BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MY SEXY ROOMMATE (MSR) END & REVIEW (p.31)

edited November 2014 in BoyzStories
"Jadi tiap kamar berisi dua orang kalau mau satu orang ya harus bayar 500 ribu.” Ucap ibu pemilik kos berumur sekitar 40 an dengan senyuman yang membuatnya semakin kelihatan ramah. Ah mungkin strateginya saja biar kelihatan ramah nanti kalau sudah ngekos baru deh kelihatan galaknya, ucapku dalam hati. “jadi bu saya harus bayar 250?” “iya, kamu cukup bayar 250 ribu sebulan, tanpa ada biaya lain kamu boleh bawa laptop, atau magic jar”, jawab ibu dengan cepat. 250 itu mahal kali bu, batinku.

Entah kenapa Cuma terngiang-ngiang di otak ku tanpa berani meluncur di mulut ku yang seksi. “250 ya bayar di depan gak boleh kurang”, ucap ibu yang seketika langsung menciutkan nyaliku untuk menawar. “Terus bu, temen sekamar saya siapa? Anak ibu?” ucapku meluncur begitu saja. Si ibu tertawa, “ya bukan lah, ada kemarin yang udah bayar katanya hari ini baru kesini”. “anak mana bu? Mahasiswa baru juga?” tanyaku cepat semoga tidak kelihatan terlalu antusias. “iya dia anak baru juga, kalau asalnya kurang tahu karena dia langsung deal bayar 250 gitu terus langsung pergi.” Ucap ibu yang seolah-olah mengintimidasiku.

Sebenarnya mau tanya cakep gak bu tapi entah kenapa seperti tercekat di kerongkong. Dan malah membuatku tersenyum sendiri membayangkan seorang roommate yang cakep yang selalu menemani ku tiap hari. Keluar kamar mandi Cuma handukan melilit di di pinggang, tidur cuma pakai kancut, atau ganti baju telanjang gitu. Ah bikin ku melayang melamunkannya. “kenapa nak kok senyum senyum sendiri?” Tanya ibu kos dengan mimic penuh selidik. Seketika aku jadi kikuk, “ah nggak bu, Cuma saya baru sadar uang saya di dompet tinggal 250, gimana kalau saya bayar 200 dulu? Soalnya kalau bayar penuh saya gk bisa makan bu? Emang ibu mau, menemukan saya meninggal di kos kosan ibu, terus nanti ada di Koran ‘karena kelaparan seorang anak kos ditemukan tewas’…”cerocosku begitu saja tanpa bisa ku rem. “ya sudah gak papa, bayar 200, seminggu lagi saya minta kurangnya”, jawab ibu sambil tersenyum kecut.

Setelah melihat-lihat kamar tidur, kamar mandi dan tempat menjemur akhirnya ku serahkan juga uang dua ratus itu ke ibu kos. Lumayan enak sih ada 4 kamar di bawah dan 4 kamar di atas. Aku yang baru kali pertama kos sudah merasakan bakal kerasan, semoga emang bakal kerasan. Aku menempati kamar di lantai atas. Kamar berukuran 4x5 dengan kasur busa yang cukup lebar untuk berdua, satu lemari, satu kursi dan satu meja kecil, tidak terlalu buruk.

Karena badan rasanya kaku cuma bisa duduk dalam 8 jam perjalanan dan lagi besok harus ke kampus untuk persiapan ospek, membuatku ingin cepat beristirahat. Jam menunjukkan jam pukul 15.00, ketika aku mulai merebahkan tubuh di atas kasur busa dengan seprai hijau itu.

