It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Btw, lagu bunda-nya melly, bkin gue erghh.. Mom. Love u.
@ananda1 : haaaa iya, nama nya kim hye seung makasih dah ngingetin hehehehe
@nakashima : wow... histerisnya anak gadis yang satu ini, xixixixi iya, di usahain yak, makanya kalo punya twitter ayo di follow, disitu ada ulasannya, tar sapa tau situ dah tau dluan hehehehe
@TigerGirlz : gak ikutan cemburu kaaannn hohohoho, hehehe sabar ya, mamanya pasti juga kangen sm kamu
@Zhar12 n: eitsss... di bayangan saya, Ferdy tu ganteng juga lhooo hehehehehe
@jokerz : yang mukul genderang nya kamu yak, hehehehe
@Gabriel_Valiant : ayo kita tabok bareng2, pake tangan apa pake high heels, upppss, gpp kalo gak punya twitter, yg pasti makasih dah mau baca n nyediain waktunya bwt comment hehehehe
@elul : yang nulis juga galau, mau dibikin akhirnya sama sapa, hehehehe
@Wooyoung : wuiw... hhehehehe
@arifinselalusial : sedih bagian mana nih bos, hehehehe wah kalo ke neraka, gak ada dunk ferdy disini
@nakashima : sabar ya anak gadis, jangan terbawa esmosi, eh emosi,
@Barc : kan hantu mama nya ndri, xixixixixi
@Zhar12 : hihihihi kalo gak ada ita, gak seru, hohohoho hmm... jangan nangis yak, tar banjir repuooottt
Burried The Heart 12
Siang itu, Shane dan Hendra tampak berada di dalam rumah utama bersama-sama dengan Farida dan juga Dinda, di karenakan hari itu mereka sedang tidak ada jadwal kuliah. Mereka berempat sedang berkumpul di dalam ruang keluarga. Farida sesekali menanyai Shane dan ingin tahu tentang tempat kuliah nya yang baru serta perlakuan teman-temannya yang juga baru. Shane pun bercerita pada Farida.
Di saat yang bersamaan, atas permintaan Hendra, Dewi beserta beberapa pembantu lainnya masuk ke dalam ruang keluarga dengan tangan membawa berbagai macam makanan kecil dan juga buah-buahan sebagai pelengkap obrolan.
Tampak Ita yang segera berjalan keluar dari dalam ruangan setelah gadis itu meletakkan makanan di atas meja, karena ia tak suka melihat Shane yang sedang berada disana.
Melihat ada buah-buahan, Shane memilih apel dan mengambil pisau dari tangan Dewi yang bersiap mengupas, Shane ingin mencoba mengupas buah apel tersebut, karena selama ini, ia tidak boleh memegang pisau disaat almarhum ibundanya masih ada. Berulang kali mencoba Shane tetap gagal.
Sebagai seorang ibu atas Hendra dan melihati kejadian itu, Dinda pun mengambil alih pisau tersebut dari tangan Shane, kemudian ia menunjukkan dan mengajari keponakannya itu bagaimana cara memegang pisau serta mengupas buah yang benar. Shane tampak antusias, terbukti dengan ia melihati serius di saat Dinda perlahan-lahan mengupas buah tersebut.
Merasa dirinya sudah cukup paham dengan ajaran Dinda, Shane mengambil pisau itu dari tangan bibinya, kemudian mencoba lagi untuk mengupas. Tidak mengecewakan, pelan-pelan, Shane sudah mulai bisa mengupas apel yang tadinya belum sempat ia kupas, meskipun hasil kupasannya tak sebagus hasil kupasan Dinda.
Potongan pertama Shane berikan pada Farida, wanita tua itu menyambut potongan apel cucunya dengan segera memakannya. Potongan kedua, ia berikan pada Dinda bibinya, karena bibinya itu telah mengajarinya hal yang sangat bermanfaat untuknya. Tiba pada potongan ketiga, Hendra tampak menanti-nanti adik sepupunya itu juga menyodorkan buah apel yang dipotongnya kedalam mulutnya, tapi ternyata dugaan salah, potongan ketiga memang ada di sodorkan ke mulutnya, tapi Shane dengar segera memasukkan ke dalam mulutnya ketika Hendra mencoba untuk menggigit buah tersebut.
