It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Burried The Heart 5
Di tengah sunyinya malam, disaat semua orang telah terlelap dalam tidurnya. Farida tampak masih terjaga didalam kamar tempat dirinya biasa beristirahat. Semua lampu dikamarnya telah padam, tersisa lampu diatas meja kerja tempat dirinya berada yang masih menyala. Tangannya yang sudah termakan oleh keriput usia, tampak mebalik-balik sebuah album berisi foto-foto lama.
Ia melihati potret dirinya ketika sedang bersama-sama almarhum suami disaat masih muda. Kemudian foto-foto lainnya yang berisikan ia bersama suami dan anak-anaknya. Ia mengenang pada masa-masa dimana seluruh anggota keluarganya masih lengkap.
Tanpa ia rasakan, setetes air mata menggores halus wajahnya, diiringi kerumunan air mata lainnya yang mengalir dengan deras. Di meja tempat ia melihat album foto, ia juga melihat foto anggota keluarga dimana suaminya sudah tidak ada. Disana masih terdapat foto Lily, putri bungsunya yang belum lama ini ikut menyusul sang ayahanda pergi ke tempat dimana semuar roh bersemayam. Farida meraih foto itu, menyentuh Lily, dan tetap menangis.
Ia menyesali dengan pilihan putrinya yang memutuskan untuk menikah dengan seorang pemuda tak berpenghasilan, Johan. Sehingga dirinya memutuskan hubungan ibu anak dengan putri yang paling ia sayangi itu. Masih terekam dengan jelas dibenaknya, ketika putrinya mengangkat koper berisi pakaian dan meninggalkan rumah bersama-sama dengan Johan, laki-laki pilihannya.
Dan semenjak saat itulah ia tidak pernah lagi melihat putrinya, hingga Shane lahir dan untuk pertama kalinya putrinya menginjakkan kaki lagi ke rumah mereka. Pada saat itu, Shane baru saja berusia 5 tahun.
Bertahun-tahun telah berlalu, semua telah berubah, berkat kerja kerasnya selama ini, sesuai yang dijanjikan dan disumpahkan Johan pada Lily, bahwa dirinya akan menjadi seorang suami yang bertanggung jawab, kerja keras Johan pun membuahkan hasil, ia menjadi seorang suami dan juga ayah yang telah memiliki segalanya.
Namun Tuhan berkehendak lain, disaat mereka baru saja mengicip arti dari sebuah hasil kerja keras dan putra semata wayang mereka beranjak menjadi seorang pemuda, Tuhan memanggil keduanya untuk berpulang ke sisiNya.
Farida benar-benar menyesal. Air mata penyesalan dan ucapan maaf dalam hati takhenti-hentinya berkumandang didalam hatinya. Farida berjanji pada putri dan juga menantunya dalam hati, ia berjanji akan merawat putra semata wayang mereka yang juga cucu kesayangannya hingga akhir hayatnya.
Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar, Farida pun buru-buru mengusap wajahnya yang sembab karena aliran airmata, kemudian dengan langkah terhuyung-huyung ia berjalan menuju pintu dan membukanya,
Saat pintu terbuka, dilihatnya sosok Shane sedang berdiri,
“Nek...”
“kau belum tidur Shane??”
“belum nek, aku belum bisa tidur” ucap Shane,
“ayo masuk” Farida membukakan pintu lebar-lebar, menggeser tubuhnya agar cucunya itu dapat masuk kedalam ruangan, “kenapa kamu tidak bisa tidur? Hm?” lanjut Farida setelah menutup pintu,
Shane meletakkan sebuah mangkuk kecil bertutup di lemari kecil samping tempat tidur, kemudian ia duduk di sisi ranjang,
“aku rindu akan orang tuaku nek” alis mata Shane tertekuk ke atas, wajahnya memancarkan aura kesedihan.
Farida membenamkan kepala Shane kedalam pelukannya, dengan lembut mengusap-usap kepala pemuda kecil tersebut,
“anak bodoh, buat apa kau memikirkan orang yang sudah tiada”
Shane terdiam,
“nenek percaya, ibu dan ayahmu pastinya akan lebih bahagia jika kau berada disini bersama-sama dengan kami, dan mereka tentu tidak mau jikalau terus menerus bersedih, karena mereka juga akan bersedih di alam sana”
Shane terisak-isak didalam pelukan Farida,
“Shane tidak mau jika ayah dan ibumu bersedih kan?”
