It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Konflik mulai muncul... Mulai seruuuuuuuuuu
Semakin kesini terlihat karakter tokohnya
Huh, pangeran tampanku itu benar-benar tahan uji pagi ini -,- Padahal aku masih ingin nambah paling tidak satu ronde lagi pagi ini. Tapi tak apalah, semalam saja sudah luar biasa.
Sambil mengeringkan rambutku dengan handuk, aku tersenyum sendiri membayangkan bagaimana kami berdua semalam.
Tidak terencana, bahkan olehku yang telah lama mengaguminya. Tak terpikir untuk berlaku sejauh seperti kemarin. Bergumul dalam cinta dengannya di atas ranjang. Naluri menuntun kami melakukan hal gila itu.
Sungguh, aku lelaki paling bahagia di dunia malam tadi.
*
Aku keluar di kamar mandi dengan tubuh polos tanpa pakaian. Masih berusaha menggoda Kevin untuk menghampiriku dan mungkin mengulangi aktifitas kami semalam.
Tapi, malah ku dapati wajah sendu Kevin yang terduduk lesu di kursi depan meja belajarku. Ku urungkan niat bodohku tadi sebelum makin merusak suasana hati Kevin. Ku hampiri dia segera setelah lengkap pakaian ku kenakan ke tubuhku.
"Ada apa Kev? Kenapa mukanya jadi kusut gitu?"
Dia agak tersentak, seperti terhempas dari lamunnya. Lalu menatapku dengan nanar.
"Ah, i...itu Ken, pak Ridwan tadi telepon. Katanya paperku benar-benar harus selesai sebelum besok, karena dari besok sampai dua minggu kedepan dia akan ke Medan." Kevin menjawab dengan gusar.
Tak kucoba gali lebih jauh lagi. Walau aku tau, ada yang tersembunyi dari kalimatnya barusan.
"Hmm, udah nggak usah kusut gitu mukanya. Aku coba bantu ngerjain. Lagian udah sepertiga juga kan kamu kerjain dari Jumat lalu, kita punya cukup waktu kok. Lets kill this assignment together from now."
Benar saja firasatku sebelumnya. Kevin tiba-tiba berubah moodnya dengan sangat cepat. Lebih banyak diam, hanya berbicara atau bertanya jika ada yang perlu atau tak ia mengerti. Aku sejak tadi menahan asa menggelitik untuk tau apa sebab ia menjadi diam seperti ini. Kemana perginya ia yang ceria dan semangat seperti malam hingga pagi tadi.
Namun ku putuskan untuk tak menanyainya dulu. He needs a privacy too.
***
Seharian kami mengerjakan paper Kevin, hingga tuntas. Pilihan mengerjakannya sejak pagi ternyata cukup tepat, kami selesai lebih satu jam sebelum matahari terbenam.
Aku terbangun mendapati sinar mentari senja membias di meja kaca tempat kami belajar tadi. Sunyi, rasanya sunyi sekali rumah ini. Mungkin Kevin sudah pergi tanpa membangunkanku, tadi dia bilang akan berusaha menemui Pak Ridwan jika sempat atau tugas dapat selesai hari ini juga.
Tapi ternyata tidak, semua lembar-lembar papernya yang tadi sudah tersusun rapi justru masih berada di atas meja di hadapanku ini. Kemana dia sebenarnya.
Rasa sejak siang hingga sore ini hawa udara memang panas. Aku pun rasanya terbangun karena gerah yang sudah tak tertahan.
Lemari Essss!!!
Langkah seribuku melaju ke arah termos es jumbo itu tuk mencari sesuatu, mendinginkan badan. Dan an icy orange juice betul-betul seperti oase di tengah padang gurun yang kutemui ketika meminumnya.
Drrrtt...
Ponselku bergetar disela-sela nikmatku melepas dahaga dengan jus jerukku.
-----------------------------------
My Heart
Sent 16:44
Ken, aq keluar sbntar ya. Ada urusan.
