It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Damn it!!
Seperti biasa, kampusku dihari masuknya sangat ramai. Saking ramainya banyak orang yang berlalu lalang. Aku dengan langkah yang gontai terus merangsek masuk ke dalam kampusku. Ya, hari ini kegiatan perkuliahan sudah dimulai kembali setelah kemaren sempat libur. Hanya saja aku agak merasa tidak enak menginjakan kaki di kampus, apa lagi ke dalam ruang kelasku.
Terlihat di kelasku ada ketiga temanku yang sedang asyik mengobrol. Fajri yang tengah duduk di tengah kelas dikelilingi oleh Dennis dan Billy. Mereka berbicara sambil sesekali tertawa. Aku pun mendekat ke arah mereka bertiga.
"Hai bro", sapa Billy.
"Hai juga", jawabku tidak semangat dan duduk di sebelah Fajri.
"Biasa.....", belum sempat Fajri melanjutkan kata-katanya aku sudah menggoyang kakinya.
"Udah ah, lagi males aja", jawabku seadanya.
"Bro! Gimana kemaren kencannya?", tanya Dennis yang langsung menarik kursi ke arahku.
"Ya biasalah...", kataku malas.
"Enak banget neh dapat yang dewasa, ah ah ah ", goda Billy dengan goyangan maju mundurnya.
"Gila lho!", balasku. "Aku ini anak baik bro".
"Baik apa baik?", tatap Dennis. "Gimana ya rasanya dapat cewek yang lebih tua? Pengen".
"Tuh! Tanya Andi", tunjuk Fajri.
"Ahhhh, cinta itu ngga memandang usia, harta dan jenis kelamin", jawabku dengan soknya.
"Terus kalo sama cowok berarti cinta juga dong", sela Billy.
Aku terdiam sejenak, jadi teringat dengan apa saja yang terjadi kemaren. Aku tatap Fajri dan dia menggelengkan kepalanya, berarti dia tidak membocorkan rahasiaku. Hanya saja dipikiranku sekarang terasa semakin kuat untuk memikirkan orang itu. Semenjak dari datangnya aku ke kampus, rasa itu semakin mengebu-ngebu, ingin cepat bertemu dengan orang itu. Namun, baru kali ini aku tidak bisa menahan gejolak batin, bahwa aku menginginkan kehadiran Meza!
"Shit!", umpatku. "Bahas yang lain aja!".
"Emmm", Dennis sedang berpikir. "Oya, tahu ngga kalian tentang si culun itu?".
"Emang napa?", tanya Fajri.
"Dia berubah!", potong Billy. "Gila pokoknya".
"Berubah gimana?", kataku penasaran.
"Ngga jadi culun lagi", jawab Dennis. Belum sempat Dennis melanjutkan kata-katanya.
Tiba-tiba suasana di kelasku semakin riuh. "Hei hei!!!", teriak salah satu teman cowokku di kelas. Dia datang sambil berlari terbirit-birit. "Si culun ganti MODE!!!!"
Sontak saja orang-orang satu kelas berhamburan menuju depan kelas. Mereka sepertinya penasaran sekali dengan si Meza yang berubah dari buruk rupa menjadi rupawan. Tapi kenapa jantungku berdebar lebih kencang dari biasanya? Seperti ada firasat antara senang dan tidak enak.
"Benarkan kataku!", Dennis beranjak dari kursinya dan ikut nimbrung dengan teman-teman kelas yang terlihat mengantri buat menonton Meza.
Perlahan-lahan orang-orang yang berkerumunan mulai memberi jalan masuk buat Meza. Aku yang tengah duduk di kursi hanya bisa menahan nafas, berusaha untuk tidak kelihatan gugup. Fajri yang berada di samping menatap tajam ke arah kerumunan itu, sepertinya dia melihat Meza datang. Sedangkn Billy ikut mendekat ke Dennis yang tengah kaget melihat penampilan Meza terbaru.
"Astaganaga.....", kata Billy terkagum-kagum. "Cakep pisan euy".
Aku memperhatikan seseorang yang keluar dari kerumunan itu. Seorang laki-laki muda, dengan pesonanya yang baru. Langkahnya yang tegap berjalan ke arahku. Aku perhatikan baik-baik, wajahnya berubah, mungkin karena tidak lagi memakai kacamata besarnya. Rambutnya terlihat pendek dan rapi. Matanya juga, menatap lembut ke arahku. Badannya yang mungkin sedikit kurus membuatku lebih terpana. Goyangan pinggulnya saat berjalan seirama dengan deru ombak nafasku. Meza benar-benar berubah 100 %, penampilannya kali ini lebih terlihat elegan. Bajunya yang rapi, celana jeansnya yang terlihat sedikit ketat. Lalu ditangan kirinya menggunakan gelang dengan untaian bentuk kucing.
Aku terus saja memperhatikan gerak-geriknya. Entah kenapa, lama-lama semua yang ada di Meza membuat aku tergoda. Bibir tipisnya, mata berpupil coklatnya, dagunya yang sedikit lancip, tekstur tubuhnya, lalu pantatnya, darahku semakin meninggi melihatnya. Jantungku berdegup kencang, aliran pikiranku terus mengalir mengingat mimpi yang lalu, betapa aku ingin yang nyata untuk terjadi, aku menginginkan semua yang ada di Meza. Aku.... Aku... Aku.....
"Ndi!!", panggil Fajri. "Andi!!! Woy!!!!!".
"Ya?", aku tersontak dari pandanganku. Aliran darahku masih naik turun.
"Kamu jauhi dia!", tegur Fajri.
"Ngga...ngga bisa Jri", jawabku dengan nada tersengal-sengal.
"Aduh", Fajri menepuk jidatnya. "Kamu lupa ya?".
"Aku harus apa? Aku ngga bisa ke mana-mana", ucapku panik.
"Bahaya kalo kamu gitu, bisa-bisa Dennis sama Billy curiga lagi".
"Aku ikhlas kok dipelet....", aku mengalihkan lagi pandangan ke Meza, meskipun Fajri sedikit mengomel mendengar aku berbicara seperti itu. Aku sudