Grekkk... grekkk.. grekkk....
Bunyi roda yang bergesekan dengan lantai kasar ini terdengar berisik.
Gelap..
Hanya secercah cahaya dari lubang kecil yang membuatku dapat mengintip suasana di luar.
Di dalam peti kayu ini aku berada, dari informasi yang kudengar, mereka akan membawaku ke tempat itu.
Yah.. tempat itu..
Di mana aku akan menghabiskan waktuku di sana.
Tempat yang mungkin akan membosankan, atau mungkin akan menyenangkan.
Entahlah..
Aku tidak bisa menolaknya, apapun yang terjadi nanti.
******
Krakk.. krakk... krakk..!!
Dengan beberapa kali congkelan mereka berhasil membuka peti yang telah mengurungku selama berjam-jam lalu.
Terang..
Itu yang kurasakan kini.
Kulihat di depanku beberapa orang laki-laki sedang sibuk kesana kemari mengangkut peti-peti lainnya dengan alat beroda, mungkin sama dengan yang membawaku kemari tadi.
“Awas hati-hati jangan sampai rusak! Hati-hati bawanya, pegang yang benar!”
Seorang laki-laki tua, berjenggot putih, dengan tampang galaknya menyuruh laki-laki yang membuka petiku dan seorang lelaki lain dengan penampilan sama lusuhnya untuk mengangkatku ke dalam tempat yang akan menjadi ruanganku menghabiskan waktu.
Ruangan kecil dengan sisi depan terbuka berlatarkan lukisan senja diseluruh dindingnya dengan ornamen ilalang, rerumputan dan bebatuan di atas tanah kering, serta sebuah meriam kecil.
“Hemm.. salah satu dari tentara gagah yang pernah kutangani, selamat datang di museum ini..”
Lelaki tua memegang kuas berukuran sedang, dengan hati-hati dia membersihkan diriku, menyapu seragamku dari debu-debu yang menempel, lebih teliti lagi saat dia membersihkan emblem pada bahuku.
Dari peti peralatannya dia mengambil sebuah kain dan sebuah botol kecil, menuangkan isi dari dalam botol itu pada kain dan mulai menggosok symbol-symbol di dada kiriku serta kancing-kancing berwarna keemasan pada bajuku sampai semuanya mengkilap.
Krakk..krakk..krakkk....
“Hati-hati menurunkannya, letakkan di sebelah sana”
Suara wanita terdengar dari balik punggung lelaki tua yang sedang membersihkanku ini.
“Wah wah.. tentara yang gagah.. bersihin yang kinclong ya pak! Hahaha”
“Hemm..” lelaki tua ini hanya balas menggumam.
Aku penasaran dengan apa yang terjadi di depanku.
Ayolah pak tua.. menyingkirlah.. berikan aku kesempatan untuk melihat-lihat..
Lelaki tua ini akhirnya membungkuk untuk mengelap besi kepala ikat pinggangku.
Di seberangku terlihat seorang wanita berambut hitam sebahu membelakangiku, menggunakan kemeja berwana biru muda dan rok hitam, sibuk menyapukan kuasnya, hal yang sama seperti yang si lelaki tua lakukan padaku. Wanita paruh baya itu beranjak menuju belakang patung yang sedang ditanganinya.
Aku terhenyak..
Seorang pemuda bermata hitam legam yang seolah bercahaya, rambut hitam dengan poni agak berantakan menutupi sebagian atas dahinya, kemeja putih gading dengan celana berwarna krem yang mengatung dilipat di atas mata kaki, tanpa sepatu hanya sepasang sandal japit.
Tapi yang membuatku terpesona padanya bukanlah penampilannya, tapi senyumnya.
Senyum yang menawan.. dan.. indah..
Seolah dia adalah pemuda ramah dan baik hati, tangannya kanannya terulur terbuka seakan dia mengajak semua bersalaman dengannya, berbincang dan berkelakar bersamanya.
“Hanya tinggal memakaikanmu topi ini dan pekerjaanku selesai” Aku terkejut ketika lelaki tua ini tiba-tiba berdiri di depanku dan menggerutu, ia memakaikan sebuah topi dengan tanda bintang emas pada kepalaku, ah aku bahkan tidak sadar apa yang sedari tadi dia lakukan padaku, pemuda itu cukup menyita perhatianku.
Hei Pak Tua, segera menyingkir dari hadapanku! Kau menghalangi pandanganku!
Aku berusaha mengintip pemuda itu dari sebelah tubuh tambun lelaki tua ini.
Arrghh.. aku tak bisa melihatnya.
