BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Antara cinta, pertemanan, dan selangkangan // update Page 9 //

1356720

Comments

  • Ditunggu lanjutan ceritanya
  • next
  • enak banget sih kostannya audy, jadi pengen pindah ke sana dong, haha
  • Belum update ya?
    Jangan lama2 entar keburu lupa ma cerita sebelumnya.
  • @3ll0 selalu muncul ya setiap ada BoyzStories
    hehehe
  • @3ll0 iya mas...

    Hɑº°˚ ˚°ºHɑº°˚ ˚°ºHɑº°˚ ˚°º≍=))
  • Jadi malu [IMG]http://eemoticons.net/Upload/Cool Face 2/cute_smiley86.gif[/IMG]

    Moga gak mengganggu ya kehadiranku,hehe

    #Ts sorry oot dilapakmu #kabuur
  • hehehehe

    kaborrrr jugaaa.....
  • lanjuttt..
    nice story
  • UPDATEEEEEEEEEEEEE

    ====================

    ====================

    Ketika gue lagi ngerjain tugas di kamar, Kang Leo tiba-tiba ngajak gue makan di luar. Berhubung gue juga belum makan, gue pun mengiyakan ajakan cowok tampan itu.

    Malam itu kami memutuskan untuk makan nasi goreng pinggir jalan yang tak jauh dari kostan.

    "Nasi goreng di sini enak loh, Dy. Kamu harus coba!" ungkap Kang Leo saat tengah menunggu emangnya membuat pesanan kami.

    "Masa sih, Kang?"

    "Iya, Dy. Nasi goreng ini paling laku di daerah sini," kata Kang Leo.

    Gue manggut-manggut mengerti. Dari tadi emang banyak banget orang yang makan di sini, seenak itu kah nasi gorengnya? I dont know, meskipun gue kuliah tepat di seberang tukang nasi goreng ini, tapi gue gak pernah tahu, mungkin karena dia jualannya malem kali ya.

    "Ngomong-ngomong, Akang udah lama ya ngekost di pondok cemara?" tanya gue.

    "Hmm, lumayanlah, baru 6 bulanan," jawab Kang Leo.

    "Wah, lama juga ya,"

    Kang Leo tersenyum, "Kamu juga pasti betah kok, Dy. Kostannya nyaman dan gak banyak aturan. Yah, pada tahu diri aja jangan sampe saling mengganggu," katanya menjelaskan.

    "Audy juga gak tahu, Kang. Audy kan baru sehari ngekost di sana, tapi mudah-mudahan aja betah," kata gue beralasan. Sejujurnya sih gue betah banget karena bisa satu atap dengan Kang Leo dan juga Tyo.

    Jujur gue juga masih bingung harus milih Tyo atau Kang Leo. Gue emang pernah naksir sama Tyo, tapi itu kan dulu pas jaman-jaman masih SMP, meskipun gue gak menampik kalau benih-benih cinta itu bisa tumbuh kembali kali ini.

    Sementara Kang Leo? Ah, belum sampai tahap cinta sih. Bisa di bilang cuman sebatas kagum saja. Dia orangnya memang baik dan perhatian pada semua orang, sehingga gue gak terlalu berharap lebih darinya. Lagi pula masih ada Ko Daniel yang berada dalam list teratas orang yang gue sukai.

    "Dy, kok ngelamun?"

    Gue terkejut, aduh malu banget ketangkep basah lagi bengong.

    "Gak apa-apa kok, Kang," gue mencoba berkilah.

    Kang Leo tersenyum sehingga membuat ke dua lesung pipitnya menjorok ke dalam, sehingga membuatnya terlihat lebih manis. Subhanallah...

    Kesunyian tiba-tiba terasa tat kala kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Sebenernya gue pengen ngobrol lebih banyak dengan Kang Leo, tapi gue bingung mau nanya apa lagi. Sial.

    Dan keheningan itu pun tetap terasa sampai pesanan nasi goreng kami sudah jadi.