Ku kira mimpi ketika ada orang ganti baju dan menggantungkan handuknya di balik pintu. Seketika aku baru sadar dan langsung ambil posisi duduk. “oh sudah bangun?, maaf ya tadi langsung masuk saja, soalnya sama ibu kos langsung di suruh masuk saja.” Pandangku kearah nya dan ke arah layar hape yang menunjukkan pukul 17.15. “Namaku Havi” ujarnya sambil mendekat dan menyodorkan tangan untuk berjabat tangan. “aku susi.” Seketika dia meledak tawanya. “kamu bisa aja, beneran nih namanya susi?” Tanya dia dengan perubahan mimic yang cepat seolah khawatir kalau aku beneran bernama susi. “bukan lah, Cuma bercanda. Nama ku Salman,” ucapku dengan senyum termanis yang bisa ku buat. Setelah ngobrol ini itu dengan Havi aku izin untuk ke mandi. Karena waktu sudah hampir pukul 18.00.

Di kamar mandi yang memiliki lantai keramik berwarna merah bata dengan bak mandi yang tidak terlalu besar itu aku mulai membayangkan sosok Havi. Seingatku tadi ketika setengah tertidur aku melihat tubuh dia yang sekel, perut yang lumayan terbentuk ketika dia ganti baju. Dipikir pikir sih emang masih cakepan aku, tapi dia manis dan ditunjang tubuhnya yang lebih berotot. Ah tidak sadar tangan ku sudah bermain membelai si adik kecil.

Memasuki kamar seusai mandi, aku tak melihat sosok Havi di dalam. Kemana tuh orang batinku penuh tanda tanya. Karena belum sholat ku putuskan cepat ganti baju dan sholat dengan menggelar sajadah di samping ranjang. Buru-buru ku selesaikan sholatku karena perut yang sudah sangat lapar. Sebelum selesai sholat, terdengar pintu terbuka. Mungkin Havi habis keluar.

“Kamu lama bener mandinya?” Tanya Havi setelah aku selesai sholat. “Ah iya tadi harus nguras dulu, bak mandi nya karena kotor,” jawabku asal. “ah bohong, aku tadi mandi bersih gitu.” Cerca Havi kepada ku. “iya deh ngaku, aku nguras yang lain.” Tik tok tik tok, ada hening sebentar sebelum Havi bilang sambil tertawa kecil, “haha km bisa aja.” Cuma itu tanggapan dia? Batinku. Kali aja dia bakal nanya, tangan kiri atau tangan kanan, pakai sabun apa nggak, terus terjadi bahasan seru membahas teknik mana yang paling nikmat, pikirku mesum. “Tadi aku nunggu kamu, mau ajak cari makan. Ku tunggu lama banget mandinya. Ya udah karena udah sangat lapar aku keluar beli. Itu aku beliin kamu juga.” Ucapnya panjang lebar yang membuyarkan lamunan jorokku. “hah kok repot repot amat,” ucapku dengan sok kaget. “Gak papa, anggap saja kita saudara, harus saling bantu apalagi kita satu kamar.” Lebih dari dari saudara aku juga mau, pikirku mesum (lagi). “Ya udah makasih ya, lain kali bilang bilang dulu kalau mau beliin, biar aku bisa pesen lauk yang enak”, ucapku pelan. “haha kamu tuh ya masih mending aku mau beliin.”

Lantas Havi mendekatiku yang sedang duduk di pinggir ranjang dan menjitak kepalaku dengan pelan. Seketika itu aku bengong, perlakuan dia barusan membuatku kehabisan kata-kata. Paduan antara gregetan dan manja yang membuatku teringat akan seseorang di masa lalu. “Ya udah, ayo sini makan”, ajak dia sambil memberi kode untuk duduk dibawah. Seketika aku mengikuti apa yang dia lakukan.

Sambil makan kami ngobrol-ngobrol panjang lebar, sesekali diselingi tawa. Obrolan panjang lebar soal, kampung halaman, program studi yang diambil, keluarga (soal pasangan belum dibahas), hobi dan banyak yang lainnya hingga tidak terasa hampir satu jam lebih dan nasi yang kami makan sudah habis dari tadi. Lantas dia membersihkan sisa sisa “dinner” pertama kami dan keluar kamar.

