It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
December 2011…
Aku hampir tidak memercayai penglihatanku ketika sosok Patrick berjalan ke arahku, ketika aku baru saja menyelesaikan sesi pertama penampilanku di RETRO.
“Satya, apa kabar?”
Pertanyaan itu meluncur dari Patrick, bahkan sebelum aku berhasil melangkahkan kakiku untuk menjauh darinya.
“I’m fine, thanks,” jawabku singkat.
“Patrick? Is that you?”
Suara Pak Stefan yang terlihat terkejut ketika menyebut nama Patrick, membuatku kelu dan perasaan tidak enak langsung menyelinap dalam diriku. What is this???
Mataku masih terpaku ke Patrick, yang sepertinya juga terkejut dengan kehadiran Pak Stefan.
“Stefan? What are you doing here?”
“Well, this is my restaurant,” jawab Pak Stefan sambil tersenyum. “How come you didn’t tell me you’re coming to Bali?”
“Saya permisi dulu, Pak.”
“Tunggu Satya. Patrick, please let me introduce you to our best asset, Satya.”
Patrick, yang seperti menunggu saat ini, hanya memberikan senyumnya dan aku kenal betul, apa arti senyuman itu.
“We’ve known each other, Stefan. Really well.”
***
January 2012…
“Joddi, gue pengen ngomong sesuatu ke lo.”
“Yes?”
Gue natap wajah Joddi yang keliatan agak lelah. Dia udah siap-siap mau dinner dan sejak malam itu, hubungan gue sama Joddi bisa dibilang makin deket meskipun gue belum bilang apapun soal pertanyaan dia waktu itu. But, with our intense communication after the night we slept together and with him being in LA, I know that it’s just a matter of time before I can tell him about the answer. Joddi nggak pernah nyinggung soal itu tapi gue yakin, dia nggak lupa.
“Lo kapan balik ke Indo?”
“Buat sekarang masih belum tahu, Rena. Bisa bulan depan atau tiga bulan lagi. It really depends on how things are going here.”
Gue cuman bisa ngangguk. Joddi ke LA karena dia ada proyek buat ngebangun rumah salah satu public figure yang gue nggak tahu dan nggak peduli siapa. As an architect, he was quite well known in the architect industry. Gue tahu juga karena gue googling karena Joddi nggak pernah cerita how good he is at his job. Anyway, beside the point, he still unsure when the project would be finished.
“I’m ready to have a serious relationship with you, Joddi.”
Gue tahu, Joddi pasti kaget denger ucapan gue, but, gue udah yakin sama apa yang gue bilang. Perlahan, gue udah bisa ngelupain Lukas, simply karena Joddi ngisi hari-hari gue dan he always does things to make me laugh or simply to impress me. And that’s enough to keep Lukas away from my mind.
“Rena? Kamu yakin?”
Meskipun Joddi seperti kaget denger ucapan gue, gue bisa ngeliat kalau dia juga nggak bisa nyembunyiin perasaan dia yang sesungguhnya.
Gue cuman ngangguk. “100%”
“Now, I have a reason to go home,” ucap Joddi sambil senyum. “Thank you Rena.”
***
February 2012...
“Satya…Thank you very much!”
Ucapan itu keluar dari mulut Lukas ketika aku menghubunginya melalui Skype dan mengucapkan selamat ulang tahun. I can’t believe a year ago, Lukas was still here in Bali. And after months, I still have that feeling for him. Melihatnya lagi dengan sweater tebal dan rambutnya yang sepertinya dibiarkan agak panjang, membuat hatiku kembali berdesir.
“You look awful, Lukas! Get a haircut!”
Lukas hanya tergelak sambil memberiku his megawatt smile. Betapa aku sangat merindukan senyuman itu. Setelah satu tahun sejak perasaanku ke Lukas berkembang, aku masih sering salah tingkah setiap kali aku melihat wajahnya dan melihat ekspresi wajahnya.
“I miss Bali, Satya. It’s so cold here!!! I believe the weather is perfect in Bali right now.”
“It’s raining actually this morning, but it’s just stopped. How are you?”
“I’m good! I just…miss Bali…and you and Rena and surfing.”
Aku sempat terdiam mendengar Lukas menyebut namaku terlebih dulu. Mungkin, itu tidak berarti apapun, tapi, aku sempat tidak mampu bernapas begitu aku menyadarinya.
