"Bung Karno itu terhadap perempuan ada mata khusus. Sementara Anjas bukan tipe playboy," lanjut Hanung.
Bung Karno memang dikenal cukup flamboyan di masanya. Dia pun mampu memperistri lebih dari satu wanita cantik.
rachmawati tidak sreg dengan maudy kusnady, hanung & ario bayu
Rachmawati Soekarnoputri rupanya merasa pemilihan peran untuk film Hanung Bramantyo di "Soekarno: Indonesia Merdeka!" tak sesuai. Menurut putri sang proklamator, secara fisik dan bahasa tubuh Ario Bayu tidak cocok memerankan Soekarno. Ia mengaku lebih memilih Anjasmara untuk film tersebut.
"Hanung sempat bilang, Ario Bayu minta terlalu tinggi honornya. Dan saya juga sebenarnya nggak sreg sama Ario Bayu," ujarnya di Jakarta Selatan, Jumat (14/6).
"Fisiknya, gesture-nya, saya nggak cocok. Kok tiba-tiba diajak bikin footage. Tapi Raam mengatakan, cocok menjadi Soekarno. Anjasmara yang saya inginkan jadi Soekarno."
Selain itu, Rachmawati Soekarnoputri juga berpendapat Maudy Koesnaedi kurang sesuai untuk peran Inggit. Baginya Zee Zee Shahab lebih mirip secara fisik dengan karakter tersebut.
"Zhe Zhe Shahab mirip Bu Inggit. Saya kenal Pak Karno, Bu Fat dan Bu Inggit. Nggak gampang cari figur mereka," tambahnya. "Tapi Hanung bilang pemeran itu urusan dia. Saya nggak kenal Maudy atau Tika Bravani."
Lebih lanjut, ia mengaku kecewa dengan pemilihan peran ini dan memutuskan keluar dari film tersebut. Padahal, Rachmawati Soekarnoputri mengaku ide pembuatan film ini berasal darinya.
"Akhirnya saya keluar dari tim itu," ungkapnya. "Padahal ide film Soekarno itu dari saya."
syahrintoel
Banned
syahrintoel is offline
syahrintoel is a legends
syahrintoel is a legend
Comments
Soekarno
Bagi Soekarno, tidak ada krisis yang dilalui tanpa cinta. Hasrat besar Soekarno untuk kemerdekaan dan kebesaran bangsanya tidak lepas dari episode cinta yang ia lalui sepanjang hidup. Inilah yang menggoda saya untuk membaca, mempelajari dan coba menuliskan sebagai penghibur lara yang sering menghinggapi hati. Untuk masalah yang satu ini, tentu saya tidak akan bisa belajar dari Hatta atau Tan Malaka. Untuk setiap pecinta yang mencari alasan dari kekalahannya, roman cinta Bung Karno menjadi kekuatan yang meneguhkan asa.
Soekarno memang mengakui bahwa ia gandrung dengan kecantikan. Tetapi kecintaan pada perempuan bagi Soekarno bukan sekedar isyarat lima indera kepada hati. Sifat cinta Soekarno tumbuh dalam lingkaran sebab dan akibat yang seringkali terlepas dari makna cinta itu sendiri. Pada saat pertama kali jatuh cinta di usia 14 tahun kepada gadis Indo-Belanda Rike Meelhusyen, Soekarno telah memiliki kesadaran, menaklukkan gadis Indo-Belanda bukan sekedar urusan cinta belaka tetapi adalah satu-satunya cara yang bisa ia lakukan untuk bisa menaklukkan kolonialisme Belanda. Dan ia gagal pada percobaan pertama menaklukkan Belanda, gadis itu tidak pernah membalas cintanya.
Jalinan kasih Soekarno dengan Utari, puteri tokoh SI, HOS Tjokroaminoto mulai menunjukkan karakter cinta Soekarno. Hasrat cintanya pada Lak, panggilan sayangnya untuk Utari, sama menggebunya dengan semangat Soekarno untuk memahami ideologi politik Tjokroaminoto. Ketika Lak ia persunting ternyata Soekarno menemukan kehambaran sama seperti kebuntuan yang ia dapatkan dari doktrin ideologi SI Tjokroaminoto. Pada saat menempuh pendidikan di Technische Hogers-school di Bandung, Soekarno menceraikan Utari bersamaan dengan perpisahan ideologinya dengan Tjokro. Soekarno memilih jalan sendiri yang ia ciptakan.