Nggak bangunin kmu krn kmu nyenyak bgt
tidurny. Aq ushain balik sblm jam 7 gpp y?
Kmu ngga kemana2 kan hri ini?
BestFriend_Kenny
Sent 16:45
Gpp kok ganteng hehe...
Aq ngga kemana2.
Nungguin calon pacarku balik
Take care, me amore
-----------------------------------
Okay, then what i have to do now is...
Waiting.
Menunggu.
***
KEVIN
"Terima kasih Kev, sungguh aku tak tau bagaimana caranya membalas budimu ini. Aku tak berani membayangkan apa yang sudah terjadi pada adikku jika kau tak datang. Sungguh, aku sangat berterima kasih."
Kak Mulan memelukku erat. Ia terisak pelan disana, aku masih tak tau harus berkata apa.
Setengah jam lalu dia menelponku dengan nomor Jonathan yang menelponku tadi pagi. Tanpa pamit pada Kenny aku segera bergegas ke rumah ini begitu mendengar kabar dari Kak Mulan tentang Jonathan.
"Dia mengalami depresi yang sangat berat semenjak ayah meninggal. Juga karena Dylan meninggalkannya... karena..."
"Dylan? Kenapa kak? bukankah mereka berdua sangat saling mencinta?"
"Dylan tak mampu bertahan, kecelakaan itu tak hanya merenggut nyawa ayah. Tapi penglihatan Nathan juga..."
"A...apa kak? Penglihatannya?"
"Iya Kev, Nathan sekarang buta. Kornea matanya rusak terkena pecahan kaca saat kecelakaan naas itu. Kakak mohon Kev, kakak tak tau harus minta tolong ke siapa lagi jika bukan padamu... kamu tak tau seberapa sering Nathan coba bunuh diri semenjak ia sadar dunianya tuntas gelap selamanya. Kakak mohon kamu sudi kembali padanya."
Nafasku tercekat. Dada ini sesak serasa dihimpit beban berat dari segala arah. Aku bingung harus apa sekarang. Hatiku ikut hancur mengetahui hal naas yang menimpa mantan kekasihku itu. Dan lagi, rasa sayang itu sepertinya masih tertanam di dalam hatiku.
Ku pandangi tubuh Nathan yang terlelap dengan kedua tangan terikat di sisi-sisi ranjang pasien. Wajahnya yang dulu selalu segar memancarkan pesonanya kini begitu redup, pucat, dan kian tirus saja.
Ada apa dengan hatiku sekarang, semalam tadi sudah ku berjanji dalam hati. Untuk berusaha memberikan utuh cinta dan hatiku pada Kenny, belajar mencintainya yang begitu memujaku. Dan lihat kini, aku meragu... rasa itu harus kuapakan sekarang.
Separuh hatiku tertahan disini...
"Kamu menginap disini malam ini yah? Tolong jagai Nathan bersama kakak. Ia begitu bahagia tadi begitu kakak berjanji akan mendatangkanmu petang ini, sayang obat-obatannya terlebih dulu melelapkannya sebelum kau tiba. Kamu mau ya, dek?" Kak Mulan berujar penuh harap.
Tak kuasa aku menolaknya.
"Iya kak, aku mau."
"Terima kasih banyak, dek."
Ku putuskan menginap disini untuk malam ini. Segera ku kirim pesan singkat ke nomor Kenny, meminta maaf untuk tak kembali malam ini karena satu alasan bohong lagi. Dan seperti biasa, "Tak apa-apa Kev, semoga masalahnya cepat selesai ya. Take care.", menjadi balasan yang akan kuterima disetiap ucapan maafku.
Kenny, sebesar itukah cinta darimu untukku?
Karena aku mencintainya...
Maka aku siap menanggung semuanya...
Semua suka, semua duka
Semua tangis, semua tawa
Semua luka, semua gembira
Semua yang kan ditanggungkan sebagai harga...
Harga bagi cinta yang begitu ku damba
Karena aku mencintainya...