“How’s your job searching?”
Aku melihat Lukas hanya menggelengkan kepalanya. “Still looking, Satya. I need a good job which will pay me good so I can come back to Bali. Soon!”
Aku tersenyum melihat semangat Lukas yang begitu ingin segera kembali ke Bali. Andai saja aku bisa mengatakan kepadanya betapa aku masih mencintainya…
“Let me sing for you as your birthday gift,” ucapku sambil meraih gitar yang memang aku siapkan untuk momen ini. “Kamu mau dengar lagu apa, Lukas? Siapkan lebih dari satu, in case I don’t know the song you asked.”
Aku melihat Lukas menggaruk dagunya sambil menatapku. Aku yakin, apapun lagu yang diminta Lukas nanti, pasti akan jadi lagu favoritku.
Lukas kemudian tersenyum. “Play The Man Who Can’t Be Moved, Satya. Will you?”
Aku terdiam. Terkejut dengan permintaan lagu dari Lukas. Kenapa harus lagu itu, Lukas? Namun, aku kemudian tersenyum.
“Baiklah, I’ll sing that song for you.”
***
March 2012…
“I miss you, Rena. So much!”
“Iya, gue tahu, lo udah bilang itu ribuan kali sejak gue jemput lo di bandara.”
Joddi cuman ketawa.
Proyek dia di LA memang belum kelar tapi dia sengaja ngambil off buat seminggu buat balik ke Indonesia. Bahkan, keluarganya pun nggak tahu kalau dia pulang ke Indonesia. He simply went back to Indonesia to see me. Dan pas gue tahu itu, pengen rasanya gue marah ke Joddi, tapi dia ngeyakinin gue kalau sekarang, cuman gue yang pengen dia temuin. So, I simply kept my mouth shut about the reason why he didn’t let his family know he’s in Indonesia.
We’re lying on my bed right now. Setelah lebih dari setahun gue ngejomblo, dan sekarang ada Joddi, gue sadar kalau gue nggak bisa jauh dari Joddi. Makanya, gue pegang tubuh Joddi erat banget. Lying my head on his chest and listening to his heart beat. Crap! Kenapa gue jadi mellow begini?
“Gue nggak percaya bakal bilang ini, Jod, tapi, bakal berat buat ngelepasin lo kali ini. Now, that we’re officially in relationship.”
“Rena, aku mau nanya sesuatu sama kamu.”
“Mau nanya apa lagi?” kali ini, gue natap Joddi yang kayaknya lagi murah senyum. “Kayaknya, setiap lo kesini dan setiap lo mau pergi, lo wajib ngajuin pertanyaan ke gue?”
Joddi ketawa. “This time, I need your answer as soon as possible.”
Oke, lagi-lagi, kalau Joddi udah masang tampang kayak gitu, gue nggak bisa sembarangan becandain dia. Kali ini apa?
“Ask me.”
“Will you be my wife and the mother of my children?”
***
April 2012…
“Rena!!!! Kamu serius???!!!”
Aku merasa sangat wajar bersikap kaget seperti itu. Kenapa? Karena Rena baru saja memberitahuku kalau dia menerima lamaran Joddi. Seorang Rena akhirnya terikat dengan seorang pria untuk sesuatu yang serius! Aku yakin, banyak orang akan terkejut jika mengetahui ini.
“Iye! Gue serius mau kawin sama Joddi jadi lo please stop bersikap sok histeris gitu,” Rena dengan santainya mengucapkan kalimat itu.
Aku segera mengulurkan lenganku dan memberikan senyum paling lebar yang aku miliki. Rena, yang sedari tadi seperti terlihat tidak bersemangat menceritakan pertunangannya dengan Joddi, langsung tersenyum lebar dan menyambut uluran tanganku.
“Thank you, Satya. Gue baru ngasih tahu lo. Gue sendiri nggak percaya kalau gue nerima lamaran Joddi,” ucap Rena begitu kami berpelukan.
Mengenal Rena yang begitu bebas dan susah terikat dengan seorang pria, pertunangan ini adaah langkah besar dalam hidupnya. Aku hanya berharap, pernikahan mereka segera dilaksanakan sebelum Rena berubah pikiran.
“Kapan nikahnya?” tanyaku begitu kami melepaskan pelukan.
