It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sampai di kantor. Finger print machine masih menunjukkan pukul 07:06. Pintu kantor sudah dibuka. Pak Kosim, office boy kami, memang selalu datang sebelum pukul 07:00. Aku membayangkannya berangkat dari Bekasi subuh-subuh untuk bisa sampai di kantor sebelum yang lain datang. Meskipun aku biasanya datang cukup pagi di bandingkan yang lain, hari ini tetap terlalu pagi buatku.
Pak Kosim sedang mengumpulkan sampah-sampah dari tempat-tempat sampah plastik di meja-meja kerja ke dalam kantong sampah besar berwarna hitam. Kelihatan sedikit kaget melihatku masuk dan kemudian mengucapkan selamat pagi. Aku tersenyum dan membalas sapaannya.
Aku membuka pintu ruanganku, membiarkan pintunya terbuka dan menyalakan lampunya. Aku jarang menutup pintu kantorku, kecuali kalau memang ada hal-hal yang confidential untuk dibicarakan.
Aku merogoh saku celanaku yang berwarna abu-abu gelap, lalu menatap dengan bimbang sebuah flash disk plastik berwarna putih bergaris orange di telapak tanganku. Aku ingin meletakkannya di meja Riduan tanpa harus bicara apapun. Atau aku akan memberikannya secara langsung. Aku duduk di kursi kerjaku. Sejenak menimbang-nimbang flash disk di tanganku seolah ingin mengukur beratnya dan kemudian meletakkannya di atas meja kerjaku.
Aku mengeluarkan laptopku dari ransel dan meletakkannya di atas meja di hadapanku. Membuka tutupnya dan menekan tombol powernya. Sambil menunggu laptopku siap, aku mencari kabel power listriknya di kantong ranselku. Aku membungkuk meraih ranselku di samping kursi kerjaku. Merogoh kantong ransel mencari kabel dan adaptornya dan menariknya keluar.
Rambutnya tersisir rapi. Hitam berkilau, karena hair-gel atau hair-wax yang dipakainya. Kumis dan janggutnya, kehijauan dicukur bersih, mungkin pagi tadi.
Segar dan rapi.
Keren. Aku sadar sejak pertama kali bertemu dengannya di kantor ini, dia memang keren.
Pagi ini dia jauh lebih keren.
Bikin aku deg-degan.
Aku tidak pernah deg-degan melihatnya sebelumnya.
Ataukah karena semalam, maka sekarang aku memandangnya dengan cara pandang yang berbeda?
Dia menatapku, kemudian menatap flash disknya di atas meja di samping laptopku. Aku meletakkan kabel power laptopku di meja samping kemudian meraih flash disk itu. Aku membuka telapak tanganku, megulurkan tanganku mengisyaratkannya untuk mengambilnya.
Dia tidak mengucapkan salam selamat pagi seperti biasanya, bathinku.
Dia melangkah maju mengambil flash disk tersebut dari tanganku. Ujung jarinya menyentuh telapak tanganku. Aku setengah berharap dia akan menggenggam tanganku. Atau menggelitiknya. Atau berlama-lama menyentuhnya.
”Kita butuh delapan copy untuk presentasi nanti.” Kataku perlahan.
Mengapa suaraku berubah. Mengapa pita suaraku tidak mau bekerja sama dalam situasi seperti ini. Atau karena kurang tidur semalam.
“Ok.” Katanya dengan nada biasa. Dia berbalik menuju ke pintu. Dia tahu apa yang harus dilakukan. Ini bukan pertama kalinya aku mengajaknya serta dalam sebuah presentasi penjualan.
”File presentasi itu sudah yang paling update” Aku menjelaskan ke punggungnya yang sedang berjalan keluar, sambil menyambungkan kabel power ke colokan listrik di meja samping meja kerjaku.
