It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
gw udh baca cerita sblmnya K-I-T-A bagus...smoga ini jg bagus..
narasi gersang sm embun agk bkn boring,tpp gpp sih sesuatu yg baru & kreatif..
Ini berkaitan sma K.I.T.A ya?
Like this story,,,,
Okey, ini belom siap post loh sebetulnya jadi kalo acak-acakan ya hujat aja, nggak perduli tuh *oranggila*
Silakan baca, nggak komen mandul!!! Berlaku kesemua jenis kelamin, sampe yang ganda pun berlaku.
Mau baca gmn blom nongol" nih -,- @Irfandi_rahman
“Apakan malam ini indah Embun?” tanya Gersang dibelakangku, tidak biasanya dia terbangun saat malam seperti ini, biasanya Gersang selalu tertidur.
“Sangat indah, andai ini senja, kita pasti menikmatinya bersama”
“Senja takkan berbintang seperti malammu Embun”
“Bukan, bukan itu keindahan yang aku maksudkan, Levi dan Rendi sedang berdua, melihat bulan di malamku yang indah ini” jawabku cepat.
“Ceritakan semua padaku Embun, aku ingin mengetahuinya”
“Baiklah” jawabku bersemangat. Entah apa yang aku rasakan. Semangat? Bahagia? Lebih dari itu, mungkin karena Gersang menemaniku, walau kami hanya bisa berbincang. Itu membuat malam ini jauh lebih indah.
---
Levi tersenyum manis kearah Rendi yang masih memandang takjub di atas motor, aku seperti terhanyut dengan perasaan Rendi, bahagia, tak mampu berkata-kata, mungkin menurut kalian ini sederhana! Tidak untuk Rendi dan aku, ini suatu perkembangan besar.
Pernahkah kalian merasakan jatuh cinta? Semua tempat sederhana akan terasa menjadi tempat yang menakjubkan jika bersama dengan orang yang kalian cinta. Seharusnya.
“Kamu mau terus di atas motor?” tanya Levi ke Rendi sambil melepas sweater yang dipakainya tadi.
Semerbak wangi kayu manis bercampur aroma keringat lelaki jantan menyebar hingga kepenciumanku.
Levi kini memasang wajah berpikir kearah Rendi, menatapnya dalam-dalam, aku tahu benar Rendi masih tidak menyangka kalau akan dibawa ketempat seindah ini dan hanya berdua dengan Levi, pujaan hatinya.
“Ayo? Apa mau aku gendong” (demi tuhan inget Doni : penulis gila)
Levi menggenggam pergelangan tangan kiri Rendi yang kecil itu.
“Ah? Nggak usah kak” Rendi terbangun dari lamunannya, aku merasakan degub jantung Rendi yang sarat akan kebahagian.
“Ayo mangkanya, keburu malem” Levi menarik Rendi halus. Dengan sangat kaku Rendi turun dari motor dan berjalan ke ujung tebing.
Levi dengan luwesnya duduk di ujung tebing, tak kurasakan kekhawatiran apapun dari Levi yang menurutku posisi duduknya sangat berbahaya.
Rendi masih berdiri, menatap ujung langit yang tak berujung itu, malam yang indah, aku membuat Embun sebanyak mungkin. Membuat suasana malam ini sedamai mungkin.
Bintang-bintang dan bulan membantuku membuat malam ini jauh lebih indah.
Bulan bulat sempurna memancarkan sinarnya yang terang bertahtah ditempatnya dengan penuh keanggunan.
Bintang yang mulai mendekat ke bumi, serasa para bintangpun ingin melihat moment langka ini secara lebih dekat.
Beberapa bintang terlihat melemah sinarnya karena terhalang material langit.
Membuat malam kurang indah? Tidak! Kalian salah besar jika mengira kurangnya bintang membuat malam ini kurang romantis.
Tidak perduli berapa banyak bintang yang menghiasi malam ini. Tapi mereka yang akan membuat malam ini indah dengan acara mereka ini.
“Duduk, nggak akan jatoh kok, kamu bisa pegangan sama aku kalo kamu takut jatoh” sekali lagi Levi menarik Rendi dari pandangan takjubnya kelangit.
Aku melihat senyum yang berbeda dari Levi kini. Apakah ini pertanda baik? Aku harap!
Rendi duduk dengan luwes pula disisi kanan Levi, akupun tak merasakan ketakutan di dalam tubuh Rendi saat berayun diujung tebing ini.
“Malem ini bulannya bagus yak?” tanya Levi lagi-lagi memecahkan lamunan Rendi.
“I...iya kak” jawab Rendi terbata.
“Jangan pernah kaku sama aku Ren, kelihatannya jadi aneh tau”
Levi? Apa yang dia katakan? Aku menjadi tak menentu, sebenarnya apa yang dia rasakan terhadap Rendi sih?
Rendi tersenyum manis, wajah Levi terlihat amat tampan dibawah sinar bulan.
Mata itu adalah bagian tubuh yang sangat sulit di kamuflasekan, maksudku, mata itu tidak bisa berbohong, binar bahagia terpancar dari mata Rendi yang berwarna coklat redup itu.
Kini mereka diam membisu, kaki mereka berayun indah di badan tebing ini.