“Masih tahun depan. Joddi nggak mau buru-buru dan kami masih mikirin banyak hal. Mau tinggal dimana, dan tetek bengeknya. Lo harus jadi pengisi acara kawinan gue. Gue nggak peduli kalau Presiden Amerika Serikat ngundang lo ke White House dan ngebayar lo ribuan dolar, lo tetep harus ngisi kawinan gue.”
Aku tertawa mendengar ucapan Rena yang berlebihan itu. “Iya, aku pasti dengan sukarela mau jadi pengisi nikahan kamu. Sahabat macam apa kalau aku sampai nggak datang apalagi nolak jadi pengisi acara?”
“Gue pegang kata-kata lo, Sat. Awas kalau lo sampai ingkar.”
“Iya, janji.”
Kami saling bertatapan. Sekalipun masih terselip sedikit keraguan akan keinginan Rena untuk menikah, aku tidak bisa memungkiri bahwa Rena mencintai Joddi. Meskipun, mengenal Rena, dia tidak mau menunjukkan sisi itu ke siapapun, termasuk aku, bahwa dia cinta setengah mati dengan Joddi. I’m so happy for her.
“Kalian pasti bakal jadi pasangan paling bahagia. I can’t wait for your wedding day!”
“Lo mau janji sama gue, Sat?”
“Apa?”
“Tetep jadi sahabat gue meski gue udah nikah.”
Aku menatap Rena dengan tatapan heran. Apakah dia berpikir, hanya karena dia sudah menikah, aku akan berubah? Rena salah kalau mengira aku akan menjauh darinya meskipun dia sudah menjadi milik Joddi.
“Nggak usah khawatir. Asalkan Joddi nggak cemburu aku gangguin kamu buat curhat.”
“Jangankan sama lo, Sat, sama cowok straight yang jelas-jelas flirting sama gue aja dia nggak cemburu, apalagi sama lo yang jelas-jelas nggak doyan cewek. Tapi, awas ya kalau misalnya Joddi minta lo jadi detektif dia buat ngawasin gue supaya nggak macem-macem.”
Aku tertawa. “I will always be on your side, Rena.”
Kami saling bertatapan dan aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan kebahagiaanku mendengar kabar ini. God! How many times have I said that?
“Aku bahagia akhirnya kamu nemuin pria yang sweep off your feet, Rena. You’ve found your Mr. Right.”
“Sat, you’ll find your Mr. Right, too. Soon. Trust me.”
Aku hanya menghela napas. “We’ll see.”
***
May 2012…
“Lo lagi nggak becandain gue kan Sat?”
Kali ini, gue beneran kaget denger berita dari Satya. It’s been more than a month after I told him that I accepted Joddi’s proposal and I hadn’t heard much from Satya. Gue nggak kaget banget sebenernya, cuman, tetep aja, gue nggak nyangka kalau selama ini, Satya bisa nyembunyiin hal-hal begini dari gue. DARI GUE!!!
Satya cuman gelengin kepalanya. Gue ngeliat Satya senyum dan to me, that’s the best thing about the news. Means, he’s happy and he’s moving on. Or at least, I hope so.
“Aku juga nggak percaya kalau akhirnya akan seperti ini, Rena.”
“This is not the end, yet, Satya. It’s just the beginning! Lo tahu nggak sih kalau gue happy banget denger lo jadian sama Stefan?”
Yap! Akhirnya apa yang dulu gue bilang ke Satya beneran jadi kenyataan. Stefan has a feeling for him dan dua hari lalu, Stefan bilang ke Satya kalau dia pengen lebih dari sekedar atasan buat Satya. Gue seneng akhirnya Satya nerima Stefan, terlepas dari jarak usia mereka yang lumayan jauh tapi, gue percaya, Stefan nggak bakal nyakitin Satya. Yang jelas, gue juga nggak mau nanya gimana perasaan Satya ke Lukas sekarang karena gue nggak mau ngerusak momen ini.
“Jadi, lo mau keluar dari RETRO atau gimana? Lo nggak bisa kan tetep kerja disana sementara lo pacaran sama bosnya?”
Satya ngehela napasnya. “Kami masih ngomongin itu, Rena. This is…new for me. Kami jelas-jelas nggak mau hubungan kami terekspos. Tapi Mas Stefan bilang kalau aku nggak perlu khawatir nggak punya kerjaan.”