Hal itu tentu saja membuat Farida dan juga Dinda tertawa, sedangkan Hendra, ia mencibirkan bibirnya terhadap Shane. Dan pada akhirnya, Dewi juga yang di minta oleh Dinda untuk mengupas dan memotong buah-buah tersebut.
Di tengah-tengah mereka saling berbicara, terdengar suara bel yang berbunyi, Iyem yang juga berada di sana, segera berjalan ke arah pintu utama, dan mebukakan pintu. Di ambang pintu, terlihat sosok Vina yang baru saja datang,
“selamat pagi, ada yang bisa di bantu” sapa Iyem ramah,
“selamat pagi, apa nyonya ada?”
“maaf, anda siapa? Biar saya beritahukan pada nyonya”
“bilang saja Vina, nyonyamu tahu”
“oh, baiklah, silahkan masuk dan duduk, saya memanggil nyonya sebentar”
“iya”
Vina pun masuk ke dalam rumah, dan duduk di tengah-tengah ruang tamu. Hari itu, Vina tak datang sendiri seperti beberapa waktu lalu ketika dirinya bertamu, hari itu, ia datang dengan ditemani dengan seorang gadis belia yang tak lain adalah Maya, putri bungsunya.
Dinda segera beranjak menuju ruang tamu ketika Iyem memberitahukan padanya siapa yang datang.
“hai... apa kabar” sapa Dinda ketika melihat Vina
“hai, baik... baik...”
Dinda melihati gadis cantik yang ikut berdiri di samping teman baiknya itu,
“ini...”
“oh iya, aku lupa, ini Maya, putriku” jelas Vina pada Dinda,
“Maya, ayo beri salam pada tante Dinda” perintah Vina pada putrinya,
Maya pun menjabat tangan Dinda, kemudian tangan wanita itu ditempelkan pada dahinya, sebagai tanda salam sopan dari junior terhadap senior,
“oh... ini Maya” seru Dinda, “sudah besar dan cantik ya” lanjut Dinda yang menatapi gadis belia itu dengan tatapan kagum,
“ah... kamu terlalu bisa memuji” sergah Vina,
“aku memang bicara sesuai dengan apa yang aku lihat”
Maya tampak tersenyum malu-malu,
“ayo... kita masuk ke ruang keluarga, kebetulan hari ini keponakanku dan Hendra, sedang tidak kuliah, ada mama mertuaku juga, hari ini sedang lengkap” tukas Dinda,
“ah... aku tidak enak mengganggu waktu santai kalian”
“hei, bicara apa kau ini... tidak apa-apa, kau seperti baru mengenalku saja”
Dengan sedikit dan paksaan berulang kali, ibu dan anak itu pun mengikuti Dinda untuk masuk dan bergabung di ruang keluarga. Dewi yang melihat ada tamu, segera menuangkan dua gelas teh dan di suguhkan pada kedua tamu tersebut, kemudian ia kembali berdiri di samping Farida.
Vina dan juga Maya memberikan salam pada Farida, orang paling senior dintara semuanya. Kemudian tampak Farida mengobrol-ngobrol dengan Vina, sesekali Dinda tampak menimpali pembicaraan mereka. Setelah kedua pria tampan didalam kediaman itu berkenalan dengan Maya, Farida meminta keduanya untuk mengajak Maya menikmati suasana di taman belakang, tujuan lainnya adalah, supaya mereka bertiga dapat cepat akrba, karena kedepannya, Maya akan tinggal bersama-sama dengan mereka.
