It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Nama anak pertama yang benar itu apa sih, Fernando Liando Kromowidjojo atau Fernando Garrick Tamamilang? Tapi lanjut aja deh. Ceritanya sengaja tidak memakai dialog ya? Terlalu banyak pengulangan alur dan penjabaran tentang Pompe, Mas TS. Mungkin maksud Mas TS menegaskan definisi pompe ya? It's OK lanjut aja deh, mention terus ya... berasa baca kisah sejati di majalah tahun 1990-an.
kayaknya ceritanya bakal bagus ke depan.
@PrinceArga – hehehehehehehe,, iya nanti pasti seekor,, maaf aturan seorang,,,yang benar Fernando Liando Kromowidjojo,, makasih ya mas kritiknya,, senang punya pembaca cerita yang detail seperti mas,,,
@d_cetya – okeh dah tante,, kata Mas Verza dia gak doyon dipeluk cewe,, hahahahhahaha
@Unprince – okeh,, okeh dek @Unprince
@kampret_er – semoga ya mas,,, kalau berminat baca juga ceritaku yang lain yang sudah tamat,, hehehehehehe,, promosi,,,
@Mooo – bukan mas,, emang seperti nama kerajaan,,
@cee_gee – betul sekali mas,, didepan sudah dijelaskan bahwa cerita ini terinspirasi dari film “Extraordinary Measure” yang dibintangi Brendan Fraser, Horrison Ford dan Keri Russell.
@Kojul – wah mungkin hanya kebetulan saja mas,, heheheheheheheh,, okeh mas nanti saya mention.
@lulu_75
@PrinceArga
@octavfelix
@fuumareicchi
@d_cetya
@Unprince
@kampret_er
@Mooo
@Kojul
@danielsastrawidjaya
@shuda2001
@erickhidayat
KEKUATAN
***************************************************************************
BAGIAN 1
KEPERCAYAAN DAN KEYAKINAN
Putri kecilku baru berusia tiga tahun, dia suka rambutnya dikucir. Saat ini dia sedang duduk di pinggir tempat tidurnya. Ia memiliki kekuatan untuk duduk di tepi tempat tidurnya. Pada waktu itu, aku benar-benar tengah berkutat dengan masalah “kepercayaan” di perusahaanku. Memercayai ilmu pengetahuan, memercayai pendanaan, memercayai sistem, dan memercayai diriku sendiri. Aku duduk dilantai disamping tempat tidur sambil mendongengkan putri-putrian untuk Megan dan berkata, “Megan, berhati-hatilah sayang, kamu terlalu dekat ke pinggir dan Ayah tidak ingin kamu jatuh, jika kamu memang jatuh, Ayah akan menangkapmu.” Saat itu Megan hanya menunduk menatapku, tanpa mengatakan apapun. Dia tersenyum, memejamkan mata, merentangkan kedua lengannya dan membiarkan dirinya sendiri terjatuh.
Aku menangkap dan langsung memeluknya. Aku menanyakan kepadanya tentang alasan dia melakukan hal itu, Kendali ototnya lemah dan dia memiliki tubuh yang setiap sistemnya sudah sangat terganggu oleh kerusakan akibat penyakitnya. Jatuh dengan kepala terlebih dahulu menghantam lantai kayu yang keras dapat berakibta fatal untuknya. Megan hanya tertawa seraya menatap mataku lekat-lekat, dia sadar betul hal yang telah diperbuatnya. Megan sengaja menjatuhkan diri dan menantangku agar menangkapnya. Dia tahu aku akan melakukannya. Kubilang aku akan menangkapnya, dan aku memang melakukannya. Sejak saat itu, aku selalu bertanya-tanya mengapa Megan melakukannya?? Apakah untuk merasakan sensasi terjun bebas?? Atau barangkali itu adalah cara khususnya sendiri untuk menunjukkan bahwa dia memercayaiku sepenuhnya, tanpa sedikitpun merasa ragu??