“Bintangnya beberapa redup yah? Jadi kurang feelnya” kata Levi sambil mengamati bintang yang sudah aku katakan tadi.
“Menurut Rendi ini udah lebih dari kata sempurna banget, bintang yang redup itu malah buat kita untuk coba memahaminya” kalimat terakhir Rendi ambigu.
“Bintang jatuh!” seru Levi menatap kilauan yang bergerak.
Rendi tergelak pelan, tawanya membuat Rendi terlihat jauh lebih manis.
“Itukan pesawat kak, masa nggak bisa bedain sih?” kekeh Rendi sambil menatap sinar yang bergerak.
Levi menatap Rendi dan cahaya yang bergerak dilangit sana dengan cepat dan seksama.
“Weh, aku kira itu tuh bintang jatuh Ren”. Levi menggaruk-garuk kepalannya.
Rendi masih terkekeh walau pelan. “Yaudah, kalau gitu kita bikin harapan aja walaupun itu cuman pesawat okey?” Levi merangkul tubuh kecil Rendi yang langsung meringsek dalam pelukannya.
“Ayo cepet sebelum bintang jatuhnya ilang” Levi tersenyum bodoh, tanpa diminta lagi Rendi memejamkan matanya sama seperti Levi.
Aku mendekat secepat yang aku bisa ke arah mereka. Entah apa yang terjadi aku tak bisa melihat sekeliling semua penglihatanku seperti tertutup paksa.
*
Tuhan, hidupku gersang, dan lelaki di sampingku ini bagaikan embun yang meredakan ke gersangan hatiku.
Buat dia mengerti apa yang aku rasakan. Buat dia mengetahui apa yang aku simpan. Buat dia sadar apa yang sedang aku sembunyikan.
*
Rendi membuka matanya seiring penglihatanku yang terbuka kembali. Aku sadar aku berada di dalam tubuh Rendi kala dia membuat permohonannya.
Rendi menatap mantap Levi yang masih terpejam dalam permohonannya. Wajah Levi terihat damai walau kesan tegas tetap melekat di wajahnya.
“Aku cinta kakak” lirih Rendi, sangat pelan sampai-sampai aku hampir tidak mendengarnya.
Levi masih memejamkan matanya, matanya terbuka cepat menatap mata Rendi yang memandangi wajah Levi dengan sendu.
“Kamu ngomong apa Ren?” tanya Levi masih pelan.
Rendi menegang dan sedikit bergerak dari rangkulan Levi. “Ah, nggak” sebisa mungkin Rendi Berkilah, jika Levi itu aku, aku takan percaya, Rendi teramat bodoh untuk berbohong soal perasaannya terlebih cinta.
Rendi tertunduk sambil memainkan jarinya yang kecil itu, Levi masih memandangi Rendi lekat, lalu melihat langit dan diapun terpekur disana.
Menyebalkan. Aku ingin rasanya masuk ke dalam pemikiran Levi, aku ingin sekali mengetahui apa yang sedang dia pikirkan. Aku muak menebak Levi. Muak.
“Aku...” kata-kata Levi berhenti wajahnya menunduk dan menghela nafas beratnya.
“Kenapa kak” tanya Rendi polos.
“Udah malem kita pulang yuk” Levi berdiri menepuk-nepuk celananya yang sedikit kotor, Rendi menyusul dan melakukan hal yang sama.
Levi menarik pergelangan tangan Rendi, tapi Rendi menggesernya menjadikan jari-jari mereka saling bertalutan. Levi melihat kearah tangan mereka berdua. Rendi hanya menunduk, tak berani mengakui itu yang dia inginkan.
Sedikit senyum terlihat dari Levi lalu mereka berjalan ke arah motor mereka. Levi memakai sweaternya lalu menyalahkan motornya.
“Pegangan Ren” Levi berkata tegas, deruan motornya yang berubah menjadi menegangkan memaksa Rendi memeluk tubuh Levi erat.
---
“Mereka terlalu rumit ya?” tanya Gersang dibelakangku.
“Iya, amat rumit melebihi percintaanku”
“Siapa memang yang kau cintai” nada amat penasaran aku dengar dari Gersang.
“Seseorang yang mencintaiku juga, aku yakin dia mencintaiku”
“Siapa?”
“Kau akan tahu nanti” jawabku pelan, aku ingin Gersang membaca kodeku. Entahlah, mungkin Gersang menunggu saat yang tepat, indah atau mesra untuk mengatakan hal sakral itu kepadaku.
Kami berbeda, kami bukan manusia. Ucapan cinta tidak bisa dipermainkan di dalam bangsa ku ini. Kalian harus tahu itu.
---
“Makasih ya udah mau liat aku main futsal” Levi tersenyum, sebelum Rendi membalas ucapannya Levi berlalu cepat bersama motornya.
“Iya, aku bakalan terus nemenin kamu kak” lirih Rendi masih menatap punggung Levi yang menghilang di belokan menuju tanjakan.
Rendi masuk ke dalam kamarnya, saat-saat yang aku nanti tiba.
*
Cinta itu rumit, sederhana, berujung bahagia, kalau kau tak bahagia itu berarti bukan ujung dari cintamu.
Aku masih menanti, masih berusaha dengan caraku yang bodoh ini.
