It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ini lanjutan dari ceritaku maaf ya kalo lama banget aku beneran sibuk, dan ini masih chapter 7 part 1. aku duluin gini sebagai pembuktiaan kalo ceritanya akan tetep lanjut. silahkan di baca. di tunggu kritik dan sarannya
Tapi aku sama sekali tidak beranjak pergi dari kamarku, meski mas Hendri sudah mengijinkan-ku untuk datang ke kamarnya.
Dert~dert~ , tiba-tiba handphone ku bergetar, ternyata... pesan dari mas Hendri lagi!.
“Atau haru di jemput ke kamar? Atau mas aja yang ke kamar kamu?” Itu isi dari smsnya. Aku dagdigdug der deh rasanya!! lagi dagdigdug gitu tiba-tiba ada yang menegtuk kamarku!, dan apa reaksiku? Malah muter-muterin kasur gak jelas.
Suara ketukannya menghilang..! dan aku terdiam.. lalu aku menuju pintu kamar dan membukanya..
Tetet!! aku tidak melihat seorang pun di sana!. Lalu aku beranikan diri mendekat kepintu kamar mas Hendri, saat aku mau mengetuk pintu mas Hendri tiba-tiba saja..pintunya terbuka!! Dan ku hadapkan muka ku ke atas, lalu menatap langsung waja mas Hendri!!!. Apa?! Dia tersenyum! Lalu memegang tanganku, dan menarik tubuhku masuk ke dalam kamarnya withouth any warning!!.
“Mas lepas!! Mau ngapain sih pake tarik-tarik segala!!.” Ujarku sambil mencerna situasi yang sedang aku alami saat ini!.
Dan HAP! Ya..! Sekujur tubuhku menghangat! Karena tiba-tiba saja mas Hendri memeluk ku.. aku merasakan semakin lama pelukannya semakin kuat memeluk tubuhku yang jelas lebih kecil darinya!.
“Mas..lepas..sa...ki..t..” Keluhku.
“Aku gak mau lagi kehilangan siapapun..tolong jangan pernah tinggalin aku lagi.” Kata-kata itu tiba-tiba saja terdengar dari mulut mas Hendri.
“Mas apaan sih ngigau ya? Kenapa tiba-tiba kaya gini? Akting?.” Tanyaku mencoba menyadarkan mas Hendri, tapi.. tidak ada jawaban dari pertanyaan aku itu, dan aku rasa tubuhku bertambah berat, atau mungkin mas Hendri tertidur? sehingga tubuhnya melemas dan akhirnya berdampak terhadap bertambah beratnya tubuhku?.
“Aku capek, ayo tidur..” Terdengar suara mas Hendri di telinga ku begitu dekat..
“Emmmm..i~iya mas...” Lalu kami berdua menuju tempat tidur.
Kami tidur tidak saling berhadapan, tapi kami saling memblakangi..aku merasa kurang nyaman dengan situasi ini, rasanya ingin kembali ke kamar ku saja. Saat sedang berfikir ini itu tanpa aku sadari mas Hendri sekarang ada tepat belakang tubuhku dan akhirnya dia memeluk aku erat..rasanya...nyaman dan aku terhanyut suasana ini, tanpa terasa aku pun ikut tertidur dalam pelukan mas Hendri.
~Esok paginya di kamar mas Hendri
“E~eeeem.” Aku sepertinya bangun lebih awal, aku lihat mas Hendri masih tertidur, dengan posisi tangan memeluk ku di bagian perutku. Aku masih bingung sama kejadian semalam, dan apa sebenernya maksud mas Hendri? Entahlah...mungkin bisa ku tanyakan nanti? Saat dia sudah bangun. Sekarang aku bingung harus gimana ya? Karena...aku gak bisa melakukan apa-apa! Aku takut kalo aku bergerak nanti mas Hendri bangun lagi.. Lagi sibuk cari cara biar bisa lepas dari keadaan ini tiba-tiba aja.....
“Krek.” Aku dengar pintu kamar mas Hendri ada yang membuka!!!!!! Namun wujud itu sangat aku kenal dan pasti dia akan bertanya dengan apa yang dia lihat sekarang ini >.<!!!
Aku tutup sesempurna mungkin tubuhku dengan selimut agar
“BOSCHA TIDAK MELIHAT INI!!.”
“Om bango??.” Anak kelas 1 sd itu memanggil nama ku.