Inggit Ganarsih, ibu indekos Soekarno di Bandung yang berbeda usia 12 tahun di atasnya selanjutnya mengisi ruang hati Soekarno. Inggit dengan kesederhanaannya setia mendampingi Engkus yang mulai menunjukkan sepak terjangnya menentang pemerintah kolonial. Ia rela melakukan apa saja untuk dapat menjenguk Soekarno di penjara Sukamiskin, ikut dalam pembuangan Soekarno di Ende dan kemudian Bengkulu. Tetapi ironisnya justru dalam kesetiaan mendampingi Soekarno dalam pembuangan, Inggrit tersisih oleh kehadiran perempuan lain di Bengkulu. Tidak rela dimadu, Inggrit memilih cerai dengan Soekarno. Perpisahan dengan Inggit adalah perceraian Soekarno dengan semangat belajar dan mencari.
Perempuan Bengkulu itu bernama Fatimah, anak seorang tokoh Muhammadiyah disana. Soekarno kemudian mengganti namanya menjadi Fatmawati, suatu aspirasi nasional perlambang kedaulatan yang dicitakan oleh Soekarno. Fatmawati kemudian memang menjadi saksi bagaimana Soekarno mendirikan sebuah republik baru yang merdeka dan berdaulat. Ia ikut menemani Soekarno pada saat-saat genting ketika para pemuda menculik Soekarno ke Rengasdengklok. Ia pula yang terusir dari istana Jogjakarta pada saat suaminya ditangkap dan selanjutnya mesti bertahan hidup di pinggir Kali Code. Fatmawati, ibu negara pertama sang penjahit bendera pusaka, pula yang memberikan keturunan untuk Soekarno.
Tetapi sebagaimana Utari dan Inggit, Fatmawati mesti kalah oleh hasrat cinta Soekarno yang bergerak dimainkan krisis pencarian kebesaran Soekarno. Pada tahun 1954, Soekarno kehilangan legitimasi politiknya sebagai presiden dalam sistem politik parlementer. Seolah ingin kembali mendapatkan legitimasi kekuasaan tradisional Jawa, Soekarno menikahi seorang perempuan Solo bernama Hartini. Fatmawati memilih pergi dari istana, tetapi Soekarno tidak menceraikannya. Inilah awal dimana Soekarno membalut krisis dengan permainan cinta. Semuanya menjadi semakin tidak terkendali sejak Soekarno memegang kekuasaan absolut pasca dekrit presiden 5 Juli 1959.
Dalam krisis pemberontakan Permesta di Manado pada tahun 1959, Soekarno menikahi Kartini Manoppo. Bekas pramugari Garuda yang berasal dari Bolaan Mangondouw Sulawesi Utara. Soekarno seolah ingin menunjukkan, bahwa cinta bisa meredakan suasana disintegrasi yang memanas. Dua tahun kemudian, Permesta bersamaan dengan PRRI selesai dan sebagaimana sifat cinta yang mengasihi, Soekarno memberikan amnesti umum.
Tetapi tidak selamanya politik berbicara dengan kharisma dan senjata, terkadang ia juga bersendawa tentang keindahan. Pada saat Soekarno berkunjung ke Jepang untuk sebuah perundingan tentang pampasan perang, semuanya berjalan dengan alot. Tetapi Soekarno tahu persis cara memenangkan perang. Bila pampasan perang tidak didapatkan maka dia akan menawan kecantikan bunga Sakura. Dan Soekarno membawa pampasannya sendiri dari Jepang dengan mempersunting seorang geisha di klub Copacobana Jepang, Naoko Nemoko yang ia beri nama Ratna Sari Dewi.
Pada tahun 1963, perdebatan tentang akar dan arah kebudayaan nasional tengah memuncak. Para seniman terpolarisasi dalam dua kutub kebudayaan, Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan Manifes Kebudayaan (Manikebu). Konon Lekra berbicara tentang Sosialisme, Manikebu berbicara tentang humanisme universal. Lekra berbicara tentang seni untuk rakyat, manikebu seni untuk seni. Sebagai penyambung lidah rakyat, Soekarno tidak menyeru untuk menengahi perdebatan kebudayaan itu, dia memberikan contoh dengan tindakan. Soekarno menikahi seorang penari tradisional dari Jawa Timur, Haryatie. Seolah ingin menunjukkan, apapun visi kebudayaan yang diusung oleh semua kelompok semuanya berasal dari langgam yang sama, kebudayaan tradisional Indonesia.
