It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
yes!! engkau hadir laggiii
skripsi?
asssssshh
gud lak deh abgg...
semoga hasilnya mantap
amin
--Part 3--
Tarian Blue Morpho bersama Jhon...
Aku masih terpaku dibawah langit yang kini menyunggingkan seberkas cahaya. Membuka awan gelap dan menyeruak masuk menembus segala celah yang mampu ia tembus. Langit membaik, namun hatiku masih begerumuh. Perasaan apa ini? Mengapa aku merasakan hal yang sama ketika dulu aku bertatapan lama dengan Fanny? Mengapa secepat ini? Bahkan gemuruh itu muncul dihatiku ketika aku sudah lama mengenal Fanny, mengenal jauh tentang kehidupannya. Aku mencintai Fanny. Namun, apakah aku mencintai pria itu?
Oh tidak, aku seorang pria! Aku seorang yang normal!
Seluruh isi kepalaku terasa meluber. Aku menggadahkan kepalaku keatas, menatap langit yang mulai mencerah. Aku ingin bertanya kepada Tuhan, tentang apa yang terjadi. Karena, Engkau selalu menjawab setiap pertanyaan. Sungguh, satu jawaban untuk sebutir pertanyaan. Jawaban yang sempurna, tidak lebih tidak kurang. Tapi aku tau, Tuhan mungkin tak akan memberikan jawaban itu. Tapi, aku akan mencari jawaban itu sendiri.
–oOo–
Semilir angin ikut mengantarkanku keambang pintu kelas. Entah mengapa, hatiku masih terasa begitu aneh –setidaknya lebih membaik. Seluruh siswa kelas satu tahun ajaran baru yang sedang berada dikelasku –ini sudah dapat dikatakan kelasku,bukan? – tampak sedang bercengkrama satu sama lain. Bersalamanan. Saling menyunging senyum. Tertawa ketika mengetahui mereka dulu satu SD dan berjumpa diSMA ini. Sibuk bertukat nomor Ponsel.
Lalu aku menghamburkan pandangan kesegala penjuru. Berharap masih ada bangku kosong. Dan berharap bahwa bangku itu berada persis didekat gadis cantik.
Kelas tiba-tiba hening ketika langkah pertamaku kujajahkan didalam kelas. Semua terdiam, entah mengapa. Ada yang berbisik, ada yang tersenyum kearahku. Namun ada juga yang acuh. Sebagai siswa yang juga baru, aku bersikap sopan dengan menyunggingkan senyuman. Saat itulah mulai banyak yang membalas senyumku.
Hampir separuh populasi dikelas dihuni oleh gadis berjilbab. Tak heran, ini sekolah negeri. Setidaknya, akan banyak agama yang berbeda. Aku mengangkat wajah dan mencari posisi yang menurutku strategis untuk melabuhkan pantatku. Dan, dapat.
Sebuah meja yang terletak dibaris ketiga yang tampak kosong, terlihat strategis. Dalam sekejap aku memutar haluan. Menuju tempat yang terlihat kosong itu. Dikelas ini, satu meja hanya diduduki oleh seorang siswa –mengingat tentang keunggulan sekolah ini.
Berkisar 15 menit setelah aku menghempaskan diri, berkisar 5 menit sekedar mengenalkan diri didepan gadis berjilbab yang sedari tadi sibuk melirik kearahku. Maka seorang guru wanita bertubuh ramping, menggunakan kemeja yang ketat, memakai kacamata dengan frame bulat dan kuncir rambut, serta menggunakan blazer berwarna merah muda, masuk kedalam kelas. Dan guru itu mengaku bahwa dialah wali kelas kami.
Maka, hari pertama ini, aku mengenal dan memiliki teman baru.
–oOo–
Bulan kedua disekolah baru..
Hujan itu tak pernah lagi datang setiap paginya. Hanya waktu itu. Waktu aku dimana berjumpa dengan seseorang yang begitu tampan. Semua menguap beberapa hari ini. Tak dapat kupungkiri, selalu aku berharap bahwa setiap pagi akan turun hujan. Namun nihil. Hujan sudah memiliki jadwal baru. Mencurahkan berlaksa-laksa air ketika senja menyinggsing. Ketika matahari hendak ditelan raya. Ketika hiliran daun nyiur terhempas dipantai kota ini.