Maka akan ku arungi samudera penuh halang
Dengan kapal kecilku yang bernama cinta
Dan melewati padang gurun gersang dengan segala bahaya
Dengan kuda kecilku perkasa milikku bernama cinta
Pun melintasi cakrawala tak berujung dalam badai dan topan
Dengan pesawat kecilku bernama cinta
Karena aku mencintainya...
Maka telah jauh lama kuputuskan untuk mencintai segala dalam dirinya...
Kurangnya, lebihnya...
Semuanya...
Karena aku mencintainya...
Semua kan menjadi bahagiaku...
Semua kan menjadi semangatku...
Semua kan menjadi hidupku...
Karena aku mencintainya...
Dan hidupku adalah cintanya...
Karena aku mencintainya...
Lebih dari yang dunia dapat gambarkan...
Lebih dari yang ia tau...
Dan selamanya takkan berubah...
Karena aku mencintainya...
:')
Jarum pendek jam dinding sudah menunjuk tepat ke angka 7, pukul tujuh malam tepat. Jonathan menunjukan tanda-tanda akan terjaga dari lelapnya. Sungguh rautnya terlihat letih sekali. Aku meminta persetujuan kak Mulan tadi untuk membuka ikatan dari tangan Jonathan.
"Than? udah bangun..." Ujarku lembut dengan hati-hati.
Ia seperti sedikit tersentak, mungkin mempelajari suara asing yang baru menyapa telinganya. Telapak tangannya meraih-raih menggapaiku, kuraih lalu kugenggam dengan lembut.
"I...ini, ini..."
"Ini aku Than, Kevin..."
"Ke...Kevin?"
Matanya dengan tatapan kosong itu sejenak terbelalak, lalu kedua belah telapak tangannya kiat erat menggenggam tanganku. Dia seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi belum mampu menyembunyikan keterkejutannya. Perlahan mata itu mulai berair, ia menangis. Menangis. Hanya dengan itu digambarkan segala perasaan yang berkecamuk di benaknya. Kak Mulan yang tiba beberapa saat kemudian pun tak mampu membendung tangisnya. Ia memilih menjaga jarak, mungkin membiarkan kami lebih bebas.
"Kev, maafkan aku... Aku... Aku sangat sangat menyesal, untuk semua luka... Luka yang aku tinggalkan padamu... Aku."
"Stop Kev, aku udah nggak pernah mengingat semua itu sejak lama." Aku tak mampu berucap lebih. Berharap setiap kata mampu menghiburnya.
Naluriku menuntunku memeluknya erat. Dibalasnya lebih lagi, seperti aku akan segera jika dilepasnya. Kurasakan kembali hangat itu saat mendekapnya. Sadar bahwa tak kalah besar pula rinduku padanya. Kami sama-sama menangis dalam isakan tertahan.
*
"Aaaa... ayo buka mulutnya?" ku arahkah sesuap bubur ke mulutnya.
"Kev, a...aku bukan anak kecil lagi, i can..."
"Oh ayolah, aku sangat ingin melakukan ini. Please let me... Aaaa..."
Nathan dengan tersipu menerima suapanku. Kak Mulan tersenyum haru melihat kami berdua.
"Kamu tau kan aku nggak pernah suka cowok kerempeng, so... gain this muscles again. I missed them."
Naluri menuntunku mendaratkan kecupan kecil ke pipinya. Nathan terdiam untuk beberapa saat, seperti tak percaya dengan yang ku lakukan tadi. Aku sendiri bingung memahami hati ini. Aku hanya menurutinya, melakukan segala yang membuatku tenang dan bahagia.
Beberapa puluh menit kemudian...
Aku memutarkan lagu Mariah Carey dengan Brian McKnight berjudul Whenever You Call lewat ponselku lalu memasangkan earphone untuk aku dan Nathan dengar bersama.
"Masih ingat lagu ini?"
Nathan terdiam sembari mendengar lagu tersebut...
