Rayan termenung di atas kasurnya, hujan di luar sana sudah biasa untuknya, namun ada rasa yang tidak biasa yang kini ia rasakan, rasa kehilangan dan ke kosongan, rasa sepi yang kini kian menyelimuti.
Lampau, saat hujan ia selalu tidur di temani seseorang, mereka selalu bercanda, berbincang dan tertawa akan banyak hal, lalu saat larut menjemput mereka mulai berbaring.
Rayan selalu membiarkan kekasihnya merebahkan kepala di atas lengan kirinya, kadang juga di dadanya, lalu Rayan dengan penuh kasih sayang membelai lembut rambut kekasihnya, ritual wajib sebagai jimat pengantar tidur untuk kekasihnya.
Sekarang ini ia tidur sendiri, kekasihnya tidak lagi memeluknya, meminta Rayan memanjakannya.
Rayan telah kehilangan kekasihnya, kekasihnya meninggalkannya sendiri, mengingkari banyak janji yang mereka sepakati.
"Fuazan" rapal Rayan nelangsa
Comments
"RAYAN!" Fauzan meneriaki Rayan yang baru datang dengan ekspresi seperti orang marah. Seperti orang marah-karena Fauzan tidak benar-benar marah, dan ekspresi marah di wajah Fauzan benar-benar terlihat konyol, mengundang Rayan untuk mentertawainya.
"Muka lo nggak pantes marah Zan, sumpah" Rayan tertawa terbahak-bahak di atas motornya.
"Gue hampir gila nungguin lo, dasar raja ngaret!" gerutu Fauzan sambil memiting leher Rayan dengan tidak serius.
"Sowii deh, gue sibuk, banyak pemotretan" ucap Rayan asal.
"Iya, pemotretan buat cover surat Yasin" balas Fauzan sambil merampas helm yang di pegang Rayan.
"Sompret"
Mereka melaju di atas motor yang dikendarai Rayan menuju Gunung Bunder, sekolah mereka sedang mengadakan MOP di sana, karena Rayan dan Fauzan bukan anggota Osis atau panitia pelaksana jadi mereka tidak berangkat bersama rombongan.
Mereka berencana mengisi liburan dengan menyaksikan acara MOP sekolah, teman-teman mereka yang lain pun sudah berangkat ke tempat pelaksanaan, sebenarnya mereka membuat janji berkumpul di dekat sekolah dan berencana berangkat bersamaan.
Rencana hanya jadi rencana, Rayan telat datang membuat Fauzan terpaksa menunggunya dan ditinggal temannya yang lain karena alasan -jika terlalu siang maka tidak akan bisa menikmati susana pegunungan di sana, lagi pula Fauzan kekeuh ingin menunggu Rayan. Alhasil Fauzan menunggui Rayan selama kurang lebih dua jam.
"Zan, belokkan kiri yang ke berapa sih jalan ke Gunung Bunder-nya?" Rayan bertanya masih tetap mengendarai motornya.
"Jah. Dodol! Mana gue tauk! Gue kan anak pindahan!" balas Fauzan, Fauzan memukul pundak Rayan agak keras karena Rayan malah tertawa mendengar jawaban Fuazan.
Saat pertigaan di daeran Cemplang Rayan membelokan motornya ke arah kiri tanpa ragu, karena memang Rayan tahu betul rute tujuannya. Fauzan mulai membrondongi Rayan dengan pertanyaan yang menyatakan apa Rayan benar mengambil rute untuk tujuan mereka, namun Rayan menjawab dengan ambigu dan menyebalkan, membuat Fauzan yang diboncengnya berkali-kali mencebik, dalam hati Rayan tertawa mendapatkan sahabat baik dan bisa sedikit dikerjai seperti Fuazan ini.
"Yang lain ada di mana Zan?"
Rayan memarkirkan mobilnya di samping motor temannya yang lain, motor milik Helmi, Rayan yakin betul motor itu milik Helmi, karena motor berwarna biru di sampingnya memiliki stiker bola yang ujungnya sedikit sobek. Sobek karena tangan jahil Rayan.
"Mana gue tauk! Gue kan bukan panitia MOP!" balas Fauzan ketus, sepertinya Fauzan masih sedikit dendam kepada Rayan atas kejadian tadi.
"Kan tadi gue nyuruh lo SMS yang lain,"
"Gue nggak denger" jawab Fauzan acuh.
"Dasar budek" cibir Rayan asal. Ia memutar pandangnya, seperti ada radar di dalam diri Rayan mengkap keberadaan teman-temannya, karena sudah beberapa kaki ke tempat ini sedikit banyak Rayan bisa memperkirakan di mana temannya yang lain berada.
Rayan memasukan bungkus rokoknya ke dalam saku jaketnya setelah mengambil satu batang, mereka melangkah kembali setelah Rayan menyulut rokoknya.
"Eh, tar nyasar nggak nih?" ucap Fauzan penasaran.
"Emang kalau nyasar kenapa" tantang Rayan.
"Ogah gue ikut sama lo" balas Fauzan angkuh. Fauzan melipat ke dua tangannya ke depan dada.
"Ck! Yaudah diem aja lo di situ!" Rayan melangkah jenjang meninggalkan Fauzan.
Sedetik kemudian Fauzan memutar pandang, menyadari satu hal -bahwa ia tidak tahu sedikitpun di mana ia berada sekarang ini- tersesat bersama Rayan jauh lebih baik daripada seorang diri.
"Kampreeet! Tungguin gue!" Fauzan bersusah payah mengejar Rayan yang sudah jauh berada di depan.
Dalam hati Rayan bersorak-sorak girang karena selalu bisa mengerjai Fauzan, karena melihat berbagai ekspresi dari wajah Fauzan selalu menarik antusias Rayan.
Mereka melangkah dalam diam. Mungkin si Ojan takut gue tinggal lagi nih jadi nggak banyak komen, batin Rayan geli.