Sibuk setiap hari. Menanti dipos satpam. Berharap dia datang kembali. Sibuk berlari-lari dikoridor sekolah. Mencari-cari dimana kelasnya berada. Bertanya kepada semua orang . mendeksripsikan ciri-ciri sempurna itu. Namun sekali lagi. nihil.
Aku menelan ludah.
“ ternyata disini kau rupanya, Nanza,”
Jhon, salah seorang teman kelasku yang belakangan hari ini akrab denganku. Berperawakan tinggi besar dan berkulit putih. Memiliki lesung pipi yang indah. Dan memiliki senyum yang membius setiap orang. Tunggu, Jhon adalah keturunan campuran. Lahir disalah satu Rumah Sakit berkelas dikota ini. Bermata coklat terang, berambut hitam. Ayahnya adalah orang Kanada dan Ibunya adalah orang Solo asli, namun tinggal dikota ini. Itulah data diri tentangnya yang aku ketahui tempo hari.
Siapa sangka, belakangan hari ini, Jhon menjadi perbincangan orang-orang sekolah karena memiliki wajah yang diatas rata-rata, bertubuh atletis dan satu lagi, pandai bermain basket. Dapat dipastikan lokernya selalu terisi oleh hadiah-hadiah dari penggemarnya.
Aku ingat pertama kali bersapa ria dengan Jhon. Kala hari pertamaku, saat istirahat. Jhon menghampiri mejaku dan tersenyum. Lalu dengan asal duduk diatas meja. Lalu tersenyum lagi. satu kata saat itu yang ada dipikiranku “ gila”.
Bagaimana mungkin dia merasa nyaman mengganggu penglihatanku. Namun aku mengunci rapat mulutku, agar aku tak membuat kesan murid baru yang galak.
“ kita kekantin yuk,” ajak Jhon. Aku melirik sekilas. Acuh.
“ Ah-YA! Namaku Jhon Stopner,” ujarnya tersenyum dan memamerkan lesung pipinya.
“ M-A-L-A-S,” ujarku tak bersahabat. Jhon tertawa.
“ Namamu siapa?,”
Aku tertawa acuh sekilas dan memutar bola mataku. “ Nanza, Bonanza Christian,” ujarku. Jhon mengangguk-anguk.
“ Nama yang bagus,” ujarnya. Aku tersenyum.
“ kawanin aku kekantin yuk! Aku lapar,” ujar Jhon mulai bangkit berdiri.
“ DASAR BULE KURANG AJARRR!!,” pekikku dalam hati.
“ AYYUUUUKKK!!,” teriak Jhon lansung menarik tanganku. Tentu saja kekuatannya lebih besar dibandingkan kekuatanku. Tampak dari tubuhnya yang besar dan berbentuk. Akupun diseret-seret oleh Jhon kekantin. Dia lebih mementingkan nafsu laparnya dibandingkan tanganku yang mulai menyeri karena dicengkram kuat olehnya.
Satu hal tentang Jhon, dia suka memaksa kehendaknya sendiri. Namun, setelah aku bersama dengan Jhon hari itu. Hubunganku semakin akrab dengannya. Aku menyukai sifat lucu Jhon. Terkadang suka memaksa juga sih dianya..
Lalu, dalam beberapa bulan, aku sudah bersahabt bersama Jhon. Menantinya saat bermain basket. Meyerokinya karena membobol ring. Membantunya mengosongkan lokernya yang sesak oleh hadiah dari penggemar. Namun, saat pulang sekolah, kami tidak pernah pulang bareng.
Actually, aku selalu menunggu penampakan seseorang dibawah pohon saga. Sedangkan Jhon terlihat sibuk mengikuti ekstrakulikuler basketnya.
Jhon duduk disampingku. Aku meneguk kaleng cokeku.
“ ada perlu apa kau mencari?,” aku masih saja menatap lurus kedepan. Melihat setiap orang yang berpulangan, berharap wajah indah itu terlihat dipandangan.
“ well, aku hanya iba melihat seorang pria yang sedang melamun dibawah naungan pohon saga, sedangkan sekolah mulai menyepi,”
Sepertinya, Jhon sudah mengetahui jadwal rutinku setelah pulang sekolah–tentu saja dia tau. Selalu berlari dengan cepat keluar kelas dan dengan sekejap duduk dibawah pohon saga dan mewanti-wanti kedatangan orang itu.