Setahun kemudian di tengah semangat Soekarno menggerakkan kekuatan negara-negara muda dalam Games of New Emerging Forces (Ganefo), ia terhisap gelora muda mempersunting Yurike Sangir, gadis yang masih duduk di bangku kelas VII SMA. Yurike seolah menjadi gambaran dari negara-negara baru eks kolonial yang penuh gelora melawan kekuatan-kekuatan kapitalis lama yang telah ratusan tahun menghisap mereka. Menaklukkan Yurike mungkin sama nilainya dengan memimpin puluhan negara-negara dunia ketiga dengan kegarangan Soekarno di atas podium.
Bahkan dalam senjakala kekuasaannya, Soekarno masih mampu menunjukkan cinta sebagai simbol dari sebuah krisis. Pada tahun 1966, ia menikahi seorang gadis asal Tenggarong, Kalimantan, Heldi Djafar. Gadis yang menutup untaian kisah cinta Soekarno itu seakan menggambarkan pula berakhirnya hasrat besar Soekarno untuk menyatukan pulau Kalimantan dalam satu kekuasaan Indonesia. Inilah tahun-tahun dimana Suharto mengirim beberapa utusannya ke Malaysia untuk mengakhiri hasrat Sukarno akan Kalimantan Utara.
Ada yang datang, ada pula yang pergi dalam kehidupan cinta Soekarno. Sembilan perempuan dalam kehidupan Soekarno untuk sembilan revolusi yang memutar roda sejarah Indonesia di bawah bendera revolusi Soekarno. Perempuan-perempuan itu mengakui, mereka terhisap oleh rayuan cinta Soekarno dan tidak juga bisa mengelak dari kharisma magis sang pemimpin besar revolusi. Dan sekarang saya mengerti, kita boleh tidak setuju dengan semua yang dilakukan oleh Bung Karno dalam hal politik dan perempuan. Tetapi kita tidak bisa mengelak bahwa di balik cintanya yang besar itulah sebenarnya hadir sosok bapak bangsa sang Pemimpin Besar Revolusi.
Share this:
A. PENDAHULUAN
Sukarno adalah seorang pemimpin besar di mata rakyat Indonesia. Sukarno memulai langkah awalnya dengan berguru kepada H.O.S Tjokroaminoto yaitu seorang tokoh Sarekat Islam yang nantinya putri dari gurunya yaitu Siti Utari Tjokroaminoto akan menjadi salah seorang istri Sukarno (Salam,1984:21-30). Sukarno merupakan orang yang mempunyai karisma dan jiwa kepemimpinan yang kuat. Daya tarik Sukarno inilah yang membuatnya juga sulit untuk ditolak oleh beberapa perempuan yang pernah hadir sebagai penghias hati bapak proklamator Indonesia ini.
Sukarno memang adalah seorang pecinta dan pemuja wanita. Ibarat kumbang di taman yang hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain, demikianlah Sukarno. Sukarno memang bukan seorang sosok manusia hipokrit. Tercatat ada 9 orang wanita yang pernah mengisi hati Sukarno. Sampai akhir hidupnya, beberapa telah berstatus sebagai mantan istri dan beberapa lagi masih bestatus sebagai istri sah Sukarno. Semua istri-istri Sukarno tidak ada yang tidak cantik. Kepiawaian Sukarno dalam mengambil hati wanita memang tidak diragukan lagi.
Surat cinta, rayuan, dan sikap gentleman khas Sukarno menjadi hal yang masih dapat dikenang oleh para istri dan mantan istrinya. Kendati beberapanya sudah bercerai dan sudah menikah lagi dengan pria lain, tetapi mereka masih fasih membahasakan kembali sederetan kata-kata indah yang pernah ditulis dan diucapkan oleh Sukarno untuk mereka (Nurhayati,2006:124-127).
Bagaimanapun penilaian kita pada pribadi Sukarno mengenai kehidupan asmaranya bersama wanita-wanitanya, beliau tetaplah seorang aktor sejarah yang sangat berpengaruh besar terhadap bangsa Indonesia (____,2009:48). Dibalik perjuangannya bagi bangsa ini, tertoreh nama Inggit Ginarsih yang Sukarno sendiri sebut sebagai Srikandi Indonesia di depan khalayak ramai pada waktu Kongres Indonesia Raya di Surabaya tahun 1931, dan Fatmawati sang penjahit bendera pusaka Indonesia. Tidak tahu seberapa besar cintanya pada istri yang satu maupun istri yang lainnya namun satu hal yang pasti cintanya pada Ibu Pertiwi sangatlah besar. Ratna Sari Dewi dalam buku Bung Karno Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku: Kenangan 100 Tahun Bung Karno, menyatakan bahwa sesungguhnya Sukarno adalah seorang pahlawan sejati yang hanya mencintai negara dan bangsanya.
