itu kasian ya" kataku menatap wajahnya
"Kasian kenapa yang?" tanyanya menatapku
"Kamu tau? Kupu-kupu hidupnya cuma 7 hari. Perjalanan hidupnya panjang sebenarnya dari telur menjadi ulat berbulu yang kadang mengerikan dan merugikan, dari ulat jadi kepompong yang berdiam diri bagaikan lagi merenung karena kesalahannya membuat kerugian saat menjadi ulat. Baru lah menjadi Kupu-kupu yang indah dan menghibur manusia. Saat jadi kupu-kupu mereka seperti menebus kerugian yang dulu ia buat. menghabiskan sisa 7 hari hidupnya dengan menjadi sosok yang indah." kataku sambil mengambil kupu-kupu yang tergeletak ditanah
"Dan akhirnya... pergi dengan indah" sambungku saat memperlihatkan bangkai kupu-kupu bersayap biru itu ke tangan Okta.
"Beautiful story.." ujar Okta sambil memelukku singkat.
Aku dan Okta akhirnya menuju tempat dimana mobilnya terparkir. Setelah menaruh ikan serta Akuarium didalam mobil. Okta melajukan mobilnya ke arah Istana anak-anak.
Dia bercerita kalau dulu ibunya mengajaknya kesini dan makan di rerumputan. Ia ingin melihat masa lalunya di masa sekarang sehingga memutuskan mengajak ku kesana.
Waktu telah menunjukkan pukul 4 sore. itu artinya satu jam sebelum Istana ini ditutup. Setelah membeli tiket Okta merangkulku memasuki istana yang masih cukup ramai. Kami menaiki tangga ke atas Istana untuk melihat pemandangan dari atas sana.
Saat aku menemukan bangku, aku mengajak Okta duduk sebentar dan memberikan kue dari Mama untuk Okta.
Sambil makan kue bersama, aku mengedarkan pandangan kesekeliling Istana. Orang-orang mulai bergegas turun dan meninggalkan Istana. Namun tidak dengan kita. Aku melihat matahari mulai bersinar siap untuk tergelincir.
Aku melihat balita yang sangat lucu berdiri sendirian. Aku berdiri dan menghampirinya. Lucu sekali anak kecil ini mungkin ia berusia 3 tahun.
"Hai hai.." aku menggoda anak itu dan ia pun menengok ia tersenyum dengan manisnya memperlihatkan gigi kecilnya. Tanpa rasa takut ia menghampiri ku dan memegang wajahku.
"Namanya siapa? mamanya mana?" tanyaku dan ia hanya tersenyum khas balita.
"Anak siapa ini man?" ujar Okta seraya mengedarkan pandangan kesekeliling untuk mencari orang tua dari si anak tersebut.
"Kasian banget sendirian" ujarku sambil menggendong anak itu yang sangat menggemaskan.
Aku menyuapkan kue bolu sedikit demi sedikit ke anak itu dan ia terlihat menyukainya, sementera Okta masih berdiri mencari orangtua si anak ini.
"Okta, mau foto sama dia. fotoin tolong" kataku kepada Okta dan langsung mengambil iPad nya untuk menjepret momen dengan anak ini.
"Lucu ya" Ujar Okta saat memperlihatkan hasil fotonya kepada ku. Anak itu seperti mengerti dengan senyum lucunya.
"Aku mau juga dong foto" kata Okta dan langsung menggendong Si Menggemaskan itu.
"Lucu banget deh yang" ujarku saat melihat hasil fotonya.
Akhirnya kami memutuskan untuk selfie bertiga dengan si anak masih digendongan Okta.
"Lucu banget...." kataku melihat foto di iPad.
"Nih kamu gendong dulu, aku mau nyari satpam atau orangtua nya dulu ya" kata Okta
Aku menunggu Okta dengan si anak lucu ini. ia terus menepuk tangannya sambil tertawa.
Tak lama Okta datang dengan seorang wanita yang masih tergolong muda yang terlihat panik dari mimik wajahnya.
"Tio..yaampun" wanita yang ternyata ibunya itu langsung menggendong anak lucu itu yang ternyata bernama Tio. Aku menatapnya senang sekaligus sedih.
"Makasih ya dik.. yaampun saya gak tau lagi kalo gak ketemu sama adik ini anak saya bagaimana apalagi sampai ketemu orang yang jahat" ujar si ibu itu dengan wajah senangnya
"Iya gak apa bu. saya seneng ngelihat Tio lucu banget hehe anteng juga lagi" ucapku sambil tersenyum setulus mungkin.
"Sekali lagi makasih ya dik" kata ibu itu sambil memegang bahu ku dan ku balas dengan senyuman hangat.
"Tio mau lagi? hehehe ini makan lg ya" ujar Okta seraya memberikan sepotong kue bolu kepada Tio.
Setelah Tio dan ibunya pergi, Okta mengelus punggungku.
"Udah gak usah sedih. dia kan udah seneng sama ibunya gimana sih kamu hehe"
"Iya sih hehe abis lucu banget yang..." ujarku sambil melihat layar iPad.
"Udah mending kita foto yuk" kata Okta menarik iPad nya dan mengajakku berfoto dengan berbagai gaya. seperti biasa Okta selalu iseng saat mengambil foto.
Tapi saat aku yang memegang iPad nya untuk mengambil foto, Okta mencium pipi ku dan tombol capture pun disentuhnya menghasilkan foto yang indah dengan latar istana ini.
Setelah puas berfoto dan jam sudah menunjukan penutupan area istana ini, aku dan Okta kembali ke mobil. Puas sekali rasanya menghabiskan waktu demi waktu dengan Okta hari ini.
Matahari mulai sembunyi dan digantikan si cantik bulan saat Okta mulai melajukan mobilnya keluar area Taman Mini.
"Sayang mau makan dimana?" tanyanya dari balik kemudi.
"Hem..terserah kamu" jawabku sambil melanjutkan aktivitas mengirim foto dari iPad Okta ke iPad ku.
"Ah kamu nih kayak cewek aja terserah mulu" ujarnya
"Biarin woo.. aku mah apa aja doyan. biasanya kan kamu yang bawel" kataku meledeknya
"Yee ngeledek. Yaudah Mc.Donald aja ya? " katanya menunggu persetujuan
"Iya sayang" jawabku singkat.
Hari sudah gelap saat aku dan Okta selesai makan di Mc.Donald dibilangan Depok.
