It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Yg satu blm klar ad lg yg laen. @tamagokill q coba sbisa mngkin dah
Akhirnya ga ketebak bgt
Arshan nya jadi milik Ardan aja yah,dia juga berperan besar tuh.
kereeen ceritanya.
ditunggu kisah selanjutnya.
Bro santay emang TOP dah...
Jadikan aku pacarmu donk! Hihihi...
@Gabriel_Valiant gak ah. Cukup sekian dan terima kasih, hihi
@pria_apa_adanya thx dah baca bray. Sip ntar tak mention.
@tamagokill tenkyu nak. Papi msh pangling sm pp-mu itu lhooo...
@yuzz makasih...
@Venussalacca tenkyu bray.
@heavenstar hahaha. thx,
@Handikasendave tenky, tenkyu.
@angelofgay siap bray!
@scarlet36 capek bikin series-nya bray, hehe
@andhi90 bukan kok jeung. Ms kisah pribadi sih? Emang eike keren apipah?
@dundileo thx bang.
@gleeaming hahaha. Maunya sih ada FTV gay-themed
@dewaa91 makasiong jeung.
@jerukbali oooww dirimu ajiseta toh??
@shuda2001 ikutan speechless
@azzakep tenkyu bray.
@Ozy_Permana tenks dah baca.
@Adam08 makasih nak
@orangemonkey thx dah baca bray.
@Han_Gaozu ini aja udah panjang bray...
@Xavier224 hehehe, sip.
@ularuskasurius huh! Dikau memang perayu uda!
Putus.
Gue menelan ludah. Gue menatap Deri nanar.
"Ya, kita break dulu," ucap Deri yakin.
"Haruskah?"
"Gue butuh ruang untuk sendiri, Fian."
"Tapi nggak mesti putus kan? Aku nggak akan ganggu kamu beberapa hari ke depan, tapi jangan break yaa..." pintaku memelas.
"Itu keputusan aku."
Gue menghela nafas berat. Seperti biasa, gue selalu nggak bisa mengubah keputusan Deri. Gue sayang dia dan akan ngelakuin supaya dia happy.
"Oke. Berapa lama kamu butuh sendiri?"
"Nggak pasti."
Gue pengen ditelan bumi saat ini juga!
***
Tiga hari berlalu...
Rasanya sangat menyakitkan tanpa Deri. Hidup gue rasanya hampa banget nggak ada pesan sayang dari dia.
Jenuh. Satu kata yang gue rasakan saat ini. Waktu bergulir begitu lambat. Gue tersiksa banget. Baru tiga hari saja rasanya udah nggak ketemu selama sebulan.
Seminggu berlalu...
Gue benar-benar udah nggak sanggup membendung kerinduan ini.
Persetan sama keinginannya untuk sendiri! Gue butuh dia sekarang. Minimal dengar suaranya, titik!
Gue menelepon Deri. Berkali-kali gue telepon, dia nggak angkat juga.
Shit, gue menggerutu.
Tapi gue nggak putus asa. Tetap mencoba menghubungi dia dengan harapan panggilan gue bakal diangkat.
Tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk, dari nomer yang nggak dikenal. Ternyata dari Deri.
Deri:
Fian, plis, jangan ganggu gue. Bknnya kita udh sepakat untuk nggak komunikasi skrg?
Gue:
Tp aku rindu kamu sangat. I miss u so bad,
Nggak dibalas.
Gue:
ini nggk adil, Der. Kmrin itu cm masalah kecilkan? Knp sanksi yg aku terima nggak setimpal sih???
Deri (kini ia membalas dengan nomernya):
Elu nggak mau dengar omongan gue. Gue gk suka itu!
Gue:
Toni itu tman aku. Ms km jeles sm dia sih? Aku aja nggak pernh melarang km untk jln sm siapapun krn komitmen kita untk saling percy kan?
Deri:
Jd gue gk boleh cemburu gt? Elu gk suka gue cemburu gt?!
