It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
RT om @pokemon,, ntar pasti pada jambak-jambakan trus saling pukul pake heels ) )
Nb : gw napa ga dimention coba ? Mau gw teror ape hah ? *nyiapin santet*
Kalo ngupdate saya dimention y om @abiyasha
setuju ga setuju, umh.. yaa.. gatau dah mau ngomong apa lagi..
*ketinggalan 5 err..apa 6 chapter ya..xixixi
Ho uwo aku rindu, katakan padanya aku rindu.. #tabuhgendang
Semoga cepetan terungkap kebohongan Rena ini! (˘ʃƪ˘)
baca2 komen byk bgt yg sebel ma rena ckckckc *pukpuk rena*
awal2 aq suka gaya nya rena dia cool bestfriend tp pas dia mule nurutin "love is blind" nya ngejahatin satya ma lukas jd ikutan sebel..tp g tau knp aq ngerasa seru nya cerita ini gara2 rena nya karakter dia kuat bgt dibnding lukas ato satya mpe setiap pov nya dia bnr2 kerasa bgt..klo ini cerita superhero rena tu kaya "penjaha"t plg hebat dah #ganyambung
part yg diwaterfall kayanya romatis bgt mpe semua yg baca pd ikutan senyum2
g kebayang dh gmn marahnya satya klo tau shbt nya boong
goodluck rena semoga berhasil misahin satya ma lukas #eeeh
psti jd tmbah seru cerita nya
aq blm dpt bayangan ni gmn "wow" nya lukas mpe direbutin gt ) kira kaya siapa yah?kaya cowo yg di mv beginya taylor swift?? itu cakep bgt
Udah hampir lima menit gue berdiri di depan pintu sambil nenteng paper bag berisi Danish Pastry yang gue beli buat Lukas. Kalau gue nggak ingat lagi ada dimana dan buat apa gue kesini, mungkin paper bag ini udah berakhir di tempat sampah. Gimana gue bisa masuk kalau dari sini aja, gue bisa denger suara ketawa Lukas, yang kayaknya lagi cerita sesuatu yang lucu ke Satya? Bahkan, buat ngeraih handle pintu aja gue nggak sanggup.
I never thought that this feeling would haunt me like this.
Gue akhirnya ambil napas, sebelum pelan-pelan, ngeraih handle pintu dan ngebuka kamar Lukas.
Udah tiga hari ini Lukas di Rumah Sakit. Dia kena virus yang nyerang pencernaannya and I can’t remember the name of the virus. And I don’t fucking care with the name! Selama tiga hari ini, gue selalu gantian sama Satya buat jagain Lukas. Dia jagain Lukas kalau pagi sampai gue balik dari hotel, dan gue jagain Lukas pas Satya kerja sebelum Satya balik lagi buat jagain Lukas sampai pagi. Lukas nggak punya siapa-siapa di Bali dan gue, sekalipun nggak suka liat Satya jagain Lukas, gue juga nggak bisa percaya sama orang lain buat jagain dia. Even though Lukas was insisted that he would be fine by himself. So, here I am. Berasa kayak dilema karena di satu sisi, gue pengen bisa jagain Lukas terus but, it’s, of course, impossible, tapi, di sisi lain, gue tenang karena Satya yang jagain dia, bukan orang lain.
“Lagi bahas apaan sih? Kayaknya seru banget.”
Gue langsung hampirin Lukas, yang lagi sandaran dengan disangga bantal, sementara Satya duduk di kursi di sebelahnya. Gue cipika-cipiki keduanya sebelum duduk di ujung tempat tidur Lukas.
“Lukas lagi cerita tentang masa kecil dia waktu pertama kali belajar renang and how annoying he was with his sisters in the pool.”
Lukas ngasih gue his megawatt smile dan gue cuman bales dia dengan senyum tipis gue. “Kalau kamu capek, kamu nggak perlu kesini, Rena. You need your beauty sleep.”