"Langsung pulang ya?" Tawar Okta
"Yuk pulang" jawabku karena teringat kata-kata Mama untuk tidak pulang terlalu malam.
Sepanjang perjalanan aku hanya menatap keluar jendela karena kedua iPad itu mati kehabisan daya. sementara Okta berkonsentrasi penuh pada jalanan malam yang gelap.
Kulihat jam yang menunjukan pukul 20.53 saat mobil Okta memasuki Kompleks Perumahan ku.
Tak lama kemudian aku turun saat di depan rumahku. Okta membantu mengeluarkan Akuarium dan ikan yang hampir mati. Aku berpamitan dengannya dan berterimakasih seraya Okta mengecup keningku singkat.
"Kabarin kalo udah sampe rumah ya" kataku yang hanya dibalas anggukan dari dalam mobilnya.
Aku memasuki rumah yang nampak berbeda dengan motor ninja yang terparkir manis didepan rumahku.
"Ish kamu nih ditunggin dari tadi juga" kata Mama saat aku baru saja membuka pintu.
Mama langsung mendorong ku untuk duduk di depan Papa yang terlihat sudah menunggu dari tadi diruang keluarga.
"Langsung sajalah man. Papa dan Mams tau kamu disekolah kayak apa" ujar papa
"Hah? kayak apa gimana pah?" tanyaku heran.
"Ya singkatnya papa tau nilai kamu do re mi fa sol" ujarnya lagi yang membuatku langsung terkekeh malu
"Jadi papa udah mutusin buat kasih kamu les" kata mama
"Hah? Yah papa, kan gak enak kalo pulang sekolah harus pergi les" aku berkata melas. les? pulang sekolah? membayangkannya saja sudah membuatku pusing dan mual
"Siapa bilang diluar?" kata papa kemudian
"Lah? trus?" tanyaku heran
"Tuh gurunya udah diatas dari tadi. pokoknya kamu luangkan waktu senin sampe jumat setiap sore" kata papa menjelaskan
"Hah? papa nih bercanda? senin sampe jumat? kapan aku mainnya?" protesku. membayangkannya membuatkku gerah
"Main mulu. Gak ada protes pokoknya. mending kamu ketemu guru yang ngajar dulu sana diatas" ujar papa.
"udahlah terima aja man" kata mama menambahkan kepusingan ku.
Aku segera menaiki tangga ke atas dengan lunglai membayangkan aku harus belajar setiap hari dengan guru yang mungkin sudah jadi sesepuh.
Aku melihat punggung seseorang yang sepertinya cowok dan bukan sesepuh karena tak ada sesepuh yang memakai sepatu sneakers dan tas denim.
"Bagus deh udah dateng juga akhirnya" katanya berkata membelakangi ku.
Aku membuka pintu kamar ku dan menaruh seluruh barang-barang yang aku bawa termasuk ikan.
"Sini lo" Suara berat itu terdengar dari cowok itu
"Sabar kali" ujarku sambil menutup pintu kamarku.
Dan kini aku bisa melihat wajahnya yang ternyata ganteng tapi judes terlihat dari alis dan matanya yang tajam. Orang macam apa ini yang kau kirimkan pa? batin ku.
"Ok langsung aja gue mulai. Nama gue Mario. Sebenernya gue kuliah di Amerika dan lagi cuti dan sialnya gue harus ngajar lo. Gue tau semua track nilai lo yang kayak nada di piano itu, dan tentu aja gue disini mau ngajar lo jadi gue harap lo bisa diajak kerjasama. lo untung gue untung. ngerti? ada yang mau ditanya?" ucapnya panjang lebar dengan cepat
"Udah ngomongnya? Oke pertanyaannya, Kenapa lo cuti? Gak niat ngajar gue?" tanyaku sedikit jengkel.
"Sorry. Itu bukan urusan lo. disini yang gue minta lo cukup belajar aja bukan kepo. ngerti? Oiya. Gue minta lo sedia buku tulis 3 yang tebel gak pake komentar. Di Amerika waktu adalah uang. jadi hargailah waktu yang lo punya. Dan di Amerika gak ada ngaret, Gue mau kita les mulai jam 5 sampe jam 7 gak pake ngaret kayak sekarang." jawabnya cepat. sangat cepat. sampai membuat aku ternganga. apa dia sudah menghafal dialognya? batinku.
"Ok gue rasa gue cukup jelas. sekarang gue mending balik karena tadi gue kebanyakan ngajar angin. Sampai besok. Terimakasih" ucapnya sangat cepat dan mengambil tasnya kemudian berlalu begitu cepat. Aku tak percaya dia itu manusia. mungkin dia kesurupan di Amerika jadi seperti hantu yang berlalu begitu saja.
Aku bangkit menuju kamar dan menyibukkan diri merangkai akuarium yang ku letakkan disamping jendela. menghiasnya dengan bebatuan dan menaruh gelembung oksigen aku pun menyemburkan kedua ikan mas koki yang mungkin sudah mabok kedalamnya dan akhirnya mereka pun bergerak lincah didalamnya.
Aku mengambil Handphone dan iPad ku setelah selesai membasuh tubuhku.
Aku melihat pesan dari Okta yang mengabarkan kalau dirinya sudah sampai dengan selamat serta mengirimkan gambar Keiko, kucing himalaya kesayangannya bermain dengan mainan ikan yang dibelinya tadi.
Aku menekan tombol play pada iPod ku. Lagu Katy Perry Unconditionally melantun dari earphones ku. Aku mendengarkan sambil melihat foto yang berhasil kita ciptakan hari ini. membuat aku merasakan cinta yang sederhana namun sempurna..
Now Playing : Katy Perry - Unconditionally
Oh no, did I get too close?
Oh, did I almost see what's really on the
inside?
All your insecurities
All the dirty laundry
Never made me blink one time
Unconditional, unconditionally
I will love you unconditionally
There is no fear now
Let go and just be free
I will love you unconditionally
Come just as you are to me
Don't need apologies
Know that you are worthy
I'll take your bad days with your good
Walk through the storm I would
I do it all because I love you, I love you
Unconditional, unconditionally
I will love you unconditionally
There is no fear now
Let go and just be free
I will love you unconditionally
So open up your heart and just let it begin
Open up your heart and just let it begin
Open up your heart and just let it begin
Open up your heart
Acceptance is the key to be
To be truly free
Will you do the same for me?