Maya tampak kagum dengan taman belakang yang dimiliki keluarga tersebut, pandangannya mengisyaratkan kekaguman yang luar biasa. Karena jarang sekali di jaman sekarang dapat di temui taman di dalam rumah yang masih bagus dan terlihat sangat terawat,
“bunga-bunga di taman ini, hanya nenekku seorang yang mengurusi” jelas Hendra pada Maya tanpa di tanya,
“benarkah itu kak?”
Hendra mengangguk mantap, kemudian, “ia tak mau ada tangan orang lain yang mengurusnya, karena ia taku bunga-bunga ini akan rusak, jadi... nenek memutuskan untuk mengurusnya sendiri” lanjut Hendra,
“kebetulan, aku juga suka dengan bunga, berarti aku dan nenek punya hobby yang sama” sergah Maya,
Shane tampak duduk terdiam dengan pandangan yang sesekali ia lontarkan pada Hendra dan juga Maya yang berdiri di depannya, tangannya tampak sibuk membalas pesan singkat yang dikirim oleh Ferdy. Hendra diam-diam memperhatikan gerak-gerik adik sepupunya itu.
“Maya tahun ini umur berapa?” tanya Hendra
“20, kalau kakak?”
“aku 24”
“beda 4 tahun” gumam Maya,
Hendra tersenyum kecil,
“kalau Maya berumur 20 tahun, berarti Maya sepantaran denga Shane”
“oya?”
Hendra menganggukkan kepala,
“Maya lahir di bulan apa?” tanya Hendra,
“November, kalau Shane?” tanya Maya pada Shane,
“hah? Oh.. aku bulan april” jawab Shane,
“berarti aku juga memanggil Shane dengan sebutan kakak ya, karena Shane lebih tua beberapa bulan denganku”
Shane tersenyum kecil, “tidak apa-apa, panggil saja namaku, kalau kau memanggilku dengan sebutan kakak, aku merasa tua” lirik Shane pada Hendra,
“maksudmu?” Hendra sedikit tersinggung,
“tidak ada, lupakanlah” ujar Shane, Maya terlihat ikut tertawa.
Hendra mengibas-ngibaskan kerah bajunya, ia tak dapat tertawa dengan bercandaan Shane,
“gerah...” ujarnya, “Maya, kau disini dulu ya dengan Shane, aku mau mandi sebentar”
“iya kak”
Sebelum meninggalkan Shane dan juga Maya, Hendra melirik sinis ke arah Shane, kemudian berucap,
“gerah...gerah... gerah...” Hendra pun berlalu, meninggalkan tuan muda kecil dan juga Maya bdi peristirahatan taman belakang,
Di saat Hendra tak ada di tengah-tengah mereka, keduanya tampak terdiam. Maya sibuk dengan tatapan kagumnya atas taman, sedangkan Shane sibuk dengan ponselnya, tapi matanya sesekali mencuri-curi pandang terhadap Maya,
“kalau ku lihat, kau sangat akrab ya dengan kak Hendra” ujar Maya tiba-tiba,
Shane hanya tersenyum kecil mendengar ucapan Maya, kemudian menjawab, “begitulah”
Maya juga menyungging senyuman,
“menurutmu, kak Hendra itu, orang yang seperti apa?” lanjut Maya bertanya,
Shane menghentikan aktivitasnya atas ponsel, menatap sejenak ke arah Maya, kemudian menjawab,
“Hendra sebenarnya orang yang sangat baik, berpikiran dewasa dan juga sangat bertanggung jawab atas apa yang diperintahkan kepadanya”
Maya tampak menyimak ucapan Shane dengan wajah serius,
“tapi terkadang ia juga menyebalkan”
Maya mengerutkan kedua alisnya yang rapi nan lentik,
“menyebalkan? Menyebalkan seperti apa?”
Shane menghela nafas sejenak,
“kalau aku jabarkan, mungkin kau rasa aku terlalu meninggi-ninggikan, tapi jika nanti kau sudah mengenal lama dirinya, kau akan tahu dengan menyebalkan yang ku maksud”
Maya tersenyum kecil mendengar ungkapan Shane.
