Sebenarnya ingin rehat sebentar,, hehehehehe,, tapi sabtu kemarin ke RSCM mengambil spesimen sebuah penyakit langka,,, jadi pengen nulis sebuah cerita,,,
Pompe bukan sebuah nama sebuah kota, makanan, minuman atau nama sebuah orang. Namun adalah sebuah nama dari penyakit yang langka di dunia ini. Terinspirasi dari sebuah Film Feature berjudul Extraordinary Measure saya bermaksud ingin membagi sebuah cerita dari dua laki-laki keturunan Jerman-Indonesia yang memutuskan untuk menikah dan mengadopsi tiga anak. Namun dua anak yang diadposi di diagonisis menderita sebuah penyakit langka “Pompe”. Mereka memahami perjalanan untuk mengalahkan penyakit Pompe, sebagai sebuah kehidupan yang dipenuhi kekuatan, harapan dan sukacita. Sebab mereka tidak pernah menunggu keajabaian datang, melainkan selalu berusaha menciptakan keajaiban itu..... Ya selamat menikmati dan mudah-mudahan cerita kali ini membawa sahabat disini melalui roller coaster emosi......lucu, tegang, pedih dan Bijaksana.,,, Terimakasih buat kalian yang senantiasa mau membaca cerita-cerita saya,,, Salam Hangat dari saya..
Dan maaf bila yang berkenan dengan cerita ini dan ingin di mention bilang ya,, bukan saya tidak mau me-mention teman-teman,, tapi pengalaman cerita sebelumnya banyak yang keberatan di mention,, terima kasih,,,
Comments
Selama bertahun-tahun, banyak orang bertanya mengenai cara kami bisa berjumpa pertama kali atau waktu dan tempat kencan pertama kami. Orlan selalu menjawab terlebih dahulu dengan bangga dan memberi tahu mereka “Aldo yang mengajakku kencan.” Seakan-akan menjawab bahwa dia merupakan objek berharga yang diidam-idamkan semua orang di SMA. Aku buru-buru mengingatkan orang-orang, meskipun memang benar kalau akulah yang lebih dahulu mengajak Orlan. Orlan yang saat itu dikenal sebagan siswa yang senang belajar dan setiap akhir pekan tidak memiliki acara apa pun. Kami lulus dari SMA dengan status sebagai kekasih, dan memutuskan untuk menikah dua tahun setelah aku lulus kuliah pada 1990. Ya kami memang tinggal di Jerman, Orlan memiliki darah Manado dari Ibunya, sementara aku memiliki darah Jawa dari Mamahku. Hidup berjalan dengan....... tidak biasa sejak saat itu. Melalui perjalanan panjang selama lebih dari dua puluh lima tahun sebagai pasangan, kami telah belajar banyak dari sejumlah orang dalam hidup kami dan kami juga telah belajar banyak dari satu sama lain saat kami berkembang bersama.
Usiaku enam belas tahun saat Orlan dan aku kencan pertama, kami pergi ke acara dansa. Pada Februari 2008, aku memperisiapkan diri memasuki usia empat puluh tahun. Setelah masa-masa SMA dan pesta dansa, kami percaya bahwa bila memungkinkan hidup haruslah dirayakan, dan tidak ada cara yang lebih baik selain merayakannya bersama keluarga serta teman-teman dekat. Aku dan putri angkatku Megan memiliki ide untuk membuat pesta dansa, pesta malam itu begitu meriah dan inilah cara keluarga kami merayakannya. Pesta tersebut merupakan tonggak peristiwa tak terucap , bukan bagiku, melainkan bagi dua anak angkatku Megan dan Rendy. Pada tahun 1998 mereka didiagnosis menderita distrofi otot dengan bentuk langka yang dikenal sebagai penyakit Pompe. Pompe adalah penyakit kelainan otot yang mengacaukan yang menyebabkan kelemahan otot pada manusia. Keduanya diperkirakan tidak akan melihat Vatter mereka berulang tahun yang ketiga puluh, apalagi keempat puluh. Namun pesta malam itu berlangsung menyenangkan, dipenuhi cinta dan tawa.