Shane menggeleng dengan cepat,
“maka dari itu, Shane tidak boleh bersedih lagi, mengerti?”
Shane menanggukkan kepala dan menjawab dengan suara yang gemetar akibat menahan isakan tangis, “iya nek”
“sudah sudah, anak laki-laki harus kuat, tidak boleh menangis”
Kata-kata Farida ini, membuat pemuda kecil itu terngiang kembali akan ucapan ibunya, disaat ia masih kecil dan menangis sekencang-kencangnya, Lily yang berpenampilan cantik dan anggun dengan segera mengangkat putra kecilnya, membersihkan kotoran yang menempel pada tubuh Shane dan berkata,
“anak laki-laki harus kuat, tidak boleh menangis”
Shane merangkul tubuh Farida dan memeluknya erat-erat.
“tadi nenek lihat Shane bawa mangkuk, apa isinya?”
“oh iya Shane lupa” Shane segera melepaskan pelukannya
terhadap Farida, mengusap air matanya dan mengarah pada mangkuk yang ia letakkan pada meja kecil sisi ranjang, diambilnya mangkuk itu dan di berikan pada Farida,
“ini sup ginseng yang tadi sore Shane minta bi Inah buatkan” jelas Shane, “khusus buat nenek, agar kondisi tubuh nenek tetap sehat” lanjutnya,
“buat nenek?”
Shane mengangguk pelan, “terima kasih ya cucu nenek” ujar
Farida yang kemudian melayangkan sebuah kecupan dikening Shane. Farida membuka tutup mangkuk dan memakan isinya, sesekali ia juga membagi cucunya itu dengan menyuapinya.
***
Esok paginya, di dalam kamarnya, Hendra tampak sibuk merapikan diri. Ia mengenakan kemeja berwarna biru muda dan di padu dengan celana jeans berwarna hitam, kemudian ia juga tak lupa membubuhkan gel pada rambutnya dan di model dengan model rambut mohawk, agar tampak tak ketinggalan jaman di depan Shane. Ia juga menyemprotkan parfume beraroma sporty kesukaannya agar tampilannya makin maksimal.
Setelah selesai, Hendra segera turun ke bawah menuju paviliun tempat dimana Shane berada. Di dalam kamar sendiri, tampak Shane juga tak mau kalah dengan Hendra, ia merapikan kemeja berwarna putihnya, melipat lengan kemeja hingga tengkuk lengan. Kemudian ia juga menyemprotkan parfume kesukaannya.
Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar dan suara Hendra,
“Shane” panggil Hendra dari arah luar,
“ya” jawab Shane dari dalam kamar yang tampak terburu-buru merapikan pakaiannya, kemudian ia berlari menuju pintu dan membukanya,
“mau kemana kamu? Rapi sekali” ujar Shane ketika melihat kakak sepupunya itu berdandan bak model pria diatas catwalk,
“kamu juga, memangnya mau kemana, wangi sekali”
Keduanya tertawa geli melihati penampilan masing-masing, kemudian Hendra masuk kedalam kamar Shane, dan duduk di sebuah sofa dekat jendela,
“kamu sudah selesai?” tanya Hendra sembari memangku kaki kanannya pada kaki kiri,
“sudah”
“ya sudah kalau begitu, kita berangkat sekarang, sebelum jalanan macet”
“ayo”
Keduanya pun beranjak meninggalkan kamar.
***
Pagi itu, sesuai yang direncanakan, Hendra diminta oleh Farida dan juga Dinda ibunya, untuk mendaftarkan Shane di universitas tempat dimana Hendra mengenyam pendidikan sekolah tinggi. Jalanan yang belum begitu macet seperti biasanya, membuat perjalanan keduanya tampak lancar. Salah satu kebiasaan Shane jika di dalam mobil adalah tertidur. Dengan tertidurnya Shane, membuat Hendra semakin dapat menelanjangi wajah Shane secara terang-terangan dengan pandangannya sesekali.