Pohon pohon pinus menjulang tinggi di sekitar mereka, tanah yang mereka pijak sedikit basah akibat hujan yang sering turun di tempat ini, embun masih kentara walau waktu menunjukan pukul sembilan.
Udara bersih dan segar dengan amat mudah mereka hirup, Rayan menanggalkan jaketnya, membiarkan kaus tanpa lengan mengekspos otot bicepnya.
Sebenarnya Rayan tahu di mana para temannya yang lain berkumpul, namun sebuah ide untuk mengerjai Fauzan terbesit lagi.
Seharusnya mereka berbelok ke kiri saat plang pertama penunjuk jalan yang menunjukan ke arah Mushola mereka lewati namun Rayan tetap melangkah lurus menuju air terjun di bawah bukit ini.
"Rayan, pelan-pelan woy, udah kayak orang kebelet boker aja lu, ini jalannya ancur banget, setapak terus nurun lagi" keluh Fauzan.
"Manja" sahut Rayan masih asik meloncati bebatuan yang menghiasi jalan menuju lereng bukit.
"Aduh" Fauzan terjatuh.
"D R A M A," keluh Rayan sambil berbalik badan menghadap ke atas tempat Fauzan terjatuh.
Dengan malas Rayan kembali menghampiri Fauzan. "Gue nggak drama, oncom!! Nih berdarah" sahut Fauzan cepat, sambil menunjukan jari keliling kanan kakinya yang berdarah.
Rayan bergerak lues memetik pucuk daun singkong lalu memapahnya cepat-cepat.
"Eh, jorok lu kampreet, jangan!!" Fauzan meronta saat Rayan ingin menempelkan papahan daun singkong dari mulut Rayan ke luka di kaki Fauzan, namun naas badan Fauzan yang kalah berotot harus kalah dari cengkraman Rayan.
"Itu biar lukanya cepet sembuh, norak!" umpat Rayan, sambil menarik tubuh Fauzan agar lekas berdiri.
Mereka melanjutkan perjalanan menuruni bukit menuju air terjun, sesekali Rayan memperhatikan Fuazan yang tepat melangkah di belakangnya, walau terlihat jengah kepada Fauzan, Rayan tidak bisa menampik fakta bahwa ia juga khawatir. Namun sebagai lelaki, dianggapnya tidak perlu harus memperlihatkan kekhawatiran Rayan kepada Fauzan.
"Di sini adem banget ya!" teriak Rayan saat berada di bawah air terjun. Rayan merasa perlu berteriak agar suaranya tidak teredam gemuruh air terjun.
"Mandi yuk!" ajak Rayan, tanpa menunggu persetujuan Fauzan, Rayan langsung melucuti pakaiannya sendiri.
"Nggak! Gue nggak bawa salin, lagi pula gue nggak kuat sama dinginnya" tolak Fauzan, ia seperti enggan melihat ke arah Rayan yang sekarang ini hanya memakai celana dalam saja.
"Nggak usah lebay!" teriak Rayan sambil menyerahkan diri untuk di basahi oleh air terjun.
Sedetik itu pula Rayan merasakan apa yang enggan Fauzan rasakan, airnya terlalu dingin, membuat Rayan menggigil dan giginya bergeremutuk, karena saking dinginnya, namun karena enggan di cemooh Fauzan Rayan tetap memaksakan diri untuk tetap berpura-pura menikmati kesegaran air terjun.
Fauzan duduk di atas batu, mencelupkan kakinya yang luka ke dalam air, merasakan sensasi dingin yang membuat rasa sakit di kakinya sedikit teralihkan. namun saat Fauzan menatap ke arah Rayan, Rayan tidak lagi berada di sana.
Saat hendak memutar pandang seseorang mendorongnya hingga jatuh ke sungai.
"Wuaaaaaaah" Fauzan menjerit histeris, terlalu berlebihan pikir Rayan yang sekarang sedang mentertawai Fauzan.
"Gue alergi dingin, ta-uk," ucap Fauzan cepat.
Tidak lama kemudian Rayan menyesali perbuatannya, melihat Fuazan yang mulai pucat, menggigil dan badannya mulai bentol-bentol, telapak tangan dan pipi Fauzan pun sedikit membengkak.
Rayan masih terpekur, rintik hujan turun membuat cuaca menjadi lebih dingin, tidak ada seorang pun di sekitar mereka. Angin menerpa tubuh Rayan dan Fauzan, rintihan dari Fauzan membuat Rayan semakin di selimuti rasa bersalah.
"Lepas pakaian lo" ucap Rayan agak panik.
Fauzan hanya mampu menggeleng tubuhnya terus bergetar kecil tanda menggigil.
"Ding-in, ta-uk" protes Fauzan. Namun dengan bengal Rayan menanggalkan semua pakaian basah yang menempel di tubuh Fauzàn.
Dengan cepat Rayan memakaikan pakaiannya yang diletakan di atas batu ke tubuh Fauzan, lalu memeras baju basah Fauzan dan memakainya, terasa sedikit sempit di badan karena postur Rayan lebih besar ketimbang Fauzan.
Hujan semakin lebat, cuaca di tempat ini benar-benar tidak bisa diprediksi Rayan. Pohon Rambutan yang berdahan dan berdaun lebat sedikit banyak melindungi mereka dari tetesan hujan. Fuazan tidak henti-henti menggosokan ke dua telapak tangannya, mencari kehangatan dari kegiatannya sekarang ini.
"Sori ya Zan" ucapa Rayan takut-takut. Fauzan hanya mengangguk sambil terus menggosokan ke dua ketapak tangan dan menempelkan ke bagian tubuh yang Fauzan rasa butuh di hangatkan.
Kemelut besar berkecamuk di hati Rayan, ingin membantu Fuazan namun apa caranya? Memeluk Fauzan tidaklah mungkin, mereka sesama laki-laki, apapun alasannya itu menurut Rayan jauh dari logikanya sebagai laki-laki.
Fauzan masih terus menggigil, membuat sesuatu di dalam diri Rayan memaksanya untuk bertindak sesuatu.
