It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
hehehe maaf frontal
@drajat oke sip sabar yaa
@Gabriel_Valiant diterima gak ya? )
@erickhidayat aku juga seneng kamu udah mau komen disini, aku merasa dihargai, makasih ya
@Han_Gaozu iyaaa siap, ini tinggal 1 chapter lg tamat kok
Padahal kalo di panjangin dikit pasti keren....
Ending nya harus "ngeh"....
Atau jangan2 endingnya, si henry ko'it kayak si ji hyun... Terus si dio ninggalin koji...
Terus si koji gak inget apa2 soal si dio....
-_-
Padahal kalo di panjangin dikit pasti keren....
Ending nya harus "ngeh"....
Atau jangan2 endingnya, si henry ko'it kayak si ji hyun... Terus si dio ninggalin koji...
Terus si koji gak inget apa2 soal si dio....
-_-
maafin yaa aku lebih milih tulisanku pendek tapi berkualitas, ketimbang tulisannya panjang tapi ceritanya semakin bertele-tele ngalur-ngidul gajelas kayak sinetron indonesia, mohon pengertiannya
(CONT)
Kak Henry memelukku di tengah kolam. Aku terhenyak mendengar apa yang baru dia katakan tadi. Sekarang wajahku menempel di dada kak Henry yang bidang dan seksi. Aku benar-benar sedekat ini dengan nipple-nya. Aku bisa merasakan jantungnya berdebar kencang. Apa?? Kak Henry menyukaiku?? Jadi dia..? Ahh, ini tidak mungkin. Dan Dio juga bilang 'aku mencintaimu' padaku. Aku jadi bingung. Ini sungguh tidak terduga.
"Kau kenapa?" kak Henry mengguncang-guncangkan tubuhku.
"Ah, tidak. Ini pasti mimpi. Aku tau kau selalu memperlakukanku seperti anak perempuan, kak. Tapi bagaimanapun aku ini anak laki-laki! Tak mungkin kau menyukaiku."
"Memang kelihatannya tidak mungkin. Tapi inilah hatiku."
"Tapi bagaimana bisa?"
"Saat umurku 18 tahun aku mengatakan pada orang tua ku tentang perasaanku. Entah kenapa aku tidak tertarik pada perempuan. Aku suka padamu karena kau tampan dan cantik pada saat yang sama. Aku suka tipe uke sepertimu."
"Lalu bagaimana reaksi orang tuamu?"
"Pada saat itu memang tidaklah mudah bagiku. Mereka marah padaku dan mencoba merubahku, tapi tidak berhasil. Saat itu aku tidak peduli apakah mereka akan mengusirku dan membuangku. Karena kupikir memendam jati diriku yang sebenarnya jauh lebih menyakitkan. Dan ternyata lama kelamaan aku bisa meyakinkan orang tuaku. Mereka pasrah, mereka memintaku berjanji untuk mengadopsi anak nanti seandainya aku tidak menikah dengan seorang perempuan."
Aku shock mendengar penjelasannya.
"Ayo kita naik. Ganti bajumu!" kak Henry membantuku keluar dari kolam renang dan memakaikanku handuk. Di pojok kolam aku melihat Dio. Wajahnya tersenyum, tapi agak sedikit dipaksakan. Lalu dia menghilang lagi.
Aku selesai berganti baju dan duduk di kursi di pinggir kolam.
"Kau sudah selesai?" kak Henry menghampiriku, dia mengambil posisi duduk di sebelahku.
"Ya"
"Koji-ya, aku menyukaimu. Aku tau kau juga menyukaiku, kan? Kau mau kan jadi pacarku? Nanti kau bisa menyuruh kakakmu jaga rumah sementara kau pacaran denganku." kak Henry menggenggam tanganku. Aku merasa aneh. Aku tidak tau apa yang harus aku katakan. Aku memang menyukainya, tapi bagaimana dengan Dio? Aku sungguh tak mau mengecewakannya.
"Terima saja. Kau menyukainya kan?" Dio berbisik di telingaku.
"Aku tak akan mengganggumu lagi. Terima kasih, ya?" tambahnya.
"Ya!" (sebenarnya itu jawaban untuk Dio)
"Benarkah? Astagaa, aku senang sekali." kak Henry langsung mencium kedua pipiku. Aku spontan memegang kedua pipiku yang habis diciumnya.
"Ahh, tidak. Bagaimana kalau ada orang yang lihat?" kataku panik.
"Tidak akan. Di rumah ini hanya ada kita berdua. Aku tadi sudah menyuruh bi Sumi belanja." dia kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku, perlahan dia menutup matanya. Cuupp..bibirnya bersentuhan dengan bibirku. Kak Henry menciumku, aku membalas ciumannya dan memejamkan mataku. Ahh, ini adalah kedua kalinya aku berciuman dengannya. Tapi mungkin pertama kalinya bagi dia.
Kami melepaskan ciuman kami. "Itu tanda kalau kau resmi menjadi pacarku." kak Henry memelukku.