Unconditional, unconditionally
I will love you unconditionally
And there is no fear now
Let go and just be free
'Cause I will love you unconditionally (oh
yeah)
I will love you (unconditionally)
I will love you
I will love you unconditionally
Firstly..Maaf banget dan maaf sebesar-besarnya karna baru update. ditengah kesibukan ngejar Ulangan harian dan UTS jadi baru sempet nulis part selanjutnya
Dan Terimakasih banyak yang udah menunggu lama-lama,bolak balik kesini tapi blom update.
Tapi jangan sedih,galau,kecewa,ataupun ketawa sendiri*apasih* hahaha ini gue update semoga kalian suka ya Big Kiss for you.
Unconditionally
"Hallo...Udah bangun kan yang?" tanya ku ketika panggilannya dijawab diujung sana oleh Okta.
"Udah dong sayang hehe Kita jadi berangkat jam setengah tujuh kan?" tanya Okta diujung sana
"Iya jadi kok. Ini aku baru selesai buatin nasi goreng pesanan kamu haha" jawab ku dengan riang sambil menatap Lunch Box berwarna biru itu.
"Serius nih? hehe Makasih ya Dinosaurus hehehe Kalo gitu aku berangkat sekarang ya. tunggu ya."
"Iya gajah hahaha, jangan ngebut ya. hati-hati." kututup panggilan itu dengan senyuman.
Sudah lama setelah kejadian dikamar ku itu yang membuat aku merasakan dirinya lebih dalam lagi dari hatiku. Kejadian yang pertama kalinya untuk ku. Setelah kejadian itu Okta terasa lebih hangat dan aku pun merasa lebih bersemangat menjalani hubungan kita meskipun terkadang masih banyak kerikil yang menghalangi jalan kita yang tak sepenuhnya mulus.
Okta pun memberikan nama Dinosaurus yang menurutnya itu adalah panggilan sayang. Ketika aku bertanya kenapa Dinosaurus untukku, Okta malah tertawa dan bilang bahwa alasannya simpel saja karena aku mengerikan kalau sedang badmood atau marah.
Nama yang tak terkesan bagus untuk sebuah panggilan sayang, Aku malah pernah menganggap itu ledekan tapi sudahlah. Aku pun membalas memanggilnya Gajah.
Yah walaupun tidak sejelek Dinosaurus tapi aku mendapatkan nama Gajah karena Okta mulai terlihat gemuk dan aku yakin ini karena kebiasaannya untuk berwisata kuliner yang kadang membuatku mempunyai banyak simpanan makanan diperutku. Selain itu alasan aku memanggilnya Gajah karena belalai gajah membuatku teringat senjatanya Okta.
Hah? Senjata?
Iya senjata yang seperti belalai gajah itu...
Ah sudahlah...
Aku tersenyum sendiri membayangkan hal itu. Kira-kira begitulah hubungan ku dan Okta yang semakin hangat.
Aku segera naik keatas untuk mengambil tas di kamar ku dan dengan segera meluncur lagi ke ruang makan untuk memasukan Lunch Box itu kedalam tas ku.
Hari ini aku meminta Okta menemaniku ke Taman Mini. Bukannya aku ingin melihat badut tentunya, tapi karena aku mendapatkan tugas untuk menganalisa benda-benda peraga fisika dan listrik di museum. Awalnya aku tak bisa berhenti mengeluh panjang lebar tentang tugas ini kepada siapapun termasuk Okta dan Okta akhirnya berjanji menemaniku membuat tugas ini dengan syarat aku harus diam dan tidak mengganggu konsentrasi menyetirnya. Okay, intinya bukan aku yang menyuruhkan? Aku hanya menerima ajakannya.
Aku bergegas keluar rumah dan duduk di bangku taman sambil melihat Mama yang sibuk dengan tanamannya seperti yang biasa dilakukan saat minggu pagi.
"Udah rapih man?" ujar Mama ketika aku duduk.
"Udah mah." jawabku singkat sambil terus memperhatikan iPad ku yang penuh notifikasi.
"Bolu yang kemarin mama beli itu udah dibawa?" tanyanya lagi.
"Udahlah mah. udah ditas semua kok" jawabku saat merasa semuanya telah lengkap.
"Yaudah kalo gitu. itu temennya dibagi loh, jangan dimakan sendirian"
"Iyalah mah.. Arman ngerti kali" jawabku dan tak lama mobil Okta memasuki gerbang rumahku.
Tak berapa lama Okta duduk di sebelahku sambil memperhatikan iPad ku. Aku meliriknya yang hari ini memakai Kaos Raglan merah berlengan biru dengan jeans pendek dan sneakersnya. Tak lupa kacamatanya yang membingkai mata rupawannya.
"Udah siap?" tanyanya pelan
"Udah. Pegang nih tolong balesin dong itu pesannya" Ujarku seraya berdiri dan memberikan iPad ku ke Okta.
"Ma, aku berangkat ya." aku berpamitan dan mencium tangannya. Diikuti Okta dibelakang ku
"Tante kita berangkat dulu ya" pamit Okta sopan sambil mencium tangan Mama.
"Jangan ngebut ya nak, Hati-hati bawa mobilnya." Mama mengingatkan yang langsung kita balas dengan anggukan.
Mama memang sudah biasa memanggil Okta dengan sebutan 'Nak' entah karena apa.
"Arman...ntar pulangnya jangan malem-malem ya. Mama sama Papa ada perlu." teriak Mama sebelum aku membuka pintu mobil Okta.
Tanpa pikir panjang aku mengangguk tanda setuju dan langsung masuk kedalam mobil yang sudah ada Okta dibalik kemudi.
"Kenapa gak kamu delcont aja sih yang?" tanya Okta seraya memberikan iPad itu kepada ku.
"Udah biarin lah orang iseng aja itu. Lagipula aku gak menghiraukan dan kamu juga yang bales." ucapku tak mau ambil pusing soal pesan dari Rico yang berbasa-basi menanyakan kabar ku belakangan ini.
Akhirnya kita pun tak mau membalas masalah kecil ini berlarut-larut dan memilih untuk melanjutkan hari ini.