Semua ini gue lakuin karena gue penyebab si Ojan menggigil, batin Rayan ragu. Rayan menggosokan ke dua telapak tangannya lalu menempelkan ke tangan Fauzan, lalu melakukannya lagi namun kini ditempelkan ke dua pipi Fauzan, sepersekian detik pandangan mereka bertabrakan, sesuatu rasa aneh berdesir di dalam hati.
"Buahahahah," Fauzan tertawa terbahak-bahak mencoba menyingkirkan momen awkward yang baru akan menyergap mereka.
"Jangan pegang-pegang eike! Yey pikir eike couo apaaan?" kelakar Fauzan dengan gaya yang kaku, membuat Fauzan terlihat annoying.
"Hujannya udah redaan sedikit nih, ayo naik ke atas di sini itu dingin banget tauk" Fauzan menyikut dada Rayan. Rayan hanya mengangguk, mengalungkan tangan kirinya kepada Fauzan agar tubuh gemetar Fuazan ada di dalam kontrolnya juga.
"Biar lo nggak jatoh nanti, gue males drama-dramaan lagi" tegas Rayan saat Fauzan ingin melepas rangkulan Rayan.
"Lo pikir gue pelakon opera!" Fauzan mencebik, tangannya tertarik untuk menjitak kepala Rayan.
Gerimis masih setia membasai tempat itu, mereka berjalan perlahan menapaki jalan kecil menanjak yang licin, beberapa kali Fauzan tersendat-sendat saat menanjak, Rayan terus membantunya walau berpura-pura tidak sabar.
"Rayan!!" seorang cewek berambut panjang dengan wajah yang terlampau imut namun terkesan seumuran dengan Rayan dan Fauzan.
"Fauzan lo kenapa? Diapain sama preman satu ini?" berondong cewek itu sambil mengoleskan minyak angin dari saku jaket cewek itu ke leher dan tangan Fauzan.
"Di ceburin ke sungai di air terjun bawah situ, udah tau dingin banget" gerutu Fauzan.
"LEBAY" ucap Rayan asal. Rayan melempar pandang mencari keberadaan guru mereka namun tidak terlihat, dengan gesit Rayan merogoh bagian saku, jaket miliknya yang dipakai Fauzan lalu menyulut rokoknya cepat-cepat.
"Syif, Helmi sama Adi mana?" tanya Rayan sambil celingak-celinguk mencari keberadaan dua temannya.
"Lagi beli kopi" sahut Syifa.
"Lo nanti minum susu punya gue ya, biar anget" saran Syifa kepada Fauzan.
"Haaah? Susu punya lo Syif? Gue aja deh yang nyusu ke elo, nggak usah Fauzan, gue yang paling kedinginan tauk" ucap Rayan senonoh, mereka tahu betul tentang-susu-yang Rayan maksud.
"Adauw!" teriak Rayan saat sebuah ranting mendarat di dahinya.
"Rasain" sorak Fauzan yang melihat Rayan dianiaya oleh Syifa.
Helmi dan Adi datang, membawa minuman kopi dan susu hangat, lalu mereka berbincang, dan tertawa seperti biasa sampai Syifa harus kembali kepada rombongan sekolah karena Syifa salah satu panitia MOP sekolah.
"Rayan, lo hati-hati bawa motornya, Fuazan masih ke dinginan, awas lo kalo ngebat-ngebut kek yang punya jalan" Rayan hanya mengangguk patuh takut-takut cewek cantik yang imut itu berubah menjadi Sailormoon kesurupan nenek gayung. Dalam hati Rayan iri kepda Fauzan, Rayan tahu Syifa menyukai Fuazan dari pertama kali Fauzan memasuki kelas mereka satu tahun lalu. Dan semua persaan Rayan untuk Syifa harus dipupuskan kala ia menyadari sebuh fakta bahwa ia, Syifa dan Fauzan berada dalam lingkaran persahabatan.
Tepukan di bahu kokoh Rayan dari Fauzan menyadarkannya dari sebuah kebodohan lampau yang masih sering ia sesali, dalam hati, Rayan berandai-andai kalau saja waktu dulu ia lebih berani menyatakan perasaannya sebelum terjebak dalam Friendzone seperti sekarang. Rayan tahu betul bahwa ia terlalu bodoh dan pengecut bahkan untuk kebahagiaannya sendiri pun.
Gerimis masih setia menemani perjalanan pulang mereka, terbesit di benak Rayan rasa sesal mengikuti saran Helmi untuk ikut ke Gunung Bunder ini.
Badan Rayan pun mulai gemetar, angin membuat Rayan merasakan dingin dari pakaian yang belum kering di badan dan cuaca yang terus menerus gulita menusuk hingga terasa sampai ke sumsum tulang.
Hingga sampai di daerah Laladon hujan turun dengan lebatnya, membuat baju Rayan semakin basah, Helmi dan Adi entah kemana mereka berpisah kembali sekarang ini.
Rayan dan Fauzan berteduh di sebuah bangunan bambu yang dulunya pasti di pakai untuk berjulan kopi atau buah-buahan, karena bangunannya mirip dengan warung-warung seperti itu.
"Ray, lo nggak apa-apa kan?" tanya Fauzan cemas, dengan cepat Fauzan merogoh sesuatu dari jaket yang ia kenakan. Minyak angin.
"Gue beli bandrek di sebrang dulu. Jangan ngerokok terus!" Rayan tersentak ketika bungkus rokoknya di buang ke kubangan air.
Pusing di kepalanya menjalar ke seluruh tubuh, rasa tidak enak di sekujur tubuh menguasainya, demam yang sudah lama ia tidak rasakan kini mendomonasi, kalau saja sedang sehat pasti Rayan sudah memperpanjang soal Fauzan membuang rokoknya, karena bagi Rayan, rokok itu teman sejati yang mampu menstimulus tubuhnya kapanpun ia butuh.
"Inih," Fauzan tiba dan memberikan satu gelas bandrek jahe merah yang dicampur susu.
"Kok cuman satu?" tanya Rayan heran sehabis meminum sedikit bandrek di tangannya.
