It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Oh maaf, berikutnya saya mention. Makasih mas
ok di lanjt
Ini adalah saat-saat yang mendebarkan untuk ku. Aku buka amplop yang telah direkatkan itu dengan hati-hati. Aku tarik secarik kertas dengan tiga lipatan itu. Perlahan aku rentangkan dari lipatannya. Mata ku membesar seketika. Oh Tuhan, apakah ini mimpi? Aku melihat tulisan "LULUS" yang tercetak hitam pekat di atas kertas putih itu. Aku lulus! Terima kasih Tuhan... Ini termasuk hal yang paling menyenangkan dalam hidupku. Aku membalikkan badan untuk melihat teman-temanku,
"Gue lulus! Kalian gimana?" Tanyaku bersemangat.
Aku melihat kegembiraan disetiap wajah yang telah aku lihat selama tiga tahun itu. Kecuali Joni dan Ian teman ku sejak SD. Melihat itu semua aku tak perlu ragu lagi. Tak perlu bertanya-tanya meski hanya sebagian yang mnenjawab pertanyaan ku. Keadaan yang begitu lemas dan lesu berubah menjadi suka cita. Panasnya terik matahari terasa sejuk seketika. Aku benar-benar sangat senang hari ini.
Acara pembagian surat kelulusan pun usai, kami diminta untuk kembali ke sekolah. Sampai saat ini aku belum menerima kabar berapa orang yang tidak lulus. Aku berharap semunya lulus.
Aku mencari Syaiful, bermaksud untuk memboncengnya. Sulit menemukannya karena kami memang berbeda kelas. Ah, aku ke parkiran saja. Siapa tau dia menunggu di sana, pikirku. Tapi aku tak melihat sosoknya disana. Mata ku masih memperhatikan lapangan hijau itu. Melihat setiap orang yang mulai meninggalkan tempat itu. Ah ful... Kemana kau?
"Woi!"
Tiba-tiba ada yang menepuk bahu ku dari belakang. Aku setengah kaget. Aku menolehnya.
"Akhirnya... Kemana aja lu? Gue cariin dari tadi gak nongol-nongol lu." Tanyaku lega.
"Biasaaaa... Artis. Ada yang minta tanda tangan dulu tadi. Hahahaha." Candanya ke-PD-an.
"Huuuu... Artis paan? Artis National Geographic Channel aja lu belagu selangit. Hahahahaha." Canda ku, aku tertawa terpingkal-pingkal.
"Huuu.... Sirik aja lu! Udah buruan balik."
"Beeeeh... Gak kebalik tuh pak? Harusnya gue yang bilang gitu." Protes ku.
"Eh gimana lu? Lulus kaga?" Tanyaku tiba-tiba.
"Lulus." Jawabnya datar sambil membonceng sepeda motor ku.
Aku starter motor ku, berputar, dan melaju mengikuti yang lainnya. Aku bercakap-cakap dengan Iful selama perjalanan.
"Ful, setelah ini lu lanjut kemana?" Tanya ku.
"Entah lah... Gua masih bingung Ka. Tapi gua di suruh mondok sama nyokap. Lu sendiri?" Tanyanya.
"Gue juga masih bingung. Sumpah ini belum ada tujuan. Gue juga blm tau sekolah mana yang aja yang bagus." Jawab ku.
"Lu sih enak Ka, pinter bisa milih-milih sekolah terbaik."
"Sekolah sih dimana aja, asal kita tekun, rajin, serius, yaudah deh lancar." Terang ku.
"Hmm... Gak gitu. Nama sekolah juga menentukan masa depan, men." Balasnya.
"Iya juga sih." Balas ku singkat.
Sejenak suasana hening, hanya terdengar suara angin dan deru mesin sepeda motor yang aku kemudikan.
"Eh lu mondok? Sambil sekolah juga nanti?" Tanya ku baru ngeh.
"Iya." Jawabnya singkat seolah tak bersemangat.