Mobil Okta melaju dengan kecepatan sedang ditengah jalan yang tak begitu padat hari minggu pagi ini. Aku yang sedari tadi memaikan iPad ku meliriknya yang fokus ke jalanan. Sebenarnya iPad ku ini jarang sekali aku pakai sampai suatu hari Okta meminjamnya dan mendownload banyak sekali jenis games dan dia menyarankan aku membawa iPad itu kemana pun selain bisa terhibur dengan games yang ada didalamnya saat setiap kali aku merasa badmood tapi juga bisa mengalihkan perhatian ku ke Okta yang sering kehilangan konsentrasi akibat berbagai ulahku yang terakhir mengakibatkan mobilnya menyerempet tembok dengan mulusnya. Jadi daripada aku membuyarkan konsentrasinya, aku memilih memainkan games yang sudah Okta download ini.
Aku melanjutkan menyibukkan diri dengan mencari cara memindahkan candy candy berbagai warna ini agar bisa lolos ke level selanjutnya.
"Yang, kamu ada uang kecil gak buat bayar pintu masuk?" ujarnya membuatku tersadar kalau sudah sampai di depan gerbang utama dan dengan cepat aku keluarkan beberapa lembar uang 10.000 an dari dompetku. Aku berhenti bermain games permen itu dan memilih untuk mengedarkan pandanganku keluar jendela. Hari ini begitu cerah dan cukup panas, pengunjung Taman Mini mulai ramai berdatangan. Aku membuka kotak persegi panjang dari dalam tas ku dan memasang Sunglasses berlensa kotak yang merupakan hadiah dari Okta beberapa waktu lalu.
"Ambilin punya aku juga dong yang" ujar Okta yang sedang sibuk mencari arah ke Museum IPTEK.
Aku segera mengambil kotak kacamatanya dan membersihkan lensanya.
Akhirnya kami sampai di parkiran Museum IPTEK yang masih lenggang.
"Nih yang kacamatanya" kataku seraya memberikannya.
"Pasangin..." ujarnya manja dengan wajah yang polos ketika dia begini, aku sangat menyukainya.
"Ah manja nih kamu hahaha" ledekku dan mencopot kacamata minusnya serta menggantinya dengan kacamata hitam itu.
"Biarin dong sayang" katanya seraya mengecup keningku singkat dan turun dari mobil.
Kulihat sekitar museum ini masih sangat sepi. Okta merangkul ku untuk masuk kedalam museum. Didalam museum yang kira-kira memiliki 4 lantai ini aku langsung menuju lantai dua dengan Okta yang kini sibuk mengikutiku dibelakang sambil memaikan games di iPad miliknya. Aku segera memilih sedikitnya 5 alat yang ada dimuseum itu untuk aku analisa. Okta memilih untuk duduk dipojok ruangan sambil bermain games dan aku mulai mengerjakan tugas ini agar bisa cepat selesai dan menikmati hari ini bersama Okta disini. Oh ya disini bukan berarti di museum membosankan seperti ini.
"Udah yang?" tanya Okta saat aku berjalan menghampirinya.
"Udah nih. Eh kelantai 4 yuk, aku mau lihat simulasi bersin" ajakku dan diikuti Okta yang merangkulku.
Ternyata di lantai 4 tak ada pengunjung sama sekali dan tak heran juga karena pengunjungnya sangat sedikit berhubung baru buka dan masih pagi juga.
"Ish yang.. serem banget sih banyak boneka gitu" ujar Okta sambil memperhatikan sekelilingnya. Tak ada yang salah memang apa yang dia ucapkan karena disini kita hanya berdua dan dikelilingi boneka dalam tabung kaca berhiaskan lampu dan tombol serta informasi mengenai bersin.
"Enggak kok sayang" ujarku. sebenernya sedikit seram tapi rasa penasaran ku mengalahkan segalanya dan aku terus berjalan melihat berbagai alat yang tak jarang terdapat boneka didalamnya. Okta berdiri tak jauh dari pintu dan memperhatikan berbagai alat dari sana.
aku membaca informasi awal terjadinya bersin, aku membaca dalam kesunyian disini yang mulai sedikit mengganggu
"HAAAAA!!"
Jantungku rasanya seperti melompat keluar saat mendengar Okta berteriak dan menghampiri ku dan kulihat alat peraga yang didalamnya terdapat boneka wanita bergerak, menggerakkan tangannya kearah hidung dan mengeluarkan suara bersin.
Okta menarik tanganku dan berlari kepintu keluar, menuruni tangga sampai lantai 2. Jantungku mau tak mau jadi ikut terpacu cepat seperti apa yang Okta rasakan. memang boneka itu bergerak dengan alat tetapi gerakan dan suaranya terkesan horror.
"Kamu udah kan? kita keluar aja yuk" Ujar Okta setelah bisa mengatur nafasnya.
Akhirnya aku dan Okta memilih keluar dari museum yang sepi itu.
"Oiya Okta kita foto dulu didepan sini trus kamu fotoin aku juga buat bukti laporannya" ujarku dan Okta pun merangkulku dalam sebuah foto dan adapula keisengannya mengacak-acak rambutku saat foto diambil.
Setelah itu Okta melajukan mobilnya menuju Museum Listrik untuk melanjutkan tugas ku.
Untung saja sepertinya Museum ini terlihat sedikit ramai oleh wisatawan asing yang terdengar dari percakapannya merupakan orang Korea dan Thailand ditemani pemandunya masing-masing. setidaknya kehadiran mereka mengurangi kesunyian Museum yang terdiri dari 4 lantai berpola labirin ini. Aku mulai melakukan pekerjaan ku memilih 5 alat dan mencatat hasil analisa ku. Museum ini jauh lebih membosankan dari pada IPTEK tapi bersyukur disini tak ada boneka dalam tabung. Hanya lampu yang menyala dan mati sendiri yang membuat Okta sedikit kaget. Tapi itu bukan masalah karena ternyata itu merupakan sistem sensor dari langkah kaki kita.
"Sayang udah belum? udah azan. Shalat dulu yuk" kata Okta saat aku menulis didepan alat diesel.
"Udah kok sayang. Yaudah ayo" jawabku dan berjalan bersamanya.
Inilah salah satu sifat yang membuatku makin menyayanginya, Okta selalu mengingatkan aku untuk shalat setiap kali kita pergi bersama dimana pun. Aku semakin merasa dia seperti malaikat yang dikirim tuhan untukku.