    "Ayok, di makan, Dy," kata Kang Leo berbasa-basi, sementara gue hanya mengangguk sambil meliliriknya sesekali.

    ==========

    ==========

    Kami kembali ke kostan sekitar jam setengah sebelasan. Saat kami kembali, tampak beberapa orang sedang berada di ruang TV. Salah satunya adalah Tyo yang masih berpakaian rapih dengan tas di punggungnya. Mungkin dia baru pulang kuliah, pikir gue.

    "Eh, si ganteng baru pulang, dari mana aja nih? Kok gak ngajak-ngajak?" ujar seorang cowok berkulit gelap.

    Gue tahu pertanyaan itu di tujukan bukan pada gue, melainkan pada Kang Leo. Yah, wajar sih, siapa gue harus di tanya, kenal aja nggak haha.

    "Abis cari makan nih," jawab Kang Leo.

    Tyo tersenyum pada gue saat mata kami saling bertemu. Wajahnya terlihat kuyu, kasian dia pasti sudah kelelahan.

    "Baru pulang, Yo?" tanya gue basa-basi.

    "Iya nih," jawabnya. "Kalian abis makan bareng ya?" tanyanya kemudian.

    Gue hanya mengangguk, mengiyakan pertanyaannya.

    "Eh, kenalin ini Audy, penghuni baru kamar atas," Tyo memperkenalkan gue pada ke dua orang yang berada di sampingnya.

    "Oh, kamar atas udah ada yang ngisi lagi toh," gumam cowok berkulit gelap yang tadi bertanya pada Kang Leo. "Kenalin, gue Angga!" katanya memperkenalkan diri.

    "Audy..." gue menyambut uluran tangannya.

    "Kalau gue Iqbal," kata cowok yang satunya lagi. Iqbal kayanya seumuran gue deh. Ganteng sih, tapi kacamata tebelnya itu nggak banget deh hehe

    "Audy..." kali ini gue bersalaman dengan cowok bermata empat itu.

    Setelah acara perkenalan, gue dan Kang Leo ikut duduk di atas karpet bersama mereka yang tampaknya sedang menonton sebuah acara uji nyali di TV. Sial, gue gak suka acara itu.

    Tadinya gue mau kembali ke kamar saja, selain di kamar gue juga ada TV, gue juga ogah nonton acara gak guna kaya gitu. Tapi berhubung ini adalah hari pertama gue di kostan ini, gue pikir ini adalah kesempatan gue untuk berbaur dengan penghuni lainnya.

    Saking monotonnya acara yang tengah kami tonton, semuanya tampak mengobrol dengan santainya. Kang Leo sibuk dengan ponselnya. Angga dan Iqbal entah sedang ngobrolin apa, sementara gue dan Tyo bernostalgia tentang jaman-jaman waktu SMP.

    "Oh, kalian dulunya satu SMP ya?" tanya Angga tiba-tiba.

    "Iya, Ga. Kami dulu sekelas pas SMP," jawab Tyo padanya.

    "Terus sekarang kalian satu kampus? Wah, pasti jodoh tuh!" timpal Iqbal dengan nada menggoda.

    Tyo tertawa sambil memukul bahu Iqbal, tentunya hanya bercanda loh. "Ya, enggaklah, kita kan beda program," katanya beralasan.

    "Tapi kan tetep aja satu kampus," ujar Iqbal bersikukuh.

    "Iya, mana satu kostan pula," Kata Angga menambahkan.

    Sejujurnya gue malu ketika mendengarkan perkataan mereka meskipun itu hanya sebuah candaan. Gimana kalau gue dan Tyo itu memang benar-benar berjodoh? Kan siapa tahu semua ini bukan hanya kebetulan belaka.

    Ah, kayanya gue terlalu banyak berharap hehehe

    "Btw, yang lainnya kemana? Kok sepi ya?" tanya gue penasaran.

    "Eh, Deni sama Rudi udah pada balik belom?" tanya Tyo pada Angga dan Iqbal.

