It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
oiya @putra_ajah 15 th ya? samaan dong kitanyaaa tp aku cewek u.u
"Ckck...apa kau yakin dia orangnya?" Sebuah suara menghentikan gerakannya tadi. Dia tidak bisa melihat wajah kedua orang yang berada di depannya sekarang selain tubuh mereka yang ramping dan sedikit atletis karena kedua orang tersebut memakai topeng hitam.
"Benar, aku lihat dia bersama dengan butler-nya tadi, pasti dia anak yang dirawatnya," jawab pria yang sedang berdiri di samping pria yang terduduk itu.
pria yang terduduk itu berdiri dan berjalan ke arah Mario. Ketika sudah ada di depan Mario, tubuhnya sedikit menunduk dan tangannya menggenggam dagu Mario dengan gemas. "Hmm, pipi yang kenyal juga, rasanya aku jadi ingin mencobanya," ujarnya yang kemudian disertai dengan tawa.
"Hei, hei, kau tidak mau dia marah karena kau merusak propertinya," tegur pria yang satu lagi.
Brak.
Suara pintu yang terbuka dengan kasar membuat ketiga orang itu tersentak kaget. Mario hanya berharap bahwa siapapun yang berada di balik pintu itu adalah orang yang bisa menyelamatkannya. Harapannya sirna ketika yang dilihat di depan pintu bukanlah orang yang diharapkannya, melainkan seorang pria lainnya dengan wajah penuh keringat seperti habis berlari 10 kilometer tanpa henti. Baru saja dia hendak membuka mulutnya, kepalanya dipukul hingga pingsan.
Hal ini sontak membuat kedua pria itu siaga. Mereka saling memberi aba-aba untuk bersiap menyerang siapapun yang akan masuk nanti. "Kalian tidak akan mau melakukannya." Suara yang familiar di telinga Mario terdengar dari arah pintu tadi.
Tom berjalan dengan gagahnya tanpa tongkat namun topeng tetap setia menutupi wajahnya. Sekilas Mario menyadari tatapan Tom tertuju ke arahnya dan dia menelan ludah menyadari tatapan tersebut. Mario merasa sedikit sedih ketika dia melihat adanya rasa kecewa yang tersirat di baliknya. Rasa kecewa karena Mario melanggar perintahnya.
"Aku sungguh tak menduga kau akan datang ke sini, Riddle," desis pria yang memegang dagu Mario tadi.
Pria yang satu lagi berjalan ke belakang Mario dan mengacungkan pisau tepat di lehernya. "Sudahlah, jangan bertele-tele, jika kau masih mau dia selamat, berikan apa yang kami mau."
Kedua alis mata Tom terangkat. "Aku tak memerlukan Marry yang melawanku, terserah kalian mau apakan dia," ujarnya dengan pelan sembari mengangkat kedua bahunya.
Kedua pria tadi tentunya tidak menganggap respon seperti itu dilihat dari panik yang melanda wajah mereka. Sementara Mario? Anak laki-laki itu begitu ketakutan. "Nggh, urrm." Dia masih berusaha untuk menjerit namun yang keluar hanya erangan kacau seperti itu. Dia mencoba untuk melawan pria yang mengacungkan pisau ke arahnya, namun hasilnya nihil.Gerakannya terbatas dan dia bisa merasakan bahwa tali yang mengikatnya akan membekas di tubuhnya.
"Kau – kau yakin? Aku akan menggoreskan pisau ini pada lehernya yang putih!" teriak pria yang berada di belakang Mario masih mencoba untuk mengadu nasib. Langkah Tom terhenti. Dia memutar badannya. Kedua tangannya sekarang tersilang di depan dadanya. Sebuah seringaian terukir di wajahnya. "Silakan, be my guest," gumam Tom dengan pelan.
Pria tadi mendadak kaku, dia tidak menduga semuanya akan menjadi seperti ini. Begitu mendapat anggukan dari pria yang pertama, dia mulai menggoreskan pisau itu kepada leher Mario hingga darah mulai keluar dengan perlahan.
"Urrmm, nggh." Mario tahu bahwa semakin dia meronta semakin pisau itu akan tergores lebih dalam. Dia hanya bisa mengerang dan membesarkan matanya karena sakit yang terasa di lehernya. Begitu panas dan perih.
Hal berikutnya yang Mario dengar adalah suara pistol yang ditembakkan dan baku hantam yang terjadi di ruangan itu. "Kau lama, Kim," desis Tom. Mario membuka matanya yang tadi tertutup karena menahan sakit. Dia melihat Kim sudah berdiri di samping Tom dengan pistol di tangan kanannya sementara Alfred sedang berjalan sembari tersenyum ke arah pria yang satu lagi yang masih hidup. pria yang mengacungkan pisau tadi sudah terjatuh tak bernyawa di belakang Mario.