Gue:
Bkn gt, Der. Aku sk km cemburu krn itu tanda cinta. Cm liat2 jg dong siapa yg km cemburui? Toni itu sohib aku. Km tahu itu!
Deri:
Ttp gue gk suka. Elu itu sharusnya dengar gue bkn dia. Plis respect n trust ur man!
Gue:
Selama ini gue selalu respek n percaya elu, Der. Br sekali kok gue nentang elu, krn emang kmrn itu kondisiny beda. Gue kan udh ksh penjelasan ke elu? Ya udahlah, sorry kalo elu gk suka. Nite!
Amarah gue meledak. Kerinduan gue berubah jadi kemarahan.
***
Gue sama Deri sudah tujuh bulan pacaran. Gue sayang banget sama dia karena cukup panjang perjuangan gue buat ngedapetin dia. Perkenalan kami bermula dari chat di facebook. Setelah itu kopi darat. Gue surprise banget pertama kali liat dia. Ternyata face dia melebihi ekpektasi gue. Foto sama aslinya sesuai, bahkan lebih cakep aslinya. Gue pun langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi gue sadar sama keadaan gue. Tampang gue biasa-biasa aja, jadi nggak mungkin dia suka sama gue. Tapi gue nggak mau kalah sebelum bertanding. Nggak bisa ngandalin fisik, masih ada cara lain. Yaitu dengan kepribadian. Langkah pertama, gue berusaha menjalin persahabatan dengan dia. Sebisa mungkin gue menjadi sahabat yang menyenangkan, punya attitude yang baik, otak yang smart dan bisa diandalkan. Gue yakin dengan semua itu ia bakalan nyaman sama dia. Kalo dia udah nyaman, kalo emang gue berjodoh berkesempatan sama dia, gue yakin itu cuma masalah waktu. :P
Benar aja. Dengan segala treatment yang gue kasih ke dia sebagai sahabat, lambat laun gue sama dia semakin dekat. Gue pun beraksi. Semakin intens mendekati dia sampai akhirnya setelah temenan dekat selama hampir setengah tahun, gue memberanikan buat nembak dia dan... diterima!
Gue senang bukan kepalang. Gue janji dalam hati nggak bakal menyi-siakan dia. Gue bakal buat dia happy selalu. Gue bakal menyayangi dia dan nurut sama dia. Gue pengen ngebuktiin kalo dia gak salah milih gue.
Semua janji itu udah gue penuhi selama tujuh bulan perjalanan cinta kami. Gue selalu dengar apa yang dia suka atau tidak suka. Gue selalu mematuhi apa yang dia suruh dan dia larang. Gue pengen dia selalu senang sama gue, meskipun terkadang gue tersakiti sama dia. Dia suka ngacuhin gue dan nggak mau dengar nasehat gue. Dia juga selalu bertindak sendiri dan seringkali nggak memperdulikan perasaan gue. Tapi tetap aja gue bertahan dan mengalah. Gue nggak mau kita berantem dan pengen hubungan kita tetap adem ayem.
Sampai akhirnya dua minggu yang lalu kita berantem juga. Masalah sepele sih. Gue tetap pergi sama Toni, teman dekat gue ke acara reuni SMU. Si Deri gak suka dengan alasan takut gue kepicut sama cowok lain (?). Dan saat itu gue ngerasa gue harus membangkang sama dia. Reunian ini nggak tiap tahun diadakan. Selain itu gue juga udah kangen dan pengen ketemu serta bernostalgia bareng teman-teman satu almamater gue di SMU, tanpa ada niatan pengen cari cowok baru. Gila apa? Gue udah punya Deri. Gue gak butuh cowok lain!
Tetap aja Deri nggak terima semua penjelasan gue. Tapi gue tetap pergi sama Toni. Dan saat gue pulang dia mencak-mencak sama gue. Yang tadinya nggak suka gue ke reuni, sekarang melebar ke topik kedekatan gue sama Toni. Dia cemburu dan bilang Toni bukan teman yang baik. What the hell! Gue kenal dan temanan sama Toni udah lama, jauh sebelum gue kenal sama Deri.
