It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Catatan kecil untuk @farizpratama7, tidak semua cewek digambarkan jahat. Di cerita ku yg 1 ku gambarkan cindy yang mempersatukan yadi ama randy. Di cerita 3 ku gambarkan fiona yg membantu willy... Hihihi
lanjut dah ..
│▒│ /▒/
│▒│/▒/
│▒ /▒/─┬─┐
│▒│▒|▒│▒│
┌┴─┴─┐ -┘─┘
│▒┌──┘▒▒▒│
└┐▒▒▒▒▒▒“
LANJUTTT BROO
MOGA ADA LANJUTAN YANG LEBIHH SERUUU
HEEEEE
@sikasepmauth @nukakarakter @iamyogi96 @iamalone89 @halaah @jjk_mod_on @dirpra @gdragonpalm @firdausi @Chocolate010185 @rajatega @05nov1991 @Just_PJ @andychrist @nur_hadinata @The_jack19 @kiki_h_n @alabatan @Dharma66 @LEO_saputra_18 @touch @AL's @jakaputraperdana @rully123 @bobo @pocari_sweat @mu @Rez1 @Raff @touch @Dharma66 @fery_danarto
@abadi37 @ijiQyut @bi_ngung @hantuusil @abadi_abdy @aDvanTage
@bayuaja01 @savanablue @justboy @Jf_adjah @bocahnakal96 @rarasipau @Alir @oxygen_full @Different @babybroww @amira_fujoshi @waisamru @ ken89 @darwin_knight @icha_fujo @ying_jie @timmysuryo @erickhidayat @ncholaaes @seventama @DM_0607 @jerukbali @adilope @surya_90 @badut @Zarfan @leviosha @alvian_reimond @RezzaSty @Beepe @maret elan @Didit_Praditya @alvian_reimond @amauryvassili1 @Achan @Jhoshan26 @echank @penggemar_dady @gymue_sant @handikautama @jacksmile @aii
Burried The Heart 26
Seperti keseharian biasanya, setelah ataupun selepas jam kuliah, Shane terduduk di dalam kantin. Ia merasakan ada yang kurang, ketika dirinya berada di dalam kantin pada saat itu, karena teman setianya yaitu Ferdy tidak bersama-sama dengannya untuk menemaninya.
Sembari duduk menikmati minuman, pria muda itu mengitarkan pandangannya ke sekeliling, berharap besar dalam pandangannya itu dapat melihat sosok Ferdy yang sedang berjalan ke arahnya seperti biasanya. Semuanya sia-sia, sosok Ferdy yang ia cari-cari, tidak ia temukan. Shane menghela nafas kecil, menikmati minumannya sendirian.
Shane sedikit merasa kecewa. Terpikir ketika beberapa waktu lalu, pada saat jam kuliah sedang berlangsung dan Ferdy masih bersamanya di dalam kelas. Pemuda itu lebih banyak berdiam diri, hanya sesekali ia berbicara padanya, ia juga tampak sibuk sendiri dan berkutat dengan pelajaran yang di beri oleh dosen. Pemuda itu seolah mengganggap Shane tak ada di sampingnya, benar-benar tidak seperti Ferdy yang biasanya yang ia kenal.
Shane yang memang memiliki sifat dasar pendiam, tidak memiliki niat untuk bertanya lebih lanjut. Selepas jam kuliah usai, di lihatnya Ferdy terburu-buru keluar dari dalam kelas, seperti ada sesuatu yang sangat di pentingkan. Shane berpikir, apakah Ferdy mulai menjauhinya?
Shane masih berada di dalam kantin, duduk menyendiri. Satu per satu mahasiswa yang sebelumnya tampak memenuhi kantin mulai meninggalkan tempat itu, karena waktu juga tidak menunjukkan masih pagi lagi. Satu per satu penjual, juga tampak mulai membereskan barang dagangan mereka, bersiap untuk pulang.