Aku melihat Dio di belakang kak Henry. Aku menatapnya dengan sedih. Tapi Dio tersenyum padaku.
"Selamat, Koji-ya! Kau cocok dengannya" Dio menyentuh pipiku lembut lalu menghilang.
****
Satu bulan sudah aku resmi menjadi pacarnya kak Henry. Aku sudah memberitau kakakku dan dia mendukung kami. Dia bilang akan membunuh kak Henry jika sampai menyakitiku. Kak Henry benar-benar seme yang sangat baik dan perhatian sekali padaku. Dia nyaris sempurna untukku.
Tapi aku jarang melihat Dio. Sesekali dari kejauhan dia menampakan dirinya padaku dan tersenyum, namun kurang dari 3 detik dia sudah menghilang lagi.
Aku sedang tiduran di kasurku dan menatap langit-langit. Aku benar-benar merindukan Dio. Aku bahkan tidak bisa merasakan keberadaannya di sekitarku. Apa mutiara pemberiannya telah rusak dan tidak berfungsi? Ataukah memang dia sudah benar-benar tidak di sampingku?
"Apa kau ada di sana?"
Tidak ada jawaban.
"Apa kau ada di sana?"
Masih tidak ada jawaban.
"Kubilang apa kau ada disana?" aku sedikit menaikkan volume suaraku.
Aku menyerah. Aku menatap bunga krisan kuning yang ditanam Dio dengan sedih kemudian menyiraminya.
Aku pergi ke kolam. Aku duduk di pinggir kolam sambil melamun.
Di seberang kolam tempat aku duduk aku melihat Dio melambaikan tangannya seperti menyuruhku untuk menghampirinya. Aku sangat senang.
"Ada apa?" tanyaku.
"Koji-ya, aku punya permintaan terakhir."
Dengan sedih aku berkata, "Apa itu? Aku pasti bisa melakukannya untukmu."
"Aku diberi satu kesempatan untuk hidup kembali selama satu malam. Aku minta malam ini kau menjadi pacarku, ya?" Dio menggenggam tanganku.
"Benarkah? Ahh, baiklah. Tapi setelah itu kita masih bisa bertemu kan?"
"Kita lihat saja nanti. Akan kubangunkan kau nanti malam."
Setelah makan malam, aku pun tidur.
"Bangun, pacarku!" tengah malam Dio membangunkanku. Dia mengecup keningku.
Saat aku membuka mata aku benar-benar dibuat kaget oleh penampilan Dio. Ini sungguh Dio? Jadi seperti inilah wujudnya saat menjadi manusia. Dia sangat tampan mengenakan tuxedo warna putih dengan rambut yang lebih rapi (biasanya rambut dia berantakan dan kusut seperti lama tidak dicuci) dan dasi kupu-kupu.
"Ahh, ini sungguh kau?" aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat.
"Tentu saja." dia menggenggam tanganku. "Apa ini terasa nyata bagimu?" tanyanya. Aku mengangguk. Dia benar-benar nyata.
"Ayo kita pergi!" dia menarik tanganku.
"Tapi, aku belum siap-siap."
"Kau sudah tampan seperti ini. Kau benar-benar tampan dan cantik pada saat yang sama."
Aku menunduk melihat penampilanku sendiri. Loh, aku sudah berpakaian rapi? Aku mengenakan tuxedo warna hitam dengan rambutku yang terurai. Aku benar-benar seperti mimpi. Tapi jelas ini nyata. Aku mencubit tanganku dan aww, terasa sakit.
Dio membawaku ke sebuah danau. Tempatnya sungguh nyaman, dengan lilin-lilin kecil di sekitarnya. Dio membimbingku berjalan ke arah meja makan. Dia menarikkan kursinya untukku kemudian duduk di kursinya sendiri.
"Nah, ayo kita makan."
Aku benar-benar merasakan sebuah makan malam yang romantis. Selama makan dia terus menatapku sambil senyam-senyum sendiri, membuatku sedikit malu. Aku bisa merasakan cinta dari sorotan matanya. Dia memintaku menyuapinya, kemudian gantian aku yang disuapi olehnya. Dio benar-benar tau bagaimana menyenangkan hatiku.
Setelah makan, Dio mengajakku berjalan-jalan di sekitar danau. Suasananya sangat romantis saat itu.
Tiba-tiba Dio memelukku dari belakang.
"Kau senang, pacarku?"
"Menyenangkan."
"Ya, aku juga bahagia. Aku ingin selamanya seperti ini. Aku sangat menyayangimu." Dio makin erat memelukku. Lalu dia membalikkan tubuhku. Kami saling berhadapan sekarang.
Dia meraih tangan kiriku dan hendak memakaikan sebuah cicin (yang waktu itu pernah dia berikan) di jari manisku, tapi dia berubah pikiran. Dia kemudian memakaikannya di jari telunjukku. Dia bilang jari manis ini adalah tempat untuk cincin yang akan diberikan orang lain yang aku cintai. Kemudian dia menyuruhku memakaikan cincin pasangannya ke jari manisnya. Dia menatapku dan tersenyum.