“AH?! Ahahhaa iya, ini om Bango Boscha hehehe...kenapa Boscha ?.” Aku menjawab dengan perasaan sangat gugup.
“Kok bobok sama papi Eri? Tadi Boscha cari-cari om soalnya kan harini om bango janji ajak jalan-jalan Boscha sama kak Kafka kan?.” Terang Boscha dan tunggu!! Papi ERI?? Siapa tuh??.
“Oh iya yah kitakan mau jalan-jalan ya, hahaha tenang ko om Bango gak lupa sama sekali sama janjinya om. Tapi Boscha papi Eri itu siapa yah?.” Kalo itu panggil Boscha ke mas Hendri aku gak terima! Kenapa panggilan namanya lebih enak di dengar? :=( Boscha Jahat sama Bango.
“Itu papi Eri itu om Hendri om Bango, om Hendri yang minta di panggil itu, katanya curang, kenapa cuma om Bango yang punya nama panggilan dari aku. asyikkkk jadi jalan-jalan, jadi jalan-jalan...Boscha sudah mandi..Boscha sudah mandi!..” Dan dia terlihat girang, sedang aku langsung bangun gak peduli lagi mas Hendri mau bangun kek, nggak kek. Aku bingung, aku tatap wajah mas Hendri lalu berpose wajah “HAH?” seakan gak percaya mas Hendri meminta dirinya di panggil PAPI ERI!!.
Akhirnya, setelah semu kekacauan selesai, kami sampai juga di halte Trans Jakarta di daerah Permata Hijau.
“Om Bango, kita naik bus ya? ASIIIIK!!!.” Tanya Boscha, yang bahkan pertanyaannya belum sempat aku jawab tapi, dia sudah senang duluan hahahha.
Lama banget deh itu namanya Bus Trans, cuma itu yang bisa aku ucapkan dalam hati. Mas Hendri sibuk diskusi sama Tossa, Kafka lagi main sama Boscha, lucu banget deh mereka berdua!! Setidaknya ada hiburan selama suasana menjenuhkan ini.
“Ka Kafka, ka Kafka mau nggak jadi kakaknya Boscha?.” Tiba-tiba terdengar kata-kata yang membuat ku terfokus kepada dua bocah ini, terutama teropong bintang ku Boscha.
“Eeeemm, MAU DONG! Kalo adik kak Kafka imut kaya gini dan baik lagi!.” Jawab Kafka, lalu tersenyum dan tiba-tiba saja, Boscha menangis! Aku bingung, dan saat aku sedang bingung, Kafka langsung memeluk Boscha, mereka jadi pusat perhatian saat itu juga.
“Boscha jangan nangis ya? Ka Kafka di sini kok, kan kita mau jalan-jalan, adik Boscha harus senang ya, jangan nangis ya?.” Jelas Kafka kepada Boscha, lalu di balas anggukan Boscha.
“Boscha senang aja, soalnya Boscha gak punya teman, di sekolah Boscha selalu di katain temen-temen, katanya Boscha aneh karena, gak punya orang tua.” Jawaban Boscha itu.. membuat aku merasa tidak berguna, aku tidak tahu bahwa sebenarnya Boscha itu sangat kesepian, dan dia di jadikan bahan olok-olokan, anak-anak lain.
“Tapi, untungnya Koko Mike suka belain aku, kalo ada temen aku yang nakal kaya gitu.” Saat ini rasanya aku ingin marah! Marah terhadap diriku dan anak-anak itu! Terutama guru di sekolah Boscha, apa mereka tidak memperingati anak-anak jahil itu?! KESAL!.
Tiba-tiba saja, orang yang duduk di sampingku berdiri yang tidak lain adalah mas Hendri, lalu dia mendekat ke Boscha dan menggendong Boscha. Seketika itu juga Boscha tersenyum, aku sangat senang!.
“Boscha itu harus jadi anak cowok yang kuat ok? Kan ada om Bango, biar bagaimanapun om Bango juga orang tua Boscha juga, dan gak Cuma om Bango, Papi Eri juga kan orang tua Boscha juga, walaupun “dua-duanya, laki-laki” tetep aja orang tua Boscha, OK?.” Jelas mas Hendri dengan sedikit kata penekanan, pada kata-kata tertentu dengan mata di arahkan ke aku, entah apa maksudnya. Tunggu! Papi Eri?? Sungguh, kata-kata itu terdengar sangat mengganggu hahahhaha.
