Mencoba bikin cerita serius, tapi masih gak begitu jelas arahnya, pokoknya ngalir gitu aja deh. EYD gak tau dah bener belom, istilah2nya, plotnya.
Maaf kalo banyak kurangnya, terutama yang gak suka sejarah. (Apalagi yang gak suka gw .. hiks)
Title : Serpihan Pelangi di Langit Singhasari
Genre : Fiksi Sejarah (sekali lagi, FIKSI)
Serpihan : 1 - Merah (page 1) - Amarah
2 - Jingga (page 1) -
3 - Kuning (page ) - Peringatan
4 - Hijau (page )
5 - Biru (page ) - Nafsu
6 - Nila (page )
7 - Ungu (page ) - Kesedihan
8 - Hitam (page ) - Kehampaan
9 - Putih (page ) - Awal Baru
Serpihan 1 – Merah
Trraakk. Suara cawan beradu dengan dengan meja di kedai tuak. Di sudut yang remang, Kebo Ijo duduk dengan gelisah. Wajahnya nampak suram, seperti pelita yang habis minyaknya.
“Ini tidak adil”, pikirnya.
Kediri ternyata lebih memilih mengangkat Akuwu boneka yang tak lebih dari seorang rampok. Berapa banyak rakyat Tumapel yang mesti kehilangan harta berharga dan perawan tercantik mereka. Rasanya tak sudi ia beroleh junjungan yang tak pantas dihormati.
Ia, seorang Ksatria yang hanya berpangkat tamtama. Mestinya ia beroleh pangkat tinggi sebagai perwira.Tapi seberapa keraspun ia berusaha, takkan ia peroleh pangkat perwira. Seluruh perwira itu, diisi oleh anak-anak Tunggul Ametung.
Kabar terakhir yang ia dengar, sang Akuwu Tumapel membawa pulang seorang paramesywari. Perawan tercantik di seluruh negeri, Dedes putri brahmana Mpu Parwa. Ia yakin sepenuhnya, Mpu Parwa tak mungkin sukarela menyerahkan Dedes kepada tua bangka Tunggul Ametung.
Ia memikirkan sebuah rencana untuk menggulingkan kekuasaan Tunggul Ametung. Untuk itu, ia membutuhkan seorang pandai yang dapat mengatur strategi untuknya. Satu-satunya orang terpandai di Tumapel adalah Mpu Gandring. Seorang yang tak hanya hafal rontal, tetapi juga seorang pandai besi yang handal. Ia tak hanya akan mendapat suatu taktik jitu, tetapi juga beroleh senjata yang mumpuni.
Sudah ia bulatkan tekad, esok pagi ia akan menemui Mpu Gandring. Ia berharap bahwa Mpu Gandring akan berpikir sejalan dengannya. Dicecapnya cawan tuak untuk terakhir kali. Kemudian ia beranjak menghilang di kegelapan malam.
Comments
moga gak kayak lapak jangan dibaca ye..
Untuk pengunjung pertama silahkan pilih hadiahnya : BeHa bersilet atau Cambuk milik @Silverrain
Esok paginya, Kebo Ijo mantap melangkahkan kaki menuju rumah Mpu Gandring. Sang pandai besi yang masyhur itu nampak di belakang rumah. Di dadanya tersemat lambang Hyang Pancagina, sebuah bintang segi lima sebesar telapak tangan dihiasi rangkaian daun beringin yang terbuat dari emas. Pada lehernya terikat selendang kuning, terikat pada pinggang sebelah kiri.
“Dirgahayu, Mpu”, sapa Kebo Ijo.
“Dirgahayu”, balas Mpu Gandring.
“Apa gerangan yang membawa seorang Kebo Ijo untuk berkenan singgah di gubuk sahaya?”
“Hanya selintas pikiran yang memberatkan hati sahaya, Mpu. Semoga Mpu berkenan meringankan hati sahaya, mendengarkan keluh kesah yang tiada berguna”, jawab Kebo Ijo.
“Bila sanggup membantu, tiadalah mengapa sahaya dengarkan keluh kesah anda”, kata Mpu Gandring
Merekapun masuk ke bilik di rumah Mpu Gandring. Segala isi hati Kebo Ijo pun tercurah, tak tersisa sedikitpun. Raut wajah penuh kelegaan tersirat sesudah habis ia berkisah. Mpu Gandring hanya terdiam memegang jenggotnya sambil memandang jauh. Hening beberapa saat menyelimuti keduanya. Kebo Ijo mulai didera putus asa.