Di dalam kantin hanya terlihat beberapa orang saja dan juga Shane yang masih berada di dalam sana. Tanpa Shane sangka dan bayangkan sebelumnya, gadis cantik yang ikut tinggal bersama satu atap dengannya, May, mendatangi dirinya. Gadis itu tak langsung duduk di bangku kosong seberang Shane, ia tampak berdiri sejenak,
“Shane” panggil Maya,
Shane menengadahkan kepalanya, melihati Maya yang sedang berdiri di hadapannya itu,
“ya?” jawab Shane singkat,
“boleh aku duduk disini?” tanya Maya dengan tangan yang memegangi bangku kosong yang berada tepat di depan Shane,
“duduklah” ujar Shane dengan nada suara tawar
Maya menarik bangku kosong itu dan duduk berhadapan dengan Shane. Keduanya tampak terdiam untuk sejenak waktu. Shane sama sekali tidak ada keinginan ataupun niatan untuk membuka pembicaraan terlebih dahulu. Melihat wajah Maya saja sudah tidak sudi, apalagi di minta untuk membuka pembicaraan.
Shane tampak memain-mainkan sedotan dari dalam gelas minumannya. Matanya sesekali meliriki Maya yang berada di depannya, dari lirikannya, ia melihati gadis itu tampaknya sedang memikirkan sesuatu untuk di jadikan topik pembicaraan. Shane membiarkannya tanpa menggubrisnya sama sekali,
“apa kau masih marah padaku?” tanya Maya lirih,
Shane mengangkat kepalanya sejenak, kemudian menundukkannya lagi, kembali memainkan es batu di dalam minumannya,
“lupakanlah” jawab Shane singkat,
“jika kau menjawab seperti itu, berarti kau masih marah padaku” tandas Maya dengan memasang wajah kecewa. Shane tak menghiraukan Maya, ia memilih diam tak bergeming, mendengar setiap ucapan yang Maya katakan,
“Shane” panggil Maya lagi, Shane tak menjawab, hanya melihati gadis cantik tersebut,
“boleh aku jujur padamu?” sergah Maya,
“bicaralah” tukas Shane,
Maya menghela nafas berulang kali, seolah-olah rongga dadanya kekurangan oksigen untuk dihirup. Perkataan yang akan di ucapkannya, terasa sangat berat untuk di ucapkan keluar, ia juga takut, setelah ia mengutarakan ucapannya, Shane diam-diam akan menertawakan dirinya,
“sebenarnya, aku... suka pada Hendra” tukas Maya, “aku benar-benar menyukainya, dari pertama kali aku melihatnya” ungkap Maya lirih, “aku juga tidak tahu, mengapa aku bisa menyukainya” sambung Maya,
Shane bungkam, ia tak ingin berkomentar banyak mengenai pernyataan Maya. Telinganya di gunakan untuk menajamkan pendengaran dari ucapan gadis itu selanjutnya,
“aku tahu, aku salah, aku memang hina seperti yang kau katakan padaku malam itu, aku terus menerus berusaha menggodanya” ujar Maya, “tapi aku melakukan itu, karena aku benar-benar tulus menyukainya, dan.. dan berharap.. ia dapat menyukaiku”
Shane masih saja terhanyut dalam diamnya. Pada saat itu juga, hatinya benar-benar merasakan sebuah rasa yang di namakan cemburu. Ingin sekali rasanya pada saat itu ia mengatakan pada Maya jika ia dan juga Hendra menjalin sebuah hubungan yang terlarang, dan meminta maya untuk menjauhi Hendra sejauh-jauh mungkin,
“Shane...”
“ya”
“mengapa kau tidak berkomentar sama sekali?”