Lagi dan lagi gue ngalah. Gue minta maaf dan janji bakal denger omongan dia. Tapi apa? Dia malah minta break karena alasan pengen sendiri! Dia pengen gue sama dia sama-sama intropeksi atas hubungan kita!
Dan tanpa perlawanan gue terima.
Namun hari ini amarah gue mencapai titik puncak! Dia masih nyalahin gue setelah gue mengemis pengen dengar suara dia?
Oke. Gue bakal coba untuk menuruti keinginan dia! Gue nggak bakal hubungi dia meskipun rasa rindu gue udah segunung! Gue nggak bakal bergeming dan berusaha menghilangkan dia dari pikiran gue!!!
***
Entah sudah berapa hari berlalu, gue nggak menghitungnya.
Gue lagi di kantin bareng Toni.
"Eh, kok elu sama Deri nggak pernah keliatan sama-sama sih?" tanya Toni tiba-tiba.
"Break."
"What? Kenapa? Gegara reunian itukah?"
"Yup."
"Gila...! Itukan udah lama..."
"Kita breaknya juga udah lama."
"Sorry ya. Gue ada andil juga sama retaknya hubungan kalian. Pasti sekarang elu galau banget..."
"Nggak juga. Awal-awalnya sih iya. Seminggu berjalan gue coba keep in touch, tapi malah gue dimarahi lagi. Dari situ gue berusaha membiasakan diri tanpa diri dan sekarang udah mulai terbiasa..."
"Jangan sampai putuslah, Bro. Elu kan susah banget dapatin dia? Ayo selesaikan segera masalahnya," saran Toni.
"Thanks, Bro. Dia yang pengen waktu sendiri. Gue kasih deh. Gak bakal gue ganggu!"
"Sekali lagi sorry ya..."
"Udahlah. Bukan salah elu. Elu teman terbaik gue..." kata gue menenangkan Toni sambil menepuk pundaknya.
***
Tiga hari kemudian...
Gue baru selesai mandi sore dan santai di kamar saat sebuah pesan singkat masuk.
Deri:
Yang, aku di rumah kamu nih...
Gue langsung mengernyitkan kening. Deri di rumah? Gue langsung berjalan ke ruang tamu. Benar aja. Dia lagi ngobrol sama papa.
"Udah lama?" sapa gue.
Deri langsung tersenyum melihat kedatangan gue.
"Ayo ke kamar!" ajak gue langsung.
Deri mengangguk. Ia pamit ke Papa lalu membuntuti gue ke kamar.
Sesampai di kamar...
"I miss you, Beib. Miss you so bad..." desis Deri sambil memeluk gue erat selepas gue menutup pintu kamar.
Gue menghela nafas. Gue berusaha menahan diri.
"Aku yang salah, aku minta maaf. Aku egois dan udah gak percaya sama kamu. Padahal semua kekhawatiran aku nggak beralasan. Tapi semua itu karena aku sayang sama kamu..." ucap Deri di telinga gue.
Tumben Deri bersikap kek gini ke gue? Baru kali ini dia minta maaf sama gue. Tentu aja gue senang dengarnya.
Gue langsung membawa lengan gue ke kepalanya. Membelai rambutnya dengan lembut. Setelah gue ada di dekapan dia, baru terasa kalo sebenarnya gue juga sangat merindukan dia.
"Aku bakal berubah. Aku nggak bakal nyalahin kamu lagi, swear!" kata Deri sungguh-sungguh.
Gue tersenyum. Kita saling berpandangan.
"Udahlah, Yang. Lupakan ya? Sekarang kita mulai bina hubungan yang lebih sehat lagi..." pungkas gue.
Deri mengangguk.
"Besok aku jemput kamu. Kita ke kampus bareng lagi ya?"
"Ya. Tapi jangan telat ya? Besok aku ada kuis..." jawab gue.
"Sip!"
Kami lalu berpagutan mesra.
***