Air mata keluar dari mata Mario karena ketakutan baru saja berada pada ambang kematian. Tubuhnya gemetar hebat terutama ketika Tom berjalan menuju ke arahnya mengabaikan Alfred yang menghajar pria yang satunya hingga pingsan. Tom menatapnya dengan tatapan sendu namun juga penuh amarah.
Ketika tangannya menyentuh pipi Mario yang gemetar hebat, pria yang lebih tua itu tersenyum lembut. "Maafkan aku, ya?" Mario mengangguk namun tak mampu untuk menghentikan air matanya. ”bukan. ini—ini bukan salahmu.” Ikatan di tangan dan kaki Mario segera dibuka oleh Tom dan seketika itu juga badan Mario ambruk karena kelelahan pada tubuh Tom.
“tidak, ini salahku karena telah membuatmu hampir mati kebosanan.” Gurau Tom.
“tidak tidak! Ini semua salahku karena melanggar semua peraturanmu. Hukumlah aku!” Mario menggeleng pelan sambil tetap menangis dalam dekapan Tom.
Tom terkekeh pelan dan menggendong Mario dalam bridal-style (#eh ). Pipi Mario begitu memerah apalagi ditambah dengan siulan nakal dari Alfred. Sepertinya hanya Alfred yang tidak terpengaruh oleh tatapan tajam dari Tom. Ketika berjalan menuju pintu keluar, Tom menyadari darah yang keluar dari leher Mario bekas tusukan pisau tadi. Dia menundukkan kepalanya dan menjulurkan lidahnya untuk menjilat darah tersebut agar tak bersisa. "Urmm..." Entah kenapa Mario mendesah ketika lidah Tom yang basah menyentuh lehernya dan ketika pria yang lebih tua itu menghentikannya, dia merasa kecewa. Keduanya bertatapan dalam waktu yang cukup lama dan dalam jarak yang begitu dekat sampai Alfred meneriakkan nama mereka untuk segera keluar.
..Hari itu Mario mengetahui bagaimana perasaan Beauty yang diselamatkan oleh Beast..
Pertama, dia menuju ke perpustakaan untuk mencari ketenangan. Matanya menelusuri setiap judul yang ada di rak perpustakaan tersebut namun tak ada satupun yang menarik minatnya. Dia akhirnya mengangkat bahu dan kemudian beranjak pergi ke tempat lain.
Sembari berjalan menuju ke arah taman, Mario kembali mengingat kejadian yang terjadi 2 minggu lalu –saat dia diculik dan Tom menyelamatkannya. Hatinya entah kenapa selalu berdebar mengingat bagaimana Tom terlihat khawatir terhadapnya terutama ketika lidah Tom menjilat lehernya. Ada satu perasaan aneh di dalam tubuhnya. Perutnya serasa melilit setiap dia mengingat perlakuan lembut pria itu kepadanya. Selama 2 minggu itu, Tom memutuskan untuk mengambil cuti dan mengerahkan semua perhatiannya kepada Mario. Dia bahkan mengajak Mario ke taman bermain karena tahu alasan Mario kabur adalah karena anak itu merasa bosan.
Mario tak habis pikir kenapa Tom mau melakukan semuanya untuk dirinya? Apakah seperti Beast dalam dongeng, Tom memiliki mawar merah yang akan layu satu per satu dan dia harus menemukan cinta sejatinya?
Blush.
Muka Mario mendadak memerah mendengar dirinya mengatakan cinta sejati, "Ada apa dengan dirimu, Mario Rose?" desisnya pelan.
Langkahnya terhenti ketika dia memegang dadanya yang debarannya semakin kencang setiap kali memikirkan senyuman lembut, tatapan tulus, dan perlakuan ramah dari Tom. Rasanya ada yang berbeda ketika Tom menyentuhnya. Kemudian tiba-tiba dia teringat atas syarat Tom.
"Kau boleh berjalan ke manapun di mansion ini asal jangan lantai paling atas, mengerti?"
Rasa penasaran menggelumuti perasaan Mario. Apakah mungkin ada sesuatu yang disembunyikan Tom seperti Beast yang menyembunyikan mawar itu dari Belle? Entahlah, Mario tidak tahu. Ini bukan kisah dongeng. Lagipula Tom bukan Beast karena wajahnya yang yang tidak Beast.