Di dalam hati Hendra, timbul sebuah perasaan ingin menjaga yang amat terdalam untuk Shane, dia juga berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menjaga adik sepupunya itu sampai kapanpun, ia tak mau meninggalkan adik sepupunya itu begitu saja, karena selain dirinya, Shane tidak memiliki siapa-siapa lagi yang dapat dijadikan sebagai sandaran.
“Shane” panggil Hendra dengan lembut,
Shane membuka matanya perlahan-lahan, “ya” jawabnya berat,
“kita sudah sampai, ayo bangun”
Shane mencoba membuka paksa matanya, kemudian mengusap-usapi kedua matanya yang indah itu, dilihatnya
sekeliling,
“sudah sampai ya?”
“iya sudah sampai, kamu ngantuk ya?”
Shane mengangguk, “ya sudah, nanti habis kita daftar, kamu tidur lagi saja”
Shane tertawa kecil. Keduanya turun dari dala, mobil dan beranjak masuk menuju gedung universitas. Selama menuju ruang pendaftaran, banyak sekali teman-teman Hendra yang menyapa pangeran berkuda putih tersebut, baik perempuan maupun laki-laki, hampir semuanya dikenali dan mengenali Hendra.
“ternyata kenalanmu tidak sedikit ya” celoteh Shane pada Hendra, Hendra yang mendengarnya, tertawa sejenak, kemudian menjawab,
“hahaha, tidak semuanya aku kenal, ada yang memang aku kenal, dan ada yang terkadang hanya sok kenal sok dekat” jelas Hendra,
“seperti kamu pertama kali ketemu aku ya”
“apa coba”
***
Hari itu, Hendra sengaja membolos kuliah, karena menemani Shane untuk mendaftar. Selesai mendaftar, keduanya tak langsung kembali ke rumah, Hendra sengaja membawa adik sepupu yang sangat ia sayangi itu menuju kantin, tempat dimana dirinya dan beberapa teman-temannya biasa berkumpul.
Dilihat oleh Hendra dari kejauhan, tampak beberapa orang temannya sedang berkumpul disana,
“aku tidak kenal dengan teman-temanmu, sebaiknya nanti aku duduk terpisah saja” ujar Shane,
“bicara apa kau ini, teman-temanku nantinya juga teman-temanmu, jika tidak dari sekarang kau berkenalan denan mereka, maka nantinya akan merasa canggung lagi jika harus berkenalan disaat kau mulai berkuliah”
Hendra pun menarik tangan Shane untuk mendekat pada teman-temannya. Melihat teman paling tampan mereka datang, beberapa pria muda seumuran denvan Hendra dengan cepat menyapanya,
“hai... kenalin adik sepupuku yang baru saja datang dari Bandung” Hendra berpromosi,
Shane tampak berdiri dibelakang Hendra, dengan ramah satu per satu teman Hendra mengulurkan tangan mereka untuk berkenalan dengan Shane, dan Shane, meskipun malu-malu, ia juga membalas jabatan tangan mereka untuk memperkenalkan dirinya sendiri.
Hendra duduk diantara mereka, begitu juga dengan Shane.
“Shane mau minum atau makan apa, pesan saja ya, nanti aku yang bayar” ujar Hendra yang kemudian berbaur bersama dengan teman-temannya,
Shane merasa asing, ia juga mencoba untuk berusaha memahami Hendra yang berada diantara teman-temannya, ia pun tak mau menganggunya, maka Shane memutuskan untuk bangkit berdiri dan memesan minuman.
“hai...” sapa seseorang pada Shane ketika dirinya sedang asyik melihati menu yang tertera, dengan cepat Shane menolehkan pandangannya pada arah datangnya suara,
“ha..hai”
“aku Ferdy, temannya Hendra, tadi kita belum sempat kenalan” ucap Ferdy sembari menjulurkan tangannya pada Shane,
Shane tampak gugup, kemudian ia juga membalas juluran tangan Ferdy tanpa mengucapkan kata-kata apapun, hanya tersenyum kecil,
“mau pesan makan?” tanya Ferdy
Shane menggeleng dengan cepat, kemudian mengalihkan lagi pandangannya pada menu yang sebelumnya ia lihat,
“tidak, aku minum saja”
“oh, mau minum apa?”