Cerita ini pun dipenuhi tawa dan cinta yang sama, yang dipaparkan melalui banyak kisah. Beberapa hal di dalamnya mungkin akan membuat para pembaca menangis. Namun. Lebih banyak lagi yang akan membuat kita semua tertawa keras-keras. Pompe tidak mengenal usia, penyakit ini memiliki gejala variasi antara satu orang yang mengidap dengan orang lainnya. Selama bertahun-tahun, Orlan telah berbicara di depan publik untuk menceritakan perjalanan unik keluarga kami dalam mencari cara mengobati penyakit yang diidap Megan dan Rendy. Pasangan hidupku ini dianugerahi kefasihan dalam mengemukakan pikiran, perasaan dan pandangannya. Banyak orang telah memengaruhi hidup kami selama bertahun-tahun, dan banyak pelajaran dari mereka yang disampaikan di sini. Namun dari ketiga anak angkat kamilah aku dan Orlan banyak mendapatkan pelajaran. Tanpa disadari mereka telah mengajari kami sepanjang waktu. Fernando Liando Kromowidjojo, Megan Liando Kromowidjojo dan Rendy Liando Kromowidjojo lebih banyak mengajarkan kehidupan kepada kami daripada hal-hal yang telah kami ajarkan kepada mereka. Kami mengangkat anak dari sebuah keluarga di Jerman yang Ayah dan Ibunya sudah meninggal karena kecelakaan. Setiap anak telah menempuh jalan yang berbeda-beda, di mana setiap jalan ditandai oleh kepribadian, kekuatan, kelemahan, dan impian mereka masing-masing. Ketiganya memiliki “kebutuhan” khusus tetapi mereka memiliki “bakat” yang khusus pula. Kami bersyukur atas setiap hari baru dan percaya bahwa kami masih memiliki banyak hal untuk dibagikan. Cerita ini merupakan salah satu cara bagi kami untuk berbagi kepada dunia.
Aldo Garrick Kromowidjojo
Desember 2013
*************************************************************************************************************************************************************
Pada Desember 1994, aku dan Aldo mengangkat sebuah anak dari keluarga kami sendiri, ketika itu sepupuku beserta istrinya mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya dan meninggalkan seorang bayi laki-laki berumur tiga bulan. Aldo lah yang memaksaku untuk merawat anak itu, dengan persetujuan keluarga besarku aku diijinkan merawat bayi itu, keluarga besarku juga mengizinkan aku menambahkan nama anak itu menjadi Fernando Garrick Tamamilang, itulah anak pertama kami yang kami rawat seperti anak kami sendiri. Pada 1998, kedua anak bungsu kamu seharusnya sudah meninggal dunia. Saat mendengar bahwa kedua anak terkecil kami mengidap penyakit Pompe dan hanya memiliki waktu beberapa bulan untuk hidup, kami memutuskan untuk tetap bertahan dari diagnosis fatal tersebut. Kami hanya perlu mengalahkan alam dan waktu. Kami hanya perlu belajar mengenai penyakit ini dalam waktu singkat dan kami juga hanya perlu belajar banyak tentang diri kami sendiri. Perlu diketahui kehidupan seorang keluarag gay di Jerman lebih maju 25 tahun dibandingkan Indonesia, pasangan gay yang menikah atau memutuskan hidup bersama banyak yang mengadopsi anak dan hidup layaknya pasangan suami istri.
Sekarang ini, rumah keluarga kami adalah tempat yang energik dan penuh sukacita, di mana kursi-kursi roda lalu-lalang di sepenjuru rumah dan empat ekor kucing anggora mencoba untuk tetap selangkah lebih maju daripada ketiga anak kami yang bahagia. Ketika salah satu anak kami bertanya kepada aku atau Aldo tentang penyebab keluarga kami tidak seperti keluarga lain, persedian jawaban yang dapat kami andalkan adalah sebagai berikut “Ya, begitulah sebabnya mereka membuat film mengenai kehidupan kita.” Keluarga kami sama halnya dengan keluarga pasangan suami istri atau keluarga pasangan gay lainnya di dunia yang mengingankan yang terbaik untuk anak-anak, lingkungan sekitar dan masa depan kami. Rintangan-rintangan spesifik yang dihadapi keluarga kami mungkin merupakan kasus langka, namun cara-cara kami untuk mengatasinya telah menyajikan berbagai pelajaran yang kuharap dapat memberi inspirasi bagi keluarga mana pun.
Pada 1998, saat usia Fernando belum genap empat tahun, Megan dan Rendy didiagnosis menderita penyakit Pompe, suatu gangguan neuromuskuler yang langka dan fatal. Kami belum pernah mendengar kata Pompe (cara pelafalannya adalah “Pom-pay”) sampai ketika seorang ahli saraf di Munich memberitahukan bahwa putri kami yang berusia lima belas bulan Megan mengidap penyakit tersebut dan tidak akan bertahan hidup melewati masa kanak-kanaknya. Selain itu, ia meminta agar kami membawa Rendy bayi kami yang baru berusia tujuh hari untuk diperiksa karena ada 25 persen kemungkinan bahwa ia juga akan mengidap penyakit yang sama. Fakta tersebut dikonformasikan empat bulan kemudian. Sejak saat itu, kata Pompe akan mendefinisikan ulang hidup kami selamanya. Pompe mengubah hidup kami sebelum kami dapat mengubahnya. Megan dan Rendy adalah saudara kandung yang kami asuh setelah Ibunya meninggal saat melahirkan Rendy, Ayahnya sudah meninggal ketika usia kandungan Rendy enam bulam karena sebuah kecelakaan kerja. Sejak saat itu kami kembali mengangkat anak dalam kehidupan keluarga kami. Orang tua Megan dan Rendy sama-sama pembawa (karier) sifat resesif dari gen yang terlibat dalam produksi enzim yang mengubah gula dalam otot menjadi glikogen. Orang-orang yang tidak mengidap Pompe memproduksi enzim ini, dan glikogen dipecahkan lalu diubah menjadi energi bagi otot-otot mereka. Aku dan Aldo yang tidak menyadari bahwa bahwa orang tua Megan dan Rendy menjadi karier dalam cacat genetis inipun tidak memiliki riwayat penyakit tersebut dalam keluarga kami masing-masing.