"Gue beli dua sih tadi, tapi pas gue nyebrang balik ada truk yang klaksonin gue di tengah jalan. Ya, jatoh deh yang punya gue, plus baju lo jadi kotor"
Rayan baru menyadari bahwa pakaiannya yang dikenakan Fuazan kotor terkena cipratan.
"Ini, joinan aja minumnya" tawar Rayan. Tanpa basa-basi Fauzan mengambil bandrek yang di sodorkan Rayan.
Waktu sudah amat larut hujan baru mereda.
"Ayo pulang" ajak Rayan, walaupun pening melanda ia bertekat harus kuat mengendarai motornya sampai rumah, karena Fuazan hanya bisa mengendarai mobil saja.
"Ray, bannya bocor" ucap Fauzan hampir putus asa, Rayan menarik nafasnya dalam-dalam.
***
Sudah tiga hari Rayan berbaring lemas di atas kasurnya, padahal hari ini hari pertama masuk sekolah, semua harapannya tentang menebar pesona kepada adik kelas perempuannya gagal total, tidak ada murid baru yang berbisik-bisik membicarakan-ketampanan-nya sekarang ini. Hanya bunyi jendela yang tertiup angin karena dibiarkan terbuka oleh sang pemilik kamar.
"Eh, gembel udah sehatan belom. Payah, jagoan sekolah sakit gara-gara kehujanan doang, cih" Fauzan masuk mengagetkan Rayan yang sedang termenung, Fauzan menaruh bingkisan yang berisi buah ke meja belajar Rayan. Lalu loncat ke tempat tidur, sebentar saja Fauzan merasakan sensasi nyaman dari tempat tidur Rayan seolah mengundangnya untuk ikut berbaring memejamkam mata di atas kasur ini.
"Bawel" sahut Rayan berpura-pura malas kedatangan tamu seorang Fuazan ini. Walau dalam hati ia menunggu-nunggu kedatangan Fauzan sedaritadi.
Rayan menutup tubuhnya dengan selimut tebal, lalu tiduran memunggungi Fauzan. Fauzan lantas mencebik, dengan satu hentakan selimut yang menutupi tubuh Rayan terhempas entah kemana.
Tidak terima dengan perlakuan Fauzan, Rayan menerjang Fauzan cepat, pertempuran kecil di atas kasur di pagi hari merusak tatanan sprei yang baru diganti subuh tadi.
"Akhirnya gue bisa ngalahin babon gila ini juga, terimakasih tuhan" ucap Fauzan berlebihan ketika Rayan berbaring lemas di atas kasur yang sudah acak-acakan ini karena kalah dalam pergulatan tadi, tidak berapa lama Fauzan ikut berbaring di samping Rayan.
"Jelas lo menang, gue kan lagi sakit, norak" ucap Rayan sadis, masih tidak terima.
"Ray, cuacanya sekarang enak nih nggak panas nggak mendung, main layangan yuk" Fauzan bangkit dari posisi rebahnya.
"Nggak, nggak mau" ucap Rayan acuh.
"Yeeh, cemen, anak mami ah, sakit segitu aja lebaynya minta ampun!" ledek Fauzan.
"Nggak denger" jawab Rayan cepat.
"Kalo satu ini bisa liat kan? Gimana ya kalo Syifa dan yang lain tau, jadi gosip panas satu sekolah deh, saik!" Fauzan memperlihatkan foto bugil Rayan saat di Gunung Bunder kemarin, waktu di mana Rayan memakai pakaian basah Fauzan.
"Anak nggak tau trimakasih" umpat Rayan kesal, namun Fauzan telah berlari keluar dari kamar Rayan.
***
Rayan dan Fauzan kini sibuk membentangkan layangan di pinggir sungai dekat rumah Rayan.
Tanpa di sadari Fauzan, Rayan beberapa kali mencuri pandang ke arahnya, ada satu hal yang Rayan rasakan, segalanya telah berubah. Everything has change!
Melihat wajah tampan Fauzan yang mengerenyit kecil menatap layangannya terbang di langit dengan wajah yang berseri-seri, ikut membawa kebahagiaan kepada Rayan.
Tidak ada lagi Rayan yang berambisi pamer pesona untuk mendapatkan perhatian siapapun, karena seseorang telah mengisi kekosongan hati Rayan, membuat harinya lebih berwarna, mengingatkannya akan hal-hal yang tidak perlu dilakukan, selalu ada dan mampu menghiburnya, semua karena Fauzan.
Rayan menatap langit yang membiru indah, ia berjanji kepada dirinya sendir bahwa tidak akan pernah mengecewakan sahabatnya, dan meninggalkan sahabatnya apapun yang terjadi.
Lama termenung Rayan baru menyadari layangan yang ia bentangkan talinya putus, tawa seseorang terdengar menggaung dari arah belakang Rayan.
"Lagi semedi lo Ray?" ledek Fauzan msih tertawa penuh.
"Lo yang babat layangan gue ya? Curang, gue kan nggak siap" balas Rayan.
"Emang kalo nggak siap kayak gimana?" tanya Fuazan dengan ekspresi yang amat menjengkelkan.
"Kayak gini"
"Adauw! Sialaaan!" Fauzan berteriak sebal ketika rumput beserta akarnya yang mengikat tanah mendarat ke wajah Fauzan akibat lemparan Rayan.
Kini Rayan yang berlari menghindari kejaran Fauzan, merema berlari ke petakan sawah yang belum di tanami bibit padi, hanya baru di bajak kerbau.
Di luar perkiraan Rayan, Fauzan mampu mengejarnya di sela-sela petakan sawah, karena biasanya Fauzan selalu berjalan hati-hati di sela-sela petakan sawah. Fauzan menyergap Rayan layaknya Harimau menyergap mangsanya, hingga Rayan dan Fauzan tercebur ke dalam petakan sawah yang dipenuhi lumpur, pertikaoan kecil tidak bisa dihindari, sebentar saja, Rayan dan Fauzan menjadi manusia lumpur, tubuh mereka di balut lumpur dengan warna khas nan pekat. Fauzan menepuk-nepuk pundak Rayan yang sedang menindihnya, kali ini Fauzan kalah lagi dalam pergulatan ala-ala mereka, "Rayan ampun" kata Fauzan.