*************************************************************************************************************************************************************
Larut Malam, Di Bulan Juli 2009, Munich
Aldo dan aku sedang berbaring di tempat tidur dan kami membahas topik jatuh cinta. Dua berita besar hari itu adalah tentang sepupuku yang seorang dokter dan tinggal di Indonesia yang baru saja memutuskan untuk hidup bersama dengan pasangannya yang merupakan pasangan dari pasiennya yang meninggal karena kanker dan yang kedua adalah tentang perpisahan pasangan gay yang sudah hidup selama empat belas tahun dalam sebuah reality show di televisi. Aldo dan aku sebenarnya sangat senang ketika mengetahui sepupunya mendapatkan pasangan hidupnya, sudah lama sepupunya itu hidup dengan kesendirian setelah ia putus saat sedang menjalani kuliah dengan kekasihnya yang juga merupakan sahabat sejak SMP dan cinta pertamanya. Bebarapa kali aku dan Aldo menjodohkan Frans dengan teman-temanku di Jerman, namun semuanya gagal karena Frans belum mau membuka hatinya. Dan ketika kabar itu datang ke kami, betapa senangnya kami disini.
Aku dan Aldo juga membicarakan reality show di televisi, bahkan Aldo berkelakar “Jika sungguh-sungguh ingin membuat reality show yang akan menghibur banyak orang, seharusnya mereka merekam kehidupan kita setiap hari.” Di rumah keluarga ini, anak-anak bolak-balik dengan deruan kursi rodanya masing-masing, para perawat serta terapis datang dan pergi selama dua puluh empat jam sehari dengan menenteng obat-obatan, sementara empat kucing mengeong dan berlari-lari. Belum lagi dengan adanya kunjungan dari saudara serta teman-teman kami. Itu akan menjadi reality show yang disukai pemirsa, bahkan kami mungkin ditawarkan untuk membuat jariangan televisi khusus sendiri (tentu saja tidak, terima kasih!!). Dengan cepat perbincangan kami bergulir ke para pasangan dan cara mereka jatuh cinta pertama kali.
“Kapan tepatnya Schatzi (Darling) menyadari bahwa jatuh cinta kepadaku??” tanya Aldo.
“Jujur, aku tidak dapat mengingatnya, kupikir perasaan itu berkembang dengan sendirinya,,,” jawabku dengan muka memelas.
Setelah kami semakin dekat usai pesta itu, aku tidak mengatakan “aku mencintaimu” atau semacamnya kepada Aldo, dan aku tidak pergi tidur dengan berpikir “Ya Tuhan, aku mencintai laki-laki ini.” Namun, aku memiliki perasaan yang kuat bahkan setelah beberapa kali kencan pada awal-awal hubungan. Pada Hari Raya Paskah, aku yakin laki-laki inilah yang akan kunikahi, dia bukan perempuan seperti yang dinginkan oleh keluargaku, dia adalah laki-laki sama seperti ku. Dan akhirnya aku tidak membutuhkan waktu terlalu lama. Sekarang, dua puluh empat tahun kemudian, aku bertanya kepada Aldo.
“Sayang kapan kamu menyadarinya??”
“Apakah Schatzi ingat saat kita pergi ke Berlin??” Aldo berkata.
Awalnya, aku tidak yakin perjalanan mana yang dimaksud oleh Aldo, sampai akhirnya aku berkata “Sepertinya aku mengingatnya, Apakah saat kita pergi bersama teman-teman saat SMA dulu??”
“Benar. Waktu itu Desember, akhir pekan setelah pesta dansa musim dingin pertama. Kita dan teman-teman pergi ke Berlin hanya untuk melihat pohon natal raksasa dan makan siang bersama, Saat perjalanan pulang dengan kereta Schatzi duduk di sampingku dan Schatzi tertidur, saat itulah aku menyadarinya.”
Komitmen sebuah pernikahan baik itu pernikahan sesama jenis ataupun bukan lebih besar daripada komitmen apa pun dalam kehidupan. Selama bertahun-tahun, Aldo dan aku menjalani masa-masa sulit bersama-sama. Setelah Megan dan Rendy didiagnosis penyakit Pompe, kami berjuang menemukan irama yang tepat untuk diterapkan pada keluarga kami. Tidak pernah terbayangkan masa depan kami didominasi oleh suatu penyakit yang bahkan belum pernah kami dengar dengan ancaman nyawa anak-anak kami setiap harinya dan dengan kebutuhan khusus akan perawatan dan keperluan peralatan medis. Namun, seiring berlalunya waktu, kami mulai memahami hal yang terpenting bagi kami semua. Segala hal yang membuat kami saling tertarik pada satu sama lain masih ada. Bahkan tertanam semakin dalam. Bersama-sama kami memiliki tujuan, sejarah, dan sebuah kesamaan seperti telepati yang dikembangkan pasangan yang menikah dari waktu ke waktu. Kami berbagi tujuan hidup, entah bagaimana kami telah mencapai tingkat kematangan. Kami mulai menganggap bahwa hidup bersama bukanlah suatu lari pendek melainkan maraton, di mana saat-saat sulit bukanlah saat mengalami kegagalan yang pahit, melainkan saat harus mengatasi berbagai rintangan.