Kami shalat di masjid yang masih masuk area Museum Listrik. Dirumah Allah ini aku berterimakasih karena ia telah mengirimkan Okta untukku. Walaupun aku tau mungkin aku tak pantas bahagia dalam hubungan terlarang ini dan mungkin aku sangat kotor dan menjijikan di hadapannya yang Maha pengasih dan Maha penyayang. Tapi aku begini bukan karena kehendakku sendiri, Aku begini karena mengikuti kehendak takdir yang kudapatkan dan bukan yang ku inginkan.
Aku menutup doa dan renungan ku dengan beberapa butir air mata yang jatuh tanpa diminta.
"Kamu kenapa?" tanya Okta setelah menutup doanya dan melihat mataku yang basah
"Gak apa-apa. perih tadi kelilipan di karpetnya" ujarku berbohong
"yaudah yuk. tugas kamu kan udah kelar. sekarang kita bisa main disini ya" Ujar Okta ceria yang membuat ku tersenyum dan sedikit menahan air mataku agar tak jatuh lagi.
Didalam mobil Okta bercerita kalau terakhir kali ia pergi ke Taman Mini saat berumur 5 tahun bersama almarhumah ibunya dan setelah di Bandung serta saat kepergian ibunya ia belum pernah kesini lagi. Aku senang mendengar kata-kata Okta yang berterimakasih karena membuatnya datang kesini lagi. Aku mengelus punggung dan pipinya saat ia menerawang ke masa lalu yang mungkin sangat mengingatkan dia kepada ibunya.
"Kita naik kereta gantung yuk sayang" ujarnya sambil menampilkan senyuman lebar dan melajukan mobilnya keparkiran yang mulai ramai.
"Yah yang... Antriannya panjang banget" kata Okta saat melihat antriannya. Aku pun merasakan hal yang sama saat melihat antriannya yang membludak. Tapi aku tak ingin membuatnya kecewa. Kalau bukan sekarang kapan lagi ia bisa mengingat masa kecilnya.
"Yaudah ayo gak apa-apa tiketnya udah kebeli juga" ujarku bersemangat dan menarik tangannya.
Antrian ini sangat padat dan hanya bergerak sejengkal sedikit demi sedikit. Diantrian itu kita bercerita banyak, Okta terutama, Ia terus bercerita mengenai ibunya dan aku hanya diam membiarkan dia bercerita apapun yang ingin dia ceritakan. Dari ceritanya aku baru mengetahui kalau ayahnya menikah lagi dengan seorang janda di Bandung dan Okta mulai membenci ayahnya karena tak memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup ditambah dengan menikahi seorang janda yang membuat Okta kecewa karena menurutnya ayahnya terlalu cepat melupakan ibunya. Aku hanya diam mendengarkan dan sesekali mengelus punggungnya. Dengan sekejap setelah bercerita, Okta kembali ceria lagi dengan mengajakku selfie ditengah-tengah padatnya antrian.
Waktu berjalan yang menujukkan sudah 1 jam 42 menit kita mengantri untuk naik ke wahana ini. Sejujurnya kaki ku sudah lunglai ditambah asam lambungku yang mulai naik. namun aku berusaha tak memperlihatkan hal itu ke Okta.
Okta akhirnya mengajak ku bermain catur di iPad nya yang lumayan seru dan membunuh waktu.
6 buah tangga telah kita pijak saat mengantri dan kini sudah 2 jam lebih akhirnya sampai di tempat dimana kereta gantung itu dapat dinaiki.
Saat giliran kami menaiki kereta gantung berwarna biru muda itu. Aku dan Okta duduk bersebelahan sementara didepan kami duduk sepasang kekasih yang cukup ramah.
Kereta Gantung mulai berjalan diatas udara, aku mengedarkan pandanganku ke berbagai sudut melihat Taman Mini dari atas. Okta menampakkan senyum lebarnya, wajahnya terlihat sangat anak-anak. wajahnya yang seperti itu hanya akan muncul jika ia benar-benar bahagia. Okta mengajakku untuk berfoto bersama, mungkin itu akan jadi foto yang bahagia karena senyuman lebarnya.
Sepasang kekasih didepanku bercakap-cakap dalam bahasa jawa yang sedikit aku pahami. Okta pun mengajak mereka berbicara dan menimbulkan suasana hangat didalam kereta gantung. Okta memang seorang yang talkactive dan sangat ramah. Aku benar-benar beruntung memilikinya.
Sekitar 15 menit diajak melihat pemandangan diatas udara. sekarang aku dan Okta menuju mobilnya untuk makan siang yang tergolong telat ini.
Aku membeli sepaket KFC sementara Okta memakan nasi goreng buatan ku yang jauh-jauh hari sudah dipesannya. Kita makan bersama didalam mobil sambil ditemani dengan sebuah lagu dari Katy Perry. Lagu yang mengalun seperti suasana hatiku saat ini.
"Habis ini kita mau kemana?" tanya Okta padaku
"Hem...gimana kalau ketempat favorit aku sewaktu kecil" jawabku
"Dimana itu?" tanyanya lagi
"Museum Air Tawar hehehe mau gak?" tawar ku
"Boleh deh, aku belum pernah kesana loh hahaha" jawabnya dengan tawa ringannya
Museum Air Tawar. Tulisan besar itu membuat aku semakin bersemangat. Ketika kecil aku sangat suka tempat ini setiap kali aku kesini.
Okta mengantri untuk membeli tiket sementara aku mengedarkan pandanganku kesekeliling museum yang tak banyak berubah.
"Yuk masuk yang" ujar Okta yang telah berdiri disampingku.
Aku langsung mengikuti langkahnya memasuki museum ini. Diawali dengan sebuah akuarium besar yang membentuk pintu masuk, didalamnya terdapat ikan patin yang ukurannya sangat besar. Tak berubah seperti dulu. Disambung dengan jembatan pendek yang dibawahnya terdapat ikan rasaksa dari sungai Amazon.
"Kamu suka banget ikan ya?" tanya Okta saat kami menaiki tangga ke lantai 2
"Suka banget... hehehe aku suka ngeliat mereka berenang di air hehe" kataku, Okta tersenyum dan mengacak-acak rambutku seperti biasa.
Perjalanan kami berlanjut disebuah akuarium piranha. Kulihat Okta sangat serius memperhatikan ikan-ikan itu memakan umpan ikan dengan cepat dan tinggal tulang dalam sekejab.