Gue sontak langsung histeris denger ucapan Satya barusan. “Lo manggil dia apa, Sat? Mas Stefan??? Are you seriously calling him THAT???”
Gue ngeliat Satya tersipu karena selama ini, setahu gue, Satya nggak pernah manggil siapapun dengan sebutan Mas, apalagi cowoknya. This is new! And weird! Gue sumpah nggak bisa nyembunyiin betapa kaget dan shock nya gue.
“Nggak mungkin kan aku manggil dia Pak? Dia sebenernya minta aku buat manggil nama aja, tapi, aku belum bisa. Jadi, sebelum aku bisa manggil dia dengan nama, aku rasa, Mas cukup pantes kok.”
Gue ngulurin lengan gue dan megang tangan Satya. “I’m so happy for you, Satya. I really do.”
***
June 2012…
“Saya senang kamu memilih untuk merayakan ulang tahun kamu sama saya.”
Sekalipun sudah satu bulan status hubungan kami berubah, aku dan Mas Stefan masih bersikap layaknya atasan dan bawahan, language-wise. Mas Stefan masih menggunakan bahasa formal denganku. Menyebut dirinya dengan saya dan semua kalimat yang meluncur dari mulutnya, masih sangat formal. Mungkin, dengan berjalannya waktu, semua itu akan berubah. Aku berusaha untuk menyisipkan kata-kata informal dalam setiap percakapan kami supaya kami berdua terbiasa. Janggal sebenarnya, tapi, Mas Stefan bilang, dia akan berusaha untuk mengurangi penggunaan kalimat formal, terutama denganku.
“Thank you for taking me to Metis.”
Kami memang makan malam di Metis tadi dan harus aku akui, what a wonderful dinner. Setelah itu, kami memutuskan untuk kembali ke vila dan duduk di sofa di ruang koleksi, tempat favorit kami. Mas Stefan memutar piringan hitam milik The Ink Spots, yang sedang mengalunkan When The Swallows Come Back To Capistrano.
Mas Stefan tersenyum. “Sebenarnya, kalau kamu mau, kita bisa pergi kesana kapan saja. Nggak harus menunggu kamu ulang tahun. Just tell me.”
“Kadang, saya masih ngerasa kalau ini nggak nyata.”
“Apakah ada yang harus saya lakukan supaya kamu merasa bahwa ini nyata? That this is happening?”
Kami saling bertatapan. Kami memang duduk bersisian, bahkan, lengan kami bersentuhan. Namun, hanya itu. Kami bahkan belum berciuman selama satu bulan sejak kami menjadi pasangan. Aku tidak tahu apakah ini hanya terjadi sama aku dan Mas Stefan, atau ada pasangan lain yang seperti kami di luar sana.
“Mungkin, saya cuma butuh waktu.”
Mas Stefan mengulurkan lengannya dan membelai pipiku. “Satya, kamu mau tinggal sama saya disini? Mungkin dengan begitu, akan lebih mudah untuk kamu percaya bahwa ini semua memang nyata.”
***
July 2012…
“Lo mau gue ikut lo ke LA?”
Joddi menggeleng. “It’s just an idea, Rena. Aku juga belum mengiyakan tawaran-tawaran yang ada. Kalau aku nggak mikirin kamu, aku pasti udah ngambil tawaran itu. They’ll pay big check. Tapi, gimana mungkin aku jauhan sama kamu sementara hubungan kita udah terikat?”
Gue cuman ngehela napas. Gue nggak pernah ngebayangin kalau gue harus pindah ke luar negeri. Not that is a bad idea, tapi, gue masih belum bisa jauh dari semua yang gue punya disini. Lagipula, aku sama Joddi juga belum nentuin tanggal pernikahan. Dia masih lumayan bolak-balik LA-Bali karena ada beberapa proyek tambahan yang Joddi ambil tanpa harus terikat tinggal di LA dalam waktu tertentu.
“Lo mau kita nikah cepet?”
Joddi menggeleng. “Nggak dalam waktu dekat ini, Rena. Terlalu banyak yang harus aku kerjain. Kamu udah nggak sabar ya jadi istriku?”
Gue langsung ngelempar bantal ke muka Joddi yang langsung ketawa. Belum puas, gue juga nyubitin pinggang Joddi dan gelitikin dia.
“Ampuuuuun!!!”