Tidak lama akhirnya, bus kami datang juga!!! Dan tau apa?? Penuh sodara-sodara!! Akhirnya, mau gak mau kami harus berdiri dengan posisi, aku dan anak-anak di tengah, sedangkan mas Hendri ada di balakang ku dan berpegangan pada sebuah pegangan yang seakan-akan, akan memeluk ku, aku mersa nyaman dan aman!. Tossa berada tepat di depanku dan menghadap tepat kepadaku, aku hanya bisa menunduk aja dan menjaga anak-anak.
Saat bus berguncang entah kenapa tiba-tiba, ada tangan yang memegang kuat perutku, agar tidak terjatuh, dan itu tangan mas Hendri, dengan keadaan punggung ku bersandar tepat di dada mas Hendri yang tinggi lalu, aku tidak sengaja menatap lama mata mas Hendri dan juga sebaliknya lalu, mas Hendri malah tersenyum dan saat itu juga aku semakin yakin, aku benar-benar suka mas Hendri.
Setelah 1 jam perjalanan, akhirnya kita sampai juga di Sency. Tergambar jelas wajah bahagia Boscha dan Kafka.
“Kak aku jarang loh, bisa jalan-jalan ramai kaya gini! Naik bus lagi!.” Celetuk boscha.
Dan di tanggapi dengan tertawa kecil oleh Kafka. Lalu kami bergegas pergi ke food court sekaligus membeli tiket nonton di XXI, rencananya sih mau nonton Dispicable Me 2.
Yang bertugas membeli tiket adalah mas Hendri sedangkan aku, Tossa, dan anak-anak mencari tempat makan, dan sepertinya Boscha malah memilih untuk turun 1 lantai, karena restoran yang menyediakan makanan kesukaan Boscha, ada tepat dibawah lantai tempat kita berada sekarang dan yang pastinya adalah Sushi Tei. Tossa dan Kafka tidak masalahnya mereka juga suka, dan aku pun suka. Aku suruh Tossa dan anak-anak duluan, karena aku di suruh nungguin mas Hendri. Gak lama mereka (Tossa dan anak-anak) pergi, mas Hendri datang dan entah kenapa tiba-tiba dia tersenyum, lalu aku balas senyum juga.
Aku cek tiketnya sekitar jam 15:40 jadi kami punya waktu makan sekitar 2 jaman. Saat aku ajak mas Hendri makan di Sushi Tei, mas Hendri menolak dengan alasan, dia kurang suka makan suhi karena mentah dan bau amis. Memang waktu itu aku pernah membawakan sushi ke rumah dan memang mas Hendri tidak suka, yasudahlah. Akhirnya aku dan mas Hendri hanya menyamperi Tossa dan anak-anak tanpa ikut makan, aku sih mesen walaupun cuma dragon rolls, aku paksa mas Hendri untuk coba, dan pas nyobain itu ekspresi wajahnya pas sushi masuk mulutnya bikin kita semua ketawa, bener-bener lucu.
Saat aku dan yang lain tertawa, aku sadar mas Hendri lagi ngeliatin aku dan seketika aku diam. Tatapan matanya memberi sebuah makna tapi tidak mengintimidasi melainkan makna lain seperti tatapan manja dan aku terdiam karena aku malu. Setelah semua selesai makan, mas Hendri mengajak anak-anak bermain di Time Zone. Kami bermain bersama, tidak lama setelah itu mas Hendri mengajak aku untuk menemani dia makan karena, dia tadi belum sempat untuk makan.
Akhirnya aku dan mas Hendri meninggalkan anak-anak dan Tossa, aku merasa bersalah tapi yasudah cuma sebentar aja kok.
“Makan di Food Court aja ya? Aku pengen makan bakso Afung nih, kemarin aku pas di bandara makan dan aku suka bakso jamurnya,enak!.” Jelas mas Hendri.
“Oh ok kok, aku juga suka! Apa lagi bakso jamurnya, emang bener-bener enak!.” Jawab ku.
“Ya ampun makan lagi? Perut kamu apa karung?.” Lalu dia tertawa setelah mengejek ku.
“Ih jahat! Kan aku Cuma makan sushi mana kenyang? Dan itu pun Cuma 1 porsi.” Jawab aku kesal.