“lalu, apa kau tahu, apa yang kak Hendra suka dan apa yang tidak di sukai”
Shane melirik sejenak ke arah Maya, mencoba mencerna ucapan dari gadi tersebut,
“susah untuk ku jelaskan, karena orang nya tidak dapat dengan mudah di tebak”
“moody?” terka Maya,
“bisa jadi”
“kalau aku menangkap dari segi personalitynya, aku pun berpikir demikian” sergah Maya,
Shane tersenyum tawar dan tak berkomentar,
“ngomong-ngomong, kau ambil mata kuliah apa?” tanya
Shane yang mengalihkan pembicaraan,
“sastra”
“kau suka sastra?”
Maya mengangguk,
“aku banyak mengkoleksi buku-buku puisi dan juga sastra cina, siapa tahu kalau suka aku dapat meminjamkannya padamu”
“benarkah?” Maya tampak antusias,
Shane mengangguk,
“aku sangat suka sekali dengan buku-buku sastra dan juga
puisi”
“kapan-kapan, main lah ke tempatku, disana kau dapat memilih, kalau kau suka, kau bisa meminjamnya” ungkap Shane,
“tempatmu?” Maya kembali mengerutkan alisnya yang rapi,
“ya, aku tidak tinggal bersama-sama dengan mereka di rumah utama, aku tinggal di paviliun itu” tunjuk Shane pada paviliun yang tampak terlihat dari dalam taman pada Maya,
“oh... iya iya” Maya mengangguk-angguk, “kenapa tidak tinggal bersama di rumah utama” tanya Maya ingin tahu,
Shane mengangkat kedua bahunya, kemudian dengan cepat menetralkannya kembali,
“entahlah, sedari awal aku disini, aku sudah diminta untuk tinggal disana” jelas Shane, Maya kembali menganggukkan kepala.
***
Malam hari pun tiba. Maya sudah menjadi bagian dari keluarga Farida. Malam itu, Farida sengaja meminta juru masak untuk memasakkan makanan yang paling enak guna menyambut kedatangan Maya di keluarga mereka. Dan pada malam itu, semuanya berkumpul bersama di dalam ruang makan untuk menyantap makan malam.
Setelah makan malam usai, Shane kembali ke paviliun, diikuti oleh Hendra. Keduanya tampak terlibat dalam obrolan kecil pada saat perjalanan menuju paviliun. Di tengah-tengah perjalanan, tampak Maya memanggil keduanya dari arah belakang, keduanya pun memutar tubuh,
“mmm... boleh aku ikut ke paviliun?” tanya Maya pada keduanya,
“boleh” jawab Hendra,
Maya pun bergabung bersama kedua pemuda tampan tersebut. Sepanjang perjalanan, Shane mendapati jika Hendra tampak sibuk mengobrol bersama dengan gadis tersebut, sampai-sampai ia di diamkan. Shane mengambil sisi positifnya saja dari hal tersebut.
Sesampainya mereka bertiga di paviliun, Hendra juga masih tampak asik dengan Maya.
Setelah mengobrol beberapa saat dengan Maya, tak seperti biasanya, Hendra yang suka berlama-lama di tempat Shane, kini kembali tampak lebih awal dari biasanya. Alasannya karena hari sudah larut, dan ia juga mau mengantarkan Maya untuk beristirahat lebih awal. Shane hanya dapat mengiyakan apa yang Hendra ucapkan. Sepinya paviliun, kembali menyambangi Shane.
Ada beberapa saat setelah kepergian Hendra, Shane tampak masih duduk menunggu di dalam ruang tamu, ia berharap, setelah mengantar Maya, Hendra akan kembali ke paviliun. Lama di tunggu, Hendra tak kunjung muncul, Shane yang juga cukup merasa letih, akhinya pun beranjak masuk ke dalam kamar tidurnya.