“Baiklah, sahaya akan berusaha membantu anda. Sahaya akan pikirkan segala strateginya. Anda tinggal menunggu petunjuk dari sahaya”, akhirnya Mpu Gandring membuka suara.
“Terima kasih, Mpu. Semoga Hyang Wisnu berkenan melimpahkan restunya”, jawab Kebo Ijo penuh kelegaan.
Kebo Ijo pun haturkan diri pamit dari griya Mpu Gandring. Wajahnya nampak sedikit cerah. Selangkah lagi, akan diraihnya segala asanya.
Manusia bisa berencana, tapi Tuhan punya kuasa. Akan tiba masa dimana Kebo Ijo akan bertemu seorang manusia yang tidak hanya meruntuhkan dunianya, tetapi juga meruntuhkan hatinya.
minta mention nya ya om @bi_ngung
colek bang @yuzz )
kagak liat apa tu nama ane ada di paling atas..
#pasang beha bersilet hasil pertamax
(¬.¬͡)
*merhatiin abang2 ber-BH*
hehehe
mana mana abang2 ber BH??
#clingak clinguk
#benerin tali kutang
Otak gw udah terlanjut diset ke mode somplak.
Please god, give me an idea .. *buru2 putar bokep
ayo deh dilanjut, udah enak kok bayanginnya, apalagi ane imajiner orangnya..
kalo jalan ke wilayah kraton suka byangin, kalo jaman dulu kayak gmana ya..dsb.
ntr ada bdsm nya gak?
emang ngefek? logikanya mana. @bi_ngung aku, kecuali kostum pemain bokepnya ala mojopait.
Tumapel sedang bergolak. Pemberontakan terjadi di seluruh penjuru negeri. Pemberontakan yang dipimpin Borang, Arih arih dan Santing ini bagaikan kepala Hydra yang ketika ditebas, akan tumbuh lebih banyak lagi kepala yang lain. Bukan hanya itu, kawula Tumapel pun sepertinya lebih memihak kepada mereka. Ia beroleh keyakinan kalau mereka itu sebenarnya orang yang sama, hanya beralih nama saja.
Perlahan ia meraba lehernya. Meskipun seorang Ksatria ia memakai kalung berhias Hyang Pancagina, lambang dewa kaum Sudra pelindung pandai besi, pandai tembaga, tukang kayu, pelukis dan pandai emas. Kalung ini ia peroleh dari Mpu Gandring, sebagai tanda bersekutu.
Malam ini ia bertugas di Hutan Kali Brantas bersama pasukan Kidang Telarung. Sang Akuwu sendiri mengurung diri di pekuwuan. Ia masih berduka atas gugurnya Kidang Handayani dan Kidang Gumelar. Setiap hari hanya mabuk dan berkeluh kesah saja kerjanya.
Pekuwuan sendiri makin diperketat penjagaannya. Kebo Ijo mendengar bahwa Kediri melalui Dang Hyang Lohgawe, telah mengirim untusan untuk membantu memadamkan pemberontakan di Tumapel. Kalau tak salah dengar, Arok namanya. Ia sendiri belum pernah bertatap muka langsung dengannya. Hanya ia dengar bahwa Arok tak hanya mumpuni dalam olah kanuragan, tetapi juga menguasai rontal sanskerta. Seorang brahmana muda yang berasal dari kaum Sudra.
Tiba-tiba terlintas satu niatan buruk. Dalam pikiran Kebo Ijo, andai semua Kidang telah tiada tentulah ia bisa lebih cepat mencapai posisi strategis. Dilihatnya Kidang Telarung yang tengah terlelap di dekat api unggun. Disiapkannya sumpit beracun yang dibawanya dalam kantong. Dilihatnya situasi sekitar, kemudian ia pun menyelinap. Dalam sekali tiupan, sekejap saja sumpit itu mengenai tengkuk Kidang Telarung. Terlihat putra Akuwu itu terbangun, kemudian berjalan dengan limbung. Kebo Ijo segera hunus kerisnya dan menusuk Kidang Telarung.
Apa yang tak Kebo Ijo sadari, bahwa hal itu merupakan kesalahan terbesarnya. Pikiran piciknya itu, merupakan awal dari kehancuran strategi yang telah dibangunnya bersama Mpu Gandring.