“Hahahaha memang maunya berapa porsi?.” Jawabnya lagi.
“IH!.” Jawabku kesal.
“Iya, iya bercanda, jangan ngambek ah. Aku suka kok, kalo kamu banyak makan makin lucu, tapi kamu jangan banyak-banyak makan sushi nanti beneran kaya burung Bangaw loh suka ikan mentah!.” Lalu tertawa, aku kesal karena merasa di ejek aku pukul aja, dan ketawa mas Hendri semakin kencang. Aku semakin kesal lalu, mas Hendri segera meminta maaf dan.... mengusap kepala ku, tersenyum, dan bilang
“ Cuma bercanda ya my little Bango.” Lalu mengelus lagi kepalaku.
Aku terbakar.
Sesampainya di Bakso Afung, kita memesan hal yang sama hanya saja aku kwetiau dan mas Hendri bihun hahahaha.
“Kamu gak risih kan aku berprilaku kaya gitu?.” Tiba-tiba saja
mas Hendri bertanya padaku dan aku tidak mengerti apa maksudnya.
“Maksudnya apa mas?.” Tanya aku lagi.
“Ya aku ngegodain kamu kaya tadi, dan yang waktu tadi pagi di kamar mas.” Jawabnya sambil asik makan butir-butir bakso jamurnya.
“Hahaha, aku cuma bingung aja, kalo risih sih nggak, aku malah seneng.” Jawab ku polos.
“Serius? Kamu seneng?.” Pertanyaan sekarang terdengar lebih antusias.
“Iya kok aku serius, aku bener-bener seneng.” Jawab aku lagi.
“Aku jadi gak mua ninggalin Indonesia kalo kaya gini, atau aku bawa kamu dan Boscha ke German juga ya?.” Tanyanya lagi.
“Loh kok kaya gitu? Kenapa? Jangan dong, kasian juga kalo misalnya Boscha harus ikut ke German nanti sekolahnya gimana? Dan dia kan baru penyesuain juga.” Jelasku.
“Aku rasa, yang aku butuhkan sekarang itu adanya cuma di sini. Sama kamu dan Boscha, aku senang bisa hidup bersama kamu dan Boscha, sudah lama juga aku hidup sendiri, dan aku merasa punya tanggung jawab besar untuk kamu dan Boscha. Kamu butuh pendamping, dan aku rasa... aku pendamping yang cocok buat kamu?.” Kata-katanya yang terakhir membuat aku bingung, sebingung-bingungnya.
“Maksudnya apa? Tapi aku emang bener-bener butuh orang lain, untuk ngelindungi Boscha, kayanya aku gak pantes buat ngurusin Boscha, denger apa yang Boscha bilang tadi...itu.” Kata-kataku terhenti, tangan ku dipegang 2 tangan kokoh peria di depan ku.
“Walaupun aku bertemu kamu dan Boscha belum lama, tapi aku tahu, gak cuma Boscha yang butuh perlindungan, sekuat apapun kamu menutupi itu, itu tetap terlihat Zan. Dan aku akan usahakan gimana caranya supaya aku bisa sama kamu dan Boscha di sini. Aku akan selesaiin kerjaan aku secepat mungkin dan aku pasti balik lagi ke sini buat kamu sama Boscha.” Dengan tangan masih di genggam erat sama mas Hendri, air mata aku sudah tidak terbendung, dan aku menangis. Segera ku lepaskan genggaman tangannya karena aku mau mengusap air mata ku dan juga aku takut di lihat orang-orang.
“Loh? Jangan nangis dong, kan aku gak nyeritain hal yang sedih, udah ya. Ayo makan.. atau mau di suapain?.” Tanya mas Hendri, lalu tertawa kecil.
“A...ku... butuh mas..di sini.., tolong jangan pergi...” Jawabku sambil menundukan kepala.
“Iya, aku tau. Aku bakalan cepetin kerjaan aku di German, terus langsung balik lagi ke sini, aku gak akan hilang ko. Atau kamu mau ikut aku ke German? Kan sekalian meresmikan hubungan kita.” Tiba-tiba saja mas Hendri berbicara seperti itu, sontak wajahku yang tadinya mengahadap ke bawah, langsung menatap kaget ke arah mas Hendri, yang aku lihat dia tertawa dan menggaruk-garuk kepalanya, setelah berbicara seperti itu.