Love wandered inside
Stronger than you
Stronger than I
And now that it has begun
We cannot turn back
We can only turn into one
I won't ever be too far away to feel you
And I won't hesitate at all
Whenever you call
And I'll always remember
The part of you so tender
I'll be the one to catch your fall
Whenever you call
And I'm truly inspired
Finding my soul
There in your eyes
And you
Have opened my heart
And lifted me inside
By showing me yourself
Undisguised
And I will breathe for you each day
Comfort you through all the pain
Gently kiss your fears away
You can turn to me and cry
Always understand that I
Give you all I am inside
I won't ever be too far away to feel you
And I won't hesitate at all
Whenever you call
And I'll always remember
The part of you so tender
I'll be the one to catch your fall
Whenever you call
*
Seperti kebiasaannya dahulu, memejamkan mata dan mendengarkan lagu yang ia sukai tanpa bersuara. Senyum menghiasi wajahnya sepanjang mendengar lagu ini.
"Takkan mungkin lupa, Kev..." Ujarnya seraya kemudian membuka mata.
"Eeh... Kev?"
"Hmm?"
"Ka...kamu pasti merasakan sakit yang teramat sangat saat itu, aku benar-benar di butakan oleh Dylan."
"Hmmp, sejujurnya mungkin sampai saat ini. Itu adalah sakit terbesar yang pernah ku rasa seumur hidupku. Ditinggalkan... oleh lelaki yang telah membuatku hanyut dalam cintanya selama bertahun-tahun." Kutangkap ekspresi wajahnya meredup dengan genggaman tangannya yang kian erat ke jemariku. "But that pain is gone for a long time."
Wajahnya masih resah.
"A...aku, a...aku apakah masih punya kesempatan tuk menempati hatimu lagi Kev?"
Aku tak memikirkan ia akan berucap sampai sejauh ini, di pertemuan pertama kami setelah nyaris tiga tahun kami terpisah.
"Da...dalam keadaanku yang seperti ini, masihkah kamu bersedia menerimaku lagi? Kevin..."
Ia meraih kedua belah tanganku lalu melekatkannya ke dadanya, terasa debar jantungnya yang tak beraturan di sana.
"Nathan, aku..."
"Sungguh Kev, aku... aku tak bisa hidup tanpamu... I'll die immediately if i lost you again now..."
"Hush, kalimat apa itu... No Nathan... Aku... aku..., Kau tak tau betapa aku pun begitu bahagia bertemu denganmu lagi, aku pun ikut merasakan perih yang kau rasa dengan semua naas yang menimpamu kini. Ra...rasa sayang itu, tak pernah meninggalkan hatiku. Tapi... aku, aku... aku butuh waktu."
Seketika ia tersenyum lega lalu meraih jemariku dan mengecupnya lembut.
"I...ijinkan aku Kev, dengan sisa kuat dan daya yang ku bisa... mengembalikan semua kisah indah yang sempat kita rajut dulu..."
Aku tertegun dalam gejolak hati yang berkecamuk.
Aku seperti tak percaya yang ku ucapkan tadi. Dalam dua hari, aku mengucapkan dua janji yang sama pada dua pria berbeda. Dua pria yang ternyata begitu mencintaiku, dia pria yang akan kini rela memberikan semua yang mereka miliki hanya untuk mendapatkan cinta yang utuh dari hatiku. Salahkah yang ku lakukan ini? Aku... aku masih tak mengerti dengan hatiku, aku tak sanggup memilih... Dan menyakiti salah satu dari mereka...
Malam berlalu, membawaku terlelap dalam bimbang dan ragu...
21.00 WITA
Aku memangku daguku diatas kedua belah telapak tanganku. Menatap resah ke hadapan aquarium ukuran besar di hadapanku. Ikan-ikan hias di dalam berenang dengan begitu bebasnya, apa mereka di dalam sana bahagia?