Dia berhenti mendadak seolah-olah kata-kataku seperti sesuatu yang menyinggung perasaannya. Atau seperti menyadarkannya akan sesuatu yang tiba-tiba diingatnya. Apakah aku salah bicara lagi?
Apakah dia akan menjelaskan kalau dia juga tidak bisa tidur sehingga belum jam 08:00 sudah muncul di kantor?
Aku masih sibuk dengan ujung kabel power mencolokkannya ke lubang power di laptopku.
Dia duduk di kursi di depan mejaku. Apakah dia akan mengatakan kalau dia juga memikirkan aku semalaman?
Dia mencondongkan badannya mendekat. Sekarang aku menatap matanya. Aku bersyukur mejaku cukup besar memisahkannya dari tempatku duduk. Sebab matanya sedang memandangku marah. Aku belum pernah melihat sorot matanya marah. Kali ini matanya bersinar marah. Membakarku.
Aku meleleh. Tapi tak melepaskan diri dari pandangannya sedetikpun. Aku ingin tahu.
”Saya...” Dia berhenti sejenak menegaskan suaranya. ”Tidak datang ke apartment Bapak, karena appraisal besok.” Setiap kata ditegaskannya satu persatu. Aku juga biasanya begitu pada saat menjelaskan sesuatu yang rumit dan penting. Jelas dia belajar dariku.
Dia kembali memanggilku bapak. Well, ini di kantor.
”How could you accuse me like that?”
Sebelum aku sempat menjawab, dia melanjutkan. ”I don’t care about the appraisal.”
“In fact.” Lanjutnya semakin berapi-api. “Bapak boleh menilai saya sejelek apapun. Saya tidak perduli. Saya tahu saya sudah berusaha melakukan yang terbaik yang saya bisa.”
Dia terus menatapku. Aku juga menatapnya tak bergeming. Sudah tidak ada lagi yang bisa digemingkan. Aku sudah meleleh total.
Sorot matanya masih membakar. Sudah tidak ada yang tersisa dariku untuk dibakar.
”Sudah selesai?” Tanyaku.
Dia mundur sedikit.
”What do you want me to say?” Tanyaku lagi. Seperti burung Phoenix aku bangkit kembali dari abu jasadku.
“Aku kemarin sudah minta maaf.” Kataku. Masih menatap matanya. Kali ini aku yang marah. Kali ini aku yang membakar. ”And you... You just left!”
You just left!
Pak Kosim mengetuk pintu. Office boy tua itu benar-benar tidak tahu timing yang tepat.
“Masuk.” Kataku. Aku melepas pandanganku dari mata Riduan.
Pak Kosim masuk membawa nampan berisi dua buah cangkir kopi yang mengepul panas. Aroma kopi Toraja memenuhi ruanganku. Ia meletakkan tatakannya di mejaku terlebih dahulu, sebelum menaruh cangkir kopi itu di atas piring tatakannya.
”Kopi saya di meja saya saja, Pak.” Kata Riduan ke Pak Kosim sebelum Pak Kosim meletakkan cangkir kopi satunya. Pak Kosim mengangguk. Riduan beranjak berdiri.
”This conversation is not over.” Kataku.
Pak Kosim sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris. Mudah-mudahan ia juga tidak menangkap nada kekesalan yang tertahan dalam suaraku.
“Yes, it is.” Jawab Riduan sambil berjalan menuju ke cubiclenya.
Aku mengucapkan terima kasih ke Pak Kosim.
Aku mengangkat cangkir kopi dan meniup perlahan permukaan kopinya.
Berharap semua negative energy pagi ini menguap bersama uap kopi panas itu.
What a way to start the day!
***
up up up.. *gak tau diri ya.. hohoo..
lain kali kalo up di mention ya.. hihii..
:-) :-) :-)
@callme_DIAZ @Gabriel_Valiant @pokemon @Leehan_Kim @nes16 @Beepe @bponkh @different @DItyadrew2 @arieat @Abiyasha
Makasi atensi nya... lanjut yaa