It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku benci kamu. Saking bencinya aku sama kamu, sampai-sampai aku kehabisan benci untuk kamu. Yang tersisa hanya keping-keping rindu.
Tunggu aku. Aku datang padamu.
Salam,
Gokung.
Terima kasih atas kunjungannya.
Saya tidak menyangka kalau suratmu sampai bersamaan dengan kehadiranmu. Saya pikir kamu tidak benar-benar serius, tpi tiba-tiba saja sudah di depan pintu dengan sebuket mawar merah. Sekali lagi, terimakasih. Saya pajang bunganya di meja kerja saya.
Begitulah keadaan perpustakaan saya. Masih belum banyak yang datang. Saya juga tidak terlalu berharap akan banyak orang yang datang dalam waktu dekat sih. Waktu mengubah banyak hal bukan? Meski pelan, namun pasti. Dan saya percaya itu.
Sama seperti kita. Hehe hehe, iya, saya tidak akan membahasnya lagi di sini. Kemarin sudah sangat jelas. Semuanya.
Mungkin memang kita ditakdirkan begini. Saling cinta. Saling terima. Tapi, tak bisa bersama. Klasik. Tuhan kadang suka bercanda terhadap kita ta, Go?
Oh iya, kemarin saya belum sempat bertanya tentang perpustakaan saya. Bagaimana menurutmu?
Apa pun, saya akan sangat bahagia mendengar komentar dari kamu.
Salam hangat,
Preddy.
Terima kasih atas kunjungannya.
Saya tidak menyangka kalau suratmu sampai bersamaan dengan kehadiranmu. Saya pikir kamu tidak benar-benar serius, tpi tiba-tiba saja sudah di depan pintu dengan sebuket mawar merah. Sekali lagi, terimakasih. Saya pajang bunganya di meja kerja saya.
Begitulah keadaan perpustakaan saya. Masih belum banyak yang datang. Saya juga tidak terlalu berharap akan banyak orang yang datang dalam waktu dekat sih. Waktu mengubah banyak hal bukan? Meski pelan, namun pasti. Dan saya percaya itu.
Sama seperti kita. Hehe hehe, iya, saya tidak akan membahasnya lagi di sini. Kemarin sudah sangat jelas. Semuanya.
Mungkin memang kita ditakdirkan begini. Saling cinta. Saling terima. Tapi, tak bisa bersama. Klasik. Tuhan kadang suka bercanda terhadap kita ta, Go?
Oh iya, kemarin saya belum sempat bertanya tentang perpustakaan saya. Bagaimana menurutmu?
Apa pun, saya akan sangat bahagia mendengar komentar dari kamu.
Salam hangat,
Preddy.
Sama-sama, aku juga seneng kita akhirnya ketemu dan ngobrol banyak. Banyak banget malah. Sayang aku cuma bentar di kotamu. Gimana lagi? Kerjaan.
Ya, kadang aku juga mikir. Tuhan tuh selera humornya kadang aneh. Udah bener-bener aku sama kamu saling sayang. Dibuatnya kamu punya pacar dua.
Trus dibikin lagi kamu bingung pilih siapa. Akhirnya malah ngilang dari keduanya. Padahal dua-duanya sayang banget ya sama kamu.
Tapi akhirnya kamu balik juga sama dua orang yang sayang sama kamu. Tapi, Tuhan kayaknya masih mau main-main sama kamu ya? Hehehe
Dua orang yang sayang sama kamu emang masih sayang sama kamu, tapi keduanya sama-sama nggak bisa LDR. Yang satu, aku, cuma beda kota, tapi lumayan juga kalau seminggu sekali pacaran. Yang satu lagi selain beda kota juga beda pulau. Hahahaha
Kayaknya kamu kena karma deh, P. Yaaa... secara kamu sia-siain dua orang yang sayang banget sama kamu.
Hahahaha
Udah, ketawa aja. Gak usah ditahan-tahan gitu.
Komentar buat perpustakaan kamu: bagus, saya suka.
Sudah kan?
Salam,
Gokung.
Entah kamu menunggu surat saya atau tidak, tapi saya tetap mau minta maaf karena telat mengirim surat kepadamu. Menulis surat kepadamu sudah menjadi semacam kebutuhan bagi saya. Yaaaa, lebay-lebay dikit boleh kan? Hehe hehe
Saya mau cerita tentang beberapa hari yang membuat saya menunda menulis surat kepadamu.
Sehari setelah saya membaca suratmu saya diajak pergi, tepatnya dipaksa pergi sih, oleh salah seorang kenalan saya lewat media sosial. Kami cukup dekat di dunia maya. Sampai akhirnya Dia, untuk seterusnya saya akan menuliskan namanya dengan inisial D, mengajak saya bertemu.
Maka bertemulah saya dengannya di salah satu kafetaria. Meski tak setampan kamu, juga tak sepintar Bli Adit, D cukup menarik bagi saya. Mungkin pada bagian ini kamu akan tertawa. Bisakah kamu menebaknya? Tidak? Baiklah. Umur D beberapa tahun di bawah kita. Ya ya ya, saya tahu. Saya bahkan masih ingat betul bagaimana kerasnya saya menertawakan para brondong yang mengejar kamu.
Ya, kami bertemu dan mengobrolkan banyak hal. Terutama banyak hal tentang D. Saya masih belum bisa menghilangkan kebiasaan buruk saya untuk hanya mendengarkan dan sesekali menanggapi. Setelah pertemuan itu, untungnya, hubungan kami tidak putus begitu saja. Malah bisa dibilang, kami semakin dekat.