Bulan, bintang, dan embun menjadi saksi kebahagiaanku malam ini.
Deruan cinta terasa panas di dalam tubuhku saat ini. Tuhan, aku mencintai lelaki itu, biarkan cintaku bersambut, bukankah cinta itu berasal darimu.
Aku harap saat Gersang nanti, dia sadar bahwa aku mencintainya dikala Embun menyapa.
*
Rendi menutup lembaran kertas lusuhnya, menyimpannya ditempat biasa.
*****
Bimbang~Gersang
Embun telah beristirahat dibelakangku, aku melihatnya sangat bahagia tadi malam.
Kini aku kembali menyaksikan Levi bersama keluarganya di pagi hari.
“Tadi malem elo jalan kemana kak?” Agus tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu.
“Bocah! Sopan dikit dong, gue lagi ganti baju nih” sentak Levi yang sedang memakai celana pendeknya, tubuhnya hanya terbalut celana dalam saat Agus masuk ke dalam kamarnya.
“Kek lo nggak aja” Agus berbaring di kasur Levi dengan luwesnya.
Levi hanya mencibir, Agus seperti tak perduli dengan cibiran kakaknya. “Nggak kuliah lo dek?” tanya Levi. Levi berjalan ke kasur tanpa memakai bajunya, lalu tiduran disamping Agus.
“Ntar jam sepuluhan aja lah, gue udeh bebas sekarang, cuman numpang ngabsen doang ke sekolah juga” kata Agus sambil memainkan handphonenya.
Levi hanya mengangguk saja, matanya menerawang jauh ke jendela di depannya.
“Kak, lo beloman jawab pertanyaan gue, tadi malem lo kemana?”
“Lo sama Figi pacaran yak? Lo gay dek” tanya Levi mengalihkan pertanyaan Agus, tapi Levi tidak bergeming sedikitpun, dia tetap menatap kosong keluar jendela.
Aku lihat Agus menghela nafas berat, seperti mengumpulkan keberanian.
“Iya, gue pacaran sama Figi, terserah orang bilang gue gay, homo, bisex atau apalah, gue cinta sama Figi. Banget” tegas Agus.
Levi menggerakan tangan kirinya merangkul Agus dalam posisi terbaring hingga mereka merapat.
“Kakak bangga sama lo, lo berani ngakuin itu, elo nggak munafikin semuanya, gue bangga sama lo” Levi tersenyum manis ke arah adiknya yang memasang jawah tanpa ekspresinya itu, ekspresi Agus lebih mirip seperti vampir laki-laki yang suka loncat dari pohon yang tinggi sambil menggendong wanita yang di cintainya, Embun sering menceritakan film yang sama sekali belum aku tonton itu..
“Elo sama Rendi gimana?” tanya balik Agus.
“Dia gue anggap adek, adek yang polos layaknya seorang perempuan, kepolosan yang nggak gue dapetin dari lo” kata-kata Levi makin lama makin bernada mengejek Agus.
“Gue mah laki masa kudu kayak perempuan, Figi juga polos, walopun nggak sepolos si Rendi tapi dia cute banget” seru Agus sedikit bernada takjub.
“Lo top si Figi bot yeh?” tanya Levi wajahnya masih melihat jendela.
“Anjriitt, dari mana lo tau bahasa gituan?” Agus menarik kepala Levi agar menghadapnya.
Aku tahu Levi sebisa mungkin menahan ekspresinya agar tidak di baca Agus. “Karena gue punya prejudis elo suka sama Figi mangkanya gue nyari tau soal gituan” jawab Levi tenang.
”Elo yakin nih nggak suka sama Rendi? Temen-temen gue yang di sekolahan banyak yang gay loh, top semua kebanyakan, dan Rendi itu gay keliatannya bot, radar gue sih yang bisa buat gue yakin, jangan salah kalo Rendi di ambil orang nantinya” Agus benar-benar meledek kakaknya kali ini.
“Dia gay?” tanya Levi dengan raut serius.
“Iya, Figi bilang dia gay, mereka udah curhat-curhatan, dan Rendi suka sama lo! Banget malah” Agus berdiri meloncati tubuh Levi yang tidur disebelah kanannya. Membiarkan Levi termenung dengan ucapan Agus tadi.
“Rendi suka pakek banget sama lo kak” kata Agus pelan dan tenang dari dekat pintu keluar kamar Levi.
Aku ingin mengucapkan terimakasih untuk Figi dan Agus, mereka sama-sama tahu bahwa Levi juga mempunyai sedikit perasaan untuk Rendi begitupula Rendi mempunyai cinta yang besar untuk Levi.
Beberapa hari yang lalu aku mendengar rencana Figi dan Agus untuk mencomblangkan mereka. Berarti Aku dan Embun punya partner kini.
“Adik, atau aku yang munafik?” seru Levi masih menatap kosong.
Levi masih menatap ke jendela dan sekarang ke langit-langit rumahnya.
Aku menutup semua indraku merasakan apa yang dirasakan Levi. Aku tak mengetahui apa yang sedang di pikirkan Levi, tapi aku tahu batinnya bergejolak kini.
Levi terjolak dari lamunannya, handphonenya bergetar dan berdering dengan lantunan lagu berirama cepat.
