It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Rayan menyungging senyum sederhana, ia berjalan pelan menghampiri Fauzan yang sedang asik dengan notebook nya.
"Betah banget di sini lama-lama? Nggak jenuh lo Zan?" Rayan duduk di sisi Fauzan, dengan cepat Fauzan menghentikan kegiatannya.
"Kenapa udahan?" tanya Rayan ketika Fauzan menutup notebook nya lalu memasukan notebook itu ke dalam tas khusus.
"Emangnya lo mau gue cuekin?" tanya Fauzan. Rayan hanya cekikikan lalu mengacak-acak rambut Fauzan, Rayan bukan seorang cowok yang suka ikut campur dengan kegiatan seseorang jadi tidak ada adegan di mana Rayan ingin tahu apa yang Fauzan lakukan dengan notebook nya itu.
"Jangan acak-acak rambut gue kampret!" sergah Fauzan, Rayan malah tertawa lebih lepas.
"Lo kira gue anak kecil atau cewek yang ngegemesin apa!" ucap Fauzan masih bersungut-sungut. "Ya kan badan lo lebih kecil dari gue" ucap Rayan santai, sambil mencelupkan kakinya ke dalam kolam renang rumah Fuazan.
"Beda lima senti doang bangga, nggak usah main fisik"
"Lo lagi dapet ya? Sensi amat?" tanya Rayan heran. Fauzan merubah ekspresinya, lalu menggeleng pelan, seakan menyadari kesalahan prilakunya tadi.
Fauzan berkali-kali menatap ke notebook yang sudah tenang di dalam tasnya. "Kenapa Zan?" tanya Rayan santai. "Nggak ada apa-apa" jawab Fauzan cepat.
Fauzan mengembuskan nafasnya perlahan. "Main layangan yuk Ray, tapi di lapangan aja jangan di atap rumah gue" ajak Fauzan.
"Kalo berenang aja gimana? Seger nih kayaknya" Fauzan terlihat berpikir, lalu meletakan ponselnya di atas tas notebooknya.
"Bentar, gue bilang Bibi suruh buatin minum" Fauzan baru hendak berdiri namun bukan Rayan jika semenit saja tidak menjahili sahabatnya ini.
Sedetik kemudian Fauzan sudah terpelanting ke dalam kolam renang, membuat air berhamburan dari dalam kolam renang, Rayan tahu pesris sahabatnya butuh diusili-dihibur, entah mengapa instingnya memerintahkan Rayan untuk melakukan sesuatu agar Fauzan tidak memikirkan hal yang sedang berkecamuk di dalam pikiran Fauzan, walau Rayan tidak tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam fikiran Fauzan.
"Kunyuk!" teriak Fauzan saat wajahnya menyembul ke permukaan.
Rayan hanya tertawa-tawa sambil melepas pakaiannya lalu ikut masuk ke dalam permainan mereka.
Setelah puas bermain air, Rayan dan Fauzan berbincang-bincang di pinggir kolam.
"Menurut lo, gimana si Angel?" tanya Fauzan sambil menerawang ke arah Gunung Salak yang seharusnya Fauzan bosan menatap gunung itu.
Tanda-tanda si Ojan mau nerima si Angel nih. Batin Rayan. Terselip beberapa ke jadian di masa depan yang Rayan khayal sendiri saat ini, mungkin Syifa akan menyadari bahwa Rayan menyukainya, dan Fauzan akan berkemungkinan susah meluangkan waktu untuk mereka habiskan, atau malah sebaliknya, akan ada drama dari Syifa ketika tahu Fauzan berpacaran dengan Angel? Atau? Cepat-cepat Rayan menghentikan pemikiran ngaconya tadi.
"Ray, lo nggak budeg kan? tanya Fauzan sebal.
"Bentar gue lagi semedi" jawab Rayan asal.
"Hmm... Angel yak, rambutnya hitam dan panjang, tipe elo" Fauzan terperangah mendengar pernyataan Rayan.
"Tinggi dan punya senyum manis, tipe elo juga. Bibir bawahnya selalu basah, bikin imajinasi lo ngelaba tiap ngeliatnya, iyakan? Tipe lo." tutur Rayan sambil menerawang. Fauzan tersenyum simpul mendapati sahabatnya mengetahi banyak hal tentangnya.