Sampai suatu ketika setelah saya selesai membaca suratmu D mengajak saya pergi jauh. Memaksa saya meninggalkan perpustakaan. Kalau saja kamu tahu ke mana kami pergi. Yaaaa, cuma ke pulau dewata sih. Hanya saja, kami pergi ke sana mengendarai mobil. Dan hanya kami berdua.
Apakah kamu penasaran, Go?
Salam sayang,
Preddy
Aku selalu menunggu suratmu. Meski nantinya kamu nggak akan nulis surat buatku lagi, aku tetep bakal nunggu suratmu. Meski isinya sekadar kamu menanyakan kabar atau bahkan berlembar-lembar cerita tentang buku yang baru saja selesai kamu baca.
Karena membaca tulisanmu seperti, apa ya namanya, melarikan diri? Ah, bukan. Membawa pergi? Aku rasa juga bukan. Mungkin menyelinapkan penat. Kamu tahu sendiri pekerjaanku yang menuntut tanggung jawab yang besar.
Well, mungkin aku terlalu lelah dan butuh liburan sepertimu. Jadinya aku nggak bisa ketawa banyak-banyak pas baca suratmu bagian brondong. Tapi, tenang saja. Aku bakal ketawa sekeras-kerasnya kalau nanti kita ketemu. Dan, ya, aku penasaran sama apa aja yang kamu lakukan sama D.
Kenapa harus D sih?
Mungkin setelah kamu cerita, aku juga akan cerita. Atau kita saling bertukar cerita saja? Bagaimana menurutmu? Aku juga punya cerita buatmu. Yah, memang bukan ceritaku sih. Juga mungkin nggak semenarik ceritamu. Tapi, bukankah itu ide bagus?
Yang selalu menunggu suratmu,
Gokung
Pertama, saya senang sekali mengetahui kalau kamu menunggu surat saya. Kedua, ide yang bagus untuk saling bertukar cerita. Tapi, hey! Bukankah itu tujuan kita berkirim surat?
Segera setelah saya mengiyakan tawaran D untuk ikut pergi saya berkemas. Saya sudah mempersiapkan semuanya sebelum D datang dan meletakkan lagi sebagian besar barang yang tadinya akan saya bawa. Katanya, kamu tuh mau pindahan atau gimana sih? Dan saya tidak bisa membantahnya. Karena saya pikir benar juga kata D, saya harus belajar untuk tidak khawatir berlebihan. Maka, berangkatlah kami dengan hanya membawa masing-masing satu tas punggung.
Padahal kalau saja D tidak menyuruh saya meninggalkan barang-barang yang tidak penting saya mungkin sudah membawa dua koper lagi.
Seperempat perjalanan kami banyak mengobrol tentang banyak hal, mulai dari musik sampai politik, mulai dari cuaca sampai buku terakhir yang kami baca, mulai dari mantan sampai cara memeras santan. Seperempat perjalanan kami memutuskan untuk saling diam. Entahlah apa yang kami pikirkan. Kami hanya diam saja menikmati musik yang diputar juga pemandangan yang kebetulan sedang bagus. Sampai D tiba-tiba melihat saya lalu tersenyum dan menyuruh saya untuk tidur. Maka tidurlah saya di perempat perjalanan ketiga.
Kami menghentikan perjalanan sebentar di tengah hutan. D bilang, istirahat sebentar ya? Capek. Saya hanya tersenyum sampai D meminta saya untuk meninabobokan dia. Dasar anak kecil, pikir saya.
Setelah D bangun, perjalanan berlanjut dengan kami menceritakan hal-hal yang kami setuju dan tidak kami setuju. Contohnya, saya setuju dengan adanya aborsi sementara D tidak setuju. D setuju dengan hukuman suntik mati sedangkan saya tidak setuju. Saya setuju kalau Pokémon itu lebih bagus daripada Digimon, tapi D malah sebaliknya.
Selain berbeda pendapat kami juga setuju dengan beberapa hal. Kami setuju kalau nasi goreng sapi lebih enak daripada nasi goreng kambing. Kami setuju kalau Superman tidak seharusnya jadi tontonan anak kecil. Kami setuju juga kalau hubungan itu dua arah.
Tanpa terasa kami sudah naik kapal penyeberangan. Di kapal D mengajak saya melihat anak-anak pantai berenang di sekitar kapal. Ternyata mereka mengharap penumpang melempari mereka uang. D sempat, beberapa kali, melemparkan uang untuk mereka. Meskipun cuma receh, tapi kebahagiaan anak-anak pantai rasanya tidak terbeli. Mungkin memang uang yang mereka cari, tapi saya rasa ada kebahagiaan yang tidak mereka sadari sedang mereka rasakan. Pada momen saya memikirkan anak-anak pantai inilah D menggenggam tangan saya.
Ah tidak, saya tidak melepaskan genggamannya. Saya hanya melihat D dan D semakin erat menggenggam. Saya pun akhirnya menggenggam balik tangan D. Untungnya sedang tidak ada orang saat itu.
Kapal penyeberangan akhirnya bergerak membelah selat Bali. Kami sudah tidak lagi berpegangan tangan. D mengajak saya menuju bagian depan kapal. Di sana kami hanya diam menikmati semilir angin laut.
Begitulah kira-kira kami akhirnya sampai di pulau dewata.
Suksme,
Preddy.