Ah, sudahlah. Lebih baik dia memuaskan rasa ingin tahunya. Dia memutar langkah kakinya. Dengan hati-hati. dia melewati para maid dan menyelinap ke tangga yang terdapat di bagian dalam untuk naik ke lantai paling atas. Dia berhenti ketika melihat seorang maid yang berjalan di atas lantai yang ingin dia tuju. Setelah memastikan sekelilingnya aman, Mario segera menyelinap ke arah tangga yang ada di depannya dan naik ke atas.
Semakin ke atas, cahaya lampu semakin tak ada. Cukup lama bagi Mario untuk membiasakan matanya dalam kegelapan. Dia akhirnya berhenti di depan sebuah pintu yang cukup kuno. Betapa terkejutnya dia mendapatkan pintu itu tidak terkunci dan tidak berdebu juga. Dia memutar kenop pintunya dengan hati-hati. Setelah terbuka, dia memasuki ruangan itu dengan perlahan.
Tangannya mencari saklar yang ada di samping pintu. Ketika cahaya memenuhi ruangan, sekali lagi, Mario menyesuaikan matanya pada cahaya tersebut. Matanya membesar ketika melihat apa isi ruangan itu. Di ruangan itu penuh dengan fotonya, dari waktu dia kecil hingga sekarang. Dia berjalan menuju ke meja yang memiliki foto keluarganya yang sedang tersenyum hangat. Di atas pigura foto, di dinding menggantung sebuah foto wanita yang begitu cantik di mata Mario. wanita itu memakai gaun berwarna putih (sepertinya gaun pengantin). Rambutnya yang panjang berwarna hitam diuraikan begitu saja kontras dengan kulitnya yang cukup putih. Tatapan matanya begitu lembut dan seketika Mario bisa merasakan kehangatan di dalamnya.
Di ruangan itu penuh sekali dengan album foto Mario dan keluarganya. Ada juga beberapa yang berisi foto wanita yang digantung tersebut. Rasanya ada perasaan aneh lainnya yang menjalar di hatinya ketika mendapati Tom tersenyum lembut pada wanita yang sama yang sekarang dipeluknya. Mereka terlihat begitu mesra.
"Apa yang kau lakukan?" Suara berat Tom sontak membuat Mario terkejut dan menjatuhkan album foto yang dia pegang. Dia memutar badannya dan berhadapan langsung dengan Tom yang menatapnya penuh amarah. Tom berdiri tegak tanpa tongkat semenjak kejadian penculikan itu dan Mario tidak tahu alasannya.
Glek.
Mario menelan ludah dan mencoba menjelaskan situasinya, "Tom aku –"
"Stop. Pertama, kau sudah berani kabur dariku. Sekarang kau melanggar perintahku yang paling penting?" Mario tahu bahwa Tom begitu marah kepadanya, tapi dia masih tak mengerti. Apa yang sebenarnya disembunyikan Tom, bukankah seharusnya Mario yang marah karena fotonya disimpan dan diambil tanpa sepengetahuannya? "Alfred!" Suara teriakan Tom memenuhi ruangan.
Tak berapa lama Alfred terlihat kecapekan sehabis berlari. Ketika matanya bertemu dengan Mario, kedua matanya membesar karena horor. "Tommy aku –"
"Kembalikan dia ke panti," sela Tom dengan tegas.
"Eh?" tanya Alfred tak percaya.
"Aku bilang, kembalikan dia ke panti, SEKARANG!"
"Tom –"
"Jangan panggil namaku!" Tom tak mengijinkan Mario untuk berkata apapun karena pria itu segera berbalik dan meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.
Alfred menghela nafas sebelum menarik Mario keluar dari ruangan itu. Dia membantu Mario mengepakkan barang anak itu. Setelah semuanya beres, Mario bermaksud untuk berpamitan, namun Alfred menggelengkan kepalanya. Kembali rasa sakit itu muncul ketika Mario berpikir harus menjauh dari Tom.
..Mungkin inilah yang dirasakan Beauty ketika dia harus meninggalkan Beast..
Semenjak berada di panti, hanya tubuh Mario yang pulang, tapi jiwanya entah ke mana. Bahkan dia tidak menggubris ajakan untuk bermain bola oleh sahabatnya. Pikirannya hanya terisi oleh pria yang selalu memakai topeng separuh muka itu. Begitu banyak perasaan yang berkecamuk di dalamnya. Ingin rasanya dia meminta alamat Tom dan langsung berkunjung, tapi dia tahu bahwa itu juga tak ada gunanya. Apa yang dikatakan Tom sudah jelas, dia tidak ingin melihat muka anak itu lagi.