Doing this kind of thing, always makes me miss Joddi when he’s away. Setiap kali dia ke Bali, Joddi selalu nginep di tempat gue dan sekalipun nggak pernah terlintas dalam pikiran gue kalau gue bakal ngejalanin ini semua, I love seeing Joddi around. I can safely say that I love him. Really love him.
***
August 2012…
“Sat, lo udah nggak mikirin Lukas lagi kan?”
Pertanyaan itu meluncur dari Rena ketika kami sedang menikmati cake di Bali Bakery. Rena menuntut untuk ketemu ketika aku memberitahunya bahwa aku tinggal serumah dengan Mas Stefan.
Aku memang sudah menyiapkan diriku untuk mendengar pertanyaan ini dari Rena. Cepat atau lambat, dia pasti ingin tahu bagaimana perasaanku ke Lukas sekarang, setelah aku menjalin hubungan dengan Mas Stefan.
Menjawab pertanyaan Rena, aku hanya mengulurkan lenganku dan menunjukkan kepadanya bahwa aku masih mengenakan gelang yang diberikan Lukas sebagai hadiah ulang tahunku setahun yang lalu. Gelang yang belum pernah aku lepaskan sejak aku pakai.
“Maksud lo?”
“Aku nggak pernah cerita ke kamu kalau Lukas ngasih gelang ini ke aku pas aku nganter dia ke bandara tahun lalu. Sejak itu, gelang ini nggak pernah aku lepas. Sampai sekarang. Even though I have Mas Stefan right now.”
Ekspresi Rena langsung berubah begitu mendengar penjelasanku. Aku memang menjalin hubungan dengan Mas Stefan, namun, perasaanku ke Lukas belum sepenuhnya hilang. Aku mencoba dan berharap, hubunganku dengan Mas Stefan akan menghilangkan perasaan itu.
“Jadi, lo nerima Stefan dan mau tinggal sama dia, bukan karena lo cinta sama dia?”
Aku menelan ludah. Apakah aku mencintai Mas Stefan? Aku sendiri masih tidak tahu apakah aku mencintainya sebesar perasaanku ke Lukas.
“Aku nggak tahu, Rena. Mungkin, dengan kami tinggal serumah, aku akan bisa ngelupain Lukas dan benar-benar mencintai Mas Stefan. Please, jangan paksa aku buat bilang apapun tentang ini.”
Kami saling berpandangan dan Rena, akhirnya hanya menghela napas.
“Pesen gue cuman satu, Sat. Forget about Lukas and give your heart to Stefan. Perasaan lo sama Lukas nggak akan kemana-mana kan? Ngapain juga sih lo masih nyimpen perasaan itu ke dia? Gue memang selalu ngedukung apapun keputusan lo, asal lo bahagia. Tapi, buat satu hal ini, gue musti bilang kalau gue kecewa sama lo.”
***
September 2012…
“Gue rasa, bukan lo yang beruntung, tapi cowok itu yang beruntung ngedapetin lo, Lukas.”
Lukas cuman ngasih gue his megawatt smile.
We haven’t talked for months, let alone see each other through video call. Tapi, entah kenapa, gue tiba-tiba pengen ngobrol sama dia dan pas Lukas ngasih tahu kalau dia lagi jalan sama cowok Italia bernama Fabio dan nunjukkin fotonya ke gue, gue ngerasa kalau apa yang gue simpen dari Lukas dan Satya, udah nggak ada pengaruhnya sekarang. Mereka udah bahagia sama pilihan mereka masing-masing. Terlepas dari bulan lalu yang bikin gue agak marah sama Satya karena dia masih nginget-nginget Lukas while he OFFICIALLY jalan sama Stefan. But, I can safely say that they both have moved on, right? Paling nggak, dari pihak Lukas. Satya juga bakal move on.
“I don’t think so, Rena. I think, I’m the lucky one for finding him. I’m happy, Rena.”
“I can see that, Lukas.”
“Gimana kabar Satya? Udah lama aku nggak pernah ngobrol lewat Skype lagi sama dia. I hope he’s doing fine.”
Ternyata, Lukas masih pengen tahu gimana kabar Satya.
“He’s doing fine, Lukas. Mungkin sibuk. Sekarang, dia dapet tawaran banyak banget buat private occasion, dan klien-kliennya juga bukan sembarang orang. He’s a well known singer in Bali right now.”
“He deserves it, Rena. Satya is very good at what he’s doing and I’m happy for him.”