"Kalau aku harus pergi sekarang bagaimana?"
"Tidak! Itu tidak boleh terjadi! Aku tidak mau kau pergi. Kau harus tetap di sini!" tanpa sengaja aku meneteskan air mata. Entah kenapa aku belum siap kehilangan dia. Aku menundukkan kepala.
Dio menyibak rambutku agar dapat melihat wajahku dengan jelas, dia kemudian memegang daguku dan mengangkat wajahku. Aku masih menangis. "Kau jangan menangis. Aku memang harus pergi. Ini hari terakhirku. Untuk itulah aku minta dihidupkan kembali walaupun hanya untuk satu malam. Dan aku ingin menghabiskannya denganmu." Dio menghapus air mataku kemudian memelukku erat-erat. Akupun membalas erat pelukannya sambil menangis.
"Hey, lihat aku!" Dio memegang wajahku dan mendekatkan wajahnya. Sejengkal saja jarak antara wajahku dan wajahnya.
"Walaupun aku tidak hidup di dunia, aku akan selalu hidup di hatimu." Dio memegang daguku kemudian mendekatkan wajahnya dan mencium lembut bibirku.
Aku memejamkan mataku, cupp...cupp, perlahan kubuka mataku. Aku ada dimana? Kenapa banyak peralatan medis di sekitarku? Dan kenapa ada...kak Nori, ibu, ayah dan kak Henry di sini? Mana Dio? Huuh..ternyata yang mengecup bibirku adalah kak Nori, dasar jahil. Aku masih tak tau apa yang sebenarnya terjadi. Apa mungkin makan malam itu hanyalah sebuah mimpi? Aku mencoba mengingat-ingat sesuatu.
[FLASHBACK]
Sambil melamun, aku duduk di pinggir kolam. Di seberang kolam tempat aku duduk, aku melihat Dio melambaikan tangannya seperti menuruhku untuk menghampirinya. Anehnya, aku menghampirinya lewat kolam, bukannya lewat pinggir kolam. Di tengah-tengah kolam sosok Dio tiba-tiba menghilang. Itu hanya halusinasiku. Aku tenggelam di tengah kolam. Entah kenapa aku lupa caranya berenang. Yang kupikikan hanya Dio. Dasar kolam itu cukup dalam sehingga membuatku tenggelam dan pingsan.
[FLASHBACK END]
"Apa yang kau lakukan di kolam waktu itu?" tanya kak Nori.
"Kau sudah koma selama dua hari. Kami senang kau sudah siuman sekarang. Kami sangat mengkhawatirkanmu." kak Henry menambahkan.
Kak Nori memelukku, "Kami semua khawatir. Henry sampai menginap di sini menjagamu."
Aku berterimakasih pada mereka. Aku kemudian melihat cincin di jari telunjukku yang malam itu dipasangkan oleh Dio untukku. Aku terhenyak. Jadi, apakah makan malam itu cuma mimpi? Atau benar-benar nyata? Aku sedih mengingat sosok Dio.
****
Sepulangnya dari rumah sakit aku melamun di kamarku, aku mengingat kenangan-kenanganku bersama Dio. Ketika pertama kali kami berkenalan, ketika aku diajak terbang olehnya, ketika di padang bunga, ketika bersama Arka, ketika dia menciumku, ketika kami tertawa, ketika dia menghapus air mataku, ketika dia menjadi HenDi, dan makan malam itu ketika dia hidup kembali.
Aku senang bisa mengenal sosok Dio. Terima kasih telah membuatku tertawa, tersenyum, dan menangis haru. Terima kasih telah menjagaku dan selalu di sisiku. Dio, kau adalah rahasiaku.
Tiba-tiba, angin berhembus kencang entah datang dari mana, membuat jendela kamarku terbuka. Aku baru sadar kalau bunga krisan dalam pot yang ditanam oleh Dio dekat jendela telah layu. Aku kemudian berlari melihat keluar jendela.
Aku melihat Dio di bawah. Dia tersenyum padaku dan melambaikan tangannya. Aku menatapnya dengan air mata yang berlinangan di pipiku.
=THE END=
@aicasukakonde @hakenun @reyputra
@Tsu_no_YanYan @drajat @erickhidayat
Akhirnya proyekku tentang "Dio, You're My Secret" ini beres juga. Meskipun agak tersendat-sendat apdetannya tapi aku senang bisa menyelesaikan tulisanku.
Aku sangat berterimakasih pada kalian yang udah meluangkan waktu membaca tulisan ini. Terlebih bagi kalian yang udah mau komen, terima kasih atas apresiasinya, atas koreksi, atas pujian, dan atas tanggapannya. Aku merasa dihargai.
Di luar itu semua aku minta maaf kalo emang cerita ini gaje dan banyak kekurangan dalam penulisan maupun penyampaian cerita. Aku harap kritik dan saran yang membangun bisa membuatku lebih baik lagi kedepannya.
Semoga kalian puas dengan endingnya dan menyimpulkannya sendiri.