Aku menyadarinya pada malam itu, ketika berbincang-bincang di tempat tidur, dua puluh empat tahun setelah perjumpaan pertama kami, aku merasa lebih mencintai pasanganku Aldo Garrick Kromowidjojo daripada sebelumnya. Aku menyadarinya pula inti dari sebuah keluarga adalah tentang kepercayaan. Tanpa perlu mengatakannya keras-keras ataupun mendiskusikannya, Aldo dan aku mengembangkan beberapa aturan dengan saling percaya satu sama lainnya. Pertama, ketika salah seorang dari kami mengalami masa-masa sulit atau suasana hati buruk atau tengah tenggelam dalam perasaan mengasihani diri sendiri, maka kami akan memberikan pasangan kami waktu untuk sendiri selama beberapa jam dan tidak lebih dari itu. Kedua, kami berdua tidak boleh mengalami kesedihan pada waktu yang bersamaan, dalam situasi ini kami sadar tanpa perlu mengucapkannya, bahwa jika kami sedang mengalami kesedihan bersamaan, maka seluruh kehidupan yang telah kami bina akan runtuh.
Itulah yang kupahami saat menggambarkan kepercayaan sebagai elemen penting dalam suatu hubungan seperti pernikahan. Tentu saja selain kepercayaan, kejujuran dan kesetiaan harus kami pahami dan jalani. Ada bentuk kepercayaan lebih murni yang juga bisa diterapkan, yaitu kesadaran bahwa ada seseorang di sana yang akan mendukung saat ketegaran kita melemah. Ada juga bentuk kepercayaan bahwa pasangan kita akan bertindak demi keluarga dalam cara yang tak bisa kita berikan. Sebagian besar masa-masa awal penuh tekanan kami lalui bersama, tepat setelah anak-anak didiagnosis dan diperburuk dengan adanya perbedaan diantara kami dalam menjalani hidup. Kami belajar menganggap perbedaan-perbedaan tersebut sebagai kekuatan kami untuk menjalani hidup dan sangat berharga bagi keluarga kami, bahkan perbedaan itu pulalah yang telah menyelamatkan hubungan kami dari perpisahan. Di dalam kepalaku, Aldo bukanlah orang yang suka detail, menyusun jadwal untuk semua perawat, memetakan tugas masing-masing perawat dengan semua kegiatan anak-anak, mengecek dan memeriksa laporan dan tagihan asuransi. Aldo bukanlah orang yang seperti itu. Namun, jika berkaitan dengan pengurusan anak-anak dan rumah, ia menjadi perekat yang tidak hanya menyatukan keluarga inti melainkan juga keluarga besar kami. Aldo tak ada tandingannya. Ia adalah alunan musik di sekitar rumah kami setiap hari.
*************************************************************************************************************************************************************
“Kita Harus Ikut Ambil Bagian Dalam Karya Tuhan”
Kekuatan keluarga kami berasal dari keyakinan terhadap satu sama lain dan Tuhan. Dalam kehidupan spritualku, aku tidak pernah mencoba meminta intervensi khusus kepada Tuhan, seperti “Tuhan, kumohon, biarkan Fernando menang hari ini,” atau “ Tuhan, biarkan percobaan klinis ini berhasil dengan gemilang.” Menurutku, Tuhan tidak mengintervensi langusung atas peristiwa yang terjadi di dunia dan aku pun tidak memercayai takdir yang telah ditentukan. Namun aku sepakat dengan perkataan John F. Kennedy pada akhir pidato pelantikannya, “Dengan hati nurani yang merupakan satu-satunya imbalan kita, dengan sejarah yang merupakan hakim tertinggi bagi perbuatan kita, marilah kita bangkit untuk memimpin negeri yang kita cintai ini seraya meminta berkat dan bantuannya, tetapi mengetahui bahwa di sini, di bumi ini, kita harus ikut ambil bagian dalam karya Tuhan.”
