It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Gue mau update lagi nih tunggu 5 menit yak. Materinya lagi gue siapin. Dikit sih, yaaa orang dapet inspirasinya cuman segini. Okey silakan baca
Aku tidak berhenti mengumpat, melemparkan sumpah serapahku terhadap Levi yang ambigu! Ambigu! Menyebalkan, Levi layak disebut lebih dari manusia bodoh.
Aku benci Levi! Sebenci aku saat hujan berhenti dikala Gersang, dikala aku sedang menyaksikan ke indaahan percintaan anak adam.
Aku merasa terperangkap sekarang ini. Aku berada di dalam seseorang kini, sesak! Gundah dan penuh rasa kesal.
Aku menatap lampu yang berpendar indah terlewati karena kami sedang berada di dalam mobil yang melaju.
Aku berkedip, bernafas berat, aku merasakan sesuatu menyumbat kerongkonganku seperti menelan batu atau benda besar dan lebih memiriskan lagi itu tak kunjung reda.
Aku menoleh ke arah kiri sudut pandangku menemukan seseorang yang aku idolakan, Rendi. Bukan hanya itu, aku ingin marah rasanya pada Rendi yang telah menerima telepon dari seseorang di ujung sana, telepon yang benar-benar mengingginkan.
Seperti sekelibatan pengalan film melalui kepalaku, membuat benakku tidak lagi konsisten.
Aku menyatu! Menyatu? Aku hanya pernah menyatu dengan Rendi dan kini, oh astaga! Levi!
Aku berada dalam tubuh Levi, ingin lepas tapi enggan, kemelut hasratku bercampur aduk dengan hati Levi yang kalut ini malah akan mempersulit apapun untuk aku tentunya.
Aku menutup indraku, membiarkan semua terjadi atas kehendak Levi, aku memang benci Levi kala ini, tapi aku ingin mengerti dan tahu semua soal Levi! Semua.
Aku merasa sesuatu benda yang ada di saku celana kiriku ingin aku keluarkan, aku hancurkan atau aku buang entah aku apakan lah.
Kenapa kado yang ingin ku berikan kepada orang yang sedang berulang tahun di sampingku ini ada yang mendahului, sabotase-kah? Untuk apa menyabotase atau menduplikat kadoku? Sebegitunya kah? Oh, yang aku tahu saat ini sesak dan tercekat di dada dan tenggorokanku.
Aku mengdengus kesal, aku tahu Agus dan Figi bertukar pandang di bangku depan, menertawaikah? Iba-kah? Aku tidak butuh.
Kedua bola mataku berkedut tiba-tiba entah kenapa aku sadar sesuatu, sadar sesadar sadarnya aku tidak boleh seperti ini.
Aku harus mencari cara untuk memberikan kado untuk Rendi, yang lebih sepesial jelas! Apa? Barang apa? Hal apa? Aku harus apa? Bagaimana ini? Berfikir Levi ayo!!!
Stop! Aku tertampar sesuatu kini. Meisya. Aku bahkan tidak pernah seheboh ini kepada siapapun sebelumnya, tidak pernah berpikir dan berkemelut dengan batinku lebih lebay dari sekarang ini.
Untuk apa segitunya? Aku hanya menganggap Rendi itu adik kecilku, adik polos yang menghiburku dan menenangkanku dikala aku butuh sosoknya.
Dikala aku butuh sosoknya? Jujur saja aku selalu butuh sosoknya saat Gersang tertidur dan Embun terbangun. Aku butuh dia yang selalu duduk di bawah pohon dukuh, aku butuh dia tersenyum manis nan memukau kala aku mencetak gol dan memalingkan wajahku ke tempat biasa dia duduk aku selalu ingin dia ada di sana, memperhatikanku, menungguku datang menghampirinya, jalan berdua dikala malam menyapa, tertawa dan berbagi rasa.
Stop! Aku sadar apa yang aku pikir dan lakukan, tapi jangan tanya apa aku mengerti.
Aku seperti berada dalam pusaran dan melihat orang yang mencintaiku dan akupun menginginkannya. Tidak bisa! Aku dalam pusaran kini.
Aku cinta Meisya, aku ingin Rendi, maka dari itu aku selalu mensugestikan bahwa Rendi itu adalah sosok adik yang tidak aku miliki fisik dan perangainya. Adikku mempunyai fisik yang sama persis denganku walaupun kamu bukan kembar kami hanya beda satu setengah tahun.
Semua orang berkata seperti itu, jika aku berkaca berdua bersama adikku memang mirip bukan hanya sekilas tapi diperhatikan-pun kami memang mirip hanya tanda lahir di belakang kuping yang tidak adiku miliki.
“Ayo kita udah sampe nih” Agus berseru sangat antusias.
“Ren, karena ini hari,. Yah. Iya sekarang hari ulang tahun lo, walaupun kita keduluan sama si penelepon tadi tetep elo harus pakek penutup kepala ini walopun udah nggak surprise lagi” kata-kata Figi syarat akan kekecewaan sama persis sepertiku yang juga kecewa, amat malah.