Aku rebahan di ranjang, sambil main hape, membalas beberapa pesan dan online sebentar di facebook. Sepertinya dia keluar untuk merokok, batinku.Karena hampir 15 menit kemudian dia baru masuk. “aku tidur dulu ya? Capek n ngantuk banget ini” ucapnya sambil langsung rebahan dengan pakaian yang lengkap dan (damn) bercelana jeans. “oke silakan tidur” ucapku. Ku liat jam di dinding menunjukkan pukul 8 lebih sedikit. Karena masih sore dan siangnya cukup istirahat lantas aku ke lantai bawah sapa tau ada acara tv yang menarik.

Masih jam 5.30 pagi ketika aku terbangun, dan tidak menemukan sosok Havi di samping ku. Masih ku ingat Tadi malam jam 11 aku baru mulai tidur di sampingnya dan langsung tertidur. Ada acara persiapan ospek jam 7 di kampus, masih cukup lama apalagi jarak kampus yang sangat dekat. Lantas aku ke kamar mandi ambil wudhu dan sholat subuh. Selesai sholat aku rebahan lagi di ranjang, tiba tiba terdengar suara pintu terbuka. Ku lihat sosok Havi memakai jaket, memakai celana basket dan memakai sepatu.

“Dari mana?” ucapku. “iya nih udah kebiasaan lari lari pagi, ini tadi jam 5 berangkat. Hehe” ucapnya sambil senyum. “ya elah jam 5 udah lari pagi mau ngapain? Maling aja baru pulang.” Ucapku asal. “Iya, kan belum kenal daerah sini sekalian cari tau, makannya berangkat lebih pagi.” Ucapnya sambil melepas sepatu dan ku harap dia melepas jaket kaos dan celana basketnya juga. “Mandi dulu ya?” ucapnya sambil meraih handuk di balik pintu. Batal deh liat dia buka bukaan jika dia kayak gitu, batinku dengan sedikit kesal.

Acara di kampus cuma membagi kelompok-kelompok ospek dan arahan tentang apa yang harus dibawa dan atribut apa yang harus dikenakan besoknya. Walau acara udah selesai sebelum tengah hari namun banyak yang belum pulang dan ngobrol, kenalan dengan kelompoknya. Entah kenapa saat ngobrol dan berkenalan dengan 15 orang dalam satu kelompok ku, aku ingin buru buru pulang ke kos. Tapi ya apa daya, masak harus di tinggal apalagi tiba tiba aku terpilih sebagai ketua kelompok.

Ada seorang di sebelahku ketika acara kumpul-kumpul yang perawakan nya enak dilihat. Hidung nya gak besar, gak kecil, gak terlalu mancung juga gak terlalu pesek, matany memiliki tatapan sayu, seperti mata yang ngantuk tapi penuh gairah, alis yang lebat, kumis tipis ya rapi. Kulit yang sawo matang. “Hai, Edrick,” ucapnya sambil menyodorkan tangan. “Salman”, balasku. Karena selama kumpul kelompok itu aku sebelahan sama Edrick mau tidak mau aku banyak ngobrol sama dia. Orangnya pemalu cenderung pendiam sesekali dia tertawa tawa mendengar celotehanku. Akhirnya acara itu selesai aku terpilih sebagai ketua (dengan terpaksa). Acara kumpul itu juga memutuskan persiapan ospek dan atribut tanggung jawab individu, karena biasanya jika tidak begitu hanya di bebankan pada satu dua orang saja. Toh tidak banyak yang dibawa di hari pertama ospek.

Sebelum bubar, Edrick menawarkan tumpangan. “Salman ayo pulang bareng aku aja daripada jalan kaki” ucapnya. Sambil berjalan ke arah parkir motor. “wah boleh, mumpung panas dan gak ada tumpangan” ucapku walau jika jalan kaki tidak lebih dari 15 menit. Aku pun mengikuti dia di belakang. “Eh temenin aku cuci motor dulu ya?” ucapnya ketika aku sudah duduk manis di belakang. Huh ternyata gak gratis, ternyata buat nemenin. Gak mungkin juga tiba-tiba aku nolak dan turun. “ya udah gak papa.” Ucapku dengan senyum terpaksa yang semoga bisa dia liat di kaca spion.