Dalam rentang waktu kurang dari satu hari, kami telah melewati fase keterkejutan, kesedihan, kemarahan dan penyangkalan tentang diagnosis tersebut. Namun dalam rentang waktu yang sama pula, kami memiliki kebulatan tekad untuk menegaskan perjalanan kami bersama Megan dan Rendy. Kami sama sekali tidak tahu apakah dapat mengubah metode pengobatan penyakit mereka, tetapi kami tidak ingin melihat ke belakang. Ke tahun-tahun atau dekade-dekade sebelumnya. Kami juga tak ingin berandai-andai dengan berpikir seandainya saja kami telah melakukan sesuatu jauh sebelumnya demi kedua anak kami, maka semua ini mungkin saja bisa dicegah. Oleh karena itu, kami menghubungi semua dokter dan peneliti di seluruh dunia yang mengetahui secara detail tentang penyakit mengerikan ini. Kami mengumpulkan uang dari keluarga dan teman-teman untuk organisasi amal yang mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dalam menemukan pengobatan bagi penyakit Pompe.
Saat penyakit anak-anak perlahan-lahan mulai merusak sistem tubuh mereka, kami semakin merasa frustasi dengan penelitian penyakit ini yang relatif jalan di tempat. Akhirnya, kami memutuskan untuk mengambil risiko yang sangat besar. Pada bulan Maret di tahun 2000 aku memutuskan berhenti bekerja sebagai tenaga pemasaran di sebuah perusahaan besar farmasi dan sejak saat itu pula aku mulau bermitra dengan seorang peneliti untuk memulai perusahaan bioteknologi kecil yang memfokuskan pada perkembangan pengobatan penyakit Pompe. Sementara itu Aldo mengundurkan diri dari pekerjaannya dan mencurahkan seluruh waktunya menjadi seorang Vatter dengan mengasuh ketiga anak kami. Kekurangan dana dan pengalaman bagi perusahaan baru ini kami tutupi dengan semangat, kerja keras serta komitmen. Selama delapan belas bulan, kami mengubah sebuah firma bioteknik kecil menjadi sebuah perusahaan dengan jumlah karyawan seratus dua puluh orang dan menjualnya ke Genzyme, salah satu perusahaan bioteknik terbesar di dunia. Sebagai bagian dari perusahaan besar itu, dan setelah melewati berbagai kegagalan serta berkat upaya dari ratusan orang, kami akhirnya menemukan dan memproduksi obat bagi penyakit Pompe. Anak-anak mendapatkan obat khusus mereka pada Januari 2003. Saat itu Megan berusia enam tahun dan Rendy empat tahun. Obat tersebut menyelamatkan mereka dengan membalikkan pembesaran jantung yang mengancam nyawa mereka. Untuk sementara waktu, obat itu pun meningkatkan kekuatan otot mereka.
Saat ini Megan dan Rendy masing-masing duduk di kelas tujuh serta enam di salah satu sekolah negeri di Munich. Abang mereka Fernando duduk di kelas delapan di sekolah yang sama. Megan dan Rendy masih sangat dipengaruhi oleh penyakit Pompe. Mereka tidak akan pernah bisa berjalan dan akan selalu bergantung pada ventilator, namun Jantung mereka sudah berfungsi dengan normal. Mereka sehat, cerdas dan bahagia. Sampai dengan saat ini, aku terus bekerja dengan beberapa dokter dan peneliti terhebat di dunia untuk mengembangkan pengobatan yang lebih baik serta lebih muktahir untuk membantu Megan, Rendy dan orang-orang lain seperti mereka yang menderita penyakit bawaan genetis. Aldo masih menjadi pihak yang menanggung kerja paling berat dengan menjadi bapak rumah tangga mengurus aku dan tiga anak dengan baik. Dengan beberapa cara, kami sama dengan kebanyakan keluarga normal lainnya, dan cerita ini menggambarkan bagaimana kami sebagai sebuah keluarga gay mengatasi serangkaian rintangan serius yang kami hadapi. Kami melakukan segala hal seperti yang dilakukan orangtua (Suami dan Istri) bagi anak-anak mereka, pertama membantu mereka untuk tetap hidup , selanjutnya membantu untuk berkembang. Pencapaian kami telah sangat berhasil berkat kerja keras, kebulatan tekad, cinta, kasih, keyakinan dan beberapa tingkat keberuntungan. Selama perjalanan itu, kesulitan juga kegagalan sama besarnya dengan sukacita dan keberhasilan yang kami dapatkan. Sekarang kami telah berdamai dengan kehidupan. Kami bersyukur atas apa yang kami miliki dan berterima kasih atas setiap hari baru bersama anak-anak. Sesekali kami masih tetap tercengang, betapa banyaknya orang yang menganggap hidup kami bersama anak-anak sebagai sebuah “kisah”. Bagi kami, itu bukanlah sebuah kisah, karena itu adalah kehidupan sehari-hari.