    "Deni katanya nginep di kostan temennya, gak tahu deh kalau Rudi," kata Iqbal.

    "Rudi dah balik kok dari tadi, lagi molor kali tuh anak," Angga menambahkan.

    "Lagi pada keluar kali, Dy," ujar Tyo pada gue. "Tapi kalau penghuni-penghuni atas sih gak tahu, mereka jarang berbaur sih," katanya menambahkan.

    "Hey, gue penghuni atas loh!" protes Kang Leo.

    "Hehe sorry, maksud gue si Alif sama si Deri," ujar Tyo meralat.

    Tunggu, dari nama-nama yang di sebut oleh Tyo, kok kaya nama cowok-cowok ya? Terus cewek yang gue liat di atas siapa dong?

    "Kalau cewek yang di atas siapa, Yo?" gue bertanya dengan hati-hati.

    "Cewek? Siapa maksud lo?" Tyo mengkerutkan dahinya.

    "Itu loh, cewek yang nempatin kamar di atas balkon. Tadi sore gue gak sengaja ketemu sama dia," kata gue menjelaskan.

    Semua orang tiba-tiba menoleh ke arah gue dengan pandangan beragam.

    "Dy, di sini gak ada cewek. Yang ngekost di sini tuh cowok semua," ungkap Tyo membuat gue tercekat.

    "Ta-tapi beneran kok, Yo, ada cewek di kamar atas. Rambutnya panjang terus pake baju putih!" kata gue bersikeras. Gue gak mau bernegatif thingking dulu. Mungkin aja Tyo salah.

    "Beneran, Dy. Gue gak boong, sumpah," Tyo berusaha ngeyakinin gue kalau di kostan ini gak ada cewek.

    "Iya, Dy, lagian ruangan di balkon itu bukan kamar, tapi gudang..." kata Iqbal menambahkan.

    Gue menelan ludah dengan susah payah. Dari ekspresi Tyo dan yang lainnya, mereka kayanya gak bohong. Terus cewek yang gue liat sore tadi itu siapa dong?

    "Kalau gitu cewek yang gue liat di balkon itu siapa?" tanya gue dengan cemas. Oke, dalam situasi seperti ini wajar dong kalau gue merasa cemas.

    Sekilas gue ngeliat Iqbal berbisik-bisik dengan Tyo.

    "Udah, Yo, kasih tahu aja dia," bisik Iqbal.

    "Ta-tapi..." lirih Tyo terlihat ragu.

    Gue kesel ngeliat mereka yang berbisik-bisik gak jelas. Jelas banget ada yang mereka sembunyiin dari gue. Sumpah, gak suka gue ngeliatnya.

    "Hallo... Ada yang bisa jelasin apa yang sedang terjadi gak?" tanya gue entah pada siapa.

    Tyo menatap gue dengan serius. Agak grogi juga sih di tatap olehnya seperti itu.

    "Dy, ada yang mau gue omongin ama lo," kata Tyo dengan nada serius.

    "A-apa?" gue mulai merasa resah dan gelisah.

    "Sebelumnya gue gak bermaksud buat nakutin-nakutin lo, Dy, tapi kayanya lo emang harus tahu deh," Tyo diam sejenak, matanya seolah menanti reaksi gue yang udah penasaran bin kepo setengah mati.

    "Please deh, Yo. Kalau mau ngomong ya ngomong aja. Jangan bikin gue penasaran!" seru gue mulai gak sabar.

    Gue lihat Tyo, Angga, dan Iqbal mulai kembali berkasak-kusuk. Hanya Kang Leo sepertinya yang masih terlihat kalem. Angga dan Iqbal kaya lagi ngedorong Tyo buat cepat-cepat mengatakan sesuatu pada gue. Tapi cowok yang lahir di Yogyakarta itu masih terlihat enggan sambil sesekali melirik ke arah gue. Duh, lama-lama gue cipok juga deh tu orang.

    "Yo, please..." lirih gue dengan nada memohon.