"Wah bagus tuh... Lu bisa sambil belajar agama lebih banyak. Wah wah... Calon pak ustad atau mungkin pak kiyai neh. Boleh lah kapan-kapan gue manggil lu untuk acara hajatan. Hahahahaha." Canda ku garing, memulai sebuah lawakan.
"Ah bisa aja lu ka. Belum apa apa kali. Ini aja masih rencana."
"Ya siapa tau aja lu bisa berguna buat orang banyak. Kan masa depan gak ada yang tau. Setidaknya berguna buat lu sendiri lah. Buat bekal nanti kalo lu mati. Hahaha" goda ku.
"Sialan lu ngomongin gua mati. Umur gua panjang lah, sepanjang kali ciliwung. Hahahaha." Candanya, mengimbangi lawakan ku.
"Jaelah... Sungai nil tuh sekalian"
Dia hanya tertawa mendengar ucapan ku.
"Weh... Udah sampe neh. Gak kerasa." Ujarnya.
"Iya, berkat candaan lu yang garing jadi gak kerasa. Hahahaha."
"Kucang kuliiiiiit kali garing. Bilang aja lu ngefans sama gua. Hahahahaha"
"Dih amit...!!! Gitu doang ngefans. Wah wah... Dunia mau kiamat neh." ledek ku.
"Ah bawel lu. Udah bawa motor yang bener. Gua benjut tanggung jawab lu!" Protesnya.
"Iye iyeeeeeee."
Aku parkirkan sepeda motor ku di parkiran sekolah. Kali ini tujuanku ke perpustakaan.
"Eh ful, ikut gue ke perpustakaan." Ajak ku.
Dia tak menjawab, hanya mengikuti ku dari belakang.
Aku biasa ngumpul di perpustakaan sekolah bersama teman ku yang lain. Kebanyakan sih mereka pandai-pandai. Walau kadang tak membaca buku, paling tidak kami tidak mengobrol di koridor depan perpustakaan.
Ada Andi si ketua murid dan Puri di sana. Puri adalah teman sekelas ku sewaktu kelas dua. Perawakannya tinggi untuk ukuran perempuan, tapi masih lebih tinggian aku sedikit. Kulitnya hitam manis, dia memang manis. Dia juga termasuk murid yang pintar. Orangnya lucu, tidak terlalu serius.
"Hoi Ndi, Pur!" Sapa ku sambil melambaikan tangan. Mereka hanya membalasku dengan lambaian tangan.
"Eh ka, gua ke kelas dulu ya. Ada yang ketinggalan di sana." Kata Syaiful.
"Oh OK OK." Balas ku datar.
Aku menghampiri Andi dan Puri.
"Kalian lulus? Ah sudah pasti. Kalian kan pintar." Tanyaku basa basi. Sebenarnya tanpa bertanya aku yakin mereka lulus.
"Alhamdulillah lulus." Mereka menjawab secara bersamaan.
"Sukurlah. Kalian rencananya mau ke mana setelah ini?" Tanya ku.
"Tujuan utama gue sih kayanya ke SaCi." Jawab Andi.
SaCi adalah singkatan dari Satu Cikampek, SMA Negeri 1 Cikampek. Sekolah yang lumayan ternama menurut kabar.
"Aku kayanya lanjutin di Jakarta, ikut tante ku." Jawab Puri yang akrab dipanggil Uwi itu.
"Kamu sendiri?" Sambungnya menanyakan tujuanku.
"Wah lumayan jauh ya di Jakarta. Entah, aku masih bingung Wi. Nanti nunggu yang lain aja, mereka pada mau ke mana. Atau nunggu saran dari teman atau ortu mungkin."
"Wah... Lo nanti jangan sampai ikut-ikutan. Emang lu mau masuk SMA atau SMK?" Tanya Andi lagi.
"Nah... Gue masih bingung Ndi. Udah lah gampang lagi pula kan pembagian ijazah juga masih mayan lama. Nanti pikir-pikir dulu lah."
"Halo... Tes..."
Tiba-tiba terdengar suara dari pengeras suara. Reflek kami menoleh ke sumber suara.