Di dalam sejarah Indonesia tertoreh seorang aktor yaitu Sukarno karena kalau tidak ada perjuangan dari dia dan teman-temannya kita tidak akan bisa menikmati suasana yang sekarang ini. Jadi dari sejarah kita bisa mengetahui kehidupan padahulu kita baik pada masa kecilnya ataupun dewasa dalam masa perjuangan untuk memerdekakan Indonesia. Dari sejarah kita bisa belajar banyak hal yang sangat berguna bagi kehidupan kita sekarang dan masa depan kita.
B. MASA KECIL SUKARNO
Soekarno dilahirkan pada tanggal 6 juni 1901. Ayahnya bernama Raden Sukemi Sosrodiharjo, satu dari delapan anak Raden Hardjodikromo, adalah anggota golongan bangsawan Jawa kelas priyayi, seperti seperti ditunjukan gelar “Raden” itu. Sukemi lahir di tahun 1869. Sukemi memperoleh pendidikan berunsur Belanda pada waktu sekolah Pendidikan Guru pertama di ibu kota Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Sukemi setelah lulus dipekerjakan pada sekolah dasar bumi putra yang baru di buka di Singaraja, Bali.
Di Sigaraja Sukemi bertemu dengan calon istrinya, Ida Ayu Nyoman Rai yaitu putrid bali dari kelas Brahmana (Adams,1966:27-35). Perkawinan antara Sukemi dan Ida Ayu Nyoman Rai mengalami kesulitan karena mereka berbeda agama, sehingga pada waktu Sukemi melamar Ida Ayu Nyoman Rai ditolak. Walaupun ditolak pasangan tersebut melarikan diri dari dari cara bali, dan kemudian menikah dengan cara Islam. Dari perkawinan ini lahirlah Sukarmini dan Sukarno yang bernama Kusno Sosro Sukarno.
Masa kanak-kanak Sukarno sebernarnya biasa saja. Sukarno menjalani pendidikan awalnya di sekolah desa, walaupun dalam masa singkat. Pada saat berumur 6 tahun Sukarno dan keluarganya pindah ke Surabaya di Sidoarjo dan setelah itu ke Mojokerto tempat Sukemi menjadi manteri guru di sekolah ongkoloro. Sukarno pada masa kecilnya dikenal sebagai seorang pemimpin di antara teman-temannya dan sebagai jagoan muda. Sukarno setiap bermain selalu yang mengatur jalannya permainan dan tidak ada yang berani untuk menentangnya.
Sebagai anak-anak. Sukarno memasuki kebudayaan tradisional jawa melalui dunia wayang yang merupakan dari kebudayaan tinggi tradisi kraton jawa dan juga tradisi rakyat jawa. Sukarno menyerap segi filsfat Jawa ini dari kakek-neneknya di Tulungangung, dari ayahnya di Mojokerto dan seorang patani miskin bernama wagiman.
Sejak kecil Sukarno udah berendam dalam tradisi wayang. Dalam pidato-pidatonya dia selalu menggunakan tokoh-tokoh pewayangan.akhirnya, tetapi yang paling penting yang membentuk Sukarno
C. KEHIDUPAN ASMARA SUKARNO
Sukarno memang adalah lelaki pemuja cinta yang tidak bisa lepas dari wanita. Ibarat kumbang yang berada di taman yang hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain, demikianlah sosok seorang Sukarno (Adams,1966:15). Sukarno memang bukan sosok manusia hipokrit. Dalam wawancara yang dilakukan, dalam biografinya, dengan terang-terangan Sukarno mengatakan, " I'm a very physical man. I must have sex everyday.
Menilai bahwa memang tak ada satupun dari istri-istri Sukarno yang tidak cantik(Reni Nurhayati). Pada Bambang Widjanarko, orang yang pernah 8 tahun menjadi ajudannya, ia berujar, "Ya, saya senang melihat wanita cantik. Saya akan merasa lebih berdosa bila berpura-pura dengan mengatakan tidak atau bersikap seakan tidak senang. Berpura-pura seperti itu namanya munafik dan saya tidak mau menjadi orang munafik." Di saat yang berbeda, ia juga pernah mengatakan, "Saya menjunjung Nabi Besar Muhammad SAW. Saya mempelajari ucapan-ucapan beliau dengan teliti. Jadi, moralnya bagiku adalah: bukanlah suatu dosa atau tidak sopan kalau seseorang mengagumi perempuan yang cantik. Dan saya tidak malu berbuat begitu, karena dengan melakukan itu pada hakekatnya saya memuji Tuhan Yang Maha Esa dan memuji apa yang telah diciptakanNya di dunia ini."
