It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
http://jejakasbystory.blogspot.com
makasih bang, aku sudah baca blog nya, dan ninggalin sedikit jejak di sana
iya sama :P
Sabtu malam, awal Februari 2012.
Telepon masuk dari nomor yang tak kukenal. Dari nomor 08765****68, nomor yang tak bernama. Biasanya dari orang-orang yang salah pencet nomor. Atau dari teman baru FB, manjam atau situs-situs yang lain. Entahlah. Akhirnya kuangkat juga telepon ini.
“Hallo ... ini ARIK?” suara pria pelan. Terdengar ragu-ragu.
“Ya. Maaf, siapa ini?” tanyaku sambil mendekatkan handphone lebih dekat ke telingaku. Suaranya benar-benar lirih. Terdengar seperti tak percaya diri. Atau dia sedang ketakutan. Atau sinyal XL sedang tak bagus.
“Satya”
Pikiranku berputar-putar. Mencoba mengingat-ingat, siapa Satya yang dia maksud. Sepertinya aku tak pernah punya teman bernama Satya. Tak ada teman sekolahku yang bernama Satya. Teman-teman gaul juga tak ada. Entahlah, mungkin aku sudah lupa.
“Sorry, apa kita pernah ketemuan?”
“Belum mas”
“Hmm ... Oke. Salam kenal aja ya”
“Thanks, Mas”
“Kamu stay dimana?”
“Aku di Bratang, mas”
“Nggak jauh dari tempatku”
“Iya mas”
“Kapan-kapan ketemuan ya”
“Iya mas ...”
Telepon kututup. Kulihat jam sudah menunjukkan jam 10 malam. Ini sudah waktunya aku tidur. Aslinya aku memang tak biasa tidur pada jam-jam segini. Dulu, aku membiasakan tidur diatas jam 12 malam. Kata orang-orang tua dulu, tidur diatas jam 12 malam itu bisa mengasah kepekaan perasaan. Selain itu menghindari gangguan-gangguan sihir manusia. Yup, dengan tidur diatas jam 12 malam itu kita akan terhindar dari serangan santet.
Hahaha ... haregene masih percaya sama santet ya!
Entahlah, apakah santet itu ada atau tidak. Tapi aku mengambil positifnya saja, bahwa terlalu banyak tidur juga tak bagus buat kesehatan pikiran kita.
*
Sabtu malam, akhir Februari 2012.
“Hallo .. mas ARIK?”
“Iya. Maaf siapa ini?”
“Satya, mas”
Aku jelas masih mengingatnya. Tapi nomor teleponnya berubah. Bukan lagi nomor yang dia gunakan saat meneleponku pertama kali dulu.
“Nomor kamu ganti?”
“Iya, mas. Hapeku hilang”
“Oh. Oke, lagi dimana?”
“Di rumah aja mas”
“Kog nggak apel?”
“Nggak punya pacar, mas”
“Hahaha ... sama dong”
“Menyedihkan ya mas”
“Nggak juga. Gue enjoy aja kog”
“Bener mas? Kog bisa?”
“Gue udah ngalami yang namanya pacaran. Jadi udah tahu gimana susah senangnya”
“Mas udah pengalaman, dong”
“Ya iyalah. Masak umur 40 tahun masih mentah?”
“Hah? Kamu umur 40 tahun, mas?”
“Iya. Kenapa? Ada masalah?”
“Engg—nnggaak mas ... maaf”
“Hahaha ... nggak perlu minta maaflah. Emang nyatanya begitu kog”
“Boleh nanya-nanya mas”
“Ask me. What about?”
“Tapi mas nggak marah kan?”
“Enggaklah. Tanya aja”
“Kalau mas pacaran, ngapain aja?”
-- Aku sedikit terperangah. Bagaimana bisa ada pertanyaan seperti ini? –
“Maksud kamu?”
“Apa mas juga ngelakuin itu?”
“Itu apa?”