“entahlah, belum menemukan yang ku inginkan”
Ferdy menyembulkan kepalanya dari sisi kiri Shane untuk melihati menu minuman,
“bagaimana kalau coffee latte? Suka kopi?”
“coffee latte?”
Ferdy mengangguk, “boleh” ucap Shane. Ferdy pun memesankan 2 coffee latte, satu untuknya dan satu untuk Shane. Ketika minuman telah dibuat, keduanya tampak berebut untuk membayar,
“sebagai perkenalan, aku yang traktir, nanti lain kali, kamu yang traktir, ok?”
Shane pun mengalah sambil tersenyum, Ferdy kemudian mengambil dua gelas coffee latte itu dan berjalan ke arah tempat duduk yang jaraknya lumayan jauh dari tempat dimana Hendra dan teman-temannya berada. Dengan langkah yang sedikit terpaksa, Shane pun mengikuti Ferdy, sambil kepalanya sesekali melihati Hendra yang sedang asyik dengan teman-temannya.
“kita duduk disini saja tidak apa-apa kan?”
Shane menggeleng, “kenapa tidak bergabung dengan mereka?” tanya Shane yang perlahan-lahan merubuhkan diri di atas kursi didepan Ferdy,
“jika bersama-sama dengan mereka, suasana akan terasa berisik, lagipula, kalau ku lihat, kau juga tampaknya tak begitu suka tempat keramaian bukan?” tebak Ferdy sembari menyeruput coffee latte miliknya,
Shane tersenyum sejenak, kemudian menjawab, “begitulah”
Ferdy tersenyum kecil, karena tebakannya atas Shane ternyata benar. Shane mengaduk-aduk minumannya, kemudian ia kembali menolehkan kepalanya untuk melihati Hendra. Ferdy memperhatikan gerak gerik Shane dengan lirikan matanya.
“sudah berapa lama di Jakarta?” tanya Ferdy yang berusaha mengalihkan perhatian Shane,
“hah? Eh.. itu, baru 2 minggu”
“owh” Ferdy mengangguk-angguk, “belum lama berarti” lanjutnya,
“iya”
Keduanya terdiam, Shane menyuruput sedikit minumannya,
“kamu umur berapa?” tanya Ferdy lagi,
“20 tahun”
“berarti, kamu seumuran denganku?”tandas Shane
“iya, bisa saja kita jodoh”
Shane terdiam, tidak banyak berkomentar mengenai ucapan Ferdy.
Keduanya pun berbicara mengenai banyak hal. Sosok Ferdy mampu mengalihkan Shane yang terus menerus memperhatikan Hendra, sedangkan tanpa diketahui oleh Shane sendiri, Hendra juga sesekali memperhatikannya dari tempat dimana ia berada. Hendra merasa, ada seorang teman yang menemani Shane selain dirinya, tampaknya juga akan jauh lebih baik dibanding Shane bersama-sama terus dengan dirinya.
Bagi Ferdy, berbicara dan mengenal Shane adalah satu keuntungan yang sangat besar bagi dirinya, karena tanpa Ferdy sangka, seorang Shane memiliki pandangan dan wawasan yang begitu luas terhadap suatu hal. Tapi dilain sisi, ada satu perasaan yang menjembatani Ferdy yang mengantarkan dirinya untuk lebih dekat pada Shane.
***
Makin seru!
Lanjutt bang :-)
masih belom greget ceritanya, but im still your reader ヽ(^。^)ノ
“20 tahun”
“berarti, kamu seumuran denganku?”tandas
Shane
“iya, bisa saja kita jodoh”
Shane terdiam, tidak banyak berkomentar
mengenai ucapan Ferdy.
ini siapa yang nanya siapa yang jawab yah......bingung....coba baca lagi......