Dia ingin tahu apa yang sedang dilakukan pria itu, apakah dia cukup istirahat atau apakah dia masih tidak mau makan masakan Alfred lagi? Semenjak saat itu, Mario menjadi seorang anak yang pemurung. Dia menjadi tertutup dan kondisinya tidak jauh berbeda ketika kali pertama dia menginjakkan kaki ke panti. Jessica merasa resah karena hal itu. Dia melihat dari balik jendela bagaimaan keadaan anak jangkung itu. Akhirnya, Jessica memutuskan sesuatu.
.
.
.
"Mario, mereka adalah orang tuamu yang baru," ujar Jessica lembut pada Mario yang baru saja melangkahkan kaki ke dalam. Kepalanya menunduk dan dia hanya melirik sekilas pada pasangan suami istri yang sebentar lagi akan menjadi orang tuanya yang baru. Dia hanya mengangguk dengan malas dan melakukan perkenalan formal seperti biasanya.
Tak berapa lama dia mendapati dirinya berada di mobil yang sama dengan pasangan suami istri tersebut. Satu hal yang terasa aneh di benak Mario, dia merasa mengenali jalan yang dilewatinya sekarang. Mungkinkah?
Mario kembali mendapati dirinya berdiri di depan gerbang yang sama, melewati taman yang sama, dan terpukau pada pintu utama yang sama. Apakah ini hanya halusinasinya?
"Alfred menyuruhku untuk menjemputmu, jadi di sinilah kita sekarang," jelas wanita yang tersenyum lembut kepadanya. Kalau tidak salah nama wanita itu adalah Walburga Black dan pria yang menjadi suaminya adalah Alggie Black. Sungguh kebetulan mereka bermarga sama. "Sepertinya Alfred tahu kalau Jessica ingin mencari orang tua untukmu dan mereka menyuruh kami untuk mengadopsimu, lagipula karena nama kita kebetulan sama sepertinya Jessica tidak akan curiga," jelas wanita itu sekali lagi. Sementara suaminya masih menekan bel sembari tangannya menggenggam tangan wanita itu dengan erat.
"Semoga saja Tom tidak akan marah," gumam pria itu.
"Aduh, Alggie, kau tidak perlu terlalu khawatir, sayang~" wanita itu mengcium kilat pipi Alggie.
Akhirnya pintu pun terbuka dan terlihatlah Alfred dengan rambutnya yang khas. Sebuah senyuman lebar menghiasi wajahnya. Dia memeluk Alggie dan Walburga satu persatu sebelum perhatiannya kembali terarah pada Mario. "Ini dia Minnieku, ya ampun, miss you," gumamnya.
Mario tak bisa berkata apa-apa lagi selain memeluk Alfred dengan erat hingga leher Alfred terasa sesak karena tubuh Mario yang sedikit pendek membuatnya harus sedikit menunduk. "Kalau begitu kami pergi dulu ya, Alggie sudah tidak sabar," goda Walburga. Alfred memberi salam sembari Mario tetap memeluknya.
Setelah akhirnya Mario melepaskan pelukannya dia menatap produser itu dengan tatapan heran. "Kenapa?"
"Hehe. Ayo masuk, akan kujelaskan nanti," ujar Alfred sembari mengangkat barang Mario yang hanya dua buah koper kecil.
Dalam perjalanan Alfred menjelaskan bagaimana kelakuan Tom berubah 180 derajat. Dia kembali menjadi workaholic dan Alfred juga mengatakan bahwa sebenarnya Tom adalah kepala black market. Pria yang waktu itu menculiknya adalah anak buah dari lawan Tom yang merasa iri. "Aku harap kau tak akan merubah pikiranmu tentang Tommy, dia sudah cukup menderita, kau tahu?" ujar Alfred setelah dia menyelesaikan ceritanya. Mereka sudah meletakkan barang Mario di kamarnya yang dulu dan tak lama mereka kembali menelusuri lorong yang sama untuk menuju ruang kerja Tom.
Mario menggeleng. "Tidak akan, Tuan–Tom yang kukenal adalah orang yang baik," gumamnya. Dia tidak akan merubah pikirannya meskipun dia tahu apa pekerjaan Tom, karena baginya Tom begitu baik dan selalu memperhatikannya. "Kalau boleh tahu, kenapa dia –"
"Entah, aku juga tidak tahu," sela Alfred karena dia tahu pertanyaan Mario. "Yang kutahu adalah gadis dalam foto itu adalah istrinya. Ruangan atas itu dulu digunakan oleh istrinya untuk mengumpulkan foto-foto mereka agar mereka bisa mengingat setiap perjalanan mereka."
Entah kenapa mendengar kata istri, dada Mario terasa sakit. "Lalu di mana istrinya sekarang?" Mario yakin bahwa suaranya sekarang terdengar serak dan menyakitkan.