“Seks”
Dia mengucapkan kata seks dengan nada ragu. Gamang. Nggak yakin. Dalam hati aku penasaran sendiri. Seperti apa ya bentuk orang yang ragu-ragu bertanya tentang seks di jaman yang memang sudah seksi ini. Seks bukan lagi hal yang tabu untuk dibicarakan, bukan? Kalau ada yang bertanya tentang seks dengan malu-malu seperti ini, pasti dia ini tergolong orang idiot. Pasti dia punya keterbelakangan mental. Setengah idiot, kali.
“Seks kan udah biasa di kalangan kita”
“Aku enggak mas”
“Maksud kamu?”
“Dulu sama BF Cuma saling onani aja”
Busyet dah! Jangan-jangan dia ini anak baru lulus Sekolah Dasar Negeri dari Desa di Puncak Gunung Salak sana. Hush ... itu Gunung Keramat tahu! Nggak boleh ngomong tentang Salak ya akhir-akhir ini.
“Maaf, kamu umur berapa?”
“25 mas”
OMG ... kamu itu lelaki yang sudah berumur seperempat abad, dan Cuma bisa onani saja? Bener-bener lelaki primitif. Kupikir Satya hanya main-main saja. Atau jangan-jangan dia hanya menguji aku saja. Apa sih yang perlu kau buktikan dariku, Satya? Atau kamu ini memang lelaki lugu? Sontoloyo!
“FB kamu apa? Sudah link sama FB-ku belum?”
“Belum mas”
“Boleh minta akun FB kamu?”
Guys, gue perlu bertanya itu. Zaman sekarang, kita memang kudu berhati-hati kalau menggunakan akun FB. Kalian pasti sudah banyak mendengar tentang kejahatan yang dilakukan oleh oknum-oknum dengan menggunakan FB. Jadi jangan semudah itu memberi link FB kita pada teman yang tidak kita kenal atau kita rasa dia baik.
“Boleh mas. Add ya di satyasby@ya******** ”
“OK. Let me check your FB”
Aku matikan phone.
Aku mulai mengetikkan alamat email dia di Facebook.
Dan ... jreng jreng jreng ...
Muncullah akun facebook Satya dengan foto diri yang sanggup membelalakkan mataku. Foto yang dipajangnya di profilenya itu foto seorang lelaki dewasa, tampan, tinggi dan bertubuh atletis. Ada beberapa fotonya yang sedang memperagakan busana dari salah satu agency. Ada juga beberapa foto saat dia sedang berada di kantor bersama teman-temannya.
Ah ... ini pasti profile palsu!
Sudah banyak orang-orang yang menggunakan foto orang lain untuk menggaet teman facebook sebanyak-banyaknya. Nggak bisa dipungkiri, orang pasti tertarik meng-add pemilik akun yang memasang foto diri yang tampan dan seksi. Meskipun itu adalah foto orang lain.
Buat gue, itu kebodohan yang nyata!
Berwajah Jelek atau tampan itu sudah ciptaan Gusti Allah. Buat apa malu, lha wong memang sudah cetakannya begitu. Yang jelas, kalau merasa tampan tak boleh tinggi hati. Begitu juga kalau merasa jelek, tak usah rendah diri.
Gue pikir, si Satya ini Fake Profile.
Satu malam di Pertengahan April.
Aku baru akan tertidur, saat hapeku berdering. Nomor Satya yang sedang memanggil. Aku agak mengantuk memang, tapi kuangkat saja teleponnya.
“Hai ... tumben”
“Iya, mas. Lagi bete nih”
“Ada apa? Masalah sama BF?”
“Nggak mas. Pengen ngobrol aja”
“OK. Gue juga nggak bisa tidur nih”
Hhhhhh ... suara Satya mendesah. Terdengar berat sekali. Seperti ada beban yang sedang dipikulnya. Huuuh ... ternyata orang muda, ganteng dan seksi bisa bete juga ya! Kirain Cuma orang-orang tua, jelek dan miskin aja yang boleh bete. Hahaha ... ternyata yang namanya bete itu universal. Nggak tua, nggak muda, nggak ganteng nggak jelek, nggak kaya nggak miskin juga bisa terjangkit bete. Haduh!