***
Alarm di dalam kamar berbunyi dengan sangat kencang, membangunkan paksa Shane yang masih terlelap dalam tidurnya. Shane mengerjap-ngerjapkan mata, kemudian meluruskan tubuhnya sejenak. Ia juga segera bangkit dari keterbaringannya untuk membersihkan diri. Biasanya pada saat ia selesai membersihkan diri, Hendra akan muncul di dalam ruang makan untuk menunggunya guna sarapan bersama.
Dengan langkah cepat Shane memasuki ruang makan paviliun. Sedikit kecewa, karena orang yang di harapkan tak kunjung muncul. Shane melewatkan sarapn paginya sendiri, hingga bi Inah muncul dan memberitahukan padanya kalau Hendra sudah menunggunya di depan rumah utama, untuk berangkat kuliah bersama.
Shane mempercepat sarapannya, menghabiskan susu, dan berpamit pada bi Inah. Shane mempercepat langkah menuju halaman depan rumah utama, dilihat mobil Hendra sudah menunggu. Seperti biasa, ia segera membuka pintu mobil sebelah kiri, tapi apa yang di dapati, Maya sedang duduk di samping Hendra, tempat dimana dirinya biasa duduk. Maya tampak terkejut ketika Shane membuka pintu dengan tiba-tiba. Begitu juga dengan Hendra, Shane pun mengalah, membiarkan gadis itu menduduki tempat duduk biasanya dan duduk di bagian tengah mobil.
Sepanjang perjalanan menuju kampus, Shane tampak terdiam, ia melemparkan pandangannya pada luar jendela. Hendra sesekali melirik ke arah Shane dari kaca spion mobil. Shane yang tahu akan hal itu, pura-pura memejamkan mata, seolah-olah dirinya sedang tertidur. Sedangkan Maya sendiri, ia tampak lupa jika di tengah-tengah dirinya dan juga Hendra, ada seorang Shane. Hendra menyadari bahwa Shane tampak kesal, ia pun membiarkan Shane untuk sejenak waktu, membiarkan pria muda tersebut mengontrol emosinya.
***
“Shane” panggil Hendra,
Shane berpura-pura membuka mata secara perlahan, kemudian menatap ke arah Hendra,
“sudah sampai, ayo bangun” lanjut Hendra dengan suara
lembut,
“yaa..” Shane pun bergerak bangun, membereskan barang bawaannya,
“kak... nanti temani aku ya”
“kemana?” tanya Hendra sembari menatapi Shane yang juga tampak sedang menatapi dirinya, ia seolah-olah menunggu sebuah jawaban penolakan darinya,
“temani aku untuk mencari kelasku”
Shane terdiam, begitu juga dengan Hendra, ia bergantian menatapi Shane dan juga Maya,
“universitas ini cukup luas, aku takut kalau aku tersasar nantinya”
“tapi...” ucapan Hendra terputus,
“tidak apa-apa Hen, Ferdy sudah menungguku” ucap Shane yang kala itu secara kebetulan melihat sosok Ferdy berdiri tak jauh dari mobil Hendra.
Hendra mengumpat kesal dalam hati, lagi-lagi Ferdy. Tak banyak basa basi, Shane turun dari dalam mobil, berjalan dengan cepat menemui Ferdy. Hendra hanya bisa mengumpat kesal dengan pandangan tak lepas dari Shane,
“kak?” panggil Maya,
“eh.. ya?”
“Shane tidak apa-apa kan?”
“tidak... tidak, dia tidak apa-apa”
“dia tampaknya tidak begitu senang”
“ah... mungkin itu hanya perasaanmu saja, Shane memang orangnya seperti itu” tukas Hendra yang mulai melepas seatbelt dan bersiap turun dari dalam mobil,
“ayo, kita turun” ajak Hendra dengan perasaan yang masih tertinggal pada Shane,
“iya kak”
***
siap gw jadi straight hihihi klu fi kasih si maya......
tp klu ilustrasi na kimbum itu ferdi....gw mah ngga akan mikirr 「(゚ペ) seribu kali langsung gw pilih ferdi daripada dion wiyokoooo hahhahaha.....dan pasti langsung tamat cerita nya hahhahaa.....
canda abang.....