“ lalu, apa yang kau lakukan disini? Seharusnya kau sudah pulang bukan?,” aku mengadah kearah Jhon. Seharusnya ekstrakulikuler basketnya sudah selesai sedari tadi. Jhon tersenyum canggung lalu mengaruk kepalanya.
“ aku ingin mengajakmu kesuatu tempat. Nanti sore,” ujar Jhon tersipu.
“ kau mengajakku kencan?,” tanyaku bergurau dan tertawa. Who cares? Jhon adalah sahabatku!
“ he-eh. Eh, tidak! bukan kencan!,” bantah Jhon, pipinya memerah. “ bukankah kau orang baru disini?, aku ingin mengajakmu melihat-lihat pemandangan indah kota ini,” ujarnya. Aku memutar bola mataku. Hei Jhon! Aku sudah ada dikota ini selama kurang lebih 2 bulan!
Aku tersenyum. “ jadi, kita akan melakukan touring? Dan kau yang menjadi Guidenya?,”
“ bukan Perjalanan besar-besaran, hanya satu sore,”
“ baiklah.... tapi aku tak yakin bila omaku mengizinkan,” ujarku prihatin.
Satu hal lagi tentang Oma. Oma jarang memberi izin aku keluar dengan siapapun selain dengan Vino. Alasan Oma, agar aku tidak jatuh kedalam pergaulan yang buruk.
“ setidaknya aku akan berusaha,” Jhon tersenyum, menunjukkan lubang kecil dipipinya. AH-YA, dia tampan juga.
Daun Saga yang mengering berjatuhan tepat diatas kepala ketika hembusan angin yang entah keberapa berkelana menyusuri lapangan sekolah. 3 kaleng coke sudah tak berbentuk lagi. ada yang sudak gepeng kekiri, ada yang gepeng kebawah. Dan kaleng coke milik Jhon tidak dapat dideksripsikan bentuknya lagi.
Selama aku duduk dipohon Saga, Jhon masih saja menemaniku. Padahal sudah kuusir berapa kali. Namun, bule satu ini kepalanya sangat keras, sama seperti biji pohon saga yang merah itu.
“ ini sudah terlalu sore,” ujarku.
“ lalu?,”
“ apa ayah dan ibumu tidak marah?,” tanyaku. Jhon menggeleng.
Aku tersenyum kecut.
“ baiklah, kita pulang,” ujarku dan bangkit berdiri.
“ secepat ini?,” Jhon masih enggan bangkit.
“ lihatlah langit sana Jhon! Ini sudah sore! Bukannya kau mengajakku pergi?,”
“ AH-YA! Aku hampir lupa!,” Jhon bangkit dengan semangat. Aku tertawa dan mulai melajukan langkahku keluar sekolah. Jhon mengikutiku dari belakang. “ bagaimana kalau kita pergi sekarang?,”
Aku membalikkan badanku. Dan astaga! Badanku hampir bertubrukan dengan dada bidang Jhon. Dan demi Neptunus, Jhon memeliki wangi yang maskulin. Darahku berdesir. Aku segera memundurkan langkah dan menelan ludah. “ aku belum permisi dengan Oma,”
“ bilang saja kalau tadi kau ada acara mendadak disekolah, pemilihin osis mungkin?,” Jhon berujar santai. Atau mungkin hanya aku yang merasa kikuk?
“ aku belum pernah bohong sama Oma sebelumnya,”
“ plis.. sekali ini saja. setidaknya hanya untuk membalas budiku karena mau menunggumu sedari tadi,”
“ HA? Jadi kau menungguku sedari tadi?,”
“ Ya-ya,”
Aku berfikir sejenak. Setidaknya aku merasa kasihan karena Jhon harus berlama-lama menungguku. Dan untuk apa pula dia menungguku?
“ ayolah... hanya sekali ini saja,” Jhon menyentuh tanganku.
Aku menggeleng, aku belum pernah berbohong kepada Oma. Padahal bisa saja kan, kalau aku balik dulu kerumah dan permisi dengan Oma.
“ bukankah kita dapat permisi dulu ke Oma?,”
“ tidak. Ini sudah sangat senja. Aku takut kita akan kehilangan pemandangan indah itu,” kebiasan memaksa Jhon kambuh lagi. bila gini ceritanya, tak ada kekuatan lebihku untuk menolak.