Saat berdoa, aku berusaha memusatkan perhatian pada dua arah. Aku bersyukur atas kehidupan dan segala hal yang kumiliki. Aku berdoa agar orang-orang yang kucintai mendapatkan kekuatan dan inspirasi dalam hidup mereka. Aku mendoakan anak-anakku untuk mendapatkan kebahagian, kedamaian dan anugerah. Aku tidak pernah berdoa,,, “Bapa di Surga, Jangkaukanlah tangan-Mu dan normalkan sel-sel itu, biarkan enzim-enzim mereka menjadi aktif sehingga dapat mencapai tujuannya.” Aku hanya berdoa agar Tuhan memberi kami kekuatan dan inspirasi serta berbagi harapan juga rahmat-Nya denganku sehingga aku dapat memberikannya kepada orang lain saat mereka bekerja untuk mengembangkan perawatan dan pengobatan penyakit Pompe. Menurutku, begitulah cara Tuhan melalui diri kita masing-masing untuk menciptakan keajaiban.
Dalam kehidupan pribadiku, ada saat-saat ketika aku tenggelam dalam kesungguhan Iman dan saat-saat ketika aku lebih merasa skeptis serta mempertanyakan peranan-Nya. Aku mempelajari dasar-dasar ajaran Katolik sejak kanak-kanak. Ketika aku masih sangat muda, keluargaku adalah tipe keluarga “Katolik KTP”. Keluarga kami saat itu datang ke gereja hanya saat Natal, Paskah, Pernikahan dan Pemakaman. Setelah Ayah meninggal dunia, Ibu baru mendaftarkanku ke kelas Confraternity of Christian Doctrine, dan sejak saat itu yang aku ingat adalah ucapan guruku “Jesus mengasihimu; nah, sekarang ayo kita semua menggambar pelangi dan potret keluarga masing-masing.”
Iman Paroki, Bapa Ken Moore, meninggalkan kesan di dalam diriku, aku mulai terlibat dalam urusan gereja dan itu telah memengaruhi aspek sosial dalam hidupku. Bapa Ken Moore dengan sentuhan yang sangat mendalam telah mengajarkanku makna sejati keyakinan. Tanpa sadar, entah bagaimana aku telah berubah menjadi seseorang yang berupaya keras berdoa dan mencoba menjadi lebih bijaksana mengenai keyakinan, lalu memikirkan alasan manusia diciptakan serta tujuan hidup kita di dunia ini. Pelajaran yang kudapat dari agama pada saat itu, sama betul dengan saat ini; kekuatan, inspirasi, dan rasa memiliki tujuan khusus yang pasti. Kematian tiba-tiba Ayahku telah mengguncangku. Aku memikirkan semua orang yang pergi tidur pada malam hari serta merasakan kedamaian dalam hidup mereka terganggu ketika mereka terbangun dan akan merubah perasaan damai itu. Sebuah diagnosis tentang salah satu anak mereka, kecelakaan mobil, orang terkasih yang meninggal dunia, kehilangan pekerjaan, kebakaran atau apa pun. Aku yakin pada satu titik dalam kehidupan, kita semua akan mengalaminya dan terkadang lebih dari satu kali. Ada suatu pertanyaan pokok yang menghantui umat manusia sejak lama. Mengapa Tuhan Yang Maha Pengasih membiarkan hal-hal buruk terjadi di muka bumi ini?? Aku tidak tahu jawabannya, namun aku mengetahui bahwa keyakinan kepada Tuhan merupakan bagian penting dalam kehidupan keluarga kami. Keyakinan telah memberi kami kekuatan pada saat-saat kami butuhkan. Aku juga berdoa agar Santa Theresa benar, “Tuhan bahkan lebih baik daripada yang kau pikirkan.”