"Gimana kalo gajah yang ada disebelah aku ini diceburin kedalam ya" ujarku meledeknya
"Oh mau pacarnya makan ikan gitu? Oke" katanya pasrah
"Yaudah sana. mana sini kunci mobilnya" kataku sambil meminta kuncinya
"Loh? buat apa?" tanyanya polos
"Lah biar pulangnya gampang kan setelah kamu tinggal tulang ya aku pulang" kataku sambil terkekeh
"Dasar kamu ya..." Okta langsung menyerang ku dengan mencubit hidung ku dan mengacak-acak rambutku. Aku dan Okta tertawa bersama saat itu. Seperti biasa Okta mengajak ku berfoto bersama dengan latar akuarium piranha walaupun hasilnya gelap tapi setidaknya ada kenangan yang berhasil kami buat.
Setelah selesai berkeliling museum air tawar melihat berbagai ikan dan reptil air tawar Aku dan Okta berjalan ke arah pintu keluar
"Yang aku mau ketoilet dulu ya" kataku pada Okta
"Yaudah aku tunggu di toko souvenir ya" katanya dan aku pun segera pergi ke toilet tak jauh dari toko souvenir.
"Ta.. kamu beli apa?" ujarku saat memasuki toko souvenir dan melihat Okta membayar sesuatu.
"Ini beli gantungan ikan warna warni gitu buat mainan Keiko dan beli ini" ujarnya sambil menujukkan 2 ikan mas koki berwarna putih kemerahan
"Bu..bu..buat apa?" tanyaku bingung
"Ya buat kamu hehe ini aku beli akuariumnya juga. dijaga ya ikannya" katanya sambil tersenyum.
"Wah...Aku seneng banget. Makasih ya" Kataku seraya mengambil akuarium kotak kecil tempat ikan itu dan sekotak besar akuarium bulat.
"Yuk kita ke museum serangga,tadi tiketnya jadi satu" kata Okta merangkulku memasuki museum serangga.
Sebenarnya aku tidak terlalu suka museum ini karena terkesan membosankan tapi melihat Okta yang sangat tertarik melihat setiap jengkal dari serangga membuatku senang juga.
"kamu pernah gak disengat lebah?" kataku saat melihat sampel lebah didalam bingkai.
"Pernah. dulu aku main petak umpet di Bandung trus ada sarang lebah ya akhirnya disengat deh" katanya
"Sakit gak?" tanyaku bodoh
"Sakitlah...cinta" katanya gemas sambil mencubit hidung seperti biasa.
setelah berkeliling museum aku dan Okta berjalan memasuki rumah kupu - kupu.
"Kok dikit ya yang kupu-kupunya" ujar Okta
"Iya ya, tapi ini kepompong nya banyak kok yang" ujarku saat melihat dahan dan dedaunan yang dihinggapi kepompong.
"Yah sayang belum keluar" katanya
"Iya ya. kupu-kupu itu kasian ya" kataku menatap wajahnya
"Kasian kenapa yang?" tanyanya menatapku
"Kamu tau? Kupu-kupu hidupnya cuma 7 hari. Perjalanan hidupnya panjang sebenarnya dari telur menjadi ulat berbulu yang kadang mengerikan dan merugikan, dari ulat jadi kepompong yang berdiam diri bagaikan lagi merenung karena kesalahannya membuat kerugian saat menjadi ulat. Baru lah menjadi Kupu-kupu yang indah dan menghibur manusia. Saat jadi kupu-kupu mereka seperti menebus kerugian yang dulu ia buat. menghabiskan sisa 7 hari hidupnya dengan menjadi sosok yang indah." kataku sambil mengambil kupu-kupu yang tergeletak ditanah
"Dan akhirnya... pergi dengan indah" sambungku saat memperlihatkan bangkai kupu-kupu bersayap biru itu ke tangan Okta.
"Beautiful story.." ujar Okta sambil memelukku singkat.
Aku dan Okta akhirnya menuju tempat dimana mobilnya terparkir. Setelah menaruh ikan serta Akuarium didalam mobil. Okta melajukan mobilnya ke arah Istana anak-anak.
Dia bercerita kalau dulu ibunya mengajaknya kesini dan makan di rerumputan. Ia ingin melihat masa lalunya di masa sekarang sehingga memutuskan mengajak ku kesana.
Waktu telah menunjukkan pukul 4 sore. itu artinya satu jam sebelum Istana ini ditutup. Setelah membeli tiket Okta merangkulku memasuki istana yang masih cukup ramai. Kami menaiki tangga ke atas Istana untuk melihat pemandangan dari atas sana.
Saat aku menemukan bangku, aku mengajak Okta duduk sebentar dan memberikan kue dari Mama untuk Okta.
Sambil makan kue bersama, aku mengedarkan pandangan kesekeliling Istana. Orang-orang mulai bergegas turun dan meninggalkan Istana. Namun tidak dengan kita. Aku melihat matahari mulai bersinar siap untuk tergelincir.
Aku melihat balita yang sangat lucu berdiri sendirian. Aku berdiri dan menghampirinya. Lucu sekali anak kecil ini mungkin ia berusia 3 tahun.
"Hai hai.." aku menggoda anak itu dan ia pun menengok ia tersenyum dengan manisnya memperlihatkan gigi kecilnya. Tanpa rasa takut ia menghampiri ku dan memegang wajahku.
"Namanya siapa? mamanya mana?" tanyaku dan ia hanya tersenyum khas balita.
"Anak siapa ini man?" ujar Okta seraya mengedarkan pandangan kesekeliling untuk mencari orang tua dari si anak tersebut.
"Kasian banget sendirian" ujarku sambil menggendong anak itu yang sangat menggemaskan.
Aku menyuapkan kue bolu sedikit demi sedikit ke anak itu dan ia terlihat menyukainya, sementera Okta masih berdiri mencari orangtua si anak ini.
"Okta, mau foto sama dia. fotoin tolong" kataku kepada Okta dan langsung mengambil iPad nya untuk menjepret momen dengan anak ini.
"Lucu ya" Ujar Okta saat memperlihatkan hasil fotonya kepada ku. Anak itu seperti mengerti dengan senyum lucunya.
"Aku mau juga dong foto" kata Okta dan langsung menggendong Si Menggemaskan itu.
"Lucu banget deh yang" ujarku saat melihat hasil fotonya.
Akhirnya kami memutuskan untuk selfie bertiga dengan si anak masih digendongan Okta.
"Lucu banget...." kataku melihat foto di iPad.