Akhirnya tibalah di tempat cuci motor yang tidak terlalu jauh dari lokasi kampus. Untunglah tidak perlu antri, seketika itu pula langsung di cuci oleh mas mas nya. Sambil duduk duduk menunggu, Edrick membeli minuman tidak jauh dari tempat cuci motor. Tiba tiba aku harus menelan ludah, ketika mas mas nya yang mencuci motor buka baju dan topless. Dengan tubuh sedikit basah dan tubuh yang lumayan bagus bikin siang yang panas itu semakin panas. Entahlah apakah mas mas nya ini sengaja mau caper (kali aja dia belok juga) karena gaydar nya nangkep kalau ada gay disitu. Atau mugkin udah kebiasaan dia topless. Not bad lah, walau awalnya agak bête.

Tak lama Edrick menyodorkan sebuah minuman. Edrick sebenarnya banyak mengajak bicara tapi entahlah, malah gak bisa fokus. Malah fokus memperhatikan mas-mas nya yang sedang topless tadi. “Sorry ya man, aku emang kalau sendiri kemana-mana gak enak, makannya tadi ngajakin kamu kesini.” Ucap dia yang bikin aku kaget. “ah gak papa kok Ed!” mungkin dia menangkap kalau aku kurang antusias di ajak ngobrol dikira bête karena terpaksa nemenin dia. Padahal sedang fokus ke mas masnya. Aku malah seneng kali Ed, batinku yang gak mungkin ku sampaikan. Akhirnya selesai cuci motor Edrick langsung ngantar aku pulang. Biarin aja bikin dia gak enak. Anggap saja sebagai investasi masa depan ucapku dalam hati sambil senyum mengembang dan tangan melambai ke arah Edrick yang mulai menjauh.

Setelah hampir jam sepuluh malam barang-barang dan atribut ospek sudah selesai ku persiapkan. Aku memutuskan mau tidur. Sejak sore Havi bilang mau nyari barang-barang ospek dengan kenalan barunya dan sampai sekarang belum kembali. Ya sudahlah akhirnya aku memutuskan untuk tidur. Entah kenapa tiba tiba aku terbangun sekitar jam 2 pagi, ku lihat Havi sudah tidur di samping ku tanpa ku sadari. Yang bikin aku susah merem lagi adalah ketika melihat dia cuma pakai kaos dan sarung. Sepertinya dia sholat dulu sebelum tidur dan tidak ganti.

Jantung ini tiba tiba jadi berdetak cepat ketika melihat ada yang bergerak-gerak di balik sarungnya. Sepertinya dia tidak pakai celana dalam. Jelas sekali sepertinya dia sedang morning erection atau mau mimpi basah. Ah bikin kacau. Bagaimana jika ku singkap saja sarungnya, toh dia mungkin gak bakal kerasa. Atau pura pura tidur dan tangan mendarat di bagian anunya. Ah berisiko. Aduh gerakan di balik sarungnya yang naik turun- naik turun bikin aku horny berat. Tiba-tiba terlintas begitu saja meraih hand body yang tadi ku pakai sebelum tidur. Tidak butuh persiapan karena si adik kecil sudah berdiri tegak.

Ku keluarkan sambil memandang ke arah sarung Havi. Sepertinya sudah sampai puncak ketika aku melihat ke arah wajah Havi dengan mata terbuka lebar dia menatap apa yang sedang ku lakukan. Tubuh ini rasanya tiba-tiba lunglai Lemas entah karena tatapan Havi yang tajam yang sepertinya sudah memperhatikan cukup lama atau karena ejakulasi. Sepertinya atap kamar ku tiba tiba runtuh.

m_m
«13456739

Comments

Sign In or Register to comment.