Aku pernah bertengkar dengan sepupuku Bryan Immanuel Frans Lumain, ketika ia memutuskan untuk memeluk Islam. Keluarga besar kami berguncang hebat, melebihi pengakuan aku dan Frans tentang orientasi kami. Namun pada akhirnya aku mengerti kepindahan keyakinan Frans bukan semata-mata karena seseorang yang ia cintai, melainkan merupakan sebuah keyakinan pada dirinya yang kuat. Ketika aku bertanya pada dirinya tentang perpindahannya, ia hanya mengatakan selama menjadi dokter Arya ia mempejari Al Quran dan ketika membaca ayat 83 surah Al-Maidah ia merasa tertegun “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Quran).” Secara tiba-tiba Frans saat itu merasakan apa yang disampikan Al-Quran, ia menangis, Frans merasa ada sesuatu dibalik ayat tersebut. Sejak penjelasannya itu aku merasa bahwa itu adalah pilihan hidupnya, dan hingga saat ini keluarga kami menerima apa yang diputuskan Frans. Kasus Frans inilah yang membuatku lebih bijaksana tentang sebuah keyakinan.
Sepanjang waktu orang-orang bertanya berapa lagi Megan dan Rendy akan bertahan hidup?? Kami tidak tahu jawaban dari pertanyaan itu. Mereka sudah menjalani hidup lebih lama daripada yang diperkirakan. Mungkin mereka akan terus hidup hingga berpuluh-puluh tahun lagi. Andai saja mereka tiada esok hari, tentu kami akan merasa sangat sedih. Akan ada kekosongan selamanya. Namun. Kurasa kami juga ingin menengok ke masa lalu dan berpikir bahwa setiap hari yang kami habiskan bersama mereka memiliki tujuan tersendiri, setiap hari memberi kami kekuatan. Hari-hari itu mengajarkan kami makna sejati dari cinta. Kami menjadi manusia yang lebih baik. Setiap pagi ketika kami terbangun dan mondar-mandir di kamar sebelum mengecek selesar dan menyalakan mesin perawatan Megan dan Rendy untuk aktivitas harian, aku dan Aldo akan berhenti sejenak di sana untuk mendengarkan. Begitu mendengar deru mesin Megan dan Rendy, kami tersenyum dan bersyukur kepada Tuhan, lalu sebuah kegilaan itu di mulai lagi. Satu hari lagi. Terima Kasih Tuhan, Satu Hari Lagi Yang Berharga.
*************************************************************************************************************************************************************
Keanekaragaman Kehidupan
Kepercayaan bukan hanya memercayai keluarga dan Tuhan, melainkan juga memercayai orang lain. Bagi keluarga kami, ini berarti memercayai bahwa anak-anak kami harus menjalani kehidupan senormal mungkin dan memercayai yang lain untuk membiarkan mereka berbuat demikian. Hal tersebut menunjukkan betapa keluarga kami dapat dijadikan teledan bagi orang lain untuk saling memercayai. Saat pindah ke Munich 2002, kami berharap Megan dapat masuk ke taman kanak-kanak reguler. Munich sangat progresif dalam mengakomodasi anak-anak berkebutuhan khusus dan sekolah negerinya benar-benar luar biasa. Pada musim panas kami menemui para konseler dan sebuah tim datang untuk melihat keadaan Megan serta memberikan program pendidikan individual. Pihak sekolah berkata bahwa akan mencoba untuk mengakomodasi Megan, meski ia memiliki kebutuhan khusus yang tak biasa. Sekolah negeri ini memang pernah menangani sejumlah anak autistik dan beberapa anak dengan serebral palsi, namun sekolah ini belum pernah memiliki murid seperti Megan. Dan sekolah negeri ini memiliki kebiasaan mengirimkan seseorang yang sangat membutuhkan penanganan khusus ke sekolah khusus.
Kami pergi untuk mengetahui dan mengamati keadaan di sekolah khusus, dan tempat itu adalah sekolah hebat yang melakukan hal-hal hebat untuk beberapa anak dengan situasi yang sulit. Namun bukan itu yang Megan inginkan, ia ingin menjadi anak biasa yang hidup di tengah-tengah anak biasa lainnya. Meskipun otot-otot penderita pompe rusak, pikiran mereka sama sekali tidak pernah terpengaruh. Megan seperti halnya Rendy dan anak pompe lainnya yang kami kenal, luar biasa pintar serta pikirannya lebih cepat matang daripada anak-anak seusianya. Kami ingin ia masuk ke sekolah negeri bukan sekolah khusus.
Aku dan Aldo menemui Kepala Sekolah agar mereka dapat menerima Megan, Kepala Sekolah pada prinsipnya memberikan tanggapan positif,,
“Oke, kami akan melakukannya, kami akan melakukan upaya penyesuaian sebaik mungkin. Kami akan membuat mekanisme yang tepat untuk Megan,,” ucap Kepala Sekolah.