“Halo Meis, ada apa” sahut Levi dengan nada sangat ramah. Bodoh Levi bodoh, kapan kau akan sadar bahwa kau sedang dalam permainan dua orang durja. Tuhan, cepat sadarkan mahlukmu satu itu.
Levi berpakaian sangat rapih, aku mencium aroma kayu manis yang pasti banyak memikat kaum Hawa dan Adam yang khilaf. Langkah jenjangnya mengarah ke bagasi mobil. Aku malas mengikutinya kini.
***
Rendi terlihat asik dengan secarik kertas yang di coretnya dengan angka-angka memusingkan itu, kertas ulangan Matematika menempel di atas mejanya, kertas jawabannya pun sudah selesai semua aku lihat. Benar-benar jenius.
Tak seperti murid yang lain, yang menunjukan sejuta kekhawatiran dan raut kusut diwajah mereka. Rendi terlihat asik mengkoreksi hasil jawabanya.
Bell berbunyi menandakan waktu ulangan akhir semester untuk pelajaran yang paling banyak orang tidak suka itu usai.
Kesemerawutan terjadi seperti biasanya, para murid berebut menjiplak hasil jawaban murid lain yang sudah selesai dan belum dikumpulkan.
Rendi menjadi salah satu sasaran mereka, Rendi terlihat sangat rendah hati, aku tahu yang Rendi melakukan salah, membiarkan orang menjiplak usahanya. Tapi ini sudah mengakar, kebiasaan menjiplak sudah mengakar di negara ini, jadi itu sudah dibilang, lumrah.
Guru pengawaspun tak berdaya menghentikan kebiasaan para muridnya. “Okey, selesain, kumpulin sekarang atau saya tinggal” sentak sang guru. Para murid mendecak kesal, kecewa dan sebagainya.
“Ren” panggil Figi diluar kelasnya setelah pengawas ulangan keluar dari kelas Rendi.
“Iya kak?” Rendi berlari kecil menemui Figi, Rendi sedikit tersenyum melihat para siswi perempuan menatap Figi dengan sejuta pesona, sedikit berbisik ketika sudah melewati Figi, Figi memang anak yang populer, menjadi pusat perhatian mungkin sudah biasa baginya. Rendi-pun populer dengan kejeniusannya, tapi tetap yang kaya raya dan yang berkuasa disekolah lebih populer daripada yang hanya tampan dan pintar seperti Rendi ini. Adilkah? Entahlah.
“Nanti kerumahnya nggak usah ganti baju dulu bisa nggak Ren? Besok itu mau ada acara keluarga, boleh minta bantu bersih-bersih nggak? Emang sih ada Ibu kamu dan bik Marsih, bik Minah sama pak Imam, tapi kakak butuh kamu juga buat bantuin, soalnya Ibu sama Ayah kakak lagi pergi, besok mereka datengnya sama keluarga yang lain jadi semuanya dibebanin ke kakak” tanya Figi dengan nada ceria.
“Iya kak nanti aku langsung kesana, OSIS juga nggak ada rapatkan sekarang” jawab Rendi dengan senyum polosnya.
“Kamu bareng pulangnya sama kakak, nggak usah jalan kaki kejauhan sama kelamaan” tegas Figi.
“Tapi kak,-”
“Udah, pokoknya nanti SMS kakak ya!” Figi berlalu meninggalkan Rendi, temannya yang sedikit gempal yang terkenal kaya juga sudah menunggunya dari tadi.
“Rendi kan nggak punya hape kak” cegah Rendi.
“Aduh, lupa, yauda nanti kamu tunggu depan gerbang yak” Figi berbalik berbicara lagi dengan Rendi, setelah Rendi meng-iyakan dengan anggukan kepalanya Figi berlalu lagi.
Rendi masuk ke dalam kelasnya lagi, Rendi itu jarang sekali jajan, memang sepertinya Rendi hanya membawa uang untuk keperluan tidak terduga.
“Ren” panggil Figi lagi. Rendi berjalan cepat menghampiri lagi. “Ada apa lagi kak?”. “Ayo makan, nanti elo kan kerja bakti di rumah si Figi, nggak ada waktu buat makan disana” tarik teman Figi yang berbadan gempal ini.
“Nggak usah kak Dwi, Rendi udah makan kok di rumah” Rendi menarik lengannya yang sudah di genggam Dwi.
“Gue lagi maksa, anggap aja gue lagi malak lo” tegas Dwi menarik lengan Rendi lalu mereka berjalan kearah kantin.
Bell berbunyi, menandakan ulangan hari ini telah usai, para murid berhamburan ketika para pengawas sudah keluar dari kelas.
“Ada apa kak Fer?” jawab Rendi dengan senyum khasnya. Entah kenapa aku merasa ada yang beda dengan Ferdinand, wajahnya tersipu malu.
“Ayo pulang sama gue aja Ren, daripada jalan kaki” tawar Ferdinand.
“Eh, nggak bisa kak, aku mau kerumah kak Figi” Rendi memasang wajah yang amat memukau, antara malu dan tidak enak, tapi itu yang membuat ekspresi mukanya memukau kala ini.
“Ngapain lo ke sono Ren?” tanya Ferdinand menyelidik.