“I am beautiful already, I don’t need my beauty sleep that much,” jawab gue ngasal yang dibales Lukas dengan tawa kecil. Gue ngalihin pandangan gue ke Satya. “Gimana tadi pagi, Sat? Udah nanya Dokternya kapan Lukas boleh balik?”
“Lusa katanya udah boleh pulang cuma ya itu, harus diingetin terus tentang apa yang boleh dan nggak boleh dia makan sampai dia bener-bener sembuh. Kalau pas di hotel sih, kamu mungkin bisa ngingetin dia, tapi kalau udah di kos? Aku nggak yakin Lukas bakal nurut nasehat Dokter.”
“So, what are you guys talking about? I know you must be talking about me.”
Gue sama Satya gantian mandangin Lukas. “Lo musti jaga makanan lo sepulang dari sini. Sampai lo bener-bener sembuh.”
“Well, I can do that.”
“And you still can’t drink something cold, Lukas. At least for awhile.”
Kali ini, Lukas gantian yang mandang Satya dengan tatapan kaget. “What? I still can’t drink cold drinks? That’s absurd!”
“Ya nggak perlu panas-panas juga, pokoknya, lo nggak boleh minum minuman dingin sampai lo bener-bener sembuh.”
“Oh God!”
Gue sama Satya cuman bisa ketawa liat reaksi Lukas kayak gitu.
Paper bag yang gue bawa tadi udah ada di samping meja dan gue nggak pernah ngelepasin pandangan gue dari Lukas maupun Satya. Gimana kalau mereka sama-sama tahu kalau gue bohong? Yang lebih gue takutin, gimana kalau mereka malah udah saling bilang suka satu sama lain?
My biggest fear.
“Kamu kenapa Rena? Kok geleng-geleng kepala kayak gitu.”
Gue senyum. “It’s nothing. Just had some thoughts.”
“Okelah kalau gitu, aku pulang dulu ya? Nanti abis performance, aku langsung kesini, supaya kamu bisa pulang dan istirahat. Kalau kamu capek, besok pagi nggak usah lah kesini, Ren. I’ll be fine nungguin Lukas sampai kamu pulang.”
“Lo yakin? Liat besok deh, ntar gue sms. Lagian, besok juga Jumat, Sat. Gue bisa langsung kesini pulang dari kantor dan lo kesini Sabtu pagi aja sekalian nemenin Lukas balik.”
“Kamu yakin mau nginep disini?”
Gue ngangguk. “I’m fine. Lagian cuman semalem kan?”
Gue liat Satya agak sedikit ragu-ragu, tapi, gue bisa senyum ketika akhirnya dia nganggukin kepalanya.
“Oke deh, kalau memang itu mau kamu.”
Gue kemudian liat Satya pamitan sama Lukas and they just shook hands. No hugs. Sekalipun gitu, gue tetep ngerasa, kalau mereka berdua sama-sama tahu bahwa mereka sama-sama suka. Woman’s instinct. Atau, mungkin ini cuman karena gue terlalu banyak nonton komedi romantis, jadi pikiran gue selalu mikir yang nggak-nggak.
Begitu Satya pergi, gue duduk di kursi yang tadi didudukin Satya dan Lukas, keliatan agak berantakan, karena sejak di Rumah Sakit, dia sepertinya belum shaving. Rambutnya juga agak berantakan. Pengen banget rasanya gue ngerapiin rambutnya itu pakai tangan gue. Tapi, gue tahu, Lukas pasti nggak bakal suka. He still looks adorable though. Kapan lagi gue bisa liat Lukas berantakan kayak gini? Dia nggak mungkin berantakan kan kalau pas di hotel?
“Rena, you really don’t have to stay here. I’m fine.”