He also has found someone else, Lukas.
“Tell me more about your boyfriend, Lukas! I want to see him someday when we Skype.”
***
October 2012…
“Stefan?”
“Ya?” sahutnya sambil mengalihkan perhatiannya dari iPad dan memandangku.
Aku memang sudah bisa menghilangkan embel-embel di depan nama Stefan dan dia bahkan sempat tertawa ketika akhirnya mendengarku memanggil namanya tanpa sebutan Mas. Aku mulai nyaman memanggilnya Stefan.
Kami sedang santai di taman belakang, menggelar tikar di bawah pohon dan berbaring bersisian. Aku selalu merasa gugup setiap kali kami berdekatan seperti ini. Entah kenapa. Mungkin, karena aku takut karena belum bisa mencintai Stefan sepenuhnya. Mungkin, karena nama Lukas masih sering terlintas di pikiranku.
“Have I said I love you?”
Stefan tersenyum. “Buat saya, semua yang kamu lakukan, keputusan kamu untuk tinggal sama saya, keluar dari RETRO dan ada di sisi saya setiap malam, jauh lebih berarti buat saya. Nggak masalah kalau kamu nggak pernah bilang, lagipula, saya juga sudah belajar kalau I love you itu sering hanya berupa ucapan saja. Kenapa kamu tiba-tiba tanya seperti itu?”
Aku menelan ludah dan tersenyum. “Because I love you, Stefan and I want you to know I say the words.”
Stefan mendekatkan wajahnya untuk mengecup keningku sebelum kembali memandangku. “I know.”
Saat Stefan mengucapkan itu, aku memandang dalam ke sepasang matanya dan merasa semakin yakin dengan apa yang baru aku katakan. Sejak pertemuanku dengan Rena, aku memang berusaha untuk melupakan Lukas, sepenuhnya. Berusaha untuk menggali perasaanku ke Stefan. Aku bahkan melepaskan gelang yang diberikan Lukas.
Aku sudah melepaskan Lukas dari hatiku.
***
November 2012…
“Kamu keberatan kalau kita nikah bulan Maret?” tanya Joddi pas kami lagi makan malam di Metis.
Gue natap Joddi dan ngedikkin bahu. “Orang tua kamu gimana? Kalau aku sih, karena sekarang kamu udah sering di Indonesia, kapan aja nggak masalah. March sounds good to me.”
Joddi keliatan kaget denger jawaban gue. “Kok kedengeran nggak antusias gitu? Kamu masih mau nikah sama aku kan?”
“Gue kan nggak mungkin jingkrak-jingkrak kayak orang gila disini, Jod.”
Joddi senyum. “Aku nggak nyangka kamu bakal setenang ini, Rena. Biasanya, calon mempelai wanita yang paling ribut dan ribet kalau udah nyangkut masalah nikah.”
“Well, sorry to disappoint you Mr. Joddi Spencer.”
Joddi cuman bisa ketawa dan ngeliat dia ketawa, bikin gue juga nggak bisa nahan senyum. Who would have thought that this things is happening to me right now?
“I love you, Rena. I will never get tired of saying that.”
I’m not a woman who gets flattered easily, but somehow, Joddi really knows how to do it. Ucapan “I love you”-nya itu mungkin kedengeran sama aja kayak kalau yang bilang cowok lain, tapi buatku, it sounds different. Mungkin, karena gue memang udah jatuh cinta setengah mati sama Joddi, begitu juga sebaliknya, jadi gue sama sekali nggak ragu kalau dia bilang yang sesungguhnya.
“Udah ah, gombalannya dilanjut lagi ntar. Let’s finish our dinner.”
***
December 2012…
“Nikahan gue jadinya bulan Maret, Sat. Lo kosongin jadwal lo buat tanggal 16 ya? Pokoknya, gue nggak mau tahu, lo harus dateng dan perform di nikahan gue. Free of charge. Gue nggak mau nerima alasan apapun. Lo harus nyanyi.”
Aku dan Stefan hanya tertawa ketika kami berempat makan malam di Biku.
“Poor Satya,” ucap Joddi. “Aku nggak nyangka calon istriku bisa jadi begitu kejamnya sama sahabatnya sendiri. Nggak usah khawatir, Satya, I’ll figure something out behind Rena’s back.”