“Bantu-bantu Ibu, aku sama Ibu kerja dirumah kak Figi, kak“ sahut Rendi. Ferdinand hanya mengangguk mencoba mengerti.
Aku mendapatkan pandangan yang penuh cinta dari pancaran mata Ferdinand kini. Ah, Ferdinand menyukai Rendi? Kacau.
***
Rendi, Figi dan Rama sampai dirumah Figi.
Mereka mulai menurunkan beberapa poster dari mobil Figi, tadi memang mereka mampir ke salah satu studio foto dan keluar dari studio membawa banyak poster itu.
Mereka masuk ke dalam rumah, langsung menuju perpustakaan kecil milik Figi, perpustakaan kecil bukan berarti ruangnya kecil tapi buku yang dipunya Figi tak sebanyak perpustakaan umum atau yang lainnya, ruangannya dua kali lebih besar dari kamar Figi.
“Kak Agus mana kak?” tanya Rendi. “Nanti dia nyusul Ren sama yang lain” Rendi hanya mengangguk mendengar penjelasan Figi.
Figi membuka gulungan poster pertamanya. Foto Doni terpampang jelas sedang menggendong Figi di pantai dengan wajah yang amat ceria.
Aku merasakan emosi yang berkecamuk di dalam hati Figi, entah kenapa akupun ikut merasakan duka. Air mata Figi jatuh membasahi poster Doni tersebut.
“Kak” panggil Rendi ragu, wajah Rendi pun kini sendu, tidak seperti Rama yang mencoba untuk tetap tersenyum di depan Figi.
“Nggak apa-apa kok kakak Ren” Figi menyeka air matanya, memberikan poster tersebut kepada Rendi untuk diolesi lem.
Mereka mulai berkerja, memasang semua poster di tempat yang diminta Figi.
Keren, itu kata pertama yang aku ucapkan setelah memandangi seluruh poster tersebut yang menempel di dinding, pintu dan dinding rak buku.
Foto mereka mengisahkan perjalanan persahabat Figi dan yang lain. Dari wajah mereka masih belia seperti Rendi sekarang hingga cukup matang seperti sekarang, tiga tahun memang masih muda untuk menjalin persahabatan tapi aku yakin mereka semua orang-orang yang menghargai arti persahabatan.
“Aku iri sama kak Rama, kak Figi sama yang lainnya. Kalian keren” kata Rendi takjub setelah menepelkan Foto Figi dan yang lain memakai raglan coklat saat LDKS.
“Rendi emang nggak punya sahabat di sekolah?” tanya Rama lembut, Rama seperti memperlakukan adik perempuan kecilnya.
“Temen, Rendi punya banyak, kalo sahabat kayak kakak sama yang lain, Rendi rasa belum” jawab Rendi sambil menggaruk kepalanya.
“Nanti Rendi pasti dapet kok, tenang aja” Rama menepuk pundak Rendi memberikan semangat.
“Iya, Rendi pasti punya sahabat nanti, kan Rendi anak baik, kakak juga mau jadi sahabat Rendi kok” timpal Figi, Rama hanya menganggukkan kepala tanda iya.
“Yaudah, kamu beresin ini semua ya, kakak mau ke kamar dulu, nanti kalo ini semua udah selesai tanya Ibu kamu aja, apalagi yang harus kamu kerjain” Rendi hanya mengangguk menuruti perintah Figi.
Rendi telah selesai membereskan perpustakaan Figi, kini Rendi turun ke lantai satu untuk menemui Ibunya.
Bell rumah berbunyi menandakan ada tamu, Rendi bergegas menuju pintu.
“Ada Figinya nggak” tanya seseorang yang senyumnya mirip artis yang diperbincangkan karena video mesumnya. Ck.
“Eh, ada kak sebentar yah aku panggilin”
“Siapa Ren-” suara Figi dibelakang Rendi terputus melihat tamu yang berdiri di teras memakai pakaian casualnya.
“Kak Galang?” seru Figi kaget.
“Aku masuk ya kak”
“Diam disitu Ren, nanti kita masuknya bareng, nggak lama kok” seru Figi.
“Aku butuh ngomong berdua sama kamu Igi” panggil orang yang bernama Galang ini.
“Tetep ditempat Ren” Figi menatap Rendi dengan pandangan tajam, membuat Rendi terpaku di tempatnya.
“Gue nggak ada waktu kak, di sini atau nggak sama sekali” seru Figi, aku tak mengerti nada suara Figi, Figi menekankan suaranya mencoba memberikan kesan marah tapi itu terdengar gagal.
Rendi mundur beberapa langkah hingga tubuhnya menyentuh seseorang yang berdiri dibelakangnya.
“Kak Rama” seru Rendi lirih, “Masuk Ren, nggak apa-apa itu urusan mereka” seru Rama merangkul Rendi. Rama dan Rendi melihat dari balik jendela kini.
“Aku, aku pengen kita balik kayak dulu, aku pengen sama kamu, aku minta maaf, aku nyesel, aku mau kamu jadi pacar aku lagi Gi” Lirih Galang sambil memegang kedua tangan Figi.
“Gue nggak bisa kak” Figi memalingkan wajahnya dari tatapan Galang.