"Seluruh siswa kelas tiga diharapkan berkumpul di lapangan. Sekali lagi, seluruh siswa kelas tiga harap berkumpul di lapangan."
Hmmm... Ada apa lagi lah ini. Duh gila, sudah tengah hari gini suruh ngumpul di lapangan.
Aku segera menuju ke lapangan yang biasa kami pakai untuk upacara rutin setiap hari senin dan sabtu sekaligus merupakan lapangan basket.
Aku mencari gerombolan kawan sekelas ku. Aku langsung bergabung dengan mereka.
Setelah semua berkumpul, muncul sosok yang aku kenal selama tiga tahun, pak Yusuf. Dia adalah guru favorit. Usianya masih muda. Mungkin sekitar 29 atau 30 tahun. Dia mengajar TIK di sekolah ini. Aku pernah dijadikannya asisten untuk membantunya mengajar ketika beliau mengajar di kelas aku. Aku menjabat sebagai asisten sewaktu aku kelas dua sampai pertengahan semester pertama kelas sembilan. Imbalannya? Aku di ajarkan komputer melibihi murid lainnya. Sebenarnya bukan cuma aku yang di angkat jadi asistennya, tapi ada delapan orang lainnya. Andi dan Puri adalah salah satunya. Aku memang paling pandai untuk pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di angkatan ku. Hehe bukan aku sombong, tapi memang karena aku selalu mendapat nilai yang hampir sempurna untuk pelajaran ini. Apalagi selama dan setelah aku menjabat jadi asistennya, nilai TIK ku jadi sempurna. Hmm... Ak jadi ingat ketika aku memutuskan untuk berhenti jadi asistennya...
***FLASH BACK***
Semenjak aku diangkat menjadi asisten oleh pak Yusuf, aku jadi sering pulang terlambat dari biasanya. Itu karena selain aku harus membantunya mengajar ketika beliau mengajar kelas aku, juga aku harus membantunya mengajar pelajaran tambahan yang beliau adakan selepas pulang sekolah. Walau memang dijadwal, dalam seminggu aku kebagian dua kali untuk bertugas karena memang Tentor (sebutan untuk asistennya) ada cukup banyak, yaitu sembilan orang yang beliau pilih.
Sebenarnya untuk tugas ini aku sama sekali tak mempermasalahkannya. Aku benar-benar tulus, malah senang menjalankannya. Selain karena komputer adalah hobi ku, juga karena aku bisa lebih lama menghabiskan waktu ku di sekolah. Berbaur dengan yang lainnya. Ditambah lagi karena kami (tentor) diajarkan lebih untuk pelajaran komputer oleh beliau. Beliau pernah mengajarkan ku Microsoft Access yang orang lain tidak mempelajarinya sama sekali, untuk tingkat SMP tentunya. Karena aku sering pulang pulang sore, ibu ku jadi mengkhawatirkan ku. Ya... Biasa lah orang tua. Dia mengkhawatirkan pola makan ku. Terlebih karena aku ini memang kurus. Beberapa kali ibu ku meminta aku untuk berhenti jadi Tentor. Tapi aku selalu memberi lengertian pada ibu ku.
"Bu, aku senang melakukannya. Aku juga mendaptkan ilmu yang orang lain tidak dapatkan." Kata-kata itulah yang selalu aku ucapkan setiap ibu ku meminta ku untuk berhenti. Ibu selalu mengatakan tentang imbalan, tapi aku selalu berfikir bahwa ilmu adalah imbalan yang tidak dapat dinilai dengan apa pun. Lagipula dengan jadinya aku Tentor aku menjadi populer. Aku senang menjadi perhatian publik. Pernah aku mendapatkan pacar gara-gara aku jadi tentor. Emmm... Mungkin aku akan ceritakan lain kali. Sekarang kita kembali pada topik utama.