Rayan melepas cekikkannya dari leher Fauzan, membiarkan wajah Fauzan yang tenggelam dalam lumpur menyembul, ekspresi Fauzan yang cepat-cepat mengihirup nafas sangat menarik Rayan untuk mentertawainya.
"Anjiiir, muka lo kocak Zan" kelakar Rayan masih terbahak-bahak di atas tubuh Fauzan.
Tanpa disadari Rayan, Fauzan meraup lumpur dan memeperkannya di wajah Rayan, membuat ke adaan berbalik, kini Fauzan tertawa puas, mereka tertawa bersama llu bergulat kembali.
Gemericik air memenuhi area sekitar sungai, angin yang meniup dahan pohon bambu membuat irama yang khasnya sendiri.
"Awas lo Ray, ngisengim gue, gue tampol lu" Fauzan mengacungkan tinjunya, lalu mencelupkan kakinya ke air sungai, Rayan hanya terkekeh melihat kelakuan Fuazan.
Dengan cepat Rayan melepas bajunya yang dipenuhi lumpur, membasuh wajahnya dengan air sungai, terasa lumpur-lumpur yang telah mengering dan berkerak di wajah luruh seketika.
"Heh! Homo lu yeh ngeliatin badan seksi gue!" kelakar Rayan saat sadar Fauzan memperhatikannya.
"Najis!" cebik Fauzan lalu menenggelamkan diri ke air sungai, merasakan kesejukan air sungai yang memenuhinya sekarang ini.
Selesau bersih-bersih di sungai Rayan berinisiatif menunjukan beberapa keseruan yang belum mereka lewati di sekirat sini.
"Zan, laper nggak?" tanya Rayan sambil memeras bajunya lalu baju yang sudah di peras dipakai lagi untuk menyeka bagian wajahnya yang tampan dan tegas terus turun kebadannya yang berotot, hasil tempaan alam.
"Laper, pulang yuk" ajak Fauzan.
"Jah, ngapain pulang, kita bakar ubi, di sana kebun ubi" tunjuk Rayan ke tebing sebrang sungai.
"Ogah, ntar gue dikejar-kejar pemiliknya, horor!" tolak Fauzan mantap.
"Itu justru lekat serunya Zan"
Setelah bercekcok sebentar akhirnya Fauzan mau mengikuti Rayan mencuri ubi dengan syarat Fauzan hanya menemani yang mengeksekusi ialah Rayan.
Mereka tertawa-tawa setelah berhasil membawa ubi hasil curian mereka ke tepi sungai tanpa ketahuan si empunya.
Mereka mulai mengumpulkan sampah kering dan ranting untuk membakar ubi, susah payah Rayan mematik koreknya agar menghasilkan api, namun sulit agaknya
karena korek tersebut basah.
"Basah Ray koreknya jadi nggak nyalah tuh" komentar Fauzan saat Rayan kesal sendiri karena koreknya yang urung menyalah.
"Akhirnya" ucap Rayan lega, api mulai membakar kertas merembet keranting yang berada di dekatnya, mereka mulai mengutak-atik bara api, memastikan ubi yang di timbun di bawah bara api sudah matang atau belum.
***
lanjutkan ya...
Next update minta dimention ya.
cerita kayak gini berpotensi jadi cerita bagus..
lanjutkan.. #ala pak SBY
mention saya ya @Irfandi_rahman
awalnya udah bikin galau..
lanjut TS.. nitip mention yah..
TS kalo update mention ya.
Para siswa-siswi melempar senyum ke arah Rayan yang masih setia berdiri di depan gerbang sekolah. Beberapa di antara mereka menyapa Rayan, sebagian siswi kelas satu yang notabene murid baru saling berbisik ketika sudah melewati Rayan.
Rayan tahu betul beberapa siswi baru-kelas satu-saling berbisik membicarakannya. Sudah dari sejak pertama kali Rayan mengenyam pendidikan di sekolah ini, Rayan selalu menjadi bahan obrolan yang menarik, entah tentang sifatnya yang cengenggesan, bengal namun ramah, maupun tentang wajah tampan dan tubuh indah yang ia miliki membuat para cowok iri dan cewek hampir mendesah-tak sabar bisa berdekatan dengan Rayan. Rayan tahu tentang semua itu dan ia menikmatinya.
Berkali-kali Rayan melirik jam tangannya, memastikan apakah Fauzan akan terlambat atau tidak. Entah mengapa Rayan ingin sekali Fauzan tidak terlambat di hari pertama mereka masuk sekolah, Rayan ingin berjalan di sisi Fuazan menikmati dan memamerkan diri kepada siswa-siwi baru bahwa ia dan Fauzan salah satu murid terpopuler di sekolah mereka ini. Dan Rayan ingin berbagi semua -kesan yang dianggap Rayan, menyenangkan- bersama Fauzan di sisinya. Harus.
Bel berbunyi, bergaung dengan amat digjayanya, dan untuk pertama kalinya Rayan tidak menyukai bunyil bel masuk sekolah. Karena Fauzan tidak berdiri di sisinya menemani perjalanan masuk ke dalam kelas mereka.
"Tumben berdiri di sini, lu nggak kesambet kunti pohon beringin kan?" suara Fauzan terdengar dari samping Rayan. Saking gundahnya menunggu Fauzan, Rayan sampai tidak menyadari Fauzan sudah di sisinya.
"Kagaklah, orang penghuni pohon itu takut sama gue" celetuk Rayan sembari reflek melihat pohon beringin di dekat gerbang sekolah.
"Lo bisa nggak sih dateng nggak mepet jam masuk sekolah?" sekarang Rayan memasang wajah super menyebalkan ke arah Fauzan.