“Aku janji bakalan setia, aku nggak bakal khianatin kamu lagi, please”
“Please, gue juga udah nggak bisa” Figi mencoba melepaskan tangannya namun gagal.
Aku tahu hati Figi amat Gersang kini, semua terasa berkecamuk di dalam hatinya, Doni, Agus dan Galang membuat suatu pusaran yang menyakitkan, aku merasakannya. Aku sok tahu ya? Tapi Embun suka kalau aku sedang sok tahu seperti ini.
Langit mendung kini, aku tak melemah, tapi Embun menguat, Embun berada di sampingku kini.
---
“Gersang, ooh astaga, dia lagi, kalau Agus tahu pasti ini akan runyam lagi” seru Embun bernada jengkel di sampingku.
“Aku harap ini yang terakhir Embun” entah aku berkata apa.
Aku dan Embun memperhatikan Figi dan Galang seksama kini.
---
“Apa yang buat kamu nggak bisa?” tanya Galang lirih masih memegang tangan Figi dengan erat.
“Gue udah punya cinta yang lain” Figi masih menafikan wajahnya dari pandangan Galang.
“Doni udah meninggal, sampai kapan kamu mau begini” seru Galang frustasi.
“Jangan sok tahu. Gue udah bilang, elo akan selamanya gue inget. Sebagai masalalu. Nggak lebih kak” Figi menatap mata Galang kini.
---
“Aku merasakan kesedihan dan kebimbangan yang besar dari sorot matanya, apa kau merasa seperti itu Gersang?” tanya Embun kepadaku.
“Iya” jawabku singkat.
---
“Kasih aku satu aja alasan, kenapa aku harus nyerah dan berhenti ngejar kamu” Galang mendekat ke Figi tapi Figi menjauh.
Hujan turun tanpa aba-aba lagi, langsung deras sederas-derasnya.
Mereka tetap tak bergeming, berdiri penuh drama di bawah siraman hujan.
“Karena gue cinta dia! Dia yang gue cinta sekarang ini, nggak ada yang lain!” tegas Figi menunjuk seseorang yang telah turun dari motornya.
Bunyi hujan menutupi deruan suara motornya yang halus.
Agus berdiri dengan pakaian yang tak kalah kuyup dengan mereka, sebagian air yang membasahi rambutnya terjun bebas melalui ujung hidungnya yang bangir.
Galang menatap Agus yang sudah berdiri tegak disisi kananya. “Lo udah denger? Mendingan elo nyerah, dan jangan usik kita lagi” seru Agus sangat tegas. Akupun begitu jika ada yang lain mencoba merebut Embun dari sisiku.
“Aku mohon Gi, coba tanya hati kamu, biarin hati kamu yang milih” Galang masih bersikuku.
Aku tersentak ketika Figi menggenggam kedua tangan Galang, Figi berjinjit hingga wajahnya dan Galang sejajar kini.
“Kejar cinta lo kak, ada orang di luar sana yang juga cinta sama lo, yang bisa bahagian lo. Tapi bukan gue” bisik Figi mantap.
Galang terperangah, aku bisa melihat ekspresi bangga dari wajah Agus ketika Figi menggeser tubuhnya merapat ke tubuh Agus.
“Cinta gue sekarang dia, dan elo harus cari cinta lo, tapi bukan gue” seru Figi lirih. Tangan Agus dan Figi saling menggenggam kini.
Galang tak berkata-kata apapun lagi, tapi aku bisa melihat raut kecewa, terhina, gagal, malu, marah, semua tentang penolakan dan kekalahan memenuhi raut wajahnya.
---
"Gersang, menurutmu apa Galang pantas menerima ini?” Embun bertanya dengan nada ragu kepadaku.
“Dalam cinta tak ada kata `kecuali', semua halal untuk sebuah cinta. Begitu menurutku Embun” aku tak tahu kenapa berkata seperti itu.
Tapi maksudku adalah, Galang berhak berusaha mendapatkan balik cinta Figi jika memang Galang masih mencintai Figi walaupun Figi milik seseorang kini, seperti kataku tadi.
`Dalam cinta tak ada kata -kecuali-, semua halal untuk sebuah cinta'
Aku melihat Embun tersenyum kepadaku kini
---
Galang berbalik arah menuju pintu gerbang Figi, sudah ada Juwita saudaranya dan sahabat-sahabat Figi yang lain berdiri di sana berlindung dibawah payung dari datangnya sang hujan sekarang ini.
Aku lihat tatapan iba dari Juwita, Galang hanya membalasnya dengan senyuman kecutnya.
“Gue nggak pernah nyangka, cinta sejenis akan setulus dan serumit ini, dulu gue kira cinta sejenis itu akan hanya hidup dengan nafsu di dalamnya, ternyata gue salah!” seru Rama sambil merangkul Rendi.
“Cinta itu tetep cinta kak, hanya jatuhnya aja yang berbeda. Maksud aku, orang hetero ya akan jatuh cinta kepada lawan jenisnya, dan homo akan jatuh cinta dengan sesama jenisnya. Tapi cinta ya tetep cinta. Gak perduli kesiapa kita jatuhinnya” Rendi tersenyum polos mengakhiri kata-katanya.