"Minusnya cuman satu! Tukang nyepik, anjir nyepiknya tuh cewek, hampir kalah gue dalam urusan pergombalan" kata Rayan salut kepada kemampuan Angel. Fauzan pun lantas mengangguk setuju.
"Tapi semua kembali ke keputusan lo Zan, nantinya elo yang jalaninkan jadi gue nggak bisa ikut nentuin, gue cuman bisa dukung pilihan lo doang" Rayan menepuk-nepuk pipi Fauzan.
"Gue takut nyakitin Syifa" ujar Fauzan gugup.
Seperti petir di siang bolong, Rayan berdiri kaku di samping Fauzan, jantungnya berdegug-degub tak karuan, kegugupan menyelimuti Rayan, air kolam terasa terisi bongkahan es, amat dingin di kulit Rayan, sebegitu besar peran Syifa untuk Rayan sampai memberikan efek mahadahsyat saat disebutkan dalam momen seperti ini, urusan hati memang bukan hal sembarang untuk dibicarakan.
"Kenapa begitu? Emangnya, lo juga suka sama Syifa?" tanya Rayan setelah mengatasi kegugupannya.
"Mana mungkin gue suka sama gebetan lo, emang eike couo apaan cyin" kata Fauzan teranat annoying karena gayanya sangat tidak cocok, lebih cocok disebut anak autis ketimbang cowok sissy.
Dan sekarang Rayan berharap untuk ditelan air kolam renang daripada harus meneruskan perbincangan ini dengan Fauzan.
"Apasih maksud lo" kata Rayan cepat berpura-pura tak acuh dan tidak perduli dengan perbincangan ini namun semua gagal Rayan lakukan, kegugupan menguasai Rayan dan itu jelas kentara oleh Fauzan.
Fauzan menyikut dada bidang Rayan, saat mata mereka bertabrakan, fakta tentang Rayan bertaburan.
"Syifa itu sahabat gue, pantang buat gue jadiin dia pacar gue, orang yang gue jadiin sahabat nggak akan gue pacarin Ray" jelas Fauzan.
"Lo, lo tauk kalo Syifa suka sama lo?" tanya Rayan lagi.
"Gue jelas tauk, kayak lo yang suka sama Syifa, gue tau Syifa suka sama gue kayak gue tauk lo suka sama Syifa, kayak gitu deh" jawab Fauzan sambil memainkan air karena sama merasakan kegugupan seperti Rayan sekarang ini.
"Lo nggak malu apa sama badan lo yang lo gadang-gadang paling seksi se-sekolah?" ucap Fauzan lagi.
Rayan hanya mampu mengerenyit. "Badan boleh keker, tapi nyali letoy, buat ngedeketin Syifa aja nggak berani" tegas Fauzan sambil keluar dari air, Rayan membalikan badannya menatap Fauzan yang sudah duduk di saung dekat kolam. "Gue ada di Friendzone Zan" ucap Rayan ragu.
"Nggak ada yang namanya Friendzone dalam percintaan, inget Ray, nggak ada pengecualian untuk cinta. Kalo lo bener suka Syifa, ya kejar, jangan bilang lo ada di dalam Frienzone, basi, bilang aja lo takut ditolak karena Syifa suka sama gue." ucap Fauzan keji, namun Rayan mengerti semua maksud Fauzan.
Baru saja Rayan hendak membuka mulut. "Dalamnya hati seseorang nggak ada yang tahu Ray" kata Fauzan lagi setelah menyeruput minumannya.
Rayan terhenyak, beberapa hal membuat hati nya bimbang, Rayan tidak benar-benar mengendalikan hatinya sendiri, ia memilih diam ketimbang berkomentar.
Sekarang ini yang Rayan rasakan hanya kepala dan dadanya yang memanas, banyak pemikiran-pemikiran yang membuat logikanya tidak berfungsi sekarang ini, air kolam tidak lagi membuatnya kedinginan. Kaki Rayan menghentak dinding kolam membuatnya menjauh dari tepian, Rayan berpikir menenggelamkan diri mampu membuat fikirannya jernih kembali.
***
"Nah, kalo tugas yang ini dikumpulinnya itu minggu depan" tutur Syifa lembut, membuat Rayan senyum-senyum sendiri.
