It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kalau update mention y
nyan.nyamm. ENAK.. hhaa..
hmmm..
kok aku ngerasa si riduan itu punya maksud tersembunyi ya.. huuh entahlah..
kasian si jun kalo2 sampai si riduan ngehianatin dia.. .
up up up .. hhaa..
btw thanks ya dah di mention..
:-) :-) :-) :-) :-)
za nih gw dapet cerita yg hwebat beudd lha..
up.a bnyak pula .. d jamin lo kenyang dahtuh..
hhaa..
sumon
@han_kang
@claudy
Nanti kalo yang onoh da kelar baru baca yang ini.
@GULALI .
Coba deh lu baca "bianglala 1 warna" gue lagii baca yang itu wid
@leehan_kim
Makasi dah mampir & makasi buat comments nya.
Apa yang kau lakukan jika khayalanmu berada nyata di hadapanmu?
Aku memintanya naik ke apartmentku dan ia mengiakan. Sekarang ia berada di dalam kamarku.
Sekarang ia di hadapanku. Aku memintanya untuk tinggal malam ini dan ia mengangguk tersenyum.
Sekarang aku menggenggam tangannya. Aku gemetar. Ini saat yang aku tunggu-tunggu. Saat-saat yang telah beratus-ratus kali terbayang dalam khayalanku.
Aku sedikit menyesali telah meminum 3 gelas wine yang membuat kepalaku terasa ringan. Seharusnya aku menikmati saat-saat ini dengan kesadaran penuh.
Aku menggenggam tangannya. Merasakan kulit tangannya di telapak tanganku. Menatap matanya dengan sepenuh perasaanku. Ia menatapku dalam-dalam. Aku melangkah maju lebih mendekatkan tubuhku. Mendekatkan wajahku ke wajahnya. Aku masih menatap matanya. Ia memejamkan matanya. Aku tahu itu isyarat undangan bagiku untuk menciumnya.
Tubuh kami sekarang menempel. Pucuk hidungku menempel di pipinya, bibirku mencium ujung bibirnya dengan lembut. Aku ingin menjalani kesemuanya ini dengan perlahan. Aku ingin menikmati ini berlama-lama. Tetapi rupanya ia tidak demikian. Ia memagut bibirku. Melumat bibir bawahku dengan penuh nafsu. Dan lidahnya masuk ke dalam mulutku mencari lidahku.
Tangannya memelukku seolah ingin meremukkan tubuhku, menyatukan tubuhku ke dalam tubuhnya. Nafsunya membara, sedikit mengejutkanku. Ia mendorongku, mendesakku mundur sampai ke kaki ranjang. Aku pikir ia akan terus mendorongku, membantingku dan menindihku di atas ranjang.
Tetapi tidak. Ia terus melumat bibirku. Menghisap bibirku bergantian atas dan bawah. Seolah bibirku makanan yang nikmat yang ingin terus dihisap dan dijilatinya. Tanganku mencari ikat pinggangnya. Membukanya dan melemparkannya ke lantai. Aku membuka kaitan celananya dan menurunkan resleting celananya. Ia terus melumat bibirku.
Aku menarik keluar kemejanya dari celananya dan mulai mencoba melepaskan kancingnya satu persatu dalam pelukannya yang kuat menghimpitku. Ia melepaskan pagutannya dari mulutku. Bibirku basah oleh ludahnya dan ludahku yang menyatu. Aku mengusap bibirku dengan punggung tanganku, melihatnya melepas kemejanya dari atas kepalanya dan menurunkan celana panjangnya.
Aku duduk di tepi ranjang memperhatikannya. Striptease terbaik yang pernah aku lihat. Pemandangan yang membangkitkan nafsuku sampai ke ubun-ubun. Aku membuka kancing kemejaku. Sementara ia melepas celana dalamnya dan berdiri telanjang bulat di hadapanku.
Tubuhnya berwarna tembaga, bulu-bulu halus menghiasi perutnya menurun ke selangkangannya. Penisnya telah berdiri tegak. Aku pernah menyentuh pangkalnya. Urat-uratnya yang pernah sedikit kurasakan diujung jariku tak menggambarkan keindahan keseluruhannya. Aku ingin menggenggamnya. Aku ingin melumatnya. Aku bahkan ingin mendekapnya ke setiap permukaan tubuh dan wajahku.
Tetapi ia belum membiarkan aku meraihnya. Ia bersimpuh di hadapanku membuka dan memelorotkan celana panjangku. Celana dalamku dibiarkannya tidak dibukanya. Kepala penisku mencuat menonjol keluar dari celana dalamku. Dan ia menciuminya.
Aku mendesah,
Aku merebahkan diri
Pasrah.