Rama hanya mengangguk mantap. Figi dan Agus masuk dengan keadaan basah kuyup. Selanjutnya sahabat-sahabatnya yang lain menyusul dengan membisu.
***
“Ibu belum selesai kamu pulang duluan aja sana” senja sudah menjelang kini, hujan pun sudah reda, Embun masih menemaniku sedari tadi.
“Ibu nanti hati-hati ya” sang Ibu hanya mengangguk.
Rendi keluar setelah pamit kepada Ibunya.
“Kak Ferdi” seru Rendi terkejut, ketika tikungan hendak keluar perumahan Figi Ferdinand terlihat menunggu seseorang sembari memainkan handphonenya.
---
“Levi kini punya saingan, Embun. Ceritakan yaa, waktuku sudah habis” seruku sebelum aku melemah.
---
*****
Kecewa~Embun
---
“Levi kini punya saingan, Embun. Ceritakan yaa, waktuku sudah habis” seru Gersang cepat. Aku tahu ini waktuku, aku menguat dan Gersang melemah.
Sedih yah menjadi aku atau Gersang, cinta kami serasa rumit, rumit sekali malahan. Oke cukup.
Aku memicingkan indraku kearah, Ferdinand, ya aku tahu dia, sorang pebasket dari sekolah Rendi, anak kelas dua. Aku tahu karena aku mengamati seluruh lingkungan Rendi. Bukan hanya mengamati tapi aku mencari tahu tepatnya.
“Ayo pulang Ren” ajak Ferdinand.
“Aku jalan aja ya kak, nggak mau ngerepotin” jawab Rendi dengan ekspresi tidak enaknya.
“Elo kok nggak ngehargain banget sih, gue udah nyempetin jemput elo juga, masa lo mau balik dan ninggalin gue gitu aja” kata Rendi dengan wajah kecewa.
Buat apa sih Ferdinand ini sok berbaik hati? Apa dia punya rencana jahat? Tapi untuk apa menjahati Rendi? Rendi tidak pernah mengusik siapapun.
“Kakak kesini jemput aku?” tanya Rendi heran.
“Nggak, gue jemput nenek gayung! Ya elo lah!” dengus Ferdi. Rendi malah tertawa kecil, menyebalkan.
Fokus ke Levi Rendi!!!
Rendi naik dan pergi bersama Ferdinand. Malas sekali melihatnya.
“Nggak usah beliin buat orang rumah aturan kak, ngerepotin banget” Rendi cemberut merasa tidak enak.
Mereka habis makan malam berada di warung tenda dan Ferdi membelikan makanan untuk orang rumah Rendi, sok perhatian.
“Bawel aah, ayo pulang” Ferdi mengacak-acak Rambut Rendi lalu memengang pergelangan tangannya dan menariknya lembut.
“Rumah kamu sepi kok Ren?” tanya Ferdi sesampai di dalam rumah Rendi.
“Kak Desi kerja siang nanti pulangnya jam sebelas, kalo Ibu masih belom selesai pekerjaannya di rumah kak Figi” Ferdi lagi-lagi hanya ngengguk, sok keren.
“Kakak mau minum apa?” tanya Rendi yang sudah menggati bajunya.
“Nggak usah, eeh katanya anak kampung sini rutin main bola tiap abis mahgrib yak?” tanya Ferdi lagi. Aku muak melihat Ferdi berlama-lama di dekat Rendi.
“Iya, dilapangan atas, kakak mau liat?” Rendi bodoh, buat apa dia mengajak Ferdi melihat permainan bola kampungnya, nanti kalau Levi melihatnya dengan cowok lain, bagaimana? Okey mereka memang bukan siapa-siapa, tapi nanti mereka akan jadi seorang kekasih, yakin deh.
“Boleh” seru Ferdi semangat lalu bangkit dari kursi kayu Rendi yang reot itu. Harusnya kursi itu rubuh biar si Ferdi malu lalu pergi.
Mereka berjalan santai kelapangan bola kampung ini, Ferdi mulai menyalahkan rokoknya, tak tahu kah dia bahwa Rendi tidak kuat asap rokok, sama sepertiku.
Asap rokok membuat Embun yang aku hasilkan tak terasa dan tak berguna.
“Kamu nggak nyaman ya aku ngerokok?” tanya Ferdi sok perhatian.
Rendi hanya tersenyum lalu mengangguk layaknya anak kecil yang ditawarkan untuk menambah porsi makanannya saat makan di restoran.
Rokok itu dihisap dalam lalu sisanya dibuang dan dimatikan dengan cara di injak. “Udah sekarang elo bisa deket-deket gue” Ferdi dengan genitnya merangkul-rangkul Rendi.
Ferdi itu cowok yang sok akrab, lihat saja itu, sok pengang-pegang dan berrtanya-tanya. Padahal mereka baru main malam ini saja.
Mereka duduk dibawah pohon dukuh, tempat biasa Rendi duduk melihat permainan Levi.
Mereka saling berbincang dan sedikit tertawa, membicarakan hal yang tak bermutu sebenarnya, aku heran Rendi malah tertawa.
Pertandingan selesai, Levi mendekat ke arah Rendi, membuat Rendi terpaku dan sedikit malu.
“Akhirnya kamu dateng juga aku udah nungguin dari tadi tauk" seru Levi makin mendekat kearah Rendi.
