BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

The Jathilan Dancers [Side Story of Lelaki-lelaki Ponorogo] 12 August 2012

2

Comments

  • gemblak kah??

    sayang suasana oldiesnya kurang kerasa.. sebenernya banyak detail seting yang bisa dijabarkan jadi berkesan ponorogo jaman dulunya,,

    IMHO rem onthelnya mending dibikin dari kulit jati yang diletakkan di diatas roda depan dan diinjak dg kaki kalo mau ngerem..
  • mas @autoredoks dan mas @czero18 , terimakasih sblum nya atas komen dan kritik membangun nya. Cerita ini adalah prequel kisahku sebelum nya. Benar, tentang gemblak ponorogo. Soal sense jadul, ku akui ini emang blm terasa. Ini bru part awal, msh di gali sense ponorogo di jaman lalu di part selanjutnya. Okey. Soal deskripsi tokoh juga belum ada. Kucoba di next chapter. Tetep memantau. Terimakasih.
  • sama2 mas.. sayang aja cerita yang idenya keren gini eksekusinya kurang.. sebegai orang sekitaran ponorogo saya juga berasa memiliki cerita ini..
  • Ini masuk genre etnografi. Tapi penceritaannya salah. Etnografi harus diceritakan dengan detail. Dan suasana 1963-nya jelas tidak terasa.
    1. What is the meaning of prologue?
    Prolog itu pembukaan singkat dari penulis yang bisa memberikan clue pada pembaca tentang konflik cerita. Jadi di atas saya rasa bukan sebuah prolog, tapi langsung masuk cerita. Kenapa sih para penulis di sini selalu repot memberi label prolog padahal sebenarnya itu bukan prolog. Gak usah latah dah. Gak ada prolog juga gak da yang protes kok, itu kan bukan suatu pakem penulisan.
    2. Perhatikan EYD. Fungsi di sebagai penunjuk itu dipisah: di rumah, di sekolah, dsb. Sementara bila merujuk kata depan, digabung; dipinang, dijemput, diantar, dsb. Penulisan ku bila di belakangnya kata kerja juga disambung; kujemput, kuantar, dsb.
    3. Penulisan terjemahan; "Kalimat (terjemahan) (diakhiri tanda baca)". Jangan seperti di atas. Kalau memang mau dipisah, gunakan footnote/catatan kaki; "Kowe iku[1]," tunjuknya padaku.

    Catatan:
    [1] Kamu itu.
    Intinya jangan seperti di atas.
    4. Eksplorasi budaya; tahun 1963, gak ada yang namanya orang tak berpunya, mereka selalu menyebut dirinya kawula, wong cilik atau priyayi bila menyebut orang berada. Dan biasanya yang melamar itu adalah orang suruhan, bukan seorang priyayi, karena tahun 63 gemblak itu setara ma pelacur. Jadi ngelamarnya gak pakai embel2 dijadikan penari ikut rombögan inilah, itulah. Nah, inilah tantangannya etnografi.
    5. Kalau mau jadi penulis bener silakan dieksplor dan dipelajari. Kalau mau abal2 juga silakan. Tapi saya harap jadi yang bukan abal2.
    :D ingat jangan latah ma gaya tulisan di forum ini yang kebanyakan "salah".
  • Ini masuk genre etnografi. Tapi penceritaannya salah. Etnografi harus diceritakan dengan detail. Dan suasana 1963-nya jelas tidak terasa.
    1. What is the meaning of prologue?
    Prolog itu pembukaan singkat dari penulis yang bisa memberikan clue pada pembaca tentang konflik cerita. Jadi di atas saya rasa bukan sebuah prolog, tapi langsung masuk cerita. Kenapa sih para penulis di sini selalu repot memberi label prolog padahal sebenarnya itu bukan prolog. Gak usah latah dah. Gak ada prolog juga gak da yang protes kok, itu kan bukan suatu pakem penulisan.
    2. Perhatikan EYD. Fungsi di sebagai penunjuk itu dipisah: di rumah, di sekolah, dsb. Sementara bila merujuk kata depan, digabung; dipinang, dijemput, diantar, dsb. Penulisan ku bila di belakangnya kata kerja juga disambung; kujemput, kuantar, dsb.
    3. Penulisan terjemahan; "Kalimat (terjemahan) (diakhiri tanda baca)". Jangan seperti di atas. Kalau memang mau dipisah, gunakan footnote/catatan kaki; "Kowe iku[1]," tunjuknya padaku.

    Catatan:
    [1] Kamu itu.
    Intinya jangan seperti di atas.
    4. Eksplorasi budaya; tahun 1963, gak ada yang namanya orang tak berpunya, mereka selalu menyebut dirinya kawula, wong cilik atau priyayi bila menyebut orang berada. Dan biasanya yang melamar itu adalah orang suruhan, bukan seorang priyayi, karena tahun 63 gemblak itu setara ma pelacur. Jadi ngelamarnya gak pakai embel2 dijadikan penari ikut rombögan inilah, itulah. Nah, inilah tantangannya etnografi.
    5. Kalau mau jadi penulis bener silakan dieksplor dan dipelajari. Kalau mau abal2 juga silakan. Tapi saya harap jadi yang bukan abal2.
    :D ingat jangan latah ma gaya tulisan di forum ini yang kebanyakan "salah".
  • @shiki Keliru sedikit, mungkin maksudmu di sebagai kata depan yang dipisah: di sekolah, di rumah, dll. Di sebagai awalan (bukan kata depan) yang digabung: dinasihati, diberi, dll.
  • yeay! Akun lamaku bisa dibuka lagi hehe! aq lebih bangga dengan nickname ini! Haha..

    mas @shiki yang terhormat, hehe, sebelum nya terimakasih atas sedikit “kuliah” tentang etnografi. Saya paham etnografi kog, silahkan baca karya saya sebelum nya, judulnya lanang, anda akan tahu seberapa paham saya tentang etnografi.