Shane menghela nafas kecil, mengangkat kepalanya, mengarahkan kedua matanya untuk menatapi Maya, dan kemudian, ia berkata,
“jika kau memang menyukainya, apa lagi yang dapat aku komentari?” tandas Shane,
Maya jeda. Mendengar ucapan Shane dengan nada yang dingin seperti itu, membuat gadis cantik tersebut semakin tak berani menatapi adik sepupu dari orang yang ia sukai, ia lebih memilih membuang pandangannya ke segala arah, meski sesekali pandangannya jatuh pada sosok Shane. Maya canggung,
“apa kau dapat membantuku untuk suatu hal?” Maya bertanya,
“jika hal yang kau mau ku pikir aku sanggup untuk melakukannya, akan ku usahakan tapi tidak maksimal, tapi jika ku pikir aku tidak dapat melakukannya, maka... maaf saja, aku bukan orang yang tepat untuk kau mintai pertolongan” sergah Shane
Maya kembali terdiam, keduanya alisnya mengerut. Ia berpikir, tak ada salahnya jika ia mengutarakan niatnya itu pada Shane, siapa tahu, adik sepupu Hendra itu dapat membantunya. Di kumpulkannya segenap tenaga, kemudian, bibir manisnya itu berkata,
“apakah kau mau membantuku untuk membuat Hendra dapat menyukaiku”
Shane terdiam. Kedua matanya tertuju tajam pada Maya, membuat gadis itu tampak sedikit salah tingkah. Tatapan tajam itu, tak berlangsung lama. Dengan santai Shane berkata,
“untuk hal itu, maaf... aku tidak dapat membantumu” ujar Shane,
“kenapa? bukankah kau adiknya, dan hubungan kalian juga sangat dekat” sergah Maya,
“dekat... bukan berarti dapat melicinkan apa yang kau inginkan, percuma saja kalau ku bantu tapi yang bersangkutan tidak mau”
“darimana kau tahu kalau Hendra tidak mau? Sedangkan kau belum bertindak apa-apa” tukas Maya dengan nada suara seperti orang yang sedang berada di dalam perdebatan,
“karena aku...” Shane tiba-tiba terdiam, ia tak mungkin membeberkan kepada gadis tidak tahu diri itu mengenai apa yang selama ini terjadi antara dirinya dengan Hendra,
“karena apa?”
Shane terbata,
“karena...berulang kali kau merayunya, tap ia tidak pernah jatuh dan tunduk pada rayuanmu bukan?” ungkap Shane yang membuat Maya benar-benar terdiam, “ hanya saja pada malam itu kau menciumnya dengan paksa, dan tidak mungkin sekali Hendra mendorongmu untuk menjauh dari dirinya, karena Hendra tidak dapat berbuat sekasar itu pada seseorang, apalagi seorang wanita” lanjut Shane yang menekankan kata-katanya, membuat Maya benar-benar malu.
Jika saja ada lubang di sekitar sana, pastilah Maya akan melompat ke dalam lubang untuk menutupi rasa malunya terhadap Shane.
Shane bangkit dari duduknya, ia menenggak habis minumannya,
“sudahlah, hari sudah sore, aku ingin pulang” tukas Shane,
“kau juga pulanglah” lanjut Shane yang langsung beranjak keluar dari dalam kantin.
Maya yang masih saja merasa malu, membiarkan Shane jalan terlebih dahulu hingga bayangan diri pemuda kecil itu tak tampak lagi dalam penglihatannya, barulah ia melangkah keluar dari dalam kantin.
***
Setelah memarkirkan motornya dengan sempurna di pelataran parkir motor, Ferdy segera beranjak masuk ke dalam gedung mall seperti yang telah di janjikan dan tertera dalam pesan singkat yang di kirim oleh Fellicia. Seorang gadis cantik yang merupakan teman lamanya semasa Ferdy dan juga Fellicia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Dengan cepat Ferdy melangkahkan kakinya untuk mendatangi sebuah coffee shop yang belum lama ini di beritahukan oleh Fellicia melalui pesan singkat. Tak sulit untuk mencari seorang Fellicia, karena dari ambang pintu, aura kecantikannya sudah tertangkap oleh Ferdy. Dengan langkah santai, pemuda itu menghampiri Fellicia yang tampak terduduk sendiri di sudut coffee shop sembari memainkan gadget miliknya,
“hai” sapa Ferdy,
Fellicia tampak menghentikan jemarinya yang sedang dengan lentiknya bermain-main di atas layar gadget, kemudian ia menengadahkan kepalanya. Sebuah senyuman mengembang di wajah gadis cantik itu, menampakkan kedua lesung pipinya yang menjadikan wajah gadis itu nampak makin cantik dan manis,
“Ferdy...!!!!” Seru Fellicia yang segera bangkit berdiri, kedua tangannya terbuka untuk meraih Ferdy masuk ke dalam pelukan rindunya sebagai seorang sahabat lama. Ferdy mencondongkan tubuhnya untuk membalas pelukan Fellicia.