“Hemm.. sudah” dia membenarkan letak topiku dengan hati-hati, mengangkat tangan kananku kedepan dan menekuk siku sehingga telunjuk dan ujung jari tengah menyentuh pelipis mata.
“Hei Elsa, aku sudah mau pulang, lekas selesaikan pekerjaanmu!” Lelaki tua itu berseru kepada wanita paruh baya -ah ya Elsa namanya- sembari berjongkok membereskan peti peralatannya di bawah kakiku.
“Iya iya Pak, sebentar lagi saya selesai, tunggu bentar kita keluar bareng” wanita bernama Elsa itu berlutut membenarkan lipatan celana pemuda itu dan beralih sibuk membereskan peti peralatan miliknya.
“Hemm..” Lelaki tua itu bergumam sembari duduk di undakan antara lantai ruanganku yang tertutup tanah kering dengan lantai ruang besar dengan cahaya temaram ini.
“Ayo pak, Pak Adam bawa mobil kan? Nebeng ya pak, suami saya lagi ga bisa jemput nih, hehehe”
“Hemmm..”
“Besok pembukaan museum ini, moga besok rame ya pak”
“Yaa.. semoga saja.. mau dapat duit dari mana kita kalo museum ini ga laku”
Mereka berdua berjalan semakin menjauh, mebuat suara percakapan mereka semakin lirih terdengar.
Suasana menjadi sunyi..
Perlahan aku menatap kembali pemuda di depanku, masih dengan senyum ramahnya yang menawan.
Comments
ditunggu lanjutannya atau karya lainnya.,
lanjutttt><
penasaran. njut
09.00 pm
Sunyi...
Gelap...
Setelah perginya dua orang tadi keadaan kembali sepi, dan lampu-lampu dipadamkan.
Sebenarnya aku masih ingin melihat wajah dari pemuda itu atau berbincang dengannya, tapi yang kini bisa kulihat hanyalah sesosok bayangan samar dengan bantuan cahaya bulan dari atap bangunan ini.
Atap yang indah.. transparan.. cahaya bulan jatuh tepat menyinari lantai di antara ruanganku dan ruangan si pemuda, lantai dengan lukisan bulan dan bintang yang besar memenuhi seluruh lantai.
Cahaya temaram itu semakin terang mungkin bulan berada tepat berada di atas atap, namun cahaya itu semakin terang dan sangat terang, bahkan lebih terang daripada sinar lampu.
Tiba-tiba saja cahaya itu berubah menjadi sangat menyilaukan, membuat mataku terasa berkunang-kunang.
Aku memejamkan mataku!
Oh demi pemahatku!
Aku bisa memejamkan mataku!
Perlahan aku membuka mataku berusaha membiasakan mataku setelah melihat sinar yang sangat menyilaukan tadi.
Aku terbelalak melihat keadaan di sekitarku, semua patung di sini bergerak. Sontak aku melihat ke arah pemuda di depanku, dengan mata hitam bersinarnya ia juga menoleh ke arahku dengan senyum manisnya.
Tanpa pikir panjang aku melangkahkan kaki, keluar dari ruanganku untuk menuju ruangan pemuda itu, ruangan dengan lukisan alam dikejauhan yang indah, rumah sederhana berpagar kayu. Dengan ornamen sebuah sumur rendah beratap kayu, sebuah timba di atas rerumputan hijau dan pohon yang rindang.
Kuhampiri dia yang sedang berjongkok bermain bersama seekor ayam jago.
“Hai” aku menyapanya.
Pemuda itu mendongak dan tersenyum padaku, manis..
“Hai” ia berdiri, menepukkan telapak tangannya pada celananya dan mengulurkan tangannya padaku.
Ah, ternyata tidak hanya dalam bayanganku, dia memang pemuda ramah yang tidak sungkan untuk berkenalan dengan orang asing.
Aku membalas uluran tangannya dan menggenggam telapak tangannya. Pemuda ini tersenyum semakin lebar.
“Selamat malam tuan jenderal” ia tersenyum dan menggoyangkan tangannya.
“Selamat malam..”
Berawal dari berjabat tangan, senyumannya yang senantiasa mengembang selama kami berbincang, dan perjalanan sepanjang malam mengelilingi museum ini, kami menghabiskan malam kami bersama.
@Tsu_no_YanYan iya patung sama patung, udah sejenis, patung lagi, hihihi.
@masdabudd biar datang sendiri aja, takutnya ga berminat, hehe
@d_cetya ini lanjut ya
@ularuskasurius iya night at museum, tadinya gamau dibikin begitu tapi keknya susah kurang greget juga, jd deh dibikin begini akhirnya
museum at night
lagiihhh><