“Kaget gitu kamu, gak suka ya? Yaudah maaf ya, aku kira kamu suka.. yaudah ayok makan.” Lanjutnya.
“Bukan gak suka, cuma... ini terlalu cepat, dalam hati aku senang mas.” Aku memasang muka dan jawaban yang meyakinkan kepada mas Hendri.
“Serius?!! YES! Yaudah yang penting sekarang sudah jelas, dan kesempatan aku itu, bukan lagi di angan-angan.” Tiba-tiba raut wajahnya jadi senang, dan aku merasa itu benar-benar raut wajah senang, bukan sesuatu yang di buat-buat. Lalu aku tersenyum dan akhirnya bakso kami berdua pun habis. Kami lihat jam ternyata sebentar lagi, si minion-minion itu akan segera mulai, maka kami bergegas untuk menjemput Tossa dan anak-anak.
Setelah bertemu Tossa dan anak-anak di TimeZone, kami semua bergegas ke lantai lima, menuju XXI, kami dapat theater
1. Setelah memasuki theater, banyak aku lihat yang menonton adalah keluarga dan anak-anak muda.
Kursi kami berada pada deretan bangku D, dan kalo aku boleh jelaskan urutan duduknya adalah.. Paling ujung no 1 mas Hendri, aku, Boscha, Kafka, dan Tossa.
Selama film di putar, mas Hendri dan Tossa lah yang tertawanya paling keras, dan tangan mas Hendri terus menggenggam tangan ku, dari semenjak lampu mati hingga film selesai. Aku merasa, aku semakin dekat dengan mas Hendri.
“Om pulang yuk, Boscha cape dan ngantuk, mau pulang..” Ajak Boscha sambil menarik-narik bajuku.
“Boscha, mau mas Sita jemput kita? Biar om telfon ya?.” Tanya-ku.
“Nggak, Boscha maunya pulang naik bus yang tadi aja om.” Jawabnya, tapi itu terlalu lama dan aku kasian kalo Boscha harus berdesak-desakan.
“Boscha nanti capek loh kalo naik bus tadi, minta jemput mas Sita aja ya?.” Bujuk mas Hendri.
“Nggak mau papi.” Jawab Boscha, dan kami semua tidak bisa berbicara apa-apa lagi selain menurutinya.
“Adek, nanti adek cape loh? Di jemput aja ya?.” Bujuk Kafka kepada Boscha.
“Gak mau! Boscha suka naik bus kaya gitu!.” Jawab Boscha dengan tegas.
“Ok, Ok. Tapi kalo nanti Boscha cape bilang ya, nanti kita naik taxi aja.” Jawab mas Hendri.
“Ok PAPI!.” Jawabnya lantang.
Akhirnya kami keluar dari sency, saat ingin menyebrang, Boscha langsung di gendong mas Hendri dan begitu juga dengan Tossa kepada Kafka. Saat sedang berjalan, situasi saat itu tidak begitu ramay di jalan belakang Plaza Senayan.
“Hari ini Boscha seneng banget loh kak Kafka, om Bango, papi, om Tossa. Terima kasih ya buat hari ini.” Suara kecil itu keluar di mulut Boscha dan membuat kami semua tersenyum.
“Iya sama-sama ya Boscha, kita juga senang kok liat Boscha senang.” Jawab Tossa.
“Kalo Kafka, gimana? Senang gak? Kok gak bilang terima kasih,kan sudah di ajak jalan-jalan sama om Fauzan dan om Hendri?.” Tanya Tossa kepada Kafka.
“Aku seneng kok Pah. Terimakasih om Fauzan, om Hendri.” Jawab Kafka.
“Ih, kok kakak gak sebut nama aku?.” Protes Boscha.
“Hahahaha oh iya, ada adik Boscha ya? Terima kasih ya adik Boscha, kaka seneng hari ini bisa main sama adik.” Jawab Kafka sambil tersenyum super imut!.
“Kak, hari kita pulang yuk? Udah cukup nginepnya ya nak.” Ajak Tossa pada Kafka.
“Loh, kok pulang? Udah gak apa-apa Tos nginep aja lagi, besok minggu ini.” Bujuk mas Hendri.
“Iya, gak apa-apa kok nginep aja lagi Tos, kenapa gak nyaman ya rumah aku?.” Tanya ku.
“Nggak aku, takut ngerepotin udah cukup.” Jawab Tossa.