Cukup lama keduanya berpelukan.
Fellicia melepaskan pelukannya terlebih dahulu, kemudian dengan pandangannya, ia menatapi Ferdy dari ujung rambut, hingga ujung sepatunya,
“kau sama sekali tidak berubah” seru Fellicia, “masih sama seperti yang dulu” tukasnya dengan mata yang berbinar-binar menatapi pemuda di depannya itu,
“kalau kau, berubah sangat banyak” ucap Ferdy, “makin cantik seperti model sampul majalah” lanjutnya yang kemudian diiringi suara tawanya,
“ah.. kau ini, bisa saja” ujar Fellicia, malu, “ayo duduk... sudah lama aku tidak bertemu denganmu, pastinya malam ini akan ada banyak pembicaraan yang akan kita bicarakan” lanjut Fellicia yang masih belum menghilangkan rasa keseruannya,
“aku akan menemanimu untuk mengobrol hingga pagi” canda Ferdy yang kemudian di timpali suara tawa dari dalam mulut Fellicia. Fellicia tampak menawari Ferdy berbagai macam jenis minuman yang hampir keseluruhannya berbahan dasar kopi pada Ferdy, ferdy merasa jika Fellicia sangat cocok untuk menjadi icon coffee shop tersebut.
Ferdy pun memesan segelas coffee latte, minuman kesukaan Shane yang pada akhirnya menjadi minuman favoritnya juga. Keduanya pun memulai pembicaraan mereka. Keduanya juga sempat bernostalgia dimana mereka masih sekolah dulu.
Sangat seru, sampai pembicaraan mereka merambah masuk kehidupan pribadi masing-masing, dari sana, wajah keduanya yang sebelumnya ceria serta menyungging senyum dan tawa, berubah menjadi serius. Setelah melewati obrolan panjang, keduanya pun tampak terdiam, Fellicia menenggak minumannya, begitu juga dengan Ferdy.
Ferdy menggerakkan matanya untuk meliriki Fellicia, dan di saat tatapan keduanya bertemu, keduanya hanya dapat tertawa malu-malu sambil tertunduk.
“lalu... apa kau sudah memiliki tambatan hati selama berada di Singapore?” tanya Ferdy yang menatap kearah lain, tak berani menatapi gadis cantik di depannya itu,
Fellicia tampak terdiam sejenak, kemudian ia mengembangkan sebuah senyuman kecil di wajahnya,
“belum, kalau kamu?”
Ferdy jeda,
“belum juga”
Keduanya pun kembali tersenyum-senyum kecil di balik rasa malu mereka. Sebuah perasaan yang telah lama sirna, tampaknya mulai menyambangi hati Ferdy. Sosok Fellicia yang baru saja beberapa jam bersamanya, mampu mencuri hati pemuda tersebut. Untuk Sejenak waktu, Ferdy sama sekali tidak mau mengingat Shane.
Sosok Shane seolah-olah sirna di telan oleh keindahan, kecantikan, dan keanggunan dari seorang Fellicia. Dari sebuah komunikasi, berubah menjadi sebuah jembatan perasaan yang di bentangkan oleh Ferdy untuk menuju Fellicia. Tapi harus Ferdy akui juga, ia tidak mudah melupakan Shane begitu saja, meskipun ia sedang bersama-sama dengan Fellicia.