Rasanya semua tak pernah cukup semenjak semua harap itu mulai Kevin tunjukkan. Dia benar tak datang malam ini. Memang sudah memberi tahu juga tadi siang, entahlah tapi aku tetap saja terus berharap ia disisiku sekarang. Serasa tak pernah cukup detik-detik bahagia bersamanya.
Kuambil ponselku lalu mengirim pesan singkat padanya, semoga tak mengganggunya.
To : My Heart
Mlm Kev, how's the bussiness?
Done? Maaf kl gnggu.
Sent 21.03
10 menit
20 menit
30 menit
Tak juga di balas, cemas mulai mengganggu mindaku. Ku putuskan menghubunginnya langsung. Sayangnya nihil juga, aktif tapi tak juga mau diangkatnya.
Aku meremas rambutku menyadari betapa sms dan telepon dimalam hariku ini tentulah mengganggu Kevin yang sedang mengurus sesuatu dengan keluarganya.
Sabarlah sedikit Ken, untuk semalam saja. Satu malam saja
***
Mataku terbuka mendapati pandanganku langsung bertemu dengan cakrawala langit cerah nan luas. Nyaris tak ada awan kecuali gumpalan-gumpalan kecil yang bergerak perlahan oleh tiupan angin, terlihat lembut sekali. Membuatku rasanya ingin berbaring dan melenggang bebas di sana.
Lalu ku perhatikan sekitarku. Ini padang rumput sabana yang begitu indah. Mindaku tak mencerna lagi bagaimana aku bisa disini, yang ku tau hanya indahnya saja. Ingin ku nikmati sepuasnya.
Lalu pandanganku tertuju pada sebuah pohon. Pohon akasia dengan rimbun daun hijaunya yang melenggak-lenggok tertiup angin. Ada seseorang berteduh dibawah pohon lebat itu, menyandarkan punggungnya di batang pohon akasia itu. Rasa ingin tau membuatku beranjak dari tempatku berbaring tadi, melangkah perlahan menuju pohon akasia itu.
Desau angin yang menghembus lembut mengiringi langkahku mendekati orang itu. Kian dekatkian jelas dapat ku lihat. Itu seorang lelaki, pemuda dengan pakaian serba putih. Begitu tampan. Tapi wajahnya seperti letih sekali. Naluri kian menuntunku terus mendekatinya. Sungguh ku lakukan dengan langkah perlahan, takut mengganggunya.
Sekitar tiga langkah darinya aku berhenti. Lalu sadar dan jelas sepenuhnya siapa lelaki yang tengah bersandar letih di batang pohon akasia itu.
Kevin.
Sontak cemas dan takut merejam hatiku. Segera ku hampiri dia.
Aku menggenggam telapak tangannya. Ya Tuhan, terasa begitu dingin. Aku ingin berucap, mengatakan segala untuk membuatnya semangat dan tak memejamkan mata.Tapi tak bisa, aku tak bisa bersuara. Sesuatu mencekat tenggorokanku.
Kevin...
Apa yang terjadi padamu...
Kenapa...
Bisa seperti ini...
Genggamanku kian erat. Ku gosokkan kedua telapak tanganku ke jemarinya yang terkulai lemas. Berharap mampu menghangatkannya. Tapi gagal, tangan itu kian dingin saja. Aku semakin frustasi dengan keadaan ini. Hatiku hancur melihat Kevin yang terkulai bagai daun layu tanpa daya ini. Aku ingin menangis, tapi keran airmataku pun sepertinya tak mampu mengeluarkan isinya biar setetes saja. Rasanya seperti ingin meledak saja.
Mungkin disebab aku menghangatkan telapak tangannya, perlahan kelopak mata Kevin bergerak lalu terbuka. Ada sedikit harap, ia mulai sadar. Ia mengerjap lemah lalu menatapku sejenak.
Syukurlah kamu sadar Kev...
Syukurlah...
Tapi yang terjadi selanjutnya mengguncangkan mindaku.