    Tyo menarik nafas panjang, kemudian menghembuskannya secara pelahan. Ia kembali menatap mata gue, kemudian mulai berkata, "Dy, sebenernya di rumah ini memang ada penghuninya," ungkap Tyo.

    "Maksud lo... Setan?" gue tercekat ketika menyebut kata setan.
    Tyo mengangguk pelan, lalu kembali bercerita, "Dulu di kamar yang di atas itu pernah ada kejadian cewek gantung diri..." ungkapnya.

    Dada gue mulai berdesir mengetahui kalau di rumah ini pernah ada kejadian seseorang yang gantung diri. Pikiran gue langsung melayang pada film-film horror yang pernah gue tonton. Oh, damn, apa ada sesuatu yang lebih mencengangkan di banding ketemu setan penunggu rumah? I guess no.

    "Tapi lo gak usah takut, Dy, tu setan emang selalu ngedatengin orang baru di rumah ini kok," kata Tyo mencoba untuk nenangin gue.

    "Kampret lo, Yo, mana bisa gue tenang di gentayangin setan kaya gini," ujar gue menggerutu. Gue kesel ama Tyo, bagaimana bisa dia baru nyampein hal penting kaya gini sekarang? Kalau gue tahu dari awal, mungkin gue ogah ngekost di sini, asu!!!

    "Tenang, Dy, tenang. Waktu pertama dateng juga gue di gangguin itu setan kok," kata Iqbal.

    "Iya, gue juga gitu. Paling semingguan juga tu setan gak bakal gangguin lo kok," timpal Angga menambahkan.

    Seminggu? Yang bener aja?! Sehari aja gue ogah, apa lagi seminggu?! Ceritanya itu setan mau ngospek gue gitu, hah?!

    "Sorry ya, Dy, gue gak ngasih tahu lo dari awal," kata Tyo terlihat menyesal. Iya dia harus nyesel, kalau nggak kebangetan sumpah.

    Gue berdecak kesal. Sumpah gue langsung drop, badmood level maximal.

    Tiba-tiba gue merasa seseorang menepuk pundah gue. Tenang, itu bukan setan, melainkan Kang Leo.

    "Kamu gak usah takut sama setan, Dy, takut itu sama Allah," kata Kang Leo. "Percaya deh sama Akang, setan itu gak bakal ngeganggu kamu kok, dia cuman mau nunjukin kalau dia itu ada, sehingga kita bisa saling menghargai sesama makhluk Allah," katanya kemudian.

    "Akang lagi ceramah yah? Duh please deh, buat Akang yang anak rohis mungkin gampang buat ngomong gitu, tapi buat Audy? Itu susah, Kang, susah!" seru gue dengan nada tinggi.

    Entah kenapa rasanya hati gue panas ngedenger apa yang mereka katakan. Gue ngerasa di bohongin. Gue lebih rela di perkosa deh dari pada di bohongin. Rasanya tuh sakit banget.

    Kang Leo sendiri bukannya tersinggung dengan ucapan gue, dia malah tersenyun, "Kamu tuh ya, kalau di kasih tahu malah ngeyel," katanya sambil mengacak-acak rambut gue dengan gemes.

    Di perlakukan kaya gitu membuat pipi gue merasa panas. Duh jangan sampe deh pipi gue merona merah, bisa malu gue kalau ketahuan.

    Gue berusaha menepis tangan Kang Leo yang sedang mengacak-acak rambut gue. Dengan setengah hati sih, karena gue juga suka di perlakukan seperti itu, tapi gue tetep pura-pura jaim dong.

    "Udah, Dy, gak usah takut. Anggap aja lo lagi uji nyali," ujar Angga bercanda. Gue tahu dia cuman mau mencairkan suasana yang tegang ini, tapi gak lucu banget.

    "Iya, kebeneran sekarang malam jumat, lo bisa sekalian jaga lilin haha" kata Iqbal menimpali.

    Gue melirik ke dua orang itu dengan pandangan sinis. Fix, mereka gak pantes gue deketin. Mau gue di bilang gak punya sense of humor? Peduli amat lah.