Ia kini menciumi penisku dari luar celana dalamku. Aku tidak tahan. Aku menurunkan celana dalamku dan menjejalkan kepala penisku ke dalam mulutnya. Ia menyambutnya dengan lahap. Matanya tersenyum memandangku.
Aku menariknya menindihku.
Memeluknya dan mencium bibirnya.
Membaliknya dan menindihnya.
Menguasainya dan menikmati tubuhnya.
Inci demi inci.
Membuatnya mendesah.
Membuatnya mengerang.
Memilikinya.
Dan ia mengikuti semua permainanku
Mengikuti semua seperti yang kubayangkan
Menjalani khayalanku bercinta dengannya
Menguasaiku dan menikmati tubuhku.
Seperti saat ini.
Membuatku mendesah
Membuatku melayang.
Memilikiku.
Aku terkulai dalam pelukannya. Keringatnya dan keringatku menyatu. Ia berbaring terlentang. Aku berbaring miring memeluknya. Sesekali masih terasa kejangan sisa orgasmenya. Dia berbalik memelukku. Wajahnya menghadap wajahku. Kakiku memeluk sebelah kakinya di antara kedua pahaku.
”That was great.” bisiknya perlahan.
Matanya memandangku penuh kasih. Aku ingin terus seperti ini selamanya. Aku ingin ia memandangku selamanya seperti ini.
Aku membalasnya tersenyum dan mencium lembut pipinya.
Aku ingin tidur dalam pelukannya
Dalam desah nafasnya aku menutup mataku.
Dalam tidur yang indah.
***
Aku melihat jam digital di meja samping ranjangku. Sudah pukul 6:12. Aku melihat Riduan yang masih tergolek di sampingku. Duvet yang dipeluknya menutupi hanya separuh tubuhnya yang berbaring miring menghadapku. Aku memandang tubuh telanjangnya yang indah. Aku menikmati wajahnya yang damai, seperti wajah malaikat yang rupawan. Alisnya yang tebal, dan bentuk mulutnya yang manis seperti setengah tersenyum. Mungkin ia sedang bermimpi indah. Mengapa aku malah bermimpi pak Willy yang menakutiku. Mungkin karena kemarin ia datang ke kantorku dan menebak something has happened. Antara aku dan Riduan.
Apakah ia cemburu?
Aku meragukan hal itu.
Pak Willy bukan type orang yang mudah cemburu.
Ia orang yang mudah mengatakan cinta. Judgmentku seperti itu.
Kali ketiga pak Willy bercinta denganku ia sudah menyatakan sangat mencintaiku. Aku menganggapnya omong kosong, meskipun aku senang mendengarnya.
Dan ketika aku memutuskan untuk berpisah dengannya, ia juga tidak menunjukkan reaksi berlebihan selain hanya menatap mataku dalam-dalam dan bertanya ”Why??”
Saat itu aku berada dalam pesta di rumahnya pada suatu sabtu sore di bulan July. Ada sekitar 30 orang, sebagian besar rekan-rekan kantor kami. Tidak jelas sebetulnya mengapa pesta ini diadakannya. Tidak ada sesuatu yang istimewa, bukan ulang tahunnya dan juga bukan ulang tahun istri ataupun anaknya. Tapi pesta ya pesta. Makan-makan, minum-minum, bercanda, tertawa dan ngobrol kesana kemari.
Melihatnya menjadi tuan rumah yang baik, harmonis dengan istri dan anaknya, membuatku membulatkan tekad bahwa aku harus mengakhiri perselingkuhan kami. Apalagi percakapan dengan mbak Kris sekembalinya ia dari Singapore masih menghantui pikiranku.
”Sepertinya Willy punya perempuan simpanan.” mbak Kris menatapku sepenuhnya mengharapkan bantuan. Setengah putus asa. Alih-alih merasa terkejut, aku malah sepenuhnya merasa lega. Ia menyebut perempuan.
”Gak mungkin, mbak.” Kataku meyakinkannya.
”Saya tahu, Jun. Saya istrinya. Saya cuma gak tahu siapa perempuan itu.”
”Apa yang bisa saya bantu, mbak?” Setelah terdiam beberapa saat, aku tidak tahu musti ngomong apa lagi. Mengapa pula ia harus curhat tentang ini kepadaku. Bukannya ke temannya yang lain atau saudaranya yang mungkin lebih perduli.
”Tolong cari tahu, Jun. Atau nasihati dia. Kamu lelaki yang baik dan Willy percaya kamu. Saya yakin dia mau mendengarmu.”
Hiks, dia kan atasanku, dia bisa saja memecatku atau membuat hidup dan pekerjaanku merana.
”Dia atasan saya lho, mbak. Kalau saya dipecat gara-gara ini, saya cari mbak Kris minta kerjaan.” Aku tersenyum. Dia tertawa. Aku lega melihatnya tertawa.