"Nih kamu gendong dulu, aku mau nyari satpam atau orangtua nya dulu ya" kata Okta
Aku menunggu Okta dengan si anak lucu ini. ia terus menepuk tangannya sambil tertawa.
Tak lama Okta datang dengan seorang wanita yang masih tergolong muda yang terlihat panik dari mimik wajahnya.
"Tio..yaampun" wanita yang ternyata ibunya itu langsung menggendong anak lucu itu yang ternyata bernama Tio. Aku menatapnya senang sekaligus sedih.
"Makasih ya dik.. yaampun saya gak tau lagi kalo gak ketemu sama adik ini anak saya bagaimana apalagi sampai ketemu orang yang jahat" ujar si ibu itu dengan wajah senangnya
"Iya gak apa bu. saya seneng ngelihat Tio lucu banget hehe anteng juga lagi" ucapku sambil tersenyum setulus mungkin.
"Sekali lagi makasih ya dik" kata ibu itu sambil memegang bahu ku dan ku balas dengan senyuman hangat.
"Tio mau lagi? hehehe ini makan lg ya" ujar Okta seraya memberikan sepotong kue bolu kepada Tio.
Setelah Tio dan ibunya pergi, Okta mengelus punggungku.
"Udah gak usah sedih. dia kan udah seneng sama ibunya gimana sih kamu hehe"
"Iya sih hehe abis lucu banget yang..." ujarku sambil melihat layar iPad.
"Udah mending kita foto yuk" kata Okta menarik iPad nya dan mengajakku berfoto dengan berbagai gaya. seperti biasa Okta selalu iseng saat mengambil foto.
Tapi saat aku yang memegang iPad nya untuk mengambil foto, Okta mencium pipi ku dan tombol capture pun disentuhnya menghasilkan foto yang indah dengan latar istana ini.
Setelah puas berfoto dan jam sudah menunjukan penutupan area istana ini, aku dan Okta kembali ke mobil. Puas sekali rasanya menghabiskan waktu demi waktu dengan Okta hari ini.
Matahari mulai sembunyi dan digantikan si cantik bulan saat Okta mulai melajukan mobilnya keluar area Taman Mini.
"Sayang mau makan dimana?" tanyanya dari balik kemudi.
"Hem..terserah kamu" jawabku sambil melanjutkan aktivitas mengirim foto dari iPad Okta ke iPad ku.
"Ah kamu nih kayak cewek aja terserah mulu" ujarnya
"Biarin woo.. aku mah apa aja doyan. biasanya kan kamu yang bawel" kataku meledeknya
"Yee ngeledek. Yaudah Mc.Donald aja ya? " katanya menunggu persetujuan
"Iya sayang" jawabku singkat.
Hari sudah gelap saat aku dan Okta selesai makan di Mc.Donald dibilangan Depok.
"Langsung pulang ya?" Tawar Okta
"Yuk pulang" jawabku karena teringat kata-kata Mama untuk tidak pulang terlalu malam.
Sepanjang perjalanan aku hanya menatap keluar jendela karena kedua iPad itu mati kehabisan daya. sementara Okta berkonsentrasi penuh pada jalanan malam yang gelap.
Kulihat jam yang menunjukan pukul 20.53 saat mobil Okta memasuki Kompleks Perumahan ku.
Tak lama kemudian aku turun saat di depan rumahku. Okta membantu mengeluarkan Akuarium dan ikan yang hampir mati. Aku berpamitan dengannya dan berterimakasih seraya Okta mengecup keningku singkat.
"Kabarin kalo udah sampe rumah ya" kataku yang hanya dibalas anggukan dari dalam mobilnya.
Aku memasuki rumah yang nampak berbeda dengan motor ninja yang terparkir manis didepan rumahku.
"Ish kamu nih ditunggin dari tadi juga" kata Mama saat aku baru saja membuka pintu.
Mama langsung mendorong ku untuk duduk di depan Papa yang terlihat sudah menunggu dari tadi diruang keluarga.
"Langsung sajalah man. Papa dan Mams tau kamu disekolah kayak apa" ujar papa
"Hah? kayak apa gimana pah?" tanyaku heran.
"Ya singkatnya papa tau nilai kamu do re mi fa sol" ujarnya lagi yang membuatku langsung terkekeh malu
"Jadi papa udah mutusin buat kasih kamu les" kata mama
"Hah? Yah papa, kan gak enak kalo pulang sekolah harus pergi les" aku berkata melas. les? pulang sekolah? membayangkannya saja sudah membuatku pusing dan mual
"Siapa bilang diluar?" kata papa kemudian
"Lah? trus?" tanyaku heran
"Tuh gurunya udah diatas dari tadi. pokoknya kamu luangkan waktu senin sampe jumat setiap sore" kata papa menjelaskan
"Hah? papa nih bercanda? senin sampe jumat? kapan aku mainnya?" protesku. membayangkannya membuatkku gerah
"Main mulu. Gak ada protes pokoknya. mending kamu ketemu guru yang ngajar dulu sana diatas" ujar papa.
"udahlah terima aja man" kata mama menambahkan kepusingan ku.
Aku segera menaiki tangga ke atas dengan lunglai membayangkan aku harus belajar setiap hari dengan guru yang mungkin sudah jadi sesepuh.
Aku melihat punggung seseorang yang sepertinya cowok dan bukan sesepuh karena tak ada sesepuh yang memakai sepatu sneakers dan tas denim.
"Bagus deh udah dateng juga akhirnya" katanya berkata membelakangi ku.
Aku membuka pintu kamar ku dan menaruh seluruh barang-barang yang aku bawa termasuk ikan.
"Sini lo" Suara berat itu terdengar dari cowok itu
"Sabar kali" ujarku sambil menutup pintu kamarku.
Dan kini aku bisa melihat wajahnya yang ternyata ganteng tapi judes terlihat dari alis dan matanya yang tajam. Orang macam apa ini yang kau kirimkan pa? batin ku.
"Ok langsung aja gue mulai. Nama gue Mario. Sebenernya gue kuliah di Amerika dan lagi cuti dan sialnya gue harus ngajar lo. Gue tau semua track nilai lo yang kayak nada di piano itu, dan tentu aja gue disini mau ngajar lo jadi gue harap lo bisa diajak kerjasama. lo untung gue untung. ngerti? ada yang mau ditanya?" ucapnya panjang lebar dengan cepat
"Udah ngomongnya? Oke pertanyaannya, Kenapa lo cuti? Gak niat ngajar gue?" tanyaku sedikit jengkel.