Rena segera mencubit pinggang Joddi. “Awas ya kalau alokasi buat Stuart Weitzmanku dikasih Satya?”
Kami kembali tertawa. Ide makan malam ini memang datang dari Rena. Ketika aku menceritakan ini ke Stefan, dia langsung setuju. So, here we are.
“Kalian berdua memang beneran adorable deh. Can’t wait to see you in your wedding dress, Rena. Dan Joddi, aku nggak akan pernah bosen bilang kalau kamu itu beneran luar biasa bisa bikin Rena sampai mau nikah. Aku sendiri nggak percaya Rena mau nikah.”
“Eh, Joddi juga nggak gampang kali buat dapetin gue. Tapi, gue memang salut sama keberanian dia,” ucap Rena sambil menyentuh pipi Joddi.
Stefan berdehem. “Satya, saya berharap bisa menahan diri untuk nggak melakukan itu sekarang.”
“Kenapa harus ditahan, Stefan? Aku pikir, nggak akan ada yang peduli juga,” sahut Joddi.
“Saya cuma bercanda.”
“Eh, Stefan, lo nggak mau ngeresmiin hubungan lo sama Satya di Belanda?”
Rasanya, tubuhku langsung membeku begitu mendengar Rena mengucapkan itu. Aku tidak berani memandang Stefan, karena aku yakin, dia juga pasti terkejut dengan pertanyaan Rena. Aku hanya berharap, Stefan tidak berpikir lebih jauh tentang ini.
***
January 2013…
“Kenapa kamu belum bilang juga, Rena? Kamu udah nggak nyimpen perasaan itu lagi sama Lukas kan?”
Setelah nyimpen ini sekian lama, gue akhirnya mutusin buat cerita ke Joddi. After all, he’s going to be my husband, right? Gue nggak mau ada rahasia apapun yang gue masih simpen. Joddi punya hak buat tahu semuanya, termasuk tentang Lukas dan Satya. Gue cuma takut kalau Joddi jadi overreacting. Our wedding is 2 months away.
And he was overreacting. Gue bisa liat kalau dia kaget sekaligus nggak nyangka, gue nggak cerita ini sejak awal.
“Karena gue masih belum siap buat kehilangan Satya, Jod. He’s my best friend. Dan gue masih mau dia dateng ke nikahan kita. Dan soal Lukas, gue bisa bilang supaya lo nggak perlu khawatir. Perasaan gue ke Lukas udah lama mati.”
“Still, you lied to them and TO ME! How could you do that to your best friend, Rena?”
Gue cuman diem.
“If you were in my position, you would know how I exactly feel. Gue pengen nurutin ego gue and I did. Lo nggak tahu betapa gue ngerasa bersalah begitu tahu kalau perasaan mereka nggak cuman sementara. Gue nunggu, Jod. Gue nunggu sampai mereka nemuin kebahagiaan mereka masing-masing dan gue nunggu, apa yang mereka rasain ilang.”
“Dan sekarang kamu siap kehilangan mereka karena kamu udah ada aku?”
“Karena mereka udah punya pasangan masing-masing, jadi, gue rasa, apa yang bakal gue bilang, nggak akan ngaruh ke mereka.”
Joddi diem. Tapi, dari tatapan dia ke gue, gue tahu kalau gue salah baru cerita ke dia sekarang. I should’ve told him earlier. Sekarang, gue sama sekali nggak tahu apakah karena ini gue juga harus kehilangan Joddi atau nggak. Gue masih nunggu apa yang bakal gue dapet dari Joddi.
“Aku masih mau kita nikah, Rena. You know I love you. Tapi, pernikahan itu nggak akan pernah ada sebelum kamu bilang ke Lukas atau Satya tentang ini. You lie to them, Rena. And TO ME! Aku nggak mau ada rahasia di hari pernikahan kita. Either you tell them or we postpone our wedding.”
Joddi langsung pergi setelah dia bilang begitu. Just like that.
Gue berusaha buat nggak nangis, tapi akhirnya, gue nggak bisa. Yang gue sesalin bukan cuman karena gue udah bohong ke Lukas atau Satya, tapi, karena kebohongan gue, Joddi jadi ikut ngerasain apa yang seharusnya nggak ada.
Gue bingung…bener-bener bingung….