Gue nggak tahu udah berapa kali Lukas ngomong gitu ke gue dan tanggepan gue bakal tetep sama. Gue cuman harus kasih pandangan judes gue ke Lukas dan dia bakal langsung diem. Lagipula, gue juga nggak keberatan nungguin dia disini. Apa sih yang harus diberatin nungguin cowok kayak Lukas? Gue juga nggak mungkin bisa ngelakuin ini kalau dia sehat walafiat. Bukan berarti gue seneng lihat Lukas sakit ya, tapi, ini kesempatan gue bisa nungguin Lukas dan ngobrol macem-macem sama dia. Call me a bitch and I won’t mind at all. After all, I am already a bitch, right?
Satu-satunya yang bikin gue keberatan, jelas kebohongan gue. Beberapa kali, gue hampir ngebongkar kebohongan gue sendiri. But thank God, it didn’t happen.
“I hope you didn’t do something stupid, Lukas when I’m away.”
Gue memang punya maksud buat mancing Lukas dengan pernyataan itu. Gue tahu, kalau Lukas bisa cerita tentang his sexual orientation ke gue, hal lain-lain yang berhubungan dengan itu pun pasti bakal diceritain ke gue. He puts his trust in me. Gue cuman pengen tahu sejauh mana Lukas udah bisa ngilangin perasaan sukanya ke Satya tanpa gue harus nanya dengan gamblang. Atau paling nggak, sejauh mana usaha dia buat ngelupain Satya.
Lukas cuman senyum tipis ke gue sebelum dia ngalihin pandangannya dari gue ke jendela di depan gue, yang tentu aja gelap karena udah malam.
“It’s hard, Rena.”
Meski gue nggak tahu apa yang sebenernya dirasain atau dipikirin Lukas, dari kalimat pendek itu aja, gue bisa ngerasain betapa susahnya buat Lukas nyimpen ini. Ngeliat dia kayak gini, gue jadi ngerasa bersalah and this is not the first time I see him like this. And I believe, this is not gonna be the last. Ada bagian dari diri gue yang bentak-bentak gue supaya ngasih tahu aja ke Lukas hal yang sebenernya. Tapi, sisi gue yang lain, juga nggak mau kalah. Another part of me is yelling at me to keep this secret. You love him, Rena! If you can’t get Lukas, neither does Satya. Isn’t all in love is fair?
“Gue tahu, tapi, lo juga musti mikirin diri lo sendiri. I mean, you know he’s not gonna change right? Gue cuman nggak mau lo jadi makin kecewa dan sakit hati nanti. I don’t want you to get hurt, Lukas.”
Gue ngulurin tangan gue dan megang tangan Lukas. I know, Lukas would only take this as a friendship gesture. Even though deep inside me, I really want him to acknowledge me more than a friend to him, but, having this chance to touch him and feel his skin against mine, that’s enough for me. Kalau itu bikin gue jadi orang munafik, then be it. Lagipula, sebutan apa yang lebih tepat buat gue selain bitch and hypocrite in one sentence?
“I know,” then, he gave me his megawatt smile again. “Thanks for letting me know, Rena and thanks for being someone I can trust.”
Gue cuman bisa senyum. “It’s okay. Kalau lo mau cerita ke gue, tentang apapun, cerita aja. Gue pasti jaga rahasia lo.”
“You remind me of Jan.”
Gue ngerutin dahi. “Siapa Jan?”
“My ex. I can say that he’s my first real boyfriend. I mean, we had a real relationship. Dan aku ingat betapa sakitnya ketika hubungan kami berakhir.”
Lukas belum pernah cerita apapun tentang Jan ataupun his love history to me. Dan sekarang dia cerita tentang Jan tanpa gue minta, bikin gue sedikit lega. At least, dia cerita karena dia pengen.
“Kenapa lo putus sama dia?”
“He had to move to Chicago and both of us, couldn’t stand having long distance relationship. Kadang, kami masih berhubungan lewat email, just say hi. He’s happy now, with another man. And here I am now, falling in love with a straight man. I’m happy for what I feel but not for the undeniable fact that I can’t show it to Satya.”