“Mo cerita apa kamu, SAT?”
“Cerita apa ya? Mas aja yang cerita”
“Jiah ... lo pikir gue ini mama kamu apa yang punya kewajiban ndongeng sebelum tidur?”
“Hahaha ... ayolah mas”
“OK ... OK ... pengen denger cerita apa?”
“SEKS AJA”
“Oh Em Ji” aku menahan napas panjang. Kenapa ya dia ini terfokus ke situ. Honestly, seks bukanlah hal yang asik dibicarakan. Seks itu cocoknya ya dipraktekkan. Bagaimana kamu bisa merasakan orgasme hanya dengan mendengarkan cerita seseorang? Nggak mungkin, kan?
“Haduh ... mending praktek aja, SAT”
“Hah? Bener mas mau?”
“Mau ajalah. Be my student”
“Kapan ...?”
“Terserah kamu ...”
Dia tak menjawab. Mungkin sedang mengecek agenda plannernya. Melihat jadwal kosongnya atau apalah. Yang kudengar kemudian adalah suara pintu kamarnya yang sedang di ketuk. Tok tok tok!
“Mas ... besok aku sambung lagi ya” katanya dengan nada ketakutan.
Aku tahu. Itu pasti suara Bfnya. Dia pasti sedang kesepian tadi. Entahlah. Aku juga tak mau berpikir panjang tentang Satya. Kami juga belum bertemu secara langsung. Di Facebook dia juga jarang pasang status. Entah sibuk atau memang malas saja mengupdate facebooknya.
Aku tertidur.
**
Awal MEI 2012.
Aku sedang bete berat stay di rumah. Aku ingin suasana baru. Kusewa aja satu motel di tengah kota. Nggak terlalu mahal memang, cuma 120 ribu rupiah semalam. Tapi fasilitasnya bagus. Udah ada AC, Teve Kabel plus Wifi sepanjang hari. Nikmat bukan?
Aku bener-bener menikmati suasana baru ini. Ada di dalam satu kamar yang tenang ditemani sebotol bir dan sebungkus rokok filter. Mirip-mirip Koboy yang patah hati. Hahaha ... mana ada ya broken hearted cowboy?
Kunyalakan laptopku dan mulai browsing.
Ada satu pesan dari Facebook Satya. Isinya singkat saja,”Apa kabar, mas?”
Kubalas pesannya,”Kabar baik. Gue lagi di motel tengah kota. Mau belajar sekarang? Call me”
Ting Ting Tuing Ting Ting Tuing ....
Nada dering hapeku menjerit-njerit. Satya’s number. Aku tersenyum lebar. Ternyata dia murid yang baik. Dia merespon pesanku dengan baik.
“Hai ...”
“Mas dimana?”
“Di motel. Kamu dimana?”
“Di kost”
“Mau kesini?”
“Mau. Tapi aku nggak tahu di mana motelnya”
“Gampang. Kamu datang aja ke plasa XXXX. Nanti aku jemput”
“Bener ya mas”
“Yes”
“Jam berapa?”
“Jam delapan kamu sudah bisa nyampe kesini kan?”
“Bisa, mas”
“Kamu naik apa”
“Naik motor mas”
“Good. Pelan-pelan aja”
“OK”
Hape ditutup. Tiba-tiba saja aku yang ketakutan sendiri. Bagaimana bisa aku mengundang orang yang belum jelas begini ke dalam motel? Bagaimana kalau dia berbuat yang aneh-aneh? Bikin onar di motel atau merancang tindakan pemerkosaan?
Ah, kalau pemerkosaan sih nggak masalah.
Bisa-bisa dialah yang bakal gue perkosa! Bagaimana kalau dia merancang satu skenario perampokan? Sepertinya nggak mungkin ya. Tak ada barang-barang berharga yang aku punya. Satu-satunya barang paling berharga di dalam kamarku ini ya harga diriku ini. Yup, meski tua, miskin dan tak tampan aku ogah kalau dilecehkan. Cos gue juga tak suka melecehkan orang.
Cintai aku sepenuh hati, maka akan kuberikan cinta, harta dan jiwa ragaku untukmu.