Aku berfikir sejenak. Akankah aku berbohong kepada Oma? Apa nanti kata Oma? Alasan apa yang akan kubuat? Apa tak cukup Oma setiap malam membukakan satu ayat Alkitab dan membacakannya keras-keras didepanku tentang dampak dosa berbohong?
Ah!
“ berjanjilah, bahwa pemandangan itu tak mengecewakan,” ujarku. Jhon berbinar. Lalu menarik tanganku.
“ ayo! Kita tak punya banyak waktu!,”
Jhon berhasil menyeretku kepelataran pakir. Dan dalam sekejap menghidupkan motor besarnya. Aku seketika duduk diboncengan belakang. “ are you ready??,” tanya Jhon bersemangat.
“ YES! I’m ready!,”
–oOo–
“auhh.. pelan-pelan Jhon!,” rintihku ketika sepatuku menyenggol sebuah batu. “ apa masih jauh? Aku udah pegel nih! Dan pake acara -apaan segala kau menutup mataku!,”protesku bertubi-tubi.
“ sabar.. sebentar lagi juga udah nyampe,” tangan Jhon masih saja menutup penglihatanku. Entah karena apa, aku mau saja diperlakukannya seperti ini.
Pandangan terakhirku, saat motor Jhon berhenti didepan sebuah perbukitan yang dibentengi dengan pagar karatan yang bertulisan dilarang masuk. Dan setelah itu, Jhon menutup mataku dengan telapak tangannya. “ agar berkesan,” cengir Jhon.
“ kita sampai,” bisik Jhon lembut ditelingaku, aku bergidik. Perlahan tangan Jhon mulai membuka celah. “ kita sampai...,” bisik Jhon lagi.
Nafas Jhon bercampur dengan udara perbukitan ini. Membaur menjadi kesatuan yang terasa sejuk dijiwa. Membawaku terbang melayang keangkasa. Aku membuka perlahan mataku.
Oh dear...
Padang rumput luas bertaburan ribuan kupu-kupu berwarna biru. Membentuk formasi indah. Melagukan tarian cinta. Senja memufuk dibarat. Memberi warna indah dilangit. Menyikap cerah membentuk jingga. Hembusan padang rumput menggulirkan lembaran daun-daun kering, menunjukkan atraksi indah. Kicauan ribuan burung padang membentuk campuran lagu dan nada indah. Membiarkan aku tercenung akan suara indahnya.
Aku menelan ludah. Bibirku kelu untuk berbicara. Mataku tak henti tekoak lebar. Aku tak ingin melewatkan peristiwa indah ini.
“ Jhon..,” itu bisikan halus.
“ See...,” Jhon berujar takzim.
Angin bermain disekitar rambutku, memaksa mengikuti tarian formasi senja.
Jhon merenggangkan dasi yang masih mengekang lehernya. “ saran dariku, buka saja sepatumu, agar kau dapat menikmati kelembutan tanah padang ini,” ujar Jhon setelah dia berhasil meloloskan dua sepatu Conversenya. Aku menurut. “ kau suka?,” Jhon berdiri disampingku.
“Jhon... tempat ini benar-benar indah,” ujarku berkaca-kaca.
“Yes,” ujar Jhon pelan. “ Nanza.. kupu-kupu itulah yang ingin kutunjukkan padamu,” ujar Jhon sambil menunjuk kearah ribuan formasi kupu-kupu berwarna biru metalik dengan diameter sayap yang besar. Aku menatap takjub. “ itu namanya kupu-kupu Blue Morpho. Sudah sangat langka. Itulah mengapa tempat ini dilarang untuk umum,”
“ Jhon.. aku tak tau harus bilang apalagi,” mataku tak lepas mengikuti arah tarian Blue Morpho.
“ ini selalu terjadi setiap senja,”ujar Jhon. Aku menatap wajah Jhon yang diterpa cahaya senja. Guratan ketampanannya semakin jelas. Rambut halusnya bergerak lembut saat diterpa angin. “ kau tak ingin ikut bergabung dengan Blue Morpho?,”
Aku tertawa sejenak. Namun aku mengangguk dalam sekejap.