Kepiawaian Sukarno mengambil hati wanita memang tidak diragukan lagi. Surat cinta, rayuan, dan sikap gentleman khas Sukarno menjadi hal yang masih dapat dikenang oleh istri dan mantan istrinya. Kendati beberapa diantaranya sudah bercerai dan menikah lagi dengan pria lain, mereka masih fasih membahasakan kembali sederetan kata indah yang pernah ditulis dan diucapkan oleh Sukarno. Banyak gelar yang akhirnya orang sandangkan pada Sukarno menyangkut keahliannya yang satu ini, diantaranya Arjuna, Casanava Cinta, dan Don Juan, sedangkan dari pengagumnya di luar negeri ia dijuluki A Great Lover. Sepak terjangnya memang telah sampai menjadi sorotan dunia, pers barat bahkan dengan sinis menyebutnya " Le Grand Seducteur - tidak bisa melihat rok wanita tanpa bernafsu".
Awal mula kedekatan Sukarno dengan wanita di mulai waktu dia masih remaja dan beguru pada H.O.S Tjokroaminoto seorang tokoh Sarekat Islam. Pada waktu berguru ia berebut seorang wanita yang bernama Siti Utari Tjokroaminoto dengan Sigit Bahrun Salam, rekan belajarnya di rumah pak Tjokroaminoto dan pada akhirnya perebutan ini dimenangkan oleh Sukarno dengan berhasilnya di nikahinya Siti Utari, sehingga Siti Utari menjadi istri pertama Sukarno (Salam,1984:21). Sukarno setelah menikah dengan Siti Utari pergi bersama ke Bandung pada tahun 1921 dalam rangka untuk studi di Sekolah Tinggi Teknik Bandung. Tak disangka, ini menjadi awal mulanya Sukarno bertemu dengan Inggit Garnasih seorang wanita yang berusia 36 tahun.
Pada tanggal 24 Maret 1923 Sukarno menikah dengan Inggit Garnasih. Dalam surat nikah dicantumkan usia Sukarno dari 22 tahun di tuakan menjadi 24 tahun, sedangkan usia Inggit Garnasih dimudakan dari 36 tahun menjadi 35 tahun( Anwar,2002:18). Mereka menikah di rumah orang tua Inggit, di jalan Javaveem, Bandung. Baru setelah itu mereka pindah ke Gang Jaksa dan terakhir menempati rumah di jalan Ciateul yang kemudian berubah nama menjadi jalan Inggit Garnasih no.8. Pernikahan Sukarno dan Inggit dikukuhkan dengan Soerat Keterangan Kawin no. 1138, tertanggal 24 Maret 1923, bermaterai 15 sen, dan berbahasa Sunda.
Saat berada di Bengkulu Ir sukarno jatuh cinta dengan Fatma yaitu anak angkatnya sendiri.Sukarno tidak bisa menahan gejolak jiwa mudanya untuk tidak terpikat kecantikan Fatma.Seiring berjalannya waktu Fatma makin akrab dengan Sukarno, sampai pada suatu hari keakraban mereka di ketahui oleh Inggita (Adams:1966:188).Sukarno meminta Inggit untuk memperbolehkan Sukarno untuk enikah lagi dengan Fatma agar bisa mempunyai keturunan, sehingga menyebabkan Inggit meminta cerai pada Sukarno. Inggit di ceraikan Sukarno pada tahun 1943 setelah umur pernikahannya mencapai 20 tahun. Inggit meminta syarat kepada Sukarno untuk di kembalikan ke tanah kelahiranya yaitu Bandung setelah di ceraikan. Setelah bercerai dengan Inggit Sukarno menikah dengan Fatma yang setelah menikah nama Fatma diganti Sukarno menjadi Fatmati.
Sukarno setelah bercerai dengan Fatmawati pada tahun 1954 menikah lagi dengan Hartini seorang wanita yang berumur 30 tahun. Pernikahan Sukarno dengan hartini tidak mengalami perceraian. Pada tahun 1962 Sukarno kembali menikah lagi dengan seorang wanita Jepang yang namanya Ratna Sari Dewi. Ratna adalah seorang wanita yang bekerja di clup malam.