"Wih, ada yang mendadak jadi guru BP nih" ledek Fauzan sambil melangkah meninggalkan Rayan. Membuat Rayan menaruh kusumat untuk Fauzan.
"Bocah songong, udah ditungguin daritadi sekarang gue ditinggalin yeh" Rayan berhasil meraup Fauzan dan membuat Fauzan tenggelam dalam pelukan-cengkraman badan Rayan yang tinggi besar menjulang.
Perkelahian kecil tidak mungkin lagi terekalakan, membuat beberapa orang memandangi mereka, namun Rayan terlalu cuek dengan pandangan orang lain, tidak perduli tatapan orang lain kepadanya tidak sedikit pun Rayan merasa jengah dan belakangan ini Fuazan menurunkan sifat Rayan yang satu ini.
"Rayan, Fauzan, bercanda mulu, kalian pikir koridor ini punya nenek moyang kamu? Ngeganggu orang lain yang mau lewat tauk" semprot pak Nasir petugas TU.
Beberapa kalimat berbisa siap diumpat balik oleh Rayan namun dengan sigap Fauzan menyikut perut Rayan dan menyeretnya menjauh dari pak Nasir sebelum perdebatan terjadi seperti waktu-waktu lampau.
"Apaan sih lu! Gue mau ngasih tahu dia doang gimana cara untuk nggak ikut campur urusan orang, dasar aki-aki lapuk, nggak bisa liat orang seneng" Rayan mencak-mencak sambil melirik ke arah ruang TU setelah berhasil melepaskan diri dari seretan Fauzan.
Fauzan hanya menggelengkan kepalanya menyadari bahwa Rayan tidak akan pernah merubah sikap batu pada dirinya, memang sudah mendarah daging.
"Yang lebih cocok di sebut aki-aki itu lo, tauk nggak Ray, lo nyerocos mulu dari tadi" keluh Fauzan sambil menaiki tangga sekolah menuju lantai dua.
"Sialan! Bukan belain gue lo" Rayan tidak tahan untuk tidak menjitak kepala Fauzan.
"Emang, lo siapa gue minta gue belain?" ledek Fauzan lagi.
"Kampret!!!" kali ini Fauzan sudah siap menghindar dari tangan jahil Rayan.
Rayan dan Fauzan sudah sampai di lantai tiga, kelas para siswa kelas dua, kelas mereka berada di lantai empat sekolah ini. Beberapa siswi mulai menebar senyum andalan mereka yang mereka buat untuk memikat dua cowok paling beken di sekolah ini, rata-rata mereka mengharapkan balasan senyum dari Fuazan walaupun dibalas senyum oleh Rayan juga tidak apa-apa.
"Pagi kak Fauzan, liburannya asik nggak nih?" tanya seorang siswi kelas dua dengan rambut di kepang.
Fauzan membalas sapaan cewek berambut kepang dengan gaya ramah khasnya, membuat beberapa mata menatap iri ke arah cewek berambut kepang tersebut. Sekilas terbesit keiriian di hati Rayan, karena memang faktanya, kini Fauzan jauh lebih populer dan disegani oleh penghuni sekolah mereka, namun dengan tidak kalah cepat Rayan membunuh bibit dengki kepada Fauzan dari dalam dirinya.
Bunyi bel ke dua tanda seluruh siswa harus sudah berada di kelas mereka masing-masing, di jadikan Rayan sebagai alasan untuk menarik Fauzan dan dirinya dari para siswi kelas dua yang baru mulai akan berkumpul dalam acara ramah-tamah ala-ala fans mereka. Sekarang Rayan kembali menyukai bel sekolahnya lagi.
"Eh kunyuk! Lo sakit lagi? Nggak enak banget muka lo dilihatnya" cetus Fauzan membuka pembicaraan saat mereka melangkah di koridor lantai empat menuju ruang kelas mereka.
"Kunyuk! Kampret! Lo kalo manggil nama gue bisa pake satu sebutan aja nggak sih? Dasar anak SMA labil!" balas Rayan sambik terus melangkah jenjang.
"Mulut, mulut siapa?" tantang Fauzan tidak mau kalah. Seketika Rayan menatap Fauzan dengan pandangan yang menyebalkan, seperti memandang seorang berkelakuan annoying.
***
"Ray! Gue ngomong panjang lebar, ternyata elo pakek earphone, ih ngeselin" gerutu Syifa, Rayan sontak memasang wajah malu saat Syifa melepas earphone dari telinga Rayan tanpa ampun.
"Sori,, hehe, tadi lagi curhat apa emang?" tanya Rayan yang kini dipenuhi rasa bersalah.
"Nggak ada siaran ulang!" tegas Syifa.
"Siaran, radio kali ah" gurau Rayan, berharap Syifa tidak marah kembali.
"Aaww! Sakit tau! Cubitan lo udah kayak emak tiri" Cibir Rayan sambil mengusap-usap bagian bawah dadanya yang dicubit Syifa.
"Cabut ke kantin yuk ah, Mr. Lubis nggak bakalan ngisi pelajaran jam ini deh kayaknya" cetus Helmi sambil berdiri lalu menyeret Adi, teman sebangkunya.
"Boleh tuh, Zan, ke kantin yuk!" sesaat Rayan menyadari bahwa sosok di sebelahnya ini sedaritadi tenggelam entah kemana.
Rayan melirik Fauzan yang sudah menutup novel-Refrain-nya.
Ck! decak Rayan dalam hati, dari semua kebiasaan Rayan dan Fauzan yang hampir sama, hobi terfavorit merekalah yang sangat berbeda. Rayan suka bekerja keras, bermain dengan kesibukan olahraganya sedangkan Fauzan lebih suka bermain dengan otak dan sangat penggila novel. Satu hal yang Rayan temukan di dalam dirinya, bahwa Rayan membenci betul dengan kegiatan membaca, ada peristiwa dibalik alasan itu tentunya.
Beberapa pemikiran hilir mudik di dalam benak Rayan, satu hal yang amat kentara dari banyaknya pemikirannya. Satu perbedaan kontras di antara Rayan dan Fauzan itulah yang menjadi perekat dari tiap sisi kecocokan mereka.