Aku melangkahkan kaki telanjangku melintasi padang bunga bankung yang indah, angin bertiup lembut, hembusannya membuat kelopak-kelopak bunga yang selembut sutra itu terangguk-angguk. Menggelitiki ujung jari-jariku saat menerobos rerumputan yang tinggi dan cerah. Tanah terasa empuk dan halus dibawah kaki telanjangku, dan tubuhku yang ringan membuatku seperti terbang melayang dipermukaan bumi yang gembur. Burung-burumg bersiul mendendangkan nyanyian sukacita. Setiap angin berembus, semerbak wangi bunga bakung memenuhi rongga hidungku. Aku merasa sangat... bahagia, tentram.
Tiba langkahku diantara ribuan Blue Morpho. Aku menganggkat tanganku untuk menyentuh satu persatu sayap indahnya. Aku memutar tubuhku, mengikuti tarian formasi itu. Aku tertawaa lepas. Aku belum pernah merasakan hal indah seperti ini. Thanks Jhon.
“ menarilah bersamaku...,” aku tersontak. Jhon sudah berada dibelakangku. Aku tersenyum. Lalu melangkahkan kaki kiriku kebelakang, kekanan, kekiri dan kedepan. Aku menari, benar-benar menari. Jhon tertawa melihat sifat kekampunganku. Tanpa peduli, aku terus menari bersama Blue Morpho. Membentuk instrumen indah.
47 detik berlalu..
Kini, matahari sudah sempurna tenggelam diujung bukit, menyisakan guratan merah. Satu-persatu kupu-kupu meninggalkan tariannya. Ini sudah malam..
Angin malam mulai bertiup lembut. Nyanyian indah burung kini berganti dengan suara jangkrik yang melanjutkan sympony. Jhon menjatuhkan tubuhnya diatas padang rumput, tanpa takut akan mengotori seragamnya. “ sini tidur disampingku..,”
“ Jhon.. aku..,”
“ mari!,” Jhon menarik tanganku dan.... HAAAPPP sempurna, aku jatuh didadanya yang bidang. “ ternyata kau berat juga yaa..,”
Aku tertawa. Jhon mempererat kekangannya dipundakku. Aroma tubuh Jhon terasa nyaman dipenciumanku. Aku ingin beranjak dari pelukannya. Namun, hati kecilku berkata agar aku tetap seperti itu.Tarian formasi kupu-kupu sudah selesai. Kini langit telah berganti dengan formasi indah lain, ribuan bintang. “ ini sudah malam Jhon,” ujarku pelan. Jhon merenggangkan pelukannya. Lalu menatapku. Seketika jantungku berdegup dengan kuat. Jhon melihatku tanpa berkedip. Aku menelan ludah.
“ aku tau, tapi lihat lah bintang itu. Sangat indah,” ujar Jhon. “ pertunjukannya belum selesai,”
“ baiklah. Aku menurut,” ujarku pelan. Aku menggadahkan wajahku kelangit. Melihat kerlip indah bintang malam.
Jhon menarik tubuhku agar semakin merapat denganku. Anehnya, aku menurut saja. aku tak tau kenapa aku mulai bersikap aneh tempo hari. Terlebih terhadap Jhon. Aku merasa aman dan nyaman berada disampingnya. Bahkan aku selalu ingin berada didekatnya. Sejauh ini, aku menyukai kedekatanku dengan Jhon. Baiklah, aku harus mengakui bahwa aku sekarang sudah Gila. Namun, bila ini memang gila, maka gila ini adalah gila terindah yang pernah ada.
Angin mendayu-dayu. Merapatkan ujung kelopak-kelopak bakung. Menutup kemungkinan petikan indah suara ranting patah. Bintang berkelip semakin indah. Ini malam indah. Malam terindah yang pernah ada. Aku belum ingin pulang. Aku masih merasa nyaman disini. Biarlah, sepanjang hari aku diceramahi oma, asalkan malam ini aku bisa berlama dibukit ini, bersama Jhon...
2 jam 35 menit dibawah cahaya rembulan dan bintang...
Kantuk mulai merajaiku. Mataku sudah terasa lelah. Kemudian aku tertidur. Tertidur didada bidang Jhon.
Semangat ya nulisnya
:x "> <:-P ^:)^ 8-> [-O< =D> :x
thanks kawan,
dan aku selalu berharap engkau hadir dikolom komenku, selalu..
salam cipokk
kawanku..
pengen juga?
pengen apaan??
hayyooo
thanks @agran... :x "> <:-P ^:)^ 8-> [-O< =D> :x
Oya soal dukun, kmu org ke 4 yg bilang aq kyk gt hehe