    1. Oke, prolog itu kata anda memberi sedikit clue terhadap pembaca. Baik saya setuju. Saya tidak latah, tapi memang saya selalu menulis prolog pada setiap cerita saya.

    2. Tentang eksplorasi budaya jawa, saya memang belum memunculkan nya. Karena ini masih tahap introducing. Jadi saya belum mau menguarkan tentang ponorogo di masa lalu.

    3. Soal priyayi atau kamu wong cilik. Istilah itu saya kurang setuju. Anda pernah baca novel jadul berjudul Para Priyayi? Istilah itu berlaku untuk menyebut kalangan bangsawan (kerajaan) jaman dulu. Bukan untuk menyebut orang kaya.

    4. Masalah footnote, saya hanya memikirkan kenyamanan pembaca. Saya hanya tidak mau ketika pembaca membaca sebuah dialog asing, mereka tak tahu artinya. Kalau pakai footnote seperti yang anda sarankan, saya takut pembaca sudah terlanjur kehilangan feel pada kalimat sementara mereka harus mencari penjelasan pada bagian paling bawah cerita.

    6. Soal EYD, maaf saya angkat tangan. Tapi bukan berarti saya tak serius jadi penulis.

    7. Saya agak kurang setuju dengan istilah gemblak= pelacur. Gemblak itu fungsi utamanya adalah sebagai penari jatilan, bukan pelacur. Cuma dalam praktiknya aja mereka disalah gunakan sebagai 'pelacur'. Kemudian soal warok yg biasa mengutus orang untuk meminang, itu tidak benar. Jarang. Menurut riset saya, ketika teman saya jadi gemblak, kebanyakan mereka dijemput sendiri warok yang membawa anak buah.

    oke, terimakasih.
  • Aku terdiam mendengar apa yang meluncur dari bibir Simbok barusan. Menjadi penari Jathilan? Itu artinya...

    “Tidak! Aku ndak mau Mbok!” pekikku gusar. Menyuruhku menerima pinangan Warok Joyo sama saja dengan menjualku kepada lelaki itu. Setega itukah orang tuaku padaku. Tegakah mereka menjual anak kandungnya hanya demi tiga ekor sapi, palawija, dan beberapa lembar uang.“Pokoknya Bowo ndak mau!”

    “Tapi Warok Joyo akan menyekolahkan mu sampai tinggi! Sampai kamu jadi orang berguna!” cetus Simbok. Setitik air mata nampak di pelupuk matanya.

    Untuk kesekian kalinya aku terdiam.

    “Apa kamu mau terus-terusan jadi orang miskin Wo! Apa kamu mau hidup bergantung pada singkong- singkong kering itu!” pekik Simbok.

    “Tapi bukan berarti Simbok menjualku pada lelaki itu!”

    Dan, PLAKK! Sebuah tamparan dari Simbok megenai wajahku. Telingaku panas.

    “Jangan pernah kau sebut Simbok menjualmu!”

    “Tapi itu kenyataan nya kan Mbok!”teriakku putus asa.

    Kulihat Simbok mengelus dada. Air mata yang sedari tadi ditahannya akhirnya jebol juga. Meleleh pada wajahnya yang kuyu. Tangis pelannya membuncah. Mendadak saja dadaku nyeri.

    “Simbok cuma pengen derajat kamu terangkat le,” ujarnya disela isakannya. “Simbok cuma ndak pengen kamu terus merutuk karena terlahir dari keluarga miskin Wo!”


    Aku mengkerut. Ucapan Simbok barusan seperti ujung tombak lancip yang menancap pada dinding sanubariku. Aku tiba-tiba saja merasa ciut. Sampai saat ini aku tetap saja jadi si bocah kecil yang egois dan pongah.


    “Tapi Bowo ndak mau pisah sama Simbok, sama Bapak, dan sama Utari” desisku pelan. Wajahku terbanjiri oleh air mata. Aku menangis.

    Simbok mendekatiku, lantas memelukku erat.

    “Maafkan Simbok Wo! Maafkan Simbok! Simbok janji, kalau kamu sudah di Ngaseman, Simbok pasti menjengukmu.”
  • we..lahhh... Gek ndang di lanjut wae to kang.... Selak kangen iki....
  • Aduh, terlepas dari segala tetek bengek penulisan, ane sangat menyukai cerita ini. Segala aturan hanya membuat kita tidak bebas, eksplor aja bro, yang penting pembaca ngerti and ngeh dan bisa menikmati setiap untaian kalimat yang kamu buat. Go.... Lanjut...
  • nice story... tapi ini beneran pemikiran anak kelas 5 SD?? dewasa sekali tu anak.. bisa ngebantah n ngeles sama si mboknya ttg 'penjualan' dirinya ke Warok Joyo.. anak SD jaman segitu pemikirannya udah dewasa bgt ya.. kykna dl aq waktu 5 SD disuruh apapun ma ortu manut2 ae.. rak tau mbantah.. wediii... haha..
  • Nice story. kalau boleh saran, gunakan bahasa ucapan pada bagian dialog. Jadi cerita akan nampak nyata.
  • tinggal baca aja ..repot....., lanjut deh buat TSnya......smangat........ :bz
  • cerita yang bagus itu bs membuat pembacanya mengerti dan terhanyut dalam arus ceritanya...
    penulisan memang penting tapi setiap orang punya gaya masing2 untuk menuturkannya...
    Ayo ceritanya dilanjut....
    Nice story...
Sign In or Register to comment.