"Sudah tak ada, istrinya sudah lama meninggal karena kecelakaan pesawat terbang. Sejak saat itu Tom menutup dirinya. Topeng yang dia gunakan?" Mario mengangguk tanda mengijinkan Alfred untuk melanjutkan kalimatnya. "Katanya untuk menutup dosa yang dia buat. Dia tahu bahwa musuhnya yang meletakkan bom pada pesawat yang ditumpangi istrinya. Seharusnya saat itu dia ikut serta, namun karena urusan mendadak, dia mengatakan akan menyusul. Mungkin dia masih menggunakan topeng itu untuk mengingatkan dirinya pada masa lalu. Aku dan Kim sudah mengatakan agar dia melupakannya, tapi dia tidak bisa. Katanya urgh, maaf, katanya dia merasa bersalah pada istrinya."
"Kenapa dia mempunyai fotoku?" Belum sempat Alfred menjawab, mereka sudah sampai di depan ruang kerja Tom.
Alfred membukakan pintu itu dengan kuncinya. "Kau tanyakan saja sendiri pada orangnya. Tunggu di sini, dia akan pulang sebentar lagi." Dia menepuk pundak Mario sembari mendorong anak laki - laki itu ke dalam. "And…good luck."
Blam.
Begitu pintu tertutup, Mario melangkahkan kakinya dengan pelan dan berjalan menuju ke arah meja Tom. Dia melihat ada sebuah pigura foto di sana. Foto yang terdapat orang tuanya dan Tom dengan istrinya. Mereka semua tersenyum lebar seperti sahabat lama. Kedua wanita –ibunya dan istri Tom – berada di tengah sementara ayahnya dan Tom berada di samping dengan lengan yang direntangkan. Jari telunjuknya terarah pada wajah Tom yang terlihat begitu sempurna di matanya. Mata tajam, bibir seksi, alis sedikit tebal. Meski tak pernah melihatnya, namun Mario mengenali bibir itu, bibir yang mengecup lehernya. Seketika itu tangan kiri Mario beralih pada leher yang dikecup dan dijilat Tom waktu itu. Rasanya begitu hangat.
Kriet.
Mendengar pintu yang terbuka, Mario segera mengalihkan perhatiannya pada kenop pintu yang berputar. Perlahan di balik pintu itu dia melihat Tom dengan topeng yang menutupi sebagian wajahnya. Pria itu tetap terlihat begitu tegap dan tampan di mata Mario. Begitu sempurna. "Kau?" tanyanya terkejut ketika mendapati Mario berada di ruangannya, di belakang meja kerjanya.
Sejenak, Mario bisa melihat emosi senang di pantulan mata Tom, namun itu sesaat karena tak lama kemudian emosi itu sirna. "Apa yang kau lakukan di sini?" desis pria bertopeng itu.
Glek.
Mario menelan ludah ketika melihat Tom mempercepat langkahnya. "Aku tanya apa yang sedang kau lakukan di sini, hah?" seru Tom yang sekarang sudah berdiri di depan Mario.
Krik...Krik...Krik...
Hening.
Tak ada jawaban yang keluar dari Mario. Entah keberanian dari mana, Mario mengangkat tangannya dan perlahan menuju ke topeng yang dikenakan Tom. "Apa yang kau lakukan?" desis Tom yang menahan gerakan tangan Mario dengan mengunci pergelangan tangannya.
"Membuka…topengmu ?" jawab atau lebih tepatnya tanya Mario dengan pelan. Dia menarik tangannya yang dikunci Tom tadi. Entah mengapa genggaman Tom melemah. Pria bertopeng itu tidak mengelak ketika akhirnya kedua tangan Mario berada di topengnya dan melepasnya perlahan. Ketika topeng itu terlepas, Mario bisa melihat pria yang jauh lebih tampan daripada yang dia lihat di foto tadi.
Tanpa aba-aba, Tom menarik tangan kiri Mario hingga anak laki-laki itu menubruk dada bidangnnya. Dengan sigap, Tom melumat bibir merah menggoda itu. Tangan kirinya menyelinap ke pinggang Mario untuk menekakan ciuman mereka. Kedua tangan Mario akhirnya melingkar pada leher Tom begitu pula tangan Tom pada pinggang Mario.
...Dan hari itu, Mario akhirnya mengerti bagaimana perasaan cinta Beauty terhadap Beast...
End
@henry : sengaja aku bikin nge gantung
masih byk yg blm diungkap soalx. ayo liliant smangat!! ;-)
aku udah bikin story lg, hehe
aku udah bikin story lg, hehe