Kemudian Kepala Sekolah itu menambahkan........
“Tetapi ada satu hal yang ingin kuminta dari Anda. Tak seorang pun di kota ini yang benar-benar mengenal Anda berdua. Anda baru saja pindah kemari. Aku tidak ingin timbul rumor, mitos, atau semacamnya. Ayo, kita singkirkan semua itu. Kami akan mengadakan orientasi pada Agustus untuk orangtua dari semua anak yang baru masuk, di mana aku dan guru-guru akan menyampaikan pidato. Maukah Anda dan Aldo datang dan berbicara kepada orangtua lain mengenai Megan??”
Awalnya aku merasa, “Memangnya mengapa aku harus menjelaskan kondisi anakku pada orang lain??” Namun, kemudian aku menyadari bahwa hal yang diminta sangat wajar dan itu mungkin akan membantu meluruskan fakta-fakta.
Aku dan Aldo pergi ke orientasi di sekolah, aku berbicara di depan kurang lebih lima puluh orang yang ada di ruangan. Kami memutur rekaman acara mengenai riwayat penyakit pompe dan upaya yanbg telah dilakukan keluarga kami untuk mengembangkan pengobatannya. Aku tidak ingin orangtua mengasasihani Megan atau keluarga kami, kami hanya bermaksud menunjukkan beginilah Megan sebenarnya dan beginilah keadaan keluarga kami. Setelah pemutaran rekaman tersebut, aku menjelaskan, “ Kami mempunyai perawat, namanya Sharon. Sharon yang akan mendampingin Megan di sekolah. Sharon sangat hebat dalam menangani anak-anak, dan Megan adalah anak yang cerdas terlepas dari segela keterbatasan fisiknya. Dia akan berhati-hati dengan kursi rodanya. Di akan menjadi teman main yang menyenangkan bagi anak-anak Anda sekalian,,”
Para orangtua mendengarkan, dan umumnya menghargai diskusi kami. Ada beberapa dari mereka yang tidak nyaman, entah oleh topik pembicaran atau karena kami membicarakan kebutuhan khusus Megan. Melihat situasi itu, aku menyelipkan sedikit lelucon dalam lanjutan pidatoku..... “Para dokter memberi tahu kami bahwa kemungkinan anak Anda tertular pompe sangatlah kecil........., sejauh Megan menutup hidungnya saat ia bersin,” Namun dampaknya tidak sesuai harapanku. Kebanyakan orang sangat paham aku sedang bercanda dan mereka tertawa, namun ada beberapa mata yang melotot. Aldo menghunjamkan tatapannya yang khas ke arahku yang mengandung arti “hentikan leluconmu sekarang juga!!”
Terlepas dari pidatoku yang biasa-biasa saja di hadapan orangtua teman-teman sekelasnya, Megan diijinkan untuk bergabung di taman kanak-kanak. Guru Megan bernama Micheal Fletcher, seorang pria hebat dengan pengalaman mengajar puluhan tahun. Perlakuannya terhadap Megan sama dengan anak lain. Terlepas dari keterbatasan fisik Megan, Mr Fletcher tidak memberi waktu tambahan kepada Megan dan tidak membeda-bedakan perlakuannya dengan murid-murid yang lain. Megan menjalani satu tahun yang luar biasa dan memiliki banyak teman. Aku teringat hari ketika putriku mendapatkan infus terapi enzim pertama yang menyelamatkan nyawanya pada Januari saat ia masih taman kanak-kanak. Siang harinya, ketika putriku mendapatkan infus multijamnya, teman-teman Megan menelepon dari kelas untuk mengecek keadaannya, mereka bersikeras ingin berbicara dengan Megan secara langsung dan perbincangan selama satu jam membuat Megan bersemangat dengan dukungan teman-temannya.
Pada Juni 2003, Megan lulus dari taman kanak-kanak dan sebuah tonggak peristiwa lain terjadi. Sore itu, Kepala Sekolah menarikku ke ruangan dan berbincang-bincang.
“Orlan, Saya ingin berbicara dengan Anda. Kami berharap Megan akan bergabung dengan kelas satu tahun depan. Selama ini dia menjalani satu tahun yang menyenangkan. Megan adalah anak yang hebat”
“Terimakasih atas semua yang telah Anda lakukan Pak. Anda dan semua guru lainnya sungguh hebat. Kami tak bisa meminta lebih dari itu lagi,,” Ucapku.