“aku ingin nanti kau yang mengantarkanku pulang” pinta Fellicia,
“ah... kau ini, jangan bercanda” sergah Ferdy pada Fellicia,
Fellicia mengerutkan alis dan juga keningnya,
“memangnya aku tampak seperti sedang bercanda?” tanya Fellicia, “kalau kau tidak mau juga tidak apa-apa”lanjut Fellicia,
“bukan... bukan aku tidak mau” sergah Ferdy buru-buru,
“lalu?”
“mana mungkin kau yang sekarang ini mau aku antar dengan motor jelekku” Ujar Ferdy malu-malu. Terdengar suara tawa kecil Fellicia,
“apa kau tidak dengar jika tadi aku yang memintamu untuk mengantarku dengan motormu?” tukas Fellicia, “aku...aku ingin kau antar-antar lagi seperti dulu” lanjut gadis itu tersipu,
Sesuai dengan ucapannya, Fellicia duduk di boncengan belakang motor Ferdy.
Karena pada malam itu ia mengenakan celana jeans, sangat memudahkan baginya untuk duduk di atas motor. Sebelum Ferdy melajukan motornya, Fellicia tampak memeluk tubuh Ferdy erat-erat, jantung Ferdy terasa berdebar dengan kencang, kemudian Ferdypun memancal sepeda motornya, perlahan-lahan meninggalkan pelataran parkir mall.
***
Malam itu, langit tiba-tiba saja memperdengarkan suara gemuruhnya. Kilat tampak melintas dengan cepat di semua penjuru langit, di tambah angin yang bertiup dengan kencangnya. Tak berapa lama kemudian, hujan pun turun dengan derasnya membasahi bumi. Shane tampak terduduk di sisi jendela, dengan pandangan menatapi taman belakang paviliun yang mulai basah oleh deraian hujan. Suasana hatinya tak menentu, ia sendiri tak tahu apa yang sedang di pikirkannya.
Dari balik suara derasnya hujan yang turun, sayup-sayup telinga Shane mendengar suara ketukan pintu dari arah luar kamar. Dengan langkah malas Shane berjalan menuju pintu, dan kemudian membukanya.
Dengan sebuah senyuman kecil, Hendra menyapa Shane yang berada di ambang pintu. Shane tampak lesu, ia menggeser tubuhnya sejenak, membiarkan pemuda itu untuk masuk ke dalam kamarnya, kemudian ia beranjak menuju ranjang, dan membaringkan tubuhnya di atas sana. Usai menutup pintu kamar dan menguncinya, Hendra menyusul Shane, ia juga ikut membaringkan tubuhnya di atas ranjang, tepat di sebelah Shane,
“Shane...” panggil Hendra,
Tak ada jawaban dari Shane, pria muda itu tampak membalikkan tubuhnya dan terbaring dengan tubuh yang membelakangi kakak sepupunya itu,
“hei... ada apa?” tanya Hendra yang ikut membalikkan tubuh sesuai dengan posisi tubuh Shane. Shane menggeleng pelan,
“apa kau tidak suka jika aku mengunjungimu?”
Shane terdiam, kemudian ia kembali menggelengkan kepala. Hendra menjulurkan tangannya menggapai tubuh adik sepupunya itu, kemudian membalikkan tubuh Shane secara perlahan-lahan. Di lihatnya, Shane sedang menatapi dirinya,
“ada apa? apa yang terjadi? Mengapa kau kelihatan begitu murung?” tanya Hendra untuk yang kesekian kalinya.
Shane masih saja membisu, pria muda itu kemudian menggeser-geser tubuhnya agar dapat lebih dekat dengan Hendra, tepat di bahu Hendra yang sedang terbaring, Shane membenamkan kepalanya disana. Hendra dengan segera menyematkan jemarinya untuk menyusupi helai demi helai rambut adik sepupunya yang halus dan wangi tersebut.
Hendra mendekap tubuh Shane. Keduanya tampak terdiam, masing-masing tidak mengetahui apa yang sedang di pikirkan oleh perasaan masing-masing. Mereka hanya tetap pada posisi seperti itu.