Kevin kemudian tersenyum, tanpa suara. Senyumnya teduh, sekaligus rapuh. Aku dengan hati-hati meraih tubuhnya lalu membaringkannya dipangkuanku. Bunyi dedauan akasia yang gemerisik tertiup angin, pun desau angin yang seolah bersiul bersahutan mengisi kesenyapan ini. Kevin menggenggamkan kedua belah tangannya yang dingin ke tanganku. Terus menatapku dengan senyum sayunya.
Tapi, perlahan tatapan itu meredup. Lengkung senyumnya tak lagi tergurat dari wajahnya. Lalu matanya terpejam. Terpejam sepenuhnya. Dan tubuhnya kian dingin. Bahkan, tak terasa lagi gerak tubuhnya untuk bernafas. Ia berhenti bernafas!
Kevin!
Kevin!
Apa yang terjadi?
Kenapa?
Kevin! Sadarlah!
Kevin!
Aku bergerak cepat memberi nafas buatan padanya. Namun gagal, tak ada reaksi. Kenapa begitu cepat? Tubuhnya menjadi semakin dingin dan semakin dingin...
Lalu mataku membelalak mendapati percikan-percikan sinar kecil dari lengannya yang dingin, bersinar seperti kunang-kunang, kemudian berkas sinar itu kian membesar dan membesar. Menyusul kemudian diberbagai tempat di tubuhnya, berkas-berkas sinar itu kian membesar dan pecah dan menyebar ke udara menjadi butir-butir cahaya berkilau.
Apa ini?
Kevin, kenapa seperti ini?
Aku ingin berteriak tapi tak mampu, menangis tapi mulutku bahkan tak mampu mengeluarkan suara.
Di hadapan mataku. Kevin lenyap menjadi serpihan-serpihan cahaya, terbang menuju langit.
Hatiku terasa remuk, remuk bagai di hantam godam yang menghancurkan.
Lalu aku tersungkur di depan pohon akasia itu. Merasakan sakit itu.
Ribuan jarum terasa menghujam jantungku. Baru kurasakan sakitnya yang teramat sangat menyiksaku tanpa ampun.
"K..Kevin.. Ke...Kevin..."
Mulutku tiba-tiba dapat berkata-kata. Airmataku terjatuh juga. Dalam hancur dan keterkejutkanku, aku meraung dalam tangis perih. Merasakan separuh hatiku direnggut paksa dari diriku. Sungguh, aku tak sanggup menahan sakit sebesar ini.
***
"Kevin!!! Kevin!!! Keviiiiinn!!! Tidaaakk!!!"
Mataku kembali terbuka. Mendapati Kevin memelukku dengan erat, aku lalu hanyut dalam raung tangis kembali. Mengutuki mimpi menakutkan tadi, sungguh menakutkan.
"Hey, hey a...ada apa Ken? Tenangkan hatimu, tenanglah dulu... Aku disini, aku di sini."
Aku balas memeluk Kevin dengan erat, tak ada yang bisa ku lakukan selain menangis. Menangis begitu keras di pelukan Kevin. Mimpi tadi sungguh terasa begitu nyata. Bagaimana bisa aku membayangkan perpisahan seperti itu dengan Kevin yang baru mengisi hatiku, dengan Kevin yang kini ada di sampingku.
"Masih jam 3 Ken, ayo tidur lagi... Aku temani." Ujar Kevin lembut seraya mengecup lembut dahiku.
Perlahan kudapatkan lagi kendali hatiku. Akhirnya dapat ku hentikan tangisku. Kevin memelukku penuh sayang, mengusap kepalaku dengan lembut. Rasa nyaman menelusup ke hatiku. Perlahan lelap membawaku kembali dalam pejam.
Aku tak perlu khawatir apapun.
Kevin ada disini.
Kevin ada bersamaku.
@greenbubles
@YANS FILAN
@Zazu_faghag
@Agova
@doel7
@Beepe
@TigerGirlz
@Lonely_Guy
@amira_fujoshi
@kleetonriver
@bumbellbee
@jacksmile
Thanks for reading, keep reading
maaf updatenya lama, dan pendek-pendek