Another update Mungkin, ini single post terpanjang yg pernah aku post dan mungkin, bakal banyak yg geregetan setelah baca post yg ini, hehehe. Tapi, dari awal, memang mau dibikin formatnya seperti ini, bukan karena pengen cepet2 dikelarin. menurutku, cukup tepat merangkum apa yg terjadi dalam kehidupan Satya, Rena dan Lukas, in a year, dalam short chapter seperti ini. Their most important moments
@hwankyung69 : ah, cowok juga cepet ganti halaman kok #eh
@somewhereouthere : mari kita berharap yang terbaik untuk Rena dan Satya ya? #apasih
@farizpratama7 : Itu versi kamu kan ya? Boleh juga tuh
@Adam08 : Hahahaha. Tetep ya?
@nakashima : kalau kamu maunya begitu ya nggak papa, nanti coba kita liat, sama nggak maunya kamu sama maunya aku )
@yeltz : Well, I have my bitchy side, you know
@steve_hendra : Sama-sama
@adam25 : Hahaha, masak sih? Nyari dong yg kayak Pak Stefan
@Venussalacca : Kok pasrah gitu? hahahaha
@arieat : Lah, kenapa malah jatuh cinta sama Joddi? Lol
@masdabudd : Belom. Males ah. Next time, lgsg tunjukkin ya? Aku kan udah berbaik hati posting, kadang2 dua chapter lagi Lukas kapan ke Bali? Nnati coba aku tanyain ya? hihihihi
@obay : Hahaha, we'll see
@Emtidi : Iya, so sweet banget kayak aku #MintaDitamparSamaBakiak
@timmysuryo : kenapa wow wow wow gitu?
@kiki_h_n : Loh, mau dipanggil Om atau Grandpa kan malah lebih parah to? )
@yubdi : Hahaha. jadi, team Rena-Lukas atau Rena-Joddi nih?
@andhi90 : kalaupun yg ini nggak bikin galau, well, berarti cerita selanjutnya, aku siksa tokoh utamanya tanpa ampun ya? Dijamin, tisu satu kotak pasti kurang deh, hahahaha *kayak udah ada ide baru aja*
@chandisch : Setuju!! Hahahaha, itu sih mungkin bayangan kamu aja. Tapi, aku sampai jatuh cinta sama karakterku sendiri loh di cerita ini. Pertama kalinya! Tokoh yang mana? Rahasia. Ntar kalu udah kelar, kalau masih ada yg nanya, pasti aku jawab, hehehe
@DiFer : Ini kok pada ngebujukin Rena supaya nerima Joddi ya? hahahaha. Yep, selalu ada yg harus diperjuangkan dalam cinta
@ardi_cukup : hahaha
@tyo_ary : Lol. Nggak aneh kan ya?
@zackattack : Lah, emang dipelintir kayak gimana sih? hahaha. Iya, tahu. Aku kan juga aktif di travelling community, jd udah ketemu cowok dari mana aja, just name it and mostly are European and I know, European guys are yummy. Tiap negara punya karakteristik dan ke-hot-an tersendiri, hahaha #KokMalahBahasCowokSih Spaniard, Swiss, German, on top of my list. Oh, Danish!
@rebelicious : Hahaha, kan banyak tuh cerita2 lain yang aku yakin kamu pasti ada yg suka. I think, I've had enough after 2 years posting in gay forums
@Klanting801 : Gak meyakinkan gimana?
@tama_putra : Hahahaha. Bukannya dari awal ya keliatan kalau Rena itu slut? lol
@Leotama01 : Thank you!!
colek2
@the_angel_of_hell @rarasipau @honest @alvian_reimond @jakasembung @bebong @fenan_d @sky_borriello @bponkh @st34dy @pokemon @adzhar @yuzz @Adra_84 @cmedcmed @Zhar12 @YuuReichi @WinteRose @kyiskoiwai @RifqiAdinagoro @caetsith @tialawliet @kim_kei @totalfreak @faghag @DarrenHat @LordNike @iboobb7 @marobmar
So.... Rena, siap2 tuk kehilangan sahabat walau sementara.
konfliknya sudah meledak sodara2 !!!!
YIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIHAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA . . . . . CETAAARRR CETAAAARRR *pecut rena*
Tapi tetep bagus kok
Berapa part lagi nih endingnya?
gara gara ego dia, banyak orang yang akan menderita...
btw, kok Stefan kenal Pattrick ya?? dan masih belum ada penjelasannya