@alexislexis : makasih ya dah setia, hehehe semoga di part berikutnya greget ya hehehe
@Tsu_no_YanYan : hehehehe makasih ya buat koment n setianya buat baca
semangat yah......lanjut diluar itu aku suka ko cerita nya..... hehhe
@farizpratama7 : iya, nanti kalau update, di mention, makasih ya udah mau baca n ninggalin jejak
Burried The Heart 6
“tampaknya, kau dapat teman baru” ucap Hendra tiba-tiba di dalam mobil
“hah? Oh... dia Ferdy, temanmu juga kan?”
Hendra menganggukkan kepala, “dia teman yang baik, cocok jika dia berteman denganmu”
“benarkah?”
“ya”
“lebih baik daripadamu?”
“tentunya aku lebih baik terhadapmu daridapa dia”
Shane tertawa kecil, pandangannya ia tolehkan pada luar jendela dimana langit tampak perlahan-lahan mulai menggelap,
“tapi Ferdy itu kasihan lho”
“kenapa?”
“apa menurutmu dia tampan?”
Shane termenung sejenak mencoba mereka kembali dalam benaknya wujud dari wajah milik Ferdy,
“ya, tampan..”
“tapi tidak setampan aku”
“aku sudah tahu kalau kau akan berkata seperti itu”
Keduanya tertawa,
“dia selalu di tolak oleh wanita yang ia suka”
Shane mengerutkan kedua alisnya yang rapi dan berwarna hitam legam itu, “kenapa?”
“entahlah, mungkin sudah ada 5 orang wanita yang menolaknya dengan berbagai macam alasan”
Shane terdiam, kali ini pandangannya lurus melihati mobil-mobil yang melaju di depan mobil mereka. Ia seolah-olah memahami perasaan Ferdy yang sering di tolak oleh wanita,
“dan sampai sekarang, ia menjadi sedikit trauma jika dari kita memperkenalkannya pada wanita”
“traumatik”
“bisa jadi” ujar Hendra,
“lantas, kau sendiri, apa sudah memiliki tambatan hati?” tanya
Shane seadanya,
“aku?”
Shane mengangguk sambil menatapi Hendra yang menatap jalanan didepannya, dilihat Hendra menoleh ke arahnya sejenak, kemudian mentralkan kembali pandangannya pada kemudi mobil,
“sudah ada, dalam tahap penjajakan” jawab Hendra singkat,
“owh” jawab Shane setelah terdiam dalam waktu yang panjang. Hendra yang melihat adik sepupunya itu terdiam, pun ikut terdiam.
Kesunyian menyambangi keduanya. Baik Shane ataupun Hendra, masing-masing tidak mengetahui sama sekali apa yang sedang masing-masing pikirkan, meskipun keduanya saling ingin tahu, tapi keduanya lebih memilih bungkam. Untuk menghilangkan kesunyian diantara keduanya, Hendra pun memutar lagu dari CD player didalam mobil. Sebuah lagu bernuansa ceria yang dinyanyikan oleh GirlsBand Indonesia CherryBelle melantun dengan semangatnya mengiringi perjalan mereka menuju rumah.
“Kau adalah incaran hatiku
Ku slalu memperhatikanmu
Tak henti menjadi teman berbagi
Semoga kau rasa apa yang ku rasa
Dibalik senyumku ada cinta untukmu
Dibalik matamu ada hati yang menunggu
Aku diam-diam suka kamu
Ku coba mendekat
Ku coba mendekati hatimu
Aku diam-diam suka kamu
Semua kan indah seandainya aku bisa memilikimu”
CherryBelle – Diam Diam Suka.
Shane tertawa kecil mendengar lagu yang diputar oleh Hendra,
“kenapa? kok ketawa sendiri?” tanya Hendra dengan tersenyum-senyum,
“tak menyangka saja jika seorang Hendra bisa suka dengan Girl Band CherryBelle” ujar Shane,
Hendra tak menjawab, ia hanya tersenyum-senyum sembari mendengarkan lagu yang ia putar, lagu yang sebenarnya tak jelas sendiri untuknya. Lagu yang sebenranya boleh di katakan sebagai wujud dari perasaannya, tapi dipikir lagi, ia tak mungkin mengutarakan semuanya. Masih banyak halangan yang menghalangi perasaannya, karena ia juga tak memikirkannya lebih jauh tentang masalah perasaannya, yang penting, selalu bersama-sama dengannya adalah hal yang paling membuatnya senang sepanjang hidup.