Ibu ku selalu meminta ku untuk berhenti. Aku tau, sebenarnya karena bukan imbalan, dia mengkhawatirkan pola makan ku. Hingga akhirnya aku menyerah. Terlebih aku sudah kelas tiga, saatnya aku fokus ke pelajaran tanpa beban apa pun.
Ketika itu jadwal ku untuk mengajar. Aku ingat, hari itu adalah hari rabu. Aku sudah menyiapkan diriku, memberanikan diri untuk bicara. Aku menghampiri guru jangkung berisi berambut hitam pendek dan sedikit bergelombang yang sedang duduk di mejanya, di laboratorium komputer.
"Pak, saya mau bicara." Aku memulai percakapan.
"Bicara apa Rak? Di luar saja ya." Ajaknya.
Aku mengangguk, aku membuntutinya.
Dia duduk di tempat duduk yang terbuat dari semen di koridor depan laboratorium komputer.
"Ada apa Rak?" Tanyanya.
"Begini pak..." Aku sedikit gugup.
"Emm... Sepertinya saya ingin berhenti jadi tentor." Lanjutku.
"Loh, kenapa?" Tanyanya kaget.
"Saya kan sudah kelas tiga, sebentar lagi memasuki semester dua. Saya rasa saya harus fokus ke pelajaran untuk menghadapi Ujian Nasional nanti." Terang ku sedikit berbohong. Sebenarnya alasan utama ku adalah ibu ku.
"Gini Rak. Kamu itu ibaratnya gula. Ketika gula terkena air panas, gula itu akan cepat larut." Jelasnya. Terlihat dari wajahnya sangat menyayangkan sekali aku keluar dari tentor. Aku mengerti maksudnya apa. Tapi aku tak bisa berbuat apa pun, ibuku yang menyuruh ku langsung. Aku hanya diam tertunduk. Lalu dia melanjutkan,
"Ya sudah, kalau memang mau kamu begitu, bapak tidak bisa berbuat apa-apa. Bapak tidak dapat memaksa kamu."
Aku mengangguk.
"Terima kasih selama ini kamu telah membantu bapak." Lanjutnya.
"Iya pak. Saya juga berterima kasih atas ilmu yang bapak berikan untuk saya. Bapak memperlakukan saya sangat bebeda. Bapak memberikan pelajaran yang orang lain tidak menerimanya dari bapak, bahkan tentor sekali pun."
Beliau bangkit dari tempat duduknya, menyodorkan tangannya. Aku mendongak, lalu aku bangkit dan menjabat tangannya.
"Terima kasih ya Raka." Ucapnya.
"Terima kasih juga pak." Ucapku ketika jabatan tangan mulai mengendur.
Beliau kembali ke laboratorium, aku mengikutinya. Ah.... Aku belum mau pulang. Setidaknya untuk hari ini, aku menghabiskan waktu ku sampai sore di ruangan yang penuh kenangan ini. Aku merasa sedih. Aku pasti merindukan lawakan teman-teman tentor dan guru ku, pak Yusuf. Aku akan merindukan siswa-siswa yang memanggilku, menanyakan penjelasan ekstra kepada ku. Pulang bersama teman tentor ku sore hari. Aaaaaah... Semua kenangan itu masih melekat di kepala ku.
******
"Ehem..."
Sebuah dehaman dari pengeras suara menyadarkan ku dari bayangan nostalgia. Aku segera memasang kedua telinga untuk mendengarkan pengumuman dari guru yang paling berjasa bagi ku. Rupanya himbauan dari beliau mengenai 'acara corat-coret' selepas acara ini. Hmmm entahlah, untuk saat ini aku tak memikirkan hal tersebut.
[BERSAMBUNG]
Sesuai permintaan mas @danar23, sekarang saya sudah kasih keterangan alur (flash back). Terima kasih atas masukannya. Selamat membaca. Semoga ceritanya tidak membosankan.
Wah... Atau memang saya yg kurang rinci atau spesifik ya menulisnya? BTW thanks mas feedbacknya
Kayanya bakal gak nulis dlu utk beberapa hari karena saya harus mengurus yang lain.
Sorry to say this...
I'll be right back