Shane menjulurkan tangannya dan melingkarkannya pada pinggang Hendra, Hendra pun mendekap tubuh Shane agar lebih dalam lagi di dalam dekapannya, bibirnya dengan hangat mengecup lembut dahi adik sepupunya itu. Tak ada kata yang terucap, hanya perlakuan kasih sayang yang mereka saling tunjukkan satu sama lain.
***
Semenjak kejadian malam itu, hubungan antara Shane dan juga Hendra berangsur-angsur membaik. Hendra semakin sering mengunjungi Shane, dan juga ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama-sama dengan adik sepupunya itu. Terkadang, ia lebih banyak menginap di dalam paviliun di banding tidur di dalam kamarnya sendiri.
Maya tahu akan hal itu. Ia merasa sangat tersiksa, karena ia merasa Hendra mulai menjauhi dirinya. Kini, gadis itu lebih banyak mengurung diri di dalam kamar tidurnya, jika tidak ada yang begitu penting, ia juga tidak akan pergi menemui Hendra. Begitupula hubungan Maya dengan Shane, sering mereka berpapasan satu sama lain, tapi masing-masing tidak saling menyapa, seolah-olah keduanya tidak saling mengenal sebelumnya.
Shane sendiri merasa sangat aneh dengan sikap Maya yang ia dapati mulai berubah, tapi ia tidak begitu memasukkannya ke dalam hati, karena pikirnya, setiap orang pasti dapat mengubah sikapnya sesuai dengan keadaan dan kondisi yang sedang mereka hadapi.
Sedangkan Ferdy, Shane juga merasakan perubahan dari dirinya, ia sudah jarang menemaninya ketika ia sedang berada di kantin. Hanya sejenak waktu, setelah itu ia pun meninggalkan Shane. Selepas jam kuliah, Ferdy juga langsung keluar dari dalam kelas, tanpa berbasa-basi sebelumnya. Jujur saja, Shane merasa tak nyaman dengan sikap Ferdy yang berubah beberapa ratus derajat dalam waktu yang terbilang singkat.
Maka siang itu, Shane mendatangi Ferdy yang sedang berada di dalam perpustakaan universitas. Shane mengambil sebuah buku, kemudian duduk tepat di sebelah Ferdy,
“hai...” sapa Ferdy yang melihat Shane datang dan duduk di sampingnya,
“hai..” balas Shane,
“buku apa yang kau baca?” tanya Ferdy sembari melihati buku yang di pegang oleh Shane. Shane menggeser buku yang ia pegang, membiarkan pemuda itu membaca judul dari buku yang di ambilnya,
“oh..” ujar Ferdy setelah membaca judul besar buku yang di ambil oleh Shane. Ferdy tak banyak bicara lagi, ia tampak fokus dengan buku yang di bacanya,
“akhir-akhir ini, kau tampak sibuk” ungkap Shane
“hah? Oh.. iya..” jawab Ferdy seadanya,
“sedang ada kegiatan ya di luar sana?”
“tidak juga”
Shane terdiam. Ia terdiam karena merasa tidak ada topik lagi yang ia ingin tanya atau bicarakan pada Ferdy. Shane pun mulai membuka buka, sesekali melirik ke arah Ferdy,
“apa kau ada waktu setelah pulang kuliah nanti?” tanya Shane,
Ferdy menoleh sejenak ke arah Shane, kedua alisnya tampak ia kerutkan. Ferdy berpikir, kemudian menjawab,
“sebenarnya ada, tapi aku mau menemani Virnie untuk membeli sesuatu”
“oh... begitu”
“ada apa?”