Preeetttt ... lebay setengah mampus!
***
Satu jam sudah berlalu. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 20. 15. Sudah lewat 15 menit dari jam delapan. C’mon Satya, aku sangat berharap kamu datang malam ini. Otakku sedang tak bisa berpikir dengan benar malam ini. Mungkin pengaruh beberapa gelas bir tadi. Atau jangan-jangan gue memang sudah menderita sakit jiwa kronis. I don’t know.
Ting Ting Tuing tuing ... Ting Ting Tuing Tuing ...
Ya Tuhan ... itu nomor satya.
“Kamu dimana?”
“Udah di Plasa XXX mas ...”
“OK aku susul kamu. Kamu berdiri aja di depan Mc D ya”
“Iya mas”
Aku bergegas keluar dari kamar hotel. Berjalan dengan cepat menuju ke Plasa XXX. Jaraknya memang tak jauh dari motelku. Bisa dijangkau hanya dengan berjalan kaki 2 menit saja. Sepanjang perjalanan itu otakku dipenuhi dengansegala macam pertanyaan tentang Satya. Shit!
Aku berdiri di depan Mc D. Tak ada lelaki yang berwajah tampan seperti profil Satya. Ada satu orang lelaki berwajah preman di sudut pintu Mc D. Lelaki buruk muka. Haduh. Dia terlihat sibuk menekan-nekan tombol hape. Sepertinya mengirim satu sms.
Teng teng teng .... sms masuk ke hapeku.
O Em Ji ... jangan-jangan Satya itu ya si preman itu! Kubuka inboxnya.
“Kamu yang pake kaos biru itu ya?”
Tak kubalas sms Satya. Tubuhku sedingin mayat. Preman itu tersenyum kearahku. Dia memamerkan sederet gigi tonggosnya. Bah, aku tak terkesan sama sekali. Lelaki tonggos bukanlah typeku. Membayangkan penisku dioralnya saja sudah bikin pahaku perih. Pasti lecet semua kulit penisku nanti.
Ting Ting Tuing Tuing ...
Kulihat Preman itu mengangkat hapenya. Damned! Jarak antara aku dan si preman memang tak terlalu jauh. Kira-kira Cuma 3 meteran saja. Dering hapeku pasti terdengar olehnya. Sengaja tidak aku angkat. Aku berniat kabur saja. Daripada penisku lecet-2 dan infeksi ... mending melarikan diri saja. Biarlah dia bilang gue ini pengecut, banci, bencong atau apapun. Tak masalah buatku.
Aku bergegas mengambil langkah-langkah.
“Mas ARIK ...”
Satu sentuhan di pundakkku itu mengagetkanku.
“How dare are you! Don’t touch me Tonggos Man!” mungkin itu yang akan kuucapkan kalau kutahu bahwa si preman itu yang menahan langkahku.
Aku menoleh ke belakang.
Aku mematung. Aku tak bisa menyembunyikan kekagetan sekaligus keterkejutanku. Mukaku pasti pucat pasi seperti pocong malam ini. Putih kehabisan darah. Nafasku tertahan beberapa menit. Kulihat sosok yang sedang menahan langkahku ini.
Subhanallah ... diakah si satya?
Tuhan, beri aku sekeranjang lem Alteko. Akan kulekatkan saja diriku dengan dirinya agar bisa menyatu selama-lamanya. Buang saja kami berdua di satu pulau terpencil sana. Atau jatuhkan diri kami berdua ke jurang Gunung Salak yang tak terjangkau oleh tangan-tangan manusia lainnya.
Satya ternyata memang lelaki tampan.
Tingginya sekitar 185 cm, atletis, bermuka putih bersih. Aroma tubuhnya tercium wangi dari jarak tempatku berdiri. Dialah lelaki impian semua pria gay. Aku tak menduga bakal bertemu lelaki sesempurna dia. Tak pernah ada dalam bayanganku bahwa Satya adalah lelaki paling tampan yang pernah kutemui.
YES, HE'S ALMOST PERFECT.
WOW BALIK )