Pernikahannya dengan Ratna juga tidak mengalami perceraian sama dengan istrinya hartini. Sukarno menikah kembali dengan seorang wanita yang bernama Kartini manopo. Penikahannya dengan Kartini Manopo juga mengalami perceraian pada tahun 1963 setahun setelah pernikahannya dengan Ratna Sari Dewi. Istri ketuju Sukarno adalah seorang gadis yang bernama Haryati. Saat menikah dengan Sukarno Haryati baru berumur 23 tahun. Pernikahannya dengan Haryati juga mengalami perceraian pada tahun 1964 setelah perceraiannya dengan Kartini Manopo.
Sukarno juga pernah menikah dengan seorang wanita yang berasal dari Poso, Manado yang bernama Yurike Sanger. Pada waktu itu Yurike Sanger duduk di kelas II SMU VII Jakarta. Pernikahan Sukarno dan Yurike Sanger hanya bertahan selama 3 tahun saja. Istri ke sebilan Sukarno adalah Heldy Djafar. Sukarno menikah dengan Heldy Djafar pada tanggal 11 Mei 1966 di House Istana Negara. Dia antara istri-istri Sukarno hanya Heldy lah yang perbedaan umurnya dengan Sukarno yang paling banyak saat menikah. Perbedaan umurnya yaitu 46 tahun.
D. PENUTUP
Sukarno adalah sosok pemimpin yang banyak di kagumi para wanita ini terbukti tidak ada seorang wanita pun yang bisa menolak karismanya. Sampai-sampai Sukarno bisa menikah sebanyak 9 kali. Di antara para istri-istri Sukarno tidak ada yang tidak cantik. Sukarno adalah seorang pemuja wanita sampai dia menyebutkan kata, " I'm a very physical man. I must have sex everyday " .
E. DAPTAR PUSTAKA
· Adams, Cindy.1966.Bung Karno Penyambung Lidah Bangsa Indonesia.Jakarta: PT Gunung Agung.
· _.1984.Bung Karno Putera Fajar.Jakarta:PT Gunung Agung.
· _.2009.Bung Karno Diantara Saksi dan peristiwa.Jakarta:PT Kompas Media Nusantara.
· http://gudeg.net/news/2008/04/3579/Fatmawati-Sukarno-dan-Yogyakarta.htm
· Nuryanti,Reni.2006.ISTRIA: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah.Yogyakarta:Jurusan Pendidikan Sejarah Fise UNY.
· Anwar, Rosihan.2002. In Memoriam Mengenang yang Wafat.Jakarta:Kompas.
· http://kamarche99.wordpress.com/2008/12/29/biografi-ir-soekarno
“Kawin Gantung” Bung Karno – Utari
Utari, Istri Pertama BKSuatu hari, pencarian dengan istilah “istri pertama Bung Karno” yang “nyasar” ke blog ini jumlahnya mencapai 49. Ditambah banyaknya pertanyaan “Siapa istri pertama Bung Karno?”, mengerucutkan saya pada kesimpulan, masih banyak yang belum tahu siapa istri pertama Bung Karno.
Demi melengkapi puzzle sejarah tentang Bung Karno, maka kisah pernikahan Bung Karno dengan istri pertama, harus ada. Demi alasan itu pula, naskah pendek ini ditulis.
Syahdan… permulaan tahun 1921, usia Bung Karno belum genap 21 tahun ketika adik H.O.S. Cokroaminoto menemuinya, dengan satu maksud, membujuk Sukarno agar mau menikahi putri Cokroaminoto yang bernama Utari, Siti Utari, yang ketika itu usianya belum genap 16 tahun.
Adik Cokro itu berdalih, sejak ditinggal mati istrinya, Cokroaminoto seperti limbung, tak bersemangat, bagaikan layang-layang putus talinya. Ia harus mengurus rumah pondokan, mengurus Partai Sarekat Islam, dan tentu saja membesarkan empat putra-putrinya. Lebih dari itu, Cokro sangat merisaukan masa depan putrinya.
“Ya, saya sangat berterima kasih kepada pak Cokro. Saya mencintai Utari… tapi tidak terlalu cinta. Sungguhpun begitu, kalau sekiranya cara ini dapat meringankan beban junjunganku, yah… saya bersedia,” Bung Karno mengakhiri dialog dengan paman Utari.