Rayan mendapati diri bahwa ia benar-benar tidak sanggup kalau harus memupuskan perasaannya kepada cewek di samping Fuazan itu. Ikal rambut Syifa yang sedikit bergoyang-goyang karena pergerakan si empunya menarik minat Rayan untuk menyentuhnya, hidung mancung yang sangat pas di wajah khas wanita Sunda selalu membuatnya gemas, bibir Syifa yang kecil dan berwarna merah muda selalu membuat Rayan berharap untuk bisa memiliki cewek itu. Pandangannya berganti ke arah Fauzan yang sedang berekspresi tenang, dalam hati Rayan benar-benar iri kepada Fauzan, banyak cewek di sekolah ini menyukainya, mengidolakannya dan menyeganinya, namun Rayan tidak menaruh dengki apapun kepada Fauzan karena sebagai sahabat Rayan tahu betul Fauzan layak diperlakukan seperti itu, karena walaupun iri Rayan tidak akan pernah mampu menyakiti Fauzan, lebih baik terluka dan menekan ego hati sedalam mungkin ketibang menyakiti hati yang mengasihinya, waluapun jutaan orang bijak mengatakan tidak ada pengecualian soal cinta. Rayan punya pemikirannya sendiri. Tiap cinta itu tidak akan menyakiti. Pikir Rayan mantap.
Berkali-kali Rayan mencoba membunuh pikiran aneh yang berkemelut akhir-akhir ini di kepala dan dadanya.
"Kalo tugas dari Mr. Lubis yang soal bawa foto keluarga itu dikumpulinnya kapan? Gue nggak mau ah disuruh ngitung ubin kantin kayak waktu kelas dua" Rayan mulai bergabung ke obrolan mereka.
Empat pasang mata menatapnya aneh, kemudian, Fauzan, Helmi dan Adi tertawa terbahak-bahak, sedangkan Syifa hanya tertawa pelan sambil menutupi mulutnya.
"Lo nggak lagi demam kan Ray?" Syifa menempelkan telapak tangannya ke dahi Rayan, sejurus kemudian rasa kesal ditertawakan berubah menjadi rasa damai, telapak tangan Syifa yang hangat malah memberi efek sejuk untuk diri Rayan, sentuhan kecil saja dari Syifa layaknya pelukan mesra. Gue bener-bener jatuh cinta. Batin Rayan.
"Kalian ngapain ngetawain gue sih?" tanya Rayan dengan wajah yang sangat terlihat bodoh.
"Lo tauk nggak Yan, kalau tugas itu udah dikumpulin hampir dua minggu yang lalu, bukannya lo dipuji-puji pak Lubis ya waktu pengumpulan tugas itu? Jangan bilang lo lupa?" jawab Adi dengan pelannya, Adi memang orang yang rendah hati dan amat friendly.
"Wah pantes pikun, banyak ubannya nih si Rayan" Fauzan mengacak-acak tatanan rambut Rayan, seolah-olah Fauzan sedang membantu Rayan mencarikan uban di di antara rambut hitam Rayan yang bergaya Oldschool.
"Anjis, lo kira gue aki-aki" tangan Fauzan ditepis cepat oleh Rayan, yang lain hanya mampu mentertawai.
"Selamat siang, pak" seru seantero kelas, membuat Rayan dan yang lain menoleh ke arah pintu kelas.
Pak Mutazam, guru musik, memasuki kelas mereka, guru yang berumur lebih dari separuh baya ini melempar senyum menawannya, sangat ramah sehingga membuat siswa-siswi menyeganinya.
"Gimana enak nggak nih selama sebulan ini jadi anak kelas tiga?" sang guru membuka pembicaraan.
"Enaklah pak, banyak yang manggil kita dengan sebutan-kakak, hihihi" celetuk siswi berbadan tambun. Lalu beberapa siswa menyoraki siswi tersebut, kegiatan yang amat dirindukan para murid saat mereka liburan sekolah.
"Waah, Rayan tambah populer aja nih, udah berapa adik kelas yang kamu PHPin Ray?" kelakar pak Mutazam sembari mengedipkan satu mata dibalik kaca matanya.
Kali ini lebih banyak yang menyoraki Rayan, mengolok-olok Rayan, seperti-kegiatan mengolok-olok Rayan memberikan banyak hal membahagiakan untuk diri mereka masing-masing.