Aku bergerak cepat, menurunkan sebuah meja lipat ringan yang cukup besar dari atap mobil Figi, aku yang mengikatnya tadi jadi aku yang lebih cepat untuk membukanya. Aku lihat Figi berbicara kepada Rendi sembari memutar tubuh Rendi entah untuk apa. Agus sudah mulai menyiapkan semua yang tadi disiapkan oleh Figi, aku dan Agus tepatnya. Kami menyusun kue ulang tahun di atas meja, memasangkan lilin dan atribut serta cemilan dan minuman lainnya yang kami bawa.
Kami berada di bukit kini, tidak jauh dari bukit hambalang Sentul jika kalian tahu daerah taman budaya (nama perumahan - Bakrie) kalian tinggal berbelok ke arah kanan akan banyak bukit di sini bukit kami ini bukit ke tiga entah namanya.
Berjarak sekitar delapan ratus meter dari Sentul city poin, jika kalian berbelok ke arah kiri maka kalian akan melihat wahana Jungle land Sentul dari kejauhan, dari sini juga terlihat tentunya.
Di sisi jalan dibawah bukit ini ada rumah bernuansa eropa klasik, kami berdiri di atas lapangan alami tiga puluh meter, di belakang kami ada sebuah tembok penyangga agar hutan kecil di atas sana tidak mengalami longsor tembok penyangganya dipenuhi coretan-coretan jahil para pengunjung bukit ini, tidak ada satupun yang menarik dari coretan tersebut.
Aku menghadap utara menghadap pegunungan di depan kami di bawah gunung yang aku tahu itu adalah jalan alternatif menuju Puncak itu dialiri sungai nan indah, banyak bebatuan di pinggirnya ada bagian sungai bersisi terjal menambah ke eksotikan pahatan tuhan di depanku.
Semilir angin dari barat menerpa kami, aku terseret kembali kedunia nyata dari pengamatanku ke sekeliling kami ini.
“Ayo kak nyalahin lilinnya”
Agus berbisik di sampingku. Figi dan Rendi berjalan mendekat ke arah kami, Rendi sempoyongan, jelas sedari tadi Figi memutarkan tubuhnya walau pelan.
Aku petik korek di tanganku membuat gesekan yang memicu timbulnya api, entah kenapa aku seperti mampu menghentikan angin yang bertiup tak sopan menjadi tenang.
Sekali hentakan Figi membuka penutup mata Rendi.
“Selamat ulang tahun kami ucapkan, selamat panjang umur kita kan do'a-kan. Selamat sejahtera sehat sentosa, selamat panjang umur dan bahagia”
Kami bertepuk tangan, tertawa entah apa yang ditertawakan, aku bahagia melihat Rendi tertawa juga tertawa bahagia seperti aku mengajaknya menatap bulan disalah satu tempat nongkrong anak muda yang pacaran di sabtu malam dan aku datang bersama Rendi kesana tepat malam jumat yang kata orang Kliwon, entah. Aku tak merasakan ketakutan sedikitpun kala itu, sama seperti sekarang yang aku rasakan hanya kebahagiaan yang menyelimutiku penuh ke-hakiki-an.
“Make a wish and phuuuf” Figi berujar sembari memperagakan menium lilin.
Rendi terpejam, sudut bibir bagian kanannya tertarik menjadi seulas senyum yang membuat aku mencandunya.
Tiupan mantap Rendi membuat aku seperti terpojok. Benar terpojok. Hanya aku dan dia di pojok ruang hati, ini yang aku rasakan kala ini.
“First cake!!” pekik Figi antusias. Figi memberikan pisau khusus kue kepada Rendi.
Entah kenapa jantungku mulai berdegup, aku rasa malah sedaritadi jantungku tertidur, karena aku tidak mendengarkan apapun, aku hanya melihat Rendi melakukan sesi permohonan dan peniupan lilin, hanya itu.
Detak jantungku memacu gila, saat Rendi mengangkat potongan kue pertamanya dan memandangi kami bergantian.
“AKU!!!!” hatiku bekata mantap saat mata kami bertemu.
Rendi terus memutarkan pandangannya, tangannya masih tetap memegang potongan kue itu di depan dadanya.
“Buat kak Levi” Rendi memperlihatkan gigi-gigi putihnya, sedikit rona malu, sangat amat malahan, aku melihat dari air mukanya.
Aku menggenggam kedua tangannya dari bawah, tangannya yang lebih kecil dari aku bergetar terasa sekarang ini.
“Makasih” aku tersenyum sebaik yang aku bisa.
“Ini buat kamu Ren” Figi menyodorkan satu buah kotak sebesar kardus helm yang di bungkus dengan sampul berwarna coklat.
“Ini buat lo” seru Agus tersenyum sambil memberikan kardus sebesar kardus Play Station2.
Rendi tersenyum bahagia ke arah kami, serasa benda pahit yang menyumpal tenggorokanku bertambah.