“ Aku ingin memberitahukan sesuatu yang perlu diketahui Anda dan Aldo. Anda tahu setelah Anda berbicara pada awal musin pelajaran tahun lalu, banyak orang tua menelepon, menulis surat, mengirim email yang pada intinya ‘keluarga Anda kelihatannya menyenangkan dan kami ingin yang terbaik untuk putri mereka. Namun, putra-putriku tidak terbiasa akan hal ini, padahal sekarang adalah tahun pertama yang penting. Saya mohon jangan masukkan anak kami ke kelas yang sama dengan Megan,,” ungkap Kepala Sekolah.
Hatiku bersedih ketika mendengar perkataan yang disampaikan kepala sekolah. Megan menjalani satu tahun yang sangat menyenangkan. Ia memperoleh banyak teman yang kebanyakan tetap menjadi sahabat karibnya hingga saat ini. Ia hanya pernah menggilas kaki seorang anak dan anak itu sembuh hanya dalam beberapa hari, tidak buruk sepertinya. Pada hari pertama sekolah, setiap orang membicarakan diri dan keluarga masing-masing serta kegiatan yang mereka lakukan selama musim panas. Mr. Fletcher menghabiskan waktu sedikit lebih banyak dengan Megan pada hari pertama. Beliau berkata di depan kelas, “Ini Megan. Dia menderita suatu penyakit, suaranya kedengaran lucu dan sebagai ganti berjalan ia menggunakan kursi roda. Namun sama seprti kalian semua Megan sangat cerdas.” Anak-anak langsung memahaminya, sejak saat itu teman sekelas Megan lah yang akan menjelaskan kepada orang lain tentang kondisi Megan. Jika ada guru pengganti atau murid baru, salah satu kawan Megan akan berkata,, “Ini temanku Megan. Anaknya asyik. Dia tidak bisa berjalan dan tidak bisa bernapas tanpa bantuan alat, tetapi otaknya berfungsi dengan baik. Megan seperti kami semua.”
Oleh karena itu, sangatlah menyedihkan bagiku untuk berpikir bahwa hingga kini setelah satu tahun yang menyenangkan masih ada orangtua yang khawatir. Apakh mereka tidak melihat apa yang telah kami lihat selama satu tahun belakangan ini??
“Sebagian besar orangtua merasa tidak keberatan, tetapi ada beberapa pihak yang sebaliknya dan aku mengabaikannya. Justru aku memasukkan anak-anak mereka yang tidak ingin sekelas dengan Megan menjadi sekelas, dan aku memastikan sendiri mereka harus sekelas dengan Megan. Satu-satunya alasan mengapa aku memberi tahu Anda tentang ini adalah karena dua minggu belakangan ini aku mendapat banyak telepon, surat, email dari orangtua siswa yang sekelas dengan Megan, Mereka semua menyampaikan pesan yang sama.” Kepala sekolah melanjutkan.
Aku berpikir, kepala sekolah menyarankan agar Megan dimasukkan ke sekolah khusus. Terlalu banyak orang tua yang mengeluh. Lalu Kepala Sekolah melanjutkan.
“Yang isinya, ‘Kami mohon, apa pun yang Anda lakukan, kami mohon agar anak kami dapat sekelas dengan Megan tahun depan. Anak kami belajar banyak dengan berada di kelas Megan dan kami juga menganggumi gadis itu, Megan adalah seorang anak yang spesial.”
Aku tersenyum dengan ucapan kepala sekolah, pikiranku salah. Para orangtua itu telah mengetahui bakat-bakat yang dimiliki Megan, bukan tentang kebutuhan khususnya. Mereka benar-benar telah mendengarkan dan mengambil pelajaran dari anak masing-masing. Sungguh menakjubkan betapa orangtua dapat belajar banyak dari anak-anak. Orangtua-orangtua itu pun sama seperti kami, telah banyak mendapatkan pelajaran dari Megan dan Rendy tentang kehidupan serta diri sendiri. Kami telah menaruh kepercayaan kepada tetangga kami dan anak-anak mereka. Mereka pun membalasnya dengan kebaikan hati serta penerimaan.
***************************************************************************