“GAK BOLEH!! OM TOSSA SAMA KAK KAFKA, GAK BOLEH PULANG!!!.” Ucap Boscha.
“Tapi om harus pulang, kasian orang di rumah. Yaudah om pulang, nanti kak Kafka aja yang nginep di rumah Boscha?.” Tossa memberikan tawaran kepada Boscha.
“Iya pah mau! Kafka sendirian kalo di rumah. Kafka masih mau main sama adik Boscha ya papah.” Jawab Kafka bersemangat.
“Iya Boscha setuju!.” Jawab Boscha girang.
“Yaudah, kerumah aku aja dulu, nanti mas Hendri sama aku yang anter ya?.” Tawar ku.
“Aduh, jangan malah ngerepotin. Ini juga kan udah deket..” Belum Tossa selesai berbicara tiba-tiba saja, mas Hendri memotong pembicaraan.
“Udah, nurut sama mas mu ya.. Pokonya kita anatar, lagian dari permata hijau juga deket.
“Iya, udah kita anter ok.” Ucapku sambil tersenyum, dan aku lihat Tossa seperti memperhatikan ku, langsung kupalingkan wajahku begitu juga Tossa.
“Iya iya! Om Tossa harus mau!.” Celetuk Boscha.
“Soalnya om Tossa orangnya baik, Boscha suka om Tossa. Kasian nanti om Tossa sendirian.” Ucap Boscha lagi.
“Hahahaha, ada-ada aja Boscha ini, om juga suka dan sayang sama Boscha.” Jawab Tossa dan dia pun tersenyum begitu juga Boscha. Kenapa tuhan menciptakan mahluk-mahluk imut dan keren ini? Huft.
“Ngomong-ngomong, Ibu di tengah mau di gendong juga gak? Takutnya capek.” Goda mas Hendri kepada ku.
“HAH! Enak aja! Apaan sih mas, gak lucu!! BT.” Jawab aku kesal, tapi mas Hendri dan Tossa malah tertawa.
“Loh, tuan putri jangan marah dong.” Goda Tossa.
“__________” Aku hanya diam tidak mau menjawab.
“Loh, marah ya? Maaf ya maaf, maksud aku bercanda.” Tossa mencoba menjelasakan dan meminta maaf pada ku.
“__________” Sekali lagi, aku hanya diam.
Di dalam bus Trans Jakarta
Sekarang aku dan anak-anak mendapatkan tempat duduk namun, dua manusia iseng itu berdiri karena tidak mendapat tempat duduk. Boscha berada di pangkuan ku dan Kafka ada tepat di samping ku, sambil menyandarkan kepalanya yang hampir sampai ke pundak ku.
Tidak lama kemudian, Boscha dan Kafka tertidur. Tossa dan mas Hendri berdiri tepat di depan ku dan tiba-tiba saja Tossa tersenyum kepada ku, dan aku balas senyum balik.
to be continue...
@Monic
@masdabudd
@Klanting801
@the_rainbow
@zhedix
@Tsu_no_YanYan
@gymue_sant
@Beepe
@Curiousreader
@jerukbali
@YANS FILAN
@wicak
@rezadrians
@jokerz
@darkrealm
@Sicnus
@obay
@jony94
@Zhar12
@angelofgay
@MikeAurellio
@mfrb
@xanxan
@kimo_chie
@Pleiades
@rezka15
@dimasera
@mahardhyka
@ardi_cukup
@Duna
@Fatih22
Jadi skrg udh resmi jadian nih?
Lanjut...tapi jangan lama lama updatenya.
Ciee papa Eri blak-blakan bener... Jd dah jadian pa blom nih?
Lanjut B-) *jangan lama!*
Semangat bro lanjutinnya, jangan males" nanti jadi kebiasaan loh
kalo aku gak salah part 5 deh kak..
@Monic
@masdabudd
@Klanting801
@the_rainbow
@zhedix
@Tsu_no_YanYan
@gymue_sant
@Beepe
@Curiousreader
@jerukbali
@YANS FILAN
@wicak
@rezadrians
@jokerz
@darkrealm
@Sicnus
@obay
@jony94
@Zhar12
@angelofgay
@MikeAurellio
@mfrb
@xanxan
@kimo_chie
@Pleiades
@rezka15
@dimasera
@mahardhyka
@ardi_cukup
@Duna
@Fatih22
@Kim_Kei