Rayan hanya meringis kecil, ikut menertawai dirinya sendiri, karena faktanya orang yang sering dianggap siswa paling populer di sekolah masih berstatus jomblo, walau benar kata pak Mutazam, banyak siswi yang sudah menyatakan perasaanya kepada Rayan, dari mulai siswi seangkatannya, siswi kelas dua maupun siswi kelas satu yang notabene baru melihat dan mengenal Rayan selama kurang lebih sebulan ini. Itu semua di luar hitungan Rayan, yang Rayan fikir ialah: seorang yang dijuluki siswa terpopuler a.k.a dirinya itu seorang jomblo, seberapa pun banyaknya siswi yang menyatakan cinta kepadanya, ia tetap seorang jomblo karena Rayan untuk sekarang ini hanya menginginkan seorang cewek yaitu Syifa, dan pada kenyataanya itu hanya sebuah angan Rayan belaka.
"Tapi sayang, kenyataanya cowok yang dianggap populer masih berstatus jomblo desperado," bisik Fauzan sambil terkekeh geli di telinga kanan Rayan.
"Sialan lo Zan!" sahut Rayan dan di balas dengan tangan jahil Rayan yang mulai bergrilya di tubuh Fauzan.
"Wah, ternyata Rayan dan Fauzan itu pacaran ya? Kasian yang udah pada ngantri buat jadi pacar kalian dong?" kelakar pak Mutazam lagi. Siswa-siswi semakin heboh menertawai Rayan dan Fauzan.
"Ogah, dia doang nih pak yang homo, saya mah masih suka cewek imut" sergah Fauzan setelah berhasil melepaskan diri dari pitingan Rayan di lehernya.
"Kalo pun saya homo, saya juga milih-milih pak, nggak akan mau sama Fauzan, dia--"
"Hey, udah-udah, becandanya udahan, waktunya keburu abis nanti" titah pak Mutazam, diikuti seruan kecewa seantero kelas.
"Apalagi gue, nggak banget kalo gue jadi gay dan pacaran sama cowok narsis kayak lo Ray, uek" tambah Fauzan sambil berbisik.
"Gue apalagi, kayak nggak ada cowok lebih bermutu lagi aja ketibang elo, lagi pula gue cuman napsu sama yang bertoket ori doang" tegas Rayan tidak mau kalah.
"Nanti kalian jadi pasangan homo beneran loh kalo masih asik sendiri ngebahas tentang perhomoan" celetuk pak Mutazam sambil membuka tutup spidol merahnya.
"Ciee, Ojan sama Rayen. Cie... cie" ledek sekelas.
***
"Oke, ngertikan semua? Seperti yang bapak bilang tadi, pelajaran Seni Musik ulangan Midsemester nya itu nggak tertulis tapi praktik, buat kelompok dua orang cewek-cowok, karena tiap kelas jumlah siswa-siswinya nggak seimbang, jadi kalian boleh nyari pasangan lain kelas satu angkatan pastinya, hitung-hitung kolaborasi bareng pacar atau gebetan, lumayankan buat nambah momen PDKT" jelas pak Mutazam di akhir pelajaran.
Beberapa murid ada yang pro dan kontra seperti biasa, namun keputusan sudah bulat. Beberapa siswa menyaluti kekreatifan pak Mutazam, di usianya yang sudah lebih setengah abad guru yang paling murah senyum plus berselera humor tinggi dan berbadan tegap tanpa kesan renta sedikit pun ini, mempunyai metode mengajar yang paling asik, dengan keceriaan yang selalu segar tiap mengajarnya. Sebagian murid sekolah ini pun hampir tidak rela guru favorit mereka harus pensiun di akhir tahun pelajaran ini.
Bell berdering menandakan pelajaran Seni Musik sudah berakhir, pak Mutazam sudah meninggalkan kelas.
Syifa menatap Fauzan dan Rayan secara bergantian, membuat rasa risau menyelimuti Rayan. "Gue bareng sama lo ya Zan buat tugas pak Mutazam nya." palu besar serasa menghancurkan tembok yang Rayan bangun untuk melindungi hatinya dari pernyataan Syifa ini, Rayan sudah menyiapkan hatinya untuk kemungkinan seperti ini, kemungkinan bahwa Syifa akan memilih Fauzan daripada dirinya dan itu semua benar terjadi, namun Rayan benar-benar gagal untuk melindungi hatinya, rasa kecewa bercampur kesal menyatu, menggulung dirinya ke dalam emosi yang membesar.