“Aku yakin kamu pasti dateng Meis” seru Levi tambah ceria.
Rendi menoleh ke arah belakangnya. Aku ikut merasakan hati Rendi mencelos lalu kempis seketika.
Ekspresi wajah Rendi sangat tertebak, terlihat sedih, kecewa dan malu.
Hatinya mencelos, aku merasakannya, seperti bumi berhenti berputar dan tenggelam karena porosnya menghilang.
Cewek cantik memakai dress mininya itu muncul di belakang Rendi. Pertanda buruk.
Aku tidak suka hari ini, walaupun hari ini turun hujan, tapi tetap menyebalkan untukku.
Hariku dirusak Ferdi dan Meisya.
@ramadhani_rizky @paranoid @pujakusuma_rudi @obay @adzhar
@kimo_chie.@galau_er @alfa_centaury
@Kiyomori @PrincePrayoga @aicasukakonde @Taylorheaven @rudirudiart @ElunesTear @aii @SeveRiandRa @faisalits_ @xcode @agran @yubdi @adachi
@the_angel_of_hell @aryadi_Lahat @rezka15 @jony94 @myoumeow @iamyogi96 @amira_fujoshi
@lasiafti @arieat @alvian_reimond
@zeamays @rebelicious
@mamomento @earthymooned
@Sicnus @Klanting801
@egosantoso @4ndh0
@Bintang96 @agungrahmat
@danar23 @rendifebrian
@Zhar12 @heavenstar
@adinu @RyoutaRanshirou. @Bintang96 @Tsu_no_YanYan
@egalite @Adam08 @saverio makasih udah baca
Keritik sarannya di tunggu yak.
Nggak komen gue sumpahin tititnya nggak bangun, terus ngecil, yang cewek teteknye ngedayut terus kempes. *ketawa setan*
Makasih udah baca...
@4ndh0 iyee bang andho ini gue lanjut, tenang aja nggak bakalan ngabur kemana-mana ini kok.. Btw Bsk-bsk jangan *lanjut* doang komennya, apakek, suruh gue coli kek apa kek, kalo *lanjut* mandek inspirasi gue, ilang mood wakakakakaka, canda bole dong
@adzhar Makasih udeh like story hahaha, berasa di pesbuk dikasih jempol *tepuktangan* *oranggila* di tunggu komennya yak. Jangan *lanjut* puyeng bacanyee, i love you bang, jomblo nih gue *oranggila* canda bole dong
@andre_patiatama lanjutkan? Uughh berasa nonton iklan partai nih, hahahaaaa,, komen yang lain dong bang, suruh gue coli kek, apa kek, jangan lanjut, lanjut itu ibarat kutukan buat gue, mending nyepongin elo atau elo yang mau nyepongin gue? *ngakak* becanda bole dong
@obay taau tuuh si gersang sama embun bikin ancur nih cerita, kalo dia manusia gue pakek deh dua-duanya gue hamili #lol *oranggila* harap maklum gue baru abis keluar dari RSJ jadi gini, hahahaaha *stres berkepanjangan* Makasih yaaa udah komen, terlebih nggak pakek kata -lanjut- yang bikin mood ilang. I love you, mau di sepong? Canda bole kan
@Klanting801 mbak kelanting itu gendut? Yaaah aku kira langsing selangsing fenita ari yaudeh situ berarti sekseh syukuri aje, daripada nggak punya badan? uewk mirip leak, wekekekeke.... Makasih udeh baca, sori ye kalo bales mentionnye nyeleneh, lagi mumet nyari banyolan walopun garing.
@mamomento aaah? Keseringan ngejablay apanya? Tiap malem gue di suruh nyepongin rama mulu sih, hahahahaha situ kali yang lagi usaha dapetin pacar menderita yeeh jadi titisan jenglot? Nggak punya-punya pacar, ngaku hepi kalo malem minggu mojok di ujung kamar takut ketauan sama tetangga ye kalo jomblo? Ahahahahahahahaha... *matilahkau* *crucio* *selincio* *perkosa mamo* byyee byeee
@LittlePigeon bakar aja bang kalo bosen mah,
@danar23 udehan update noh bang, awas lu yee komen cuman bilang -lanjut- gue sepongin sampe nggak bisa bangun loh ntar!!! Hahahaha canda bole kan
@Kiyomori santai nggak di baca juga nggak ngapa kok *asahGolok* hahaha santai bang kayak dipantai, asik aje bang kayak di tasik. Okeg-okeh...
@egosantoso kenapa emang go? Emang gue genit, Lagi moodooo kontol niih malem hahahaha mau gue sepong? Apa mau nyepongin punya gue? Jarang-jarang loh, biasanya gue kususin buat teemen-temen gue doang serpis sepesial dari gue #Irfandi mabok taik jadi sarap komennye#
Okeeeh sekikan acara balas-balas komennya yaaa... Semua diatas hanya unsur becandaan, jangan dianggap serius, si irfandinya lagi mumet bintitan eeh bin ruwet butuh hiburan, #ooh para lelaki unyuu ber-uang dolar datanglah# i love my readers...
Udeh baca belom bang?
oh btw, kenapa mentionya di bawah lagi? Di atas dong!