Dalam cerita ini, terdapat sebelas tahun pelajaran hidup yang telah mengajarkan keluarga kami tentang keluarga, keyakinan, kehidupan, dan cinta kasih. Setelah kami menerima diagnosis anak-anak serta bertekad untuk melawannya, Aldo dan aku berjuang untuk mempertahankan pernikahan kami dalam batasan-batasan keadaan darurat konstan. Selama beberapa tahun, aku akan berpergian ke seluruh dunia untuk memperlancar usaha baruku dan menggalang dana bagi pengobatan penyakit Pompe. Setiap minggu aku kembali ke rumah yang berisi dengungan dan desingan mesin-mesin, seorang perawat yang terkadang tidak kompeten, semuanya dalam sebuah rumah yang tidak pernah dirancang bagi dua orang anak yang melekat pada ventilator seberat 18 kilogram.
Sepanjang tahun ini, selain persoalan anak-anak kami, perlahan-lahan kami mulai menikmati suasana pernikahan sungguhan dan mulai berkencan kembali. Kencan yang sungguhan seperti dulu dengan makan malam, pakaian rapi dan jauh dari rumah. Megan dan Rendy harus didampangi selama dua puluh empat jam oleh seseorang yang bertanggung jawab dan memiliki pengetahuan khusus tentang kondisi mereka. Jika tabung ventilatornya terlepas saat tidur, mereka akan meninggal. Mereka anak-anak yang benar-benar rapuh. Beberapa bulan yang lalu, saat kami hendak keluar untuk makan malam, aku sudah mengenakan jaket santai dan Aldo dengan setelan semi jas bermotif batik, seorang perawat jaga malam gagal menangani keadaan darurat anak-anak. Beberapa tahun yang lalu, aku pasti akan memecat perawat tersebut, namun saat ini aku sudah mulai bisa mengontrol emosiku bila seorang perawat gagal menangani keadaan darurat. Aku berkata kepada Aldo “Ya sudahlah, kita akan berkencan di lorong rumah.” Aldo memesan Piza, aku menyiapkan sebuah meja kecil dengan telapak meja putih dan kami menyantap piza di luar kamar Megan dengan masih berpakaian rapi. Kami membuka sebotol anggur dan mendengarkan musik berirama tenang. Kami juga mendengarkan desahan napas Megan dan Rendy yang berirama. Itu adalah kencan paling indah yang pernah kami lalui.
Hidup telah berubah menjadi rutinitas yang kelihatan sangat normal bagi kami semua. Kadang-kadang sekelebat pengalaman hidup menyakitkan akan lewat dibenakku. Selama beberapa tahun belakangan, Aldo dan aku telah mencoba untuk merefleksikan makna dari semua ini dan pelajaran yang telah kami dapatkan dari perjalananluar biasa ini. Cerita ini merupakan upaya untuk menyampaikan kepada orang-orang mengenai berbagai perspektif yang telah kami tarik dari semua pengalaman hidup dan bukannya dari kisah kami. Kami berharap orang-orang dapat terinspirasi, belajar serta menjalani hidup yang lebih baik dari semua yang telah disaksikan, dijalani dan akhirnya dipahami oleh keluarga kami, yaitu sebuah kehidupan yang dipenuhi kekuatan, harapan dan sukacita walaupun kami adalah keluarga yang terdiri dari Vatter, Ayah dan ketiga anak kami.
Orlan Liando Tamamilang
Januari 2014
aku menyimak kok tp psst.. diem2
@PrinceArga - makasih sudah mau mengikuti mas,, nanti kalau update aku mention ya,,
@octavfelix - makasih mas mau menyimak,,, nanti aku mention ya
@d_cetya - hihihihi,,, maaf bukan jahat,,, cuma takut aja kalau mengganggu mention,, nanti pasti di mention tante,,,
@3ll0 hihihihi,,, maaf mas,,, saya takut ganggu,,, iya nanti pasti di mention,,,