Akhirnya aku berjanji untuk bicara dengan pak Willy. Tetapi aku juga bilang kalau aku tidak akan menyinggung soal perselingkuhan. Aku tidak ingin menuduhnya. Dan aku yakin pak Willy tidak punya perempuan simpanan. Kataku mantap meyakinkannya.
Karena memang aku kan bukan perempuan. Lagi pula aku bukan simpanan.
Aku mendengar suara mbak Kris yang lebih bahagia. Ucapan terima kasih nya terdengar tulus atas kebohonganku. Aku kemudian menasehatinya dengan bercanda agar ia lebih agresif dan lebih hot ke suaminya. Dia tertawa renyah. Aku juga tertawa. Menertawai ironisnya percakapan kami. Menertawai naif nya pengabdian cinta seorang istri.
Bahwa pak Willy memang berjanji untuk lebih mesra ke mbak Kris dan lebih perhatian ke anak-anaknya memang diucapkannya kepadaku. Saat aku menceritakan pertemuanku dan pembicaraanku dengan mbak Kris. Itupun saat ia berbaring telanjang dalam pelukanku. Setelah sesi panjang making love kami. Saat-saat seperti itu adalah saat-saat dimana ia akan mudah mengabulkan apapun permintaanku. Lagipula aku jarang minta ini itu.
Tetapi saat ini, saat berada di rumahnya, di tengah keluarganya dan melihat betapa ia seorang suami dan bapak yang baik. Aku memutuskan bahwa aku harus keluar dari lingkaran ini. Aku harus mengeluarkannya dari jerat-jerat cintanya kepadaku. Aku menyayanginya, dan akan selalu menyayanginya. Tetapi aku tidak mencintainya sebesar cinta keluarganya kepadanya. Dan aku tidak akan pernah ingin membayangkannya berada dalam situasi memilih antara keluarganya atau aku. Bahkan akupun tidak yakin kalau aku ingin dipilihnya. Aku juga tidak yakin kalau ia akan memilihku.
So, jawabanku atas pertanyaannya adalah sederhana saja.
Why not?
If it’s not now, it will be someday soon.
So, why not now?
Sebelum ini terlalu melukai banyak orang.
”Because I’m not the golden crown that makes you a King.” kataku perlahan, memandang wajah Pak Willy. Menatap matanya yang masih menatapku menuntut jawaban.
Kami berdiri menghadap patung cupid putih yang baru diimportnya dari Italy. Seolah-olah kami sedang berbicara mengagumi patung tersebut. Kami berdua berdiri di ujung teras belakang rumahnya. Menghadap ke taman belakang rumahnya yang luas, cukup jauh dari keramaian pesta di belakang kami.
”They are.” kataku menoleh, mataku menunjuk ke arah Vita dan Rico yang sedang duduk di kursi teras agak jauh dari kami, sedang makan es krim dari mangkok mereka. Mbak Kris di dalam sedang sibuk dengan buffet catering dan tamu-tamunya.
Aku menghindar tatapan mata pak Willy dan kembali memandang patung cupid di hadapanku. Pak Willy tetap menatapku tajam. Aku tidak berani balas memandang matanya. Situasi ini benar-benar tidak mengenakkan. Tetapi herannya aku tidak merasa sedih.
Tidak mudah memang. Tetapi tidak sesulit yang aku bayangkan. Aku melangkah menjauhinya bergabung dengan rekan-rekanku yang lain. Setelah itu aku berusaha menghindarinya dalam pesta itu. Dan ia juga tidak berusaha mendekatiku.
Pada saat berpamitan pulang aku menjabat tangan pak Willy dengan sopan. Ia sedang merangkul pundak mbak Kris. Mbak Kris menarikku dan mengajakku ke tempat Vita yang sedang duduk bermain dengan NDS nya. Tentu saja aku tidak boleh pulang sebelum pamitan dengan Vita. Aku mencium pipi Vita dan berpamitan dengannya. Mbak Kris mencium pipiku dan mengucapkan terima kasih. Hanya dia dan aku yang tahu bahwa ucapan itu bukan hanya karena aku datang ke pestanya. Aku melihat sinar matanya yang bahagia. Dan itu menguatkanku. Mengokohkan keputusanku.
***
Aku melihat penisnya yang telah tegak bangun dan menantang dan kemudian tersenyum. Ia menarik tubuh telanjangku ke atas tubuhnya. Menggerakkan pantatnya menekan penisnya ke penisku. Aku mencium sekilas pipinya dan kemudian melepaskan diri bangkit melangkah menuju ke kamar mandi. Meninggalkannya yang memandang protes di belakangku. Kemudian ia menggeliat bangun mengikutiku. Melanjutkan session kami berikutnya di bawah shower hangat.
Life is so good.
And the way he makes love...
hmmm...
*******