"Sorry. Itu bukan urusan lo. disini yang gue minta lo cukup belajar aja bukan kepo. ngerti? Oiya. Gue minta lo sedia buku tulis 3 yang tebel gak pake komentar. Di Amerika waktu adalah uang. jadi hargailah waktu yang lo punya. Dan di Amerika gak ada ngaret, Gue mau kita les mulai jam 5 sampe jam 7 gak pake ngaret kayak sekarang." jawabnya cepat. sangat cepat. sampai membuat aku ternganga. apa dia sudah menghafal dialognya? batinku.
"Ok gue rasa gue cukup jelas. sekarang gue mending balik karena tadi gue kebanyakan ngajar angin. Sampai besok. Terimakasih" ucapnya sangat cepat dan mengambil tasnya kemudian berlalu begitu cepat. Aku tak percaya dia itu manusia. mungkin dia kesurupan di Amerika jadi seperti hantu yang berlalu begitu saja.
Aku bangkit menuju kamar dan menyibukkan diri merangkai akuarium yang ku letakkan disamping jendela. menghiasnya dengan bebatuan dan menaruh gelembung oksigen aku pun menyemburkan kedua ikan mas koki yang mungkin sudah mabok kedalamnya dan akhirnya mereka pun bergerak lincah didalamnya.
Aku mengambil Handphone dan iPad ku setelah selesai membasuh tubuhku.
Aku melihat pesan dari Okta yang mengabarkan kalau dirinya sudah sampai dengan selamat serta mengirimkan gambar Keiko, kucing himalaya kesayangannya bermain dengan mainan ikan yang dibelinya tadi.
Aku menekan tombol play pada iPod ku. Lagu Katy Perry Unconditionally melantun dari earphones ku. Aku mendengarkan sambil melihat foto yang berhasil kita ciptakan hari ini. membuat aku merasakan cinta yang sederhana namun sempurna..
Now Playing : Katy Perry - Unconditionally
Oh no, did I get too close?
Oh, did I almost see what's really on the
inside?
All your insecurities
All the dirty laundry
Never made me blink one time
Unconditional, unconditionally
I will love you unconditionally
There is no fear now
Let go and just be free
I will love you unconditionally
Come just as you are to me
Don't need apologies
Know that you are worthy
I'll take your bad days with your good
Walk through the storm I would
I do it all because I love you, I love you
Unconditional, unconditionally
I will love you unconditionally
There is no fear now
Let go and just be free
I will love you unconditionally
So open up your heart and just let it begin
Open up your heart and just let it begin
Open up your heart and just let it begin
Open up your heart
Acceptance is the key to be
To be truly free
Will you do the same for me?
Unconditional, unconditionally
I will love you unconditionally
And there is no fear now
Let go and just be free
'Cause I will love you unconditionally (oh
yeah)
I will love you (unconditionally)
I will love you
I will love you unconditionally
@bram94
@Abyan_AlAbqari
@callme_DIAZ
@kutu22
@Dltyadrew2
@Monic
@0003xing
@Beepe
@Bintang96
@Rikky_kun
@Dimz
@Snowii_
@Gabriel_Valiant
@indoG
@n0e_n0et
@Cheesydark
@Venussalacca
@jokerz
@bponkh
@laikha
@foursquare
@Ian_McLaughlin
@alexwhite
@Archiez
@dionville
@mahardhyka
@sandy .buruan
@DiFer
@obay
@egalite
@Jhoshan26
@adinu
@tyo_ary
@ananda1
@adilope
@dannyfilipe1
@exxe87
@cassieput
@bi_men
@lintang1381
@aldi_arif
@hikaru
@harya_kei
@YuuReichi
@Tsu_no_YanYan
@No_07021997
@yubdi
@wisas
@bladex
@tohartoharto
@cmedcmed
@CoffeePrince
@wandi_aja
@faradika
@adre_patiatama
@hwankyung69
@Adam08
@haikal24
@bebong
@DM_0607
@raka_okta
@arifinselalusial
@sky_borriello
@tamagokill
@Rizal_M2
@angelofgay
@pokemon
@FauziNIC
@lasiafti
@Éline
@MikeAurellio
@anjinganjing
@DanniBoy
@mamomento
@kimo_chie
@Sefares
@Rez1
@newsista
@Kim_Kei
@the_angel_of_hell
@rafky_is_aldo
@alexrico
@kimsyhenjuren
@rickyAza
@rizky_27
@Ervfan55
@marvinglory
@Flowerboy
@emoniac
@Taylorheaven
@Onew
@Anju_V
@VBear
@kangmas1986
@FISE
@mikaelkananta_cakep
@arwin_syamsul
@caetsith
@davey88
@vasto_cielo
@GeryYaoibot95
@voldemmort1
@galihsetya14
@abiDoANk
@trinity93
@farizpratama7
@OlliE
@nand4s1m4
@rarasipau
@NielSantoso
@Yongjin1106
@tsu_gieh
@esadewantara88
@Putra_17
@diditwahyudicom1
@ikmal_lapasila
@kikyo
@MErlankga
@ElninoS
@edwardlaura
@putra_ajah
@arieat
@Ariel_Akilina
@rey_drew9090
@ddonid
@joeb
@elul
@andra99
@TigerGirlz
@irfan295_
@pria_apa_adanya
@balaka
@kevinlord7
@Chachan
@_newbie
@raffi_harahap
@deph46
@ichafujo97
@Lonely_Guy
@abang_jati
@zephyros
@chandisch
@tialawliet
@blackshappire
@Adra_84
@Tamma
@icha_fujo
@Key_Zha
@boy_filippo
@hantuusil
@diyuna
@yuzz
@pyolipops
@AvoCadoBoy
@aldyliem
@Arjuna_Lubis
@yooner5
@ryanjombang
@Irfandi_rahman
@RezaYusuf
@i_am
@diandasaputra
@khaW
@Zazu_faghag
@pradithya69
@san1204
@bapriliano
@Ranmaru
@Anggoro007
@3ll0
@Remiel
@Fae91
@gege_panda17
@d_cetya
@zevanthaikal
@tarry
@unknowname
@adjie_
@keanu_
@bell
@lulu_75
@3ll0 @abiDoANk @jacksmile @tsunami
@Aghi @caetsith @TigerGirlz @fiofio
(tetep keukeh ma rico hahaha)