Tak lama setelah peristiwa itu, Bung Karno menghadap Cokro dan mengemukakan lamarannya. Cokro sangat gembira dan menyambut dengan hati berbunga. Demi calon menantu, Bung Karno langsung diminta pindah menempati kamar yang lebih besar, dengan perabot yang lebih lengkap.
Bandingkan… sebelumnya, di antara 8 penghuni kamar-kamar kos di rumah Cokro, hanya Sukarno yang menempati kamar paling sempit, tak berjendela dan tak berpintu. Karenanya, dalam penuturan kepada Cindy Adams di biografinya, Bung Karno mengisahkan, saking gelap dan pengapnya kamar yang ia huni, ia harus menyalakan lampu minyak siang hari sekalipun.
Selang beberpa hari kemudian, pernikahan Bung Karno dan Utari digelar. Pernikahan itu dinamakan “kawin gantung”, sebuah ikatan perkawinan yang sah menurut hukum maupun agama Islam. Orang Indonesia menjalankan cara ini karena beberapa alasan. Misalnya, sepasang laki-laki dan perempuan disatukan dalam ikatan “kawin gantung” terlebih dulu, karena keduanya belum cukup umur untuk dapat menunaikan kewajiban mereka secara jasmaniah. Atau, ada kalanya “kawin gantung” dilangsungkan, dengan cara mempelai wanita tetap tinggal di rumah orang tuanya, sampai mempelai laki-laki sanggup membelanjai rumah tangga sendiri.
Dalam hal Sukarno dan Utari? Begini penjelasan dia, “Aku dapat tidur dengan istriku kalau aku menghendaki. Akan tetapi aku tidak melakukannya karena dia masih kanak-kanak. Boleh jadi aku seorang pencinta, tetapi aku bukanlah seorang pembunuh anak gadis remaja. Itulah sebabnya kami melakukan kawin gantung. Pesta kawinnya pun digantung.”
Nah, ini yang lebih menarik. Sebelum ijab kabul dilangsungkan, terjadi dua peristiwa menarik dan takkan terlupakan oleh Sukarno. Pertama, untuk menghilangkan nervous, ia mengambil sebatang rokok, dan mengeluarkan sekotak korek api kayu. Rokok sudah terselip di antara bibir, dan Sukarno mengambil satu batang korek api, kemudian menggesekkannya di bagian pinggir. Apa yang terjadi? Syssstttt…buullll… nyala api menyambar batang-batang korek api yang lain di dalam kotak, dan terbakarlah tangan Sukarno.
Sambil meniup-niup jari-jarinya yang terbakar, Bung Karno menggumam sendiri, “Apa maksudnya ini?” Di benak Bung Karno langsung berkecamuk ramalan-ramalan buruk, isyarat-isyarat gelap, pertanda-pertanda ketidakberuntungan. Akan tetapi, Sukarno muda memendamnya sendiri.
Sukarno MudaPeristiwa kedua terjadi setelah Bung Karno masuk masjid, tempat untuk melakukan prosesi ijab dan kabul. Dengan khidmat ia duduk di muka kadi (penghulu). Pak kadi memandangi calon mempelai laki-laki yang begitu necis, berdasi pula. Berkatalah tuan kadi, “Anak muda, dasi adalah pakaian orang yang beragama Kristen, dan tidak sesuai dengan kebiasaan kita dalam agama Islam.”
Bung Karno kaget, dan membalas, “Tuan kadi, saya menyadari, bahwa dulunya mempelai hanya memakai pakaian Bumiputera, yaitu sarung. Tapi ini adalah cara lama. Aturannya sekarang sudah diperbarui.”
“Ya!” kata tuan kadi membentak, “tetapi pembaruan itu hanya untuk memakai pantalon dan jas buka.”
“Adalah kegemaran saya untuk berpakaian rapi dan memakai dasi,” tukas Bung Karno tak kalah tajam.
“Kalau masih terus berkeras kepala untuk berpakaian rapi itu, saya menolak untuk melakukan pernikahan…”
Bung Karno bangkit dari kursi dan berkata keras, “Barangkali lebih baik tidak kita lanjutkan…!”
Imam masjid sepertinya mendukung tuan kadi dan melancarkan protes atas sikap Sukarno yang berkeras tidak mau melepas dasi dan menentang tuan kadi. Yang diprotes lebih galak dalam menanggapi, “Persetan , tuan-tuan semua. Saya pemberontak, dan saya akan selalu memberontak. Saya tidak mau didikte orang di hari perkawinan saya.”
