It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Desember duaribu tujuh, ‘kan?” tanya Bas dengan mata tertutup.
Bas meraih lalu membakar selinting ganja dari sekumpulan yang tersebar di meja kayu bundar di sampingnya. Dalam sekejap udara penuh terisi aroma khas kanabis.
“Rasanya seperti baru kemarin… Aku kayaknya tidak akan pernah bisa melupakan tempat itu. Biar amnesia sekalipun, itulah potongan ingatan yang akan aku bawa ke kubur, Lev.”
“Meleset setahun, sayang. Duaribu enam. Beberapa menit sebelum matahari terbenam.”
Bas tersenyum simpul. Dia ingat persis detil semuanya. Ia hanya senang membiarkan Alev melakukan kesenangannya mengoreksi.
Ia membuka mata lalu melempar pandang ke lanskap indah Lembang yang terhampar dihadapannya seperti permadani.
“Sudah berapa lin, Bas?”
“Bukan sunset-nya yang kuingat,” sahut Bas sama sekali mengacuhkan pertanyaan Alev, “tetapi air pasang.” Bas melirik Alev yang mengibaskan tangannya sambil mencibir mendengar kalimat Bas.
Bas tertawa renyah.
“You should have seen your face. You were so panicked you actually started to recite ‘Our Father’. In Latin! HA! Who knew.”
Bas menghembuskan sisa asap yang sedetik lalu baru menari-nari di paru-parunya. Lagi, ia lirik Alev yang masih memandang lurus ke depan.
"Tapi, kamu tau nggak? Itulah satu hal yang pertama kali bikin aku terpesona sama kamu," ia berhenti sejenak untuk memberi efek dramatis lalu melanjutkan setengah mengolok, "binan... relijius."
Bas terkekeh-kekeh sendiri. Alev segera memotong,
“Mama sama papa sudah kamu kasih tau?”
Nah, ini dia. Bas kontan berhenti terkekeh. Otaknya bekerja keras mencari-cari alasan untuk mendukung jawaban ‘belum’ yang siap ia lontarkan. Tidak berhasil.
“Belum,” jawab Bas ogah-ogahan.
“Ratih?”
Kamu tau persis, jawabannya, Lev, rutuk Bas dalam hati.
“Belum, dan jangan tanya lagi soal kapan,” Bas mengantisipasi.
Sejenak, sunyi yang pekat mengambang diantara mereka.
Alev perlahan bangkit dan berjalan lebih jauh ke railing balkon tempat mereka berada sekarang. Ada yang menarik perhatiannya. Langit ia tatap lekat-lekat. Matahari telah menunaikan siklus hariannya. Tinggal semburat jingganya yang jadi penerang sekarang sebelum hari jadi terlalu gelap dan tiba giliran bulan. Ia merogoh salah satu kantong di celana chino berwarna merah bata yang ia kenakan, mengeluarkan ponsel cerdasnya, dan mengabadikan gambar dari kanvas alam yang tersaji indah di depan. Ia pandangi hasilnya di layar. Seperti ada yang hendak melukis di langit, kumpulan awan altostratus mengatur diri mereka sedemikian hingga menyerupai barisan sisik ikan. Ia menghampiri Bas yang tiduran di atas bedcover putih pupus yang sekarang berubah fungsi jadi kasur di atas lantai kayu balkon itu. Bas mengangkat bagian atas tubuhnya dan bertumpu pada siku untuk melihat hasil jepretan Alev.
“Cantik, ya,” Bas berkomentar.
“Hmm,” Alev hanya menggumam.
Alev lalu menatap mata Bas. Bola mata hitam yang berhias bulu mata lentik yang sangat dibenci pemiliknya karena membuat ia tampak seperti perempuan. Tapi, ketegasan alis yang bertengger di atasnya menyiratkan kelelakian yang tak pernah gagal menyengat hati Alev. Belum lagi bibir yang menggoda sempurna itu. Dengan hidung yang agak bangir dan rahang yang kotak serta rambut gondrong yang diikat sekenanya, wajah Bas seperti visualisasi sempurna dari definisi kata jantan di Kamus Besar Alev Brata Satya.
Alev mengenal Bas sejak kuliah. Cinta pun tumbuh sejak itu pula. Gairahnya yang kekanak-kanakan bila ia mengerjakan hal yang ia suka dan kejujurannya yang juga khas anak-anak itulah yang pertama-tama menyenggol saraf cinta Alev. Alev tau Bas pasti akan mengatakan semuanya pada orangtuanya dan calon istrinya. Ia bertanya-tanya, haruskah dirinya mendesak terus menerus?
Bas bangkit dan mengambil posisi bersila di belakang Alev yang kini duduk di depannya, dan menyalakan satu lin lagi.
“Lev, aku selalu mencari momen terbaik untuk diabadikan. Itu sudah jadi instingku sebagai fotografer.”
Lalu?
“Kamu ‘kan tau, hubunganku dengan papa mama sekarang sedang berada dalam tahap yang... luar. Biasa. Baik," Bas menegaskan tiga kata terakhir dengan maksud ironi.