"Adaaaauw!" jerit Rayan pelan, ketika telinganya ditarik keras oleh Syifa yang tidak sabaran karena saat yang lain sudah berdiri dan hendak melangkah ke kantin, Rayan masih saja melongo di tempat duduknya.
Melihat mata Syifa yang sudah melotot tidak sabaran ke arah Rayan, Rayan langsung mengurungkan niatnya untuk protes.
Rayan menggerutu pelan saat mereka melangkah menuju kantin di lantai dasar sekolah ini, Syifa sibuk bertanya kepada Fauzan di depannya sedangkan Helmi dan Adi sibuk mentertawai hak yang tidak Rayan ketahui sama sekali. Diabaikan itu adalah suatu hal yang paling Rayan benci. Catat.
"Ray, setengah jam lagi lo harus ke ruang futsal, lo ada sparing sama anak kekas 3 IPS 12 kan nanti jam sebelas" Rayan menegakkan kepalanya mentap Fauzan yang masih bersisian dengan Syifa di depannya. Senyum nengembang di bibir Rayan, satu hal lagi yang tersugestikan di dalam benak Rayan. Fauzan tidak akan pernah membiarkan Rayan merasa sendirian.
***
Bunyi pluit melengking di tiap telinga orang-orang yang berada di sekitar lapangan futsal sekolah mereka. Beberapa anggota tim futsal menyerbu dan memberikan pelukan selamat kepada Rayan yang tadi menjadi pencetak gol paling banyak.
Para cewek mulai berteriak-teriak sedikit berlebihan ketika Rayan menanggalkan kaosnya membiarkan badan berkeringatnya diterpa angin.
"Mau kaosnya kak Rayan, uwuwuwuw" kata cewek bermake-up tebal, yang langsung ditimpali cemooh dan teriakan dari murid lainnya.
Rayan menyadari Fauzan tidak ada di tempat duduknya lagi, namun tas Fauzan dan Rayan masih tergeletak di sana, saat Rayan hendak memutar pandang, Rayan mendapati sebuah ego dalam dirinya, jika ia menoleh mencari Fuazan itu berarti menyatakan bahwa Rayanlah yang paling butuh Fauzan dan akan membuat Fauzan bangga dengan hal itu. Bagaimanapun Rayan masih cowok remaja yang berego tinggi dan tidak pernah mau merasa tersaingin dengan siapapun.
Saat Rayan duduk di sisi tasnya, imajinasinya sedikit menguasainya, menghayal, seharusnya Fuazan melemparkan botol minum Rayan, lalu handuknya, dan memuji-mencemooh permainan Rayan barusan. Reflek Rayan menggelengkan kepalanya untuk menghancurkan khayalannya agar tidak meliar.
Satu pesan dari Fauzan di ponsel Rayan yang menyatakan bahwa Fauzan sedangan ada urusan di taman belakang sekolah bersama seseorang dan akan kembali secepatnya. Rayan tidak perduli dengan siapa Fauzan sekarang sedang berurusan, Rayan mengemasi barangnya dan menjejalkan tasnya ke tas Fauzan yang berukuran lebih besar lalu melangkah ke taman belakang, setelah memakai baju bersihnya.
Dari sisi tembok ruang paduan suara Rayan sudah melihat Fauzan sedang tertawa dan di hadapannya berdiri Angelina, cewek yang di gadang-gadang cocok dengan Fauzan, karena Angelina selain seorang juara umum sekolah dia juga ketua OSIS sekolah, cewek cantik keturunan Jepang-Sunda ini adalah salah satu cewek yang paling disambakan murid cowok di sekolah ini untuk menjadi kekasih mereka.
Entah mengapa Rayan tidak berniat lagi menemui Fauzan untuk mencaci-makinya, Rayan lebih tertarik untuk menguping pembicaraan yang sepertinya baru akan dimulai. Rayan bergerak pelan ke sisi paralon yang tidak kepakai. Setidaknya berdiri di sini tidak akan membuat Fauzan dan Angelina tersadar, bahwa ada seseorang yang sedang menguping mereka. Pikir Rayan girang.
"Zan, kok kamu ketawa sih!? Aku serius lho, apa kamu nggak ngerti gimana malunya aku ngutarain perasaan aku ke kamu tadi?" Rayan meruntuki hal yang tadi di dengarnya. Gue ketinggalan momen saat si Ojan ditembak si Angel nih, kampret!. gerutunya dalam hati.
Walau Rayan tidak dapat melihat Fauzan dan Angel dari balik tempat pesembunyiannya yang konyol itu, Rayan mengerti betul momen awkward yang sedang terjadi sekarang ini. Walau ingin melihat dan mentertawai Fauzan sekarang ini Rayan tetap menahan diri, ia jelas lebih ingin mendengar lanjutan penggalan cinta masa SMA ketimbang mengolok-olok sahabatnya.
"Yes" gumam Rayan pelan ketika ia mendaptkan celah untuk mengintip ke arah Fuazan dan Angel.
Wajah Angel terlihat seperti kepiting rebus sekarang ini, Angel terus memilin-milin ujung dasinya dan menatap ke arah kanan, ke air kolam yang keruh, seakan akan air kolam itu etalase toko baju ternama.
"Bisa lo jelasin ke gue alasan lo bisa suka sama gue?" tanya Fauzan dengan wajah kakunya, tawanya menghilang seiring rona merah menguasai permukaan kulit wajah Angel yang putih mulus itu.
"Saik!" ucap Rayan geli, walaupun dalam hati.
"Apa cinta tumbuh selalu dibarengi dengan alasan?" jawab Angel. Rayan benar-benar yakin sekarang ini bahwa Angelina memang cewek pintar.
Sejurus kemudian Fauzan membuka mulutnya lagi, dan Rayan tidak mau membiarkan momen-momen langka yang akan dijadikan lelucon menarik sepanjang masa ini terlewatkan sedikit pun, maka dari itu Rayan mencoba menahan diri untuk tidak geli sendiri.