Shane menggeleng, “tidak... tidak ada apa-apa” ucap Shane,
Ferdy melempar senyuman kecil terhadap Shane, kemudian kembali fokus terhadap buku yang berada di hadapannya itu. Shane menghela nafas, ia menutup buku yang di ambilnya, dan berniat akan beranjak dari tempat itu, tapi sebelum ia beranjak,
“duduklah disini, bersamaku” pinta Ferdy dengan kepala yang tampak fokus pada buku dan tak menghadap Shane. Shane terpaku sejenak, dengan perlahan-lahan ia mendaratkan tubuhnya untuk kembali duduk di kursi yang terdapat di sebelah Ferdy,
“aku ingin kau bersamaku disini untuk sekarang ini” Ferdy menyambung ucapannya. Shane terdiam.
***
“jadi... kau sudah memiliki orang yang kau suka” ucap Shane dengan tatapan lurus menatapi wajah Ferdy, tak berpaling sedikitpun.
Ferdy menatap lirih ke arah Shane, kemudian ia mengangguk pelan. Shane memaksakan wajahnya untuk tersenyum, meskipun hatinya merasakan seperti teriris,
“baguslah...setidaknya, orang yang kau sukai itu sangat beruntung mendapatkanmu” ujar Shane, “karena kau terlahir sangat baik” lanjut Shane dengan nada suara yang bergetar, menahan emosi jiwanya yang tertekan,
“maaf, aku bukan sengaja berkata seperti ini kepadamu” tukas Ferdy,
Shane terdiam,
“karena...karena... aku..” Ferdy terbata,
“karena apa?”
Ferdy mengangkat kepalanya, menatapi Shane,
“karena aku sudah menunggumu terlalu lama, dan... tidak ada jawaban sama sekali atas perasaanku terhadapmu” ungkap Ferdy.
Shane benar-benar terdiam. Mencerna setiap bait kata yang terucap dari dalam mulut Ferdy. Apa yang di katakan Ferdy adalah benar. Berulang kali Ferdy menyatakan rasa sukanya kepadanya, namun berulang kali Shane menolaknya secara halus, hingga Ferdy beralih menyukai seseorang yang datang dari masa sekolahnya, Shane merasa kehilangan. Shane menyesali semuanya.
Tapi semua sudah terlambat, Ferdy tak mungkin menghabiskan waktu untuk menunggunya lagi, dan ia juga tak mau membuat Ferdy selalu menunggu suatu keputusan darinya yang benar-benar tak pasti.
Air mata penyeselan menetes dari pelupuk mata dan menggores halus wajah Shane. Ferdy iba, pemuda itu mendekatkan tubuhnya pada Shane, kemudian tangannya dengan lembut mengusap setiap tetesan air mata yang mengalir dari pelupuk mata Shane,
“apa yang kau tangisi?” tanya Ferdy lirih,
Dari balik tangisnya, Shane tertawa,
“tidak ada, aku hanya kelilipan saja” ujar Shane masih diiringi suara tawa yang terdengar terus menerus dari dalam mulutnya. Tanpa mendapat persetujuan dari Shane sebelumnya, Ferdy segera meraih tubuh Shane ke dalam dekapannya, seketika, tangis Shane terpecah di dalam dekapan Ferdy.
Ferdy mendekap tubuh Shane dengan erat, seolah-olah, pelukan itu adalah pelukan terakhir kali darinya untuk pria muda di dekapannya itu,
“maafkan aku Shane, maafkan aku” ujar Ferdy berulang-ulang,
Shane masih saja melampiaskan tangisnya di dalam pelukan pemuda tersebut.
“Dahulu kau Mencintaiku
Dahulu Kau menginginkanku
Meskipun tak Pernah ada jawabku
Tak berniat kau tinggalkan aku
Sekarang kau pergi menjauh
Sekarang kau tinggalkan aku
Di saat ku mulai mengharapkanmu
Dan ku mohon maafkan aku
Aku menyesal t’lah membuatmu menangis
Dan membiarkan memilih yang lain
Tapi jangan pernah kau dustai takdirmu
Pasti itu terbaik untukmu
Janganlah lagi kau mengingatku kembali
Aku bukanlah untukmu
Meski ku memohon dan meminta hatimu
Jangan pernah tinggalkan dirinya
Untuk diriku”
( Aku Bukan Untukmu By Rossa )