“Ya, dan kamu mau menunggu sampai semua jadi betulan baik, ‘kan? Aku tau, Bas. Tapi, itu sama buruknya dengan bilang sekarang. Kita sama-sama paham kalau itu gak bakalan kejadian.”
Bas menghela nafas.
“Aku tau mau kamu, Lev. Aku juga mau itu…” Sepotong ‘tapi’ sudah ada di ujung lidah Bas. Namun dia urung meluncurkannya.
Ia berdiri dan menuju ke speaker iPod portable yang terletak di atas meja kayu bundar tadi. Jarinya menyentuh layar iPod, mencari album cover bergambar raja reggae, Bob Marley.
Dengan setelan suara lembut dan ikon repeat menyala, ia menghampiri Alev dan kembali duduk di belakangnya. Bunyi riddim dan ketukan bersinkopasi khas reggae menghembuskan hawa santai ke udara. Bas melingkarkan kedua lengannya yang liat penuh tato itu ke perut Alev dan mendudukkan dagu di pundak kiri Alev.
“Kulitmu, Lev,” bisik Bas persis di telinga Alef, “Kalo kayak gini aku seperti bisa bernafas lewat kulitmu. Rasa ini ingin selalu aku ingat, Lev. Aku kepingin mati kayak ‘gini... sambil meluk kamu.”
Alev menangkap ketulusan dan keringkihan di kedalaman suara Bas. Seketika, kuncian otot-ototnya melemas. Bayangan suram yang masih jauh namun berjalan mendekat itu membuat ia bergidik dan sedih.
Bas menggosok-gosokkan pipi birunya yang belum bercukur ke pipi mulus Alev, lalu berusaha mencuri sebuah ciuman. Gagal. Alev dengan sigap menghindar dan menoleh ke arah lain. Ia bukan tidak mau bibirnya dicium. Ia tidak ingin Bas tau matanya kini melelehkan air.
Bas hanya senyum. Dengan maupun tanpa ciuman, dia disini, di pelukanku, pikirnya.
Selama sekian menit mereka terdiam, menikmati alam Lembang yang menghampar hijau sepanjang mata memandang. Degup jantung mereka yang seirama, hangat tubuh mereka yang menempel kulit dengan kulit, semuanya menambah syahdu sore itu.
Lalu, bersama Bob Marley, dia menyanyi sumbang setengah berbisik di telinga Alev sambil sedikit bergoyang ikut irama:
I wanna love ya… and treat you right.
Mau tak mau Alev tersenyum juga. “Jelek suara kamu, tau,” bisiknya pelan.
"Bodo' ah."
I wanna love you… everyday and every night.
Alev akhirnya menyerah juga. Di akhir pengulangan lagu yang ke-tiga kalinya, ia mencium Bas dan mengajaknya berdiri untuk berdansa. Mereka bergerak pelan sambil berpelukan erat, dengan kedua dahi mereka menempel dan bernyanyi bersama,
We’ll be together, with the roof right over our head. We’ll share the shelter of my single bed. We’ll share the same room, for Jah provides the bread.
Saat itu langit jingga sudah berganti beledu hitam biru dengan titik-titik terang sinar bintang yang berceceran di langit seperti debu-debu intan. Atap alam sederhana nan glamor yang menjanjikan kedamaian buat semua yang berteduh dibawahnya.
Is this love that I’m feeling?
bersambung...
Semangat menulis lanjutan kisahnya ya mas
Btw, suka Bon Iver juga? Suaranya aduhaii... bikin melelehh...
hehe Bob Marley Riddim Riddim Jah XD
sukaa banget Alev Bas bertattoo dan mereka berdua ngeganja
umm umm.. bagus, milih katanya jg bagus, tp kalo sedih2an..
*siap siap melipir
eh iya @yuzz kebalik XD
@yuzz seneng kalo ada yg suka. Sedih? Hehe Liat aja lanjutan2nya. Sebenernya mau nulis lebih panjang lagi, tapi musti siap2 ngondek dulu nih.. Eh, nge-conduct maksud sayah.. Mau misa malam natal.
to both of you, thanks for reading.
gaya menulisnyapun hampir sama,sama-sama mampu mengolah kata menjadi rangkaian kalimat keren bermakna.
Kerenn bahasa ceritanya
Sepertinye sad ending neh.
@inlove aduh, tks ya.. Udah cukup seneng kalo ada yang suka. Keep reading, bro...
@arieat hehehe...jujur, belom tau mau dibikin gimana. Gambaran udah ada, dan, kayaknya sih happy ending kok.
@totalfreak duh, tks banyak. Semoga suka terus. Ini juga masih belajar kok.
. . .--:--.
/ | \
'-..-^-..-'
I, '. ' , I
I, '. ' , I
I, '. ' , I
I, '. ' , I
I, '. ' , I
I, '. ' , I
I, '. ' , I
I, '. ' , I
/( __ _)\
I ( __ __). )
I ( __ __) )
\(___ _)/.
\
>
_/ \_ lah..... Arie tunggu lanjutannye je.