"Harus, karena gue salah satu penganut anti percaya bahwa ada namanya jatuh cinta pada pandangan pertama, buat gue itu omong kosong, maka dari itu, setiap perasaan yang tumbuh harus selalu ada alasannya" ucap Fauzan sambil ikut-ikutan Angel menatap air kolam ikan yang keruh.
"Tapi sayangnya aku jatuh cinta sama kamu saat pertama kali kita ketemu di Mall, dan ternyata kamu jadi murid baru di sekolah ini, dan semakin lama aku semakin nggak tahan dengan perasaan yang aku simpan ini, aku suka sama kamu Zan, aku cinta sama kamu" Angel memberanikan diri menatap wajah Fauzan walau Angel kini meremas tangannya yang berkeringat lebih erat lagi.
"Berarti lo mendam perasaan lo ini selama dua tahun?" tanya Fauzan. Angel mengangguk.
"Selama dua tahun, lo tetep cinta sama gue? Nggak ilfil sama sekali sama gue?" Angel kembali mengangguk.
"Berarti lo punya alasan yang kuat buat tetep cinta sama gue Angel" tungkas Fauzan. Membuat Angel menggigit bibirnya dan memasang wajah berpikir keras. "Kalo aku sebutin alesannya, seharian pun nggak akan cukup buat ngejelasin kenapa aku sayang banget sama kamu Zan" kata Angel.
"Lumayan juga nih cewek nyepiknya" puji Rayan yang daritadi mencoba menahan diri untuk tidak berkomentar sendiri.
"Nggak perlu semua, cukup beberapa poin inti kenapa lo bisa suka sama gue sebegitu lamanya" ucap Fauzan yang kini bisa mengontrol diri.
Angel mendesah pelan. "Aku malu"
"Kenapa musti malu? Toh yang dengerin kita cuman kecoak buduk toh" ucapan Fauzan menusuk Rayan langsung dengan kata-katanya yang menembus tempat persembunyian Rayan yang Rayan fikir tidak akan diketahi Fauzan.
"Bangke" Rayan meringis kecil, Rayan tahu betul bahwa Fauzan menyadari kehadirannya.
"Satu. Kamu, charming" ucap Angel malu-malu.
"Dua. Kamu, populer, aku nggak munafik, aku suka cowok populer, bukan cowok yang biasa-biasa aja"
"Tiga, kamu tinggi, walau nggak setinggi Rayan, sahabat kamu" pernyataan ke tiga Angelina mampu membuat kadar GR-dalam diri Rayan berkembang pesat.
"Empat, aku nggak pernah kuat liat senyum kamu, senyum kamu itu nge--pas banget di sini" Angel memegang dadanya. Sekali lagi Rayan memuji kehebatan Angel dalam usaha menaklukkan sahabatnya.
"Lima, hidung kamu, aku suka hidung kamu, kelihatan pas di wajah super tampan kamu itu, sudutnya yang runcing nambah kesan kamu itu orang paling ganteng di sekolah ini, kamu cute tapi maskulin banget, hal apa lagi yang buat cewek kayak aku nggak tergila-gila ke kamu?" Rayan dan Fauzan terkisap. Bahkan Rayan tidak bisa membayangkan jika di posisi Fauzan saat ini, walau ia sadar betul cowok seperti mereka itu tidak seharusnya terbuai dengan untaian manis yang keluar dari bibir Angel yang merah muda, merekah nan menggoda untuk dicicipi.
"Terakhir," Fauzan dan Rayan menanti kata-kata terakhir dari Angel.
"Aku suka sikap kamu, perlakuan ramah kamu ke setiap orang, aku suka kamu saat berekspresi aneh pas baca buku, aku suka cara kamu ngunyah makanan kamu, dan aku suka cara kamu nyemangatin aku, setiap aku curhat sama kamu, Zan, aku mau jadi orang yang paling bisa buat kamu bahagia, cukup itu aja" Angel menghentikan perkataanya. Dalam hati Rayan bersyukur Angelina tidak sehebat perkiraannya dalam hal menggombal, jadi walaupun Fauzan menerima cinta Angel nantinya itu semua bukan hanya karena bualan manis Angelina.
"Gue nggak bisa jawab sekarang, terburu-buru dalam suatu hal itu nggak baik" ucap Fauzan, sangat terlihat Angelina memperlihatkan wajah kecewanya.
"Jangan murung kayak gitu, gue kan belom ngasih jawaban apa-apa" tambah Fauzan. Dari balik tempat persembunyiannya Rayan berdoa agar Fauzan menerima cinta Angel, karena dengan begitu kutukan Friendzone antara Rayan, Fauzan dan Syifa akan berakhir. Fikir Rayan.
Angelina mengangguk, mencium pipi Fauzan singkat lalu berlalu. "Aku suka wangi tubuh kamu, Cinnamon, Jeruk, dan susu itu campuran aroma yang bijak, aku selalu ngerasa aman setiap ngehirup aroma tubuh kamu" Angelina berlari cepat meninggalkan Fauzan.
"Anjis! puji Rayan untuk Angelin. Bahkan di detik terakhir Angelina masih terus mencoba menaklukkan hati Fauzan. Runtuk Rayan dalam hati.
"Kecoak buduk! Mau sampai kapan lo ngumpet di situ? Sampe gue siram air kolam ikan?" Hardik Fauzan. Rayan cepat-cepat keluar dari persembunyiannya, menyudahi permainan petak umpet yang ia mainkan sendiri.
Rayan hanya menyeringai lebar sembari mendekat ke arah Fauzan yang tengah duduk di saung dekat kolam, sembari membuka novel yang sedaritadi terabaikan.
CUP.
"Enakkan mana ciuman gue apa Angelina?" tanya Rayan setelah mencium pipi Fauzan jauh lebih singkat dan asal-asalan.
"Aaaaa,,, dasar maho gila lu!" perkelahian tidak lagi bisa dihindari.