***
Karena belum di jadwalkan kapan akan kuliah, Shane pun memanfaatkan waktu luangnya selagi berada di dalam rumah untuk membaca-baca buku. Tapi, pagi itu, ia tidak membaca buku. Ia berjalan-jalan mengelilingi tanaman-tanaman bougenvile, yang bunganya berguguran diatas tanah.
Tiba-tiba saja Shane merasakan perasaan iba. Dengan kedua tangannya, Shane memunguti kelopak demi kelopak bunga-bunga yang berguguran itu, ia kumpulkan di pakaiannya yang ia lebarkan.
Kemudian, ia berjalan menjauh dari tempat ia memunguti kelopak bunga bougenvile, disana terdapat sebuah tanah kosong kecil, dan disana juga, ia menggali sebuah lubang dengan menggunakan ranting yang ia temukan disekitar.
Setelah lubang tergali, Shane pun menabur bunga-bunga tersebut kedalamnya, kemudian menutup lubang yang sudah dipenuhi oleh bunga-bunga itu dengan tanah. Tanpa ia sadari, Hendra membuntutuinya dan memperhatikan apa yang ia lakukan dari arah belakang,
“apa yang kau lakukan?” tanya Hendra dengan tiba-tiba, tanpa ada maksud untuk mengejutkannya, tapi penasaran dengan apa yang dilakukan oleh adik sepupunya itu,
Shane yang sedikit terkejut, dengan segera dan cepat membalikkan tubuhnya, dilihatnya kakak sepupunya itu melihati gundukan tanah yang baru saja dibuatnya,
“aku sedang mengubur bunga” jawab Shane, Hendra tampak tertawa mendesis,
“mengubur bunga? Untuk apa? toh kelopak itu tidak akan menumbuhkan tunas” jawab Hendra yang tak mengerti akan tingkah laku adik sepupunya itu,
Shane menepukkan kedua tangannya dari tanah yang menempel, kemudian berdiri menghadap Hendra,
“apakah lucu untuk kau tertawakan jika aku mengubur bunga?”
Mendengar ucapan Shane yang tak seperti biasanya, Hendra pun dengan segera menghentikan tawanya, ia pun memasang wajah bersalah atas tingkah lakunya yang menertawakan Shane,
“tidak... bukan begitu maksudku, aku hanya heran, mengapa kau mengubur bunga-bunga itu?”
Shane menghela nafasnya sejenak, mencoba menstabilkan emosi nya yang sesaat tadi hampir meluap keluar,
“apa kau lihat bunga-bunga bougenvile itu?” tunjuk Shane pada Hendra, Hendra menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Shane, kemudian ia kembali meluruskan kembali tubuhnya untuk melihati Shane,
“ya”
“kapan kau akan menikmati bunga-bunga itu untuk bermekaran lagi?”
Hendra terdiam sejenak, mencoba mencari jawaban, kemudian ia mengangkati bahu dan meluruskannya kembali,
“entahlah”
“sebenarnya, bunga-bunga itu juga sama seperti manusia, mereka juga tak ingin gugur begitu saja, tapi karena angin yang bertiup dan ia yang tak kuat lagi bertahan diatas ranting, maka mau tak mau rela tak rela ia pun berguguran diatas tanah” celoteh Shane panjang lebar,
Hendra hanya terdiam sambil tatapan tetap tertuju pada Shane,
“jika ia sudah berguguran, maka ia rela jika harus di injak-injak oleh orang-orang yang tak menganggapnya ada, sedangkan ketika dia masih berada diatas ranting, orang-orang memandang tinggi akan dirinya dan memuji akan keindahannya”
Mendengar celotehan adik sepupunya yang begitu lama dan panjang, pada akhirnya, Hendra mengerti dengan apa yang di katakan oleh Shane, maksud Shane adalah, disaat kita sedang berada diatas, semua orang akan memandang kita, bahkan jika kita berbohong pun, orang-orang pun akan mempercayai ucapan kita. Tapi berbeda jika kita terjatuh ke bawah tanpa di inginkan. Semua orang akan memandang remeh kita, dan menganggap kita tidak ada.