    Tapi bener kata mereka, sekarang kan malem jumat. Kalau itu setan gangguin gue lagi gimana? Gue sih berharap kejadian tadi sore udah cukup. Gue belum dan gak bakal siap buat ketemu itu setan lagi.

    "Duh, gimana dong, gue jadi parno nih?" ujar gue takut.

    "Hah? Lo mau jadi pak tarno?" Iqbal sengaja ngeledek gue.

    "Kampret lo, parno woi bukan pak tarno!" seru gue kesel.

    "Parno itu film bokep bukan?" kali ini Angga yang sengaja menggoda gue.

    "Itu porno, dodol!" sahut gue. Anjrit, tu orang pada ngeselin sumpah.

    "Udah, udah, jangan ngegodain Audy terus ah, kasihan," kata Kang Leo melerai. Gue ngangguk-ngangguk setuju dengan perkataan Kang Leo. Aneh sih, kesannya gue kaya anak bocah yang di gangguin temennya terus ngadu ama bapaknya haha

    "Tapi Audy lucu kok kalau lagi marah-marah," ujar Tyo tiba-tiba. Ia tersenyum pada gue, namun gue membuang muka karena masih kesel sama dia.

    "Audy, kalau kamu takut, malam ini kamu bisa tidur di kamar Akang kok," ungkap Kang Leo menyarankan.

    Di dalam hati gue menjerit, mimpi apa gue semalem di ajak tidur sama Kang Leo. Tentu saja gue gak bakal menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

    "Beneran, Kang? Iya, Audy ma ---"

    "Eh, Dy, mending lo tidur di kamar gue aja deh, kasihan atuh Kang Leonya!" Tyo memotong perkataan gue dengen cepet.

    Gue menatap Tyo. Astaga, apa baru saja dia ngajak gue tidur dengannya? Gila, gue jadi bingung mau tidur ama Kang Leo atau Tyo. Di lain sisi, gue gak enak sama Kang Leo yang udah berniat baik menawarkan tidur bareng, tapi gue juga pengen tidur bareng Tyo, kasihan dia pasti ngerasa bersalah sama gue.
    Ahh, sumpah gue bingung harus pilih siapa. Kalau bisa tidur dengan keduanya sih gak apa-apa. Gue ikhlas kok di gangbang hehe

    "Akang gak apa-apa kok. Audy tidur bareng Akang aja." kata Kang Leo.

    "Gak bisa. Audy tidur sama gue aja, biar waktu belajar Akang gak ke ganggu!" ujar Tyo beralasan.

    "Itu gak masalah kok, jadi Audy bisa tidur di kamar Akang," sahut Kang Leo.

    "Ah, gak bisa, gak bisa. Pokoknya Audy tidur bareng gue, titik!" balas Tyo bersikukuh.

    "Mana bisa gitu? Kan Akang duluan yang ngajak Audy tidur bareng, jadi Audy harus dan wajib hukumnya tidur bareng sama Akang!" kilah Kang Leo tak kalah sengit.

    Gue lihat Kang Leo dan Tyo saling menatap satu sama lain dengan tajam. Duh, kepala gue pusing ngedenger siapa yang lebih pantas nidurin gue, eh tidur bareng gue maksudnya.
    Gue jadi ngerasa gimana gitu di rebutin sama mereka. Ahh, gangbang gue aja please hehehe

    "Eh, sudah, sudah, biar adil gimana kalau Audy tidur bareng gue aja?" ujar Angga tiba-tiba sambil mengedipkan mata pada gue.

    "OGAH!!!" pekik gue dengan nada tinggi.

    Mata gue membulat saking kagetnya. Please deh, tidur sama si item yang mukanya kaya preman itu? Oh, big no no deh.

    ============

    ============

  • Gimana tidur bareng gw aja sini dy ;) hahaha
  • itu kn setannya cewe, klo setannya cowok bakalan takut ga ya si audy? wkwk =))
  • si audy ngarep banget digangbang yee =))
Sign In or Register to comment.