Akhirnya… berkat salah seorang alim ulama yang berhasil meredakan ketegangan, pernikahan akhirnya berlangsung, dengan Bung Karno tetap mengenakan dasi. (roso daras)
http://dewichs.blogspot.com/2012/07/istri-kedua-soekarno.html
Begitu kuat pesona nya Soekarno ...
Don juan nya Indonesia. Hehehe
Uhm...
Btw, sampai sekarang belom ada sesosok pemimpin yang berkharismatik seperti beliau yaaa,
sampai2 Marilyn Monroe terpesona oleh nya.
Hebat hebat hebat
yg cakep2...
blom ada media menggurita kyk skrg..
ya kyk skrg juga...yg di suka yg cakep2..dan siap jadi abdi dalem nya
jd milih presiden ya kyk liat artis
btw;
utari itu nenek nya maia estianty
baru pada tau kan...
.
Soekarno mengatakan bahwa Utari masih suci. Tetapi pihak yang mengenal betul karakter Soekarno tentu saja menyangsikan, sebagaimana diceritakan Abu Hanifah dalam Tale of A Revolution.
Kepindahan ke Bandung sekaligus perceraian Soekarno dengan Utari telah menjauhkan hubungan Soekarno dengan Tjokroaminoto dan kemudian Tjipto Mangunkusumo menjadi mentor politik yang baru.
Dalam hal Sukarno dan Utari? Begini penjelasan dia, “Aku dapat tidur dengan istriku kalau aku menghendaki. Akan tetapi aku tidak melakukannya karena dia masih kanak-kanak. Boleh jadi aku seorang pencinta, tetapi aku bukanlah seorang pembunuh anak gadis remaja. Itulah sebabnya kami melakukan kawin gantung. Pesta kawinnya pun digantung.”
hartini dari salatiga rela cere dari suami nya agar bisa nikah dgn bk
bgitu juga dgn inggit ganarsih; inbu kos nya di bdg...
cere in suami nya utk bk...
woww...
yg ngaco sapa to?
yg lain2 blom tau cerita nya
cumn cerita ttg toto anak nya yg tak dikenal mayan miris juga..
dilupakan oklejh jaman..
.
Soekarno
Nama :Ir. Soekarno
Nama Panggilan :Bung Karno
Nama Kecil :Kusno
Lahir :Blitar, Jatim, 6 Juni 1901
Meninggal :Jakarta, 21 Juni 1970
Makam :Blitar, Jawa Timur
Gelar (Pahlawan) :Proklamator
Jabatan :Presiden RI Pertama (1945-1966)
Isteri dan Anak:
Tiga isteri delapan anak
Isteri Fatmawati, anak: Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh
Isteri Hartini, anak: Taufan dan Bayu
Isteri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto, anak: Kartika.
Ayah :Raden Soekemi Sosrodihardjo
Ibu :Ida Ayu Nyoman Rai
Pendidikan:
- HIS di Surabaya (indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam)
- HBS (Hoogere Burger School) lulus tahun 1920
- THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB) di Bandung lulus 25 Mei 1926
Ajaran :Marhaenisme
Kegiatan Politik:
Mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) pada 4 Juli 1927
Dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929
Bergabung memimpin Partindo (1931)
Dibuang ke Ende, Flores tahun 1933 dan Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Merumuskan Pancasila 1 Juni 1945
Bersama Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945
GALLERY BUNG KARNO
—————————-
TENTANG SOEKARNO
—————————-
Ir. Soekarno1 (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – wafat di Jakarta, 21 Juni 1970 dalam umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ia menerbitkan Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial itu, yang konon, antara lain isinya adalah menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga kewibawaannya. Tetapi Supersemar tersebut disalahgunakan oleh Letnan Jenderal Soeharto untuk merongrong kewibawaannya dengan jalan menuduhnya ikut mendalangi Gerakan 30 September. Tuduhan itu menyebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang anggotanya telah diganti dengan orang yang pro Soeharto, mengalihkan kepresidenan kepada Soeharto.
Keluarga Soekarno
Istri Soekarno
Oetari
Inggit Garnasih
Fatmawati
Hartini
Ratna Sari Dewi Soekarno (nama asli: Naoko Nemoto)
Haryati
Putra-putri Soekarno
Guruh Soekarnoputra
Megawati
Guntur Soekarnoputra
Rachmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri
Taufan dan Bayu (dari istri Hartini)
Kartika Sari Dewi Soekarno (dari istri Ratna Sari Dewi Soekarno)
LATAR BELAKANG DAN PENDIDIKAN
————————————–
Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali [1].
Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
About these ads