Hendra mengakui bahwa Shane adalah seorang pemuda dengan pemikiran luas dan pemilik rasa kasih sayang yang besar terhadap semua makhluk.
“aku paham” gumam Hendra,
“baguslah kalau kau paham” ujar Shane cuek yang melintasi Hendra yang masih berdiri memaku,
“kalau begitu, ayo kita kumpulkan bunga-bunga itu” Hendra berlari mendahului Shane, ia berlari ke arah pohon-pohon bougenvile berada, kemudian dengan tangannya, ia kumpulkan kelopak bunga-bunga yang berguguran itu.
“lihat, aku dapat banyak” ujar Hendra girang, Shane hanya tersenyum, kemudian dilihat oleh Shane, kelopak bunga yang dikumpulkan oleh Hendra itu, di tuang masuk kedalam saluran air yang berada didalam taman,
“hei... jangan dibuang disitu” seru Shane,
“kenapa?” Hendra menghentikan kegiatannya,
“apa kau tahu dimana aliran air ini bermuara?”
Hendra menggeleng,
“jika aliran air ini bermuara disekitaran tempat yang terdapat penduduk, maka bunga-bunga ini akan busuk jika terlalu lama terendam didalam air, jika sudah terlalu lama, maka bunga-bunga ini akan menimbulkan bau busuk yang mengganggu saluran pernafasan penduduk disekitar”
Ya ya ya, lagi-lagi Hendra mengambil sisi positif dari ucapan Shane, maka dari itu, ia menumpukkan bunga-bunga untuk sementara di tempat seadanya, kemudian ia berlari mencari bi Inah dan meminta sekop pada wanita paruh baya tersebut. Setelah mendapatkan sekop, ia kemudian berlari lari menuju Shane.
“lihat, aku bawa sekop, dengan begitu menggali tanah akan menjadi lebih mudah” ucap Hendra yang kemudian mengambil lagi tumpukan bunga yang sebelumnya ia kumpulkan kemudian beranjak menuju tempat dimana Shane mengubur bunga sebelumnya. Shane hanya tersenyum kecil melihati Hendra sambil berjalan perlahan-lahan menghampiri Hendra.
Hendra tampak sangat serius menggali lubang-lubang yang akan digunakan untuk mengubur bunga, sedangkan Shane, tampak mondar-mandir mengumpulkan kelopak bunga-bunga yang berguguran yang siap untuk di kubur.
Di saat Shane menaburkan bunga ke dalam lubang yang telah tergali, Hendra menengadahkan kepalanya untuk menatapi Shane, disana, ia perhatikan wajah adik sepupunya itu sangatlah bersinar. Ia seolah tersihir dengan panca indera yang diberikan oleh maha kuasa kepada adiknya itu, di saat itu juga Shane juga menatapi wajah Hendra dengan tangan yang masih menabur bunga ke dalam lubang. Keduanya saling bertatapan, kemudian dari bibir keduanya, tersungging senyuman indah yang mewakili perasaan tak jelas mereka berdua.
Selesai melakukan pekerjaan kecil yang ternyata melelahkan bagi Hendra, keduanya beristirahat dibawah pohon, tempat dimana Shane biasa mengisi waktu luang untuk membaca buku. Bi Inah yang melihat kedua majikan mudanya itu tampak kelelahan, dengan pengertian membuatkan minuman dingin dan dibawa ke tempat kedua pemuda itu berada. Minuman dingin yang dibuat oleh bi Inah, dengan cepat merambah kerongkongan keduanya yang terasa sangat kering. Sesekali, Hendra mengusap peluh yang membanjiri tubuhnya, dan ia juga tak lupa membantu Shane untuk mengusap peluhnya. Ia juga mengibas-ngibaskan kerah bajunya agar mendapatkan tiupan udara segar untuk mengeringkan peluh yang terus menerus membanjiri tubuhnya.
***
Aku diam-diam suka kamu~ cie cie... hmm si nenek bakal gmana kalo tau cucu2nya diam-diam suka yah? mmm
Njuuut :-)
baguss...
Eh kmu buat ini kya crita terjmhn y? Hihi, jadi harus eksta fokus bacanya..mm,
Lnjut ea