Rendi meletakkan kado-kadonya ke atas meja.
“Gue mau ngasih ini, tapi sayang udah gue keduluan” kataku mencoba bembuat senyum seindah mungkin.
“Makasih kak” Rendi tertunduk.
Aku memeluknya cepat membuat tubuhnya yang aku rasa ringkih menegang layaknya orang tersambar petir.
“Aku mungkin sekarang nggak bisa ngasih apa-apa, tapi aku janji akan selalu coba buat bikin kamu bahagia, ngelindungin kamu, semuanya deh pokoknya” kataku mantap di sisi telinga kiri.
Aku merasakan dia menghirup aroma tubuhku dalam-dalam sebelum aku melepaskan pelukanku.
“Demi tuhan itu lebih dari cukup” sahut Rendi. (gue banget -.-" sorry rusuh)
Figi dan Agus sudah duduk di atas atap mobil, aku tersenyum simpul. Mereka berani membuat keputusan untuk hidup dan kebahagiaan mereka, aku harap ketika badai datang mereka masih akan tetap bergandengan.
“Cheers” seru Figi ke arah kami masih di atas atap mobil. Aku menuangkan cola ke dua gelas yang Rendi pegang, setelah aku letakkan kembali botol cola tersebut Rendi memberikan gelas berisi cola dari tangan kanannya ke arahku.
“Cheers” seruku dan Rendi penuh kebahagiaan.
Kami larut dalam canda, tawa menemani kami malam ini. Telapak tangan kiriku menyentuh meja yang berembun.
Aku tatap lekat bagian yang basah tersenyuh Embun.
Inilah Rendi. Embun adalah Rendi, basah, lebab tapi nyaman, menyejukan dan selalu aku tunggu kehadirannya. Aku adalah Gersang, terlalu kuat, besar dan tak terprediksi, memberikan sedikit keluhan untuk embunku.
Aku mengerti sekarang.
Aku cinta dua manusia, seorang cowok dan seorang cewek, aku tidak mau menggunakan naluriku karena Rendi pasti tersisih, aku tidak akan pula menggunakan akalku karena salah satunya akan tersakiti. Lalu aku harus menggunakan apa? Aku memang tinggal memilih siapa yang paling aku cinta. Bukankah lelaki jantan itu yang memilih. Biar waktu yang menjawabnya.
“Selamat malam” aku mencium kening Rendi lalu kami saling melempar senyum.
Aku terlepas dari dalam tubuh Levi, aku kini yang merasakan cekat! Entah harus berkomentar apa, mungkin benar kata Gersang. Diam dan amati. Biarkan mereka yang melakoni perannya.
Aku menajamkan seluruh indraku, membuat Embun sebanyak mungkin turun secara perlaham menyejukan bumi.
Aku lihat Figi digendong Agus dengan amat mesranya masuk ke dalam kamar Agus. Sepertinya Figi menginap, pasti malam ini akan jadi malam yang panjang untuk mereka.
Levi masih tertegun memegang jendelanya, kepalanya mengangguk seperti mengambil sebuah keputusan, aku harap bukan keputusan yang akan mengecewakan Rendi-ku.
I LOVE
Keritik dan saranya ditunggu yaa
@ramadhani_rizky @paranoid @pujakusuma_rudi @obay @adzhar @n0e_n0et @VBear
@kimo_chie.@galau_er @alfa_centaury @tama_putra
@Kiyomori @PrincePrayoga @aicasukakonde @Taylorheaven @rudirudiart @ElunesTear @aii @SeveRiandRa @faisalits_ @xcode @agran @yubdi @adachi
@the_angel_of_hell @aryadi_Lahat @rezka15 @jony94 @myoumeow @iamyogi96 @amira_fujoshi
@lasiafti @arieat @alvian_reimond
@zeamays @rebelicious
@mamomento @earthymooned
@Sicnus @Klanting801
@egosantoso @4ndh0
@Bintang96 @agungrahmat
@danar23 @rendifebrian
@Zhar12 @heavenstar
@adinu @RyoutaRanshirou. @Bintang96 @Tsu_no_YanYan
@egalite @Adam08 @saverio makasih udah baca
SO MUCH!!!
Gak ceritanya gk orang nya ...eccch.
POV rendi nya ga ada...jd gak tau gejolak emosionil apa dr sisi rendi
overall masih asik walo ga ngerti apa yg diharap dr seorang meisya
keren...keren...
┼┼ee┼┼ee..┼┼ee┼┼ee.
έmªπġ mau kmna fan??
kalau levi wangi kayu manis,agus wangi lavender apa vanila ya? Dah lupa,nih keluarga mungkin keluarga rempah2 kali ya? Hahaha.
btw aq pendukung Ferdi,levi terlalu plin-plan,biar aja dy kawin ma mesya,btw pcr aq wkt SMU namax mesya jg,tp gak kek gini sifatx.
Irfandi_rahman update berikutx harus panjang loh...eh keluarin dong genkx figi biar dikit,kangen ama mereka.