Gue diem. A big slap.
Sekalipun Lukas ngucapin kalimat terakhir itu dengan nada yang ringan, gue bisa nangkep kalau itu usaha dia buat nertawain dirinya sendiri. How silly it is for him to fall in love with a straight man. Gue berusaha buat nggak nunjukkin emosi apapun. This is worse than I thought. Tapi, nggak ada cara lain buat gue selain keep this secret, entah sampai kapan. Lukas tinggal tiga bulan lagi di Bali and in the meantime, gue nggak bakal kuat kalau dia benci sama gue terus hubungan gue jadi rusak. No, I have to keep this secret longer. Gue nggak tahu sampai kapan.
“Kenapa lo milih di Bali kalau gitu? Lo tahu gimana negara gue mandang orang-orang kayak lo. Diluar keinginan lo buat bisa surfing, masih banyak negara lain yang bisa lo pilih buat training, yang nggak keberatan sama orientasi lo.”
Lukas just let out a sigh.
“I never thought that far, Rena. Dan aku nggak pernah punya rencana untuk jatuh cinta disini setelah apa yang terjadi sama Jan. Aku juga sadar kalau aku disini hanya 8 bulan, I don’t want to have a relationship that will only last for months. I want to have a real relationship.”
Nah!
“Dan kenapa lo nggak pakai alasan itu buat ngubah perasaan lo sama Satya?” tiba-tiba aja, kalimat itu langsung keluar dari mulut gue begitu denger kalimat Lukas. “Gue nggak bermaksud kejem sama lo, don’t take it the wrong way, but, Satya could be no exception, right? Karena kalaupun lo punya hubungan sama Satya, it will only last for months. Percaya sama gue, kalau Satya juga benci sama yang namanya long distance.”
Lukas mandang gue dan pas Lukas ngelakuin itu, gue bener-bener bisa ngerasain gimana rasanya nyimpen rahasia dari orang yang percaya sama lo. It sucks! Gue ngerasa jadi tokoh antagonis di film-film romantis. Mungkin, gue harus dapet Oscar buat akting gue ini.
“You’re right, Rena. Tapi, kamu juga harus tahu kalau kamu hanya tahu dari apa yang aku ceritakan. You don’t know what I’m feeling, right? Aku juga nggak tahu, misal Satya seorang gay, apakah kami akan bisa jadi pasangan. A kind of relationship that I want. But, so far, what I’m feeling for him is something I haven’t felt before. Not even with Jan. This is…something new and different for me.”
Lagi-lagi, gue diem. Another big slap.
Do you know how hard it is for me, Lukas? To see you longing like that for Satya, while I know exactly, Satya feels the same way? But, do you know that I love you too, something I want you to know but something I can’t tell you and something you can’t accept. Simply because you will never love me back and you’re in love with my best friend. MY BEST FUCKING FRIEND!
“Gue nggak bisa ngatur hidup lo, karena gue nggak punya hak buat itu. Tapi gue juga nggak mau lo sakit hati dan kecewa. But, I guess, you’re ready for it, aren’t you?”
Lukas cuman senyum. “When you fall in love, you’re ready to be disappointed and get hurt. Falling in love is a risky thing, Rena. But then again, I’m not gonna be the only one, right? Kalau memang konsekuensi dari perasaanku ke Satya adalah tahu bahwa aku nggak akan bisa punya hubungan sama dia, then be it. That’s the consequence I have to take and I don’t mind at all.”
Gue dan Lukas saling pandang.
Sekarang gue tahu kenapa orang make a big deal of unrequited love. Karena saat ini, gue lagi ada di posisi itu. Posisi dimana gue nggak akan pernah bisa ngedapetin cinta orang yang gue suka and at the same time, gue bohong sama orang itu dan sahabat gue.
You are allowed to stone me, people.