"Gue nggak bisa Syif. Sori banget yak." jawab Fauzan mengejutkan Rayan dan Syifa.
Fauzan menyentak-nyentak kaki Rayan dengan kakinya pelan-pelan, memberikan isyarat kepada Rayan.
Sedetik kemudian Rayan tersadar, ia menekan amarah dan egonya dalam-dalam.
Saat pandangan Rayan dan Fauzan bertabrakan, Fauzan menarik bibir atasnya menjadi seringaian kecil.
"Kalian mau sekelompok? Kan cowok-cewek harusnya?" tanya Syifa bingung.
"Nggak kok" jawab Fauzan sambil memasukan buku catatannya ke kolong meja.
"Terus--"
"Gue bakalan sekelompok sama Angelina, kelas 3 IPA1, Syif, maaf ya." Fauzan menggeser Rayan dan keluar dari meja mereka, berjalan menuju pintu kelas menyisakan tanda tanya besar untuk Syifa dan Rayan.
"Lo mau sekelompok sama siapa Syif sekarang?" tanya Rayan ragu.
Syifa masih memandangi punggung Fauzan yang kini sudah ditelan pintu kelas. "Lo nggak ada janji sama cewek lain juga kan Ray?" tanya Syifa kemudian, raut ragu di wajah imutnya tampak jelas sekarang ini.
Rayan hanya mengangguk menjawab pertanyaan Syifa. "Oke, kalo gitu lo sama gue" tegas Syifa. Entah kenapa Rayan tidak bahagia, semuanya terasa membosankan dan menjengkelkan bagi Rayan.
****
"Ray, ke taman belakang dulu, kita harus ngecek tanaman Jahe kita, lo nggak mau kan nanti dapet nilai jeblok di pelajarannya bu Eska?" Rayan hanya menurut ketika lengan bajunya di tarik Syifa.
Syifa berlari-lari kecil sembari menarik Rayan untuk tetap berada di sisinya walau Rayan memasang wajah malas sedaritadi. Rayan terus mengikuti langkah Syifa menuju kebun belakang sekolah, memperhatikan cewek yang ia sukai menyeruput jus jeruk yang Syifa beli di kantin awal istirahat tadi, lalu membuang cup jusnya di tempat sampah.
"Eh, berhenti Ray" Syifa terpaku di tempatnya setelah ia mengisyaratkan Rayan untuk berhenti.
"Lo masih yakin? Masih nunggu jawaban gue Ngel?"
Angel mengangguk antusias, dua orang yang berdiri tidak jauh dari hadapan Rayan dan Syifa seolah-olah berada di dunia mereka sendiri, sampai-sampai tidak menyadari kehadiran orang lain di antara mereka.
"Aku mau jadi pacar kamu" kata-kata dari Fauzan mampu membuat Rayan, Syifa tercengang, sedangkan Angel meloncat-loncat girang lalu memeluk tubuh Fauzan erat-erat, karena mendapati cintanya disambut Fauzan, bahkan Fauzan sudah menggunakan panggilan aku-kamu.
Syifa mencengkram pergelangan tangan Rayan erat-erat, berharap apa yang ia saksikan sekarang ini hanya mimpi buruknya. Sontak Rayan menatap wajah Syifa yang kini merah padam, air mata memenuhi kelopak matanya seakan-akan mununggu waktu untuk terjatuh.
Syifa bergerak cepat meninggalkan tempat itu, Rayan sempat mendengar sayup-sayup isakan Syifa, saat Rayan menatap penuh Syifa yang bergerak tergesa-gesa menjauh dari mereka, kaki kanan Syifa menghantuk tempat sampah hingga membuat Fauzan dan Angel menoleh ke arah mereka, saat pandangan Rayan dan Fauzan bertabrakan, Rayan ingin sekali bercermin, melihat seperti apa ekspresi di wajahnya saat ini.
@trisastra
@bayumukti
@rizky_27
@3ll0
@amira_fujoshi
@leviostorm
@kimo_chie
@Chy_Mon
@lian25
@DanyDan
@hananta
@Klanting801
moga rayan gak benci ke ojan,,
#senggol @Irfandi_rahman
ya ampun, fauzan mau pacaran ma angel supaya rayan bisa ma syifa ya ??
lanjut deh, ga sabar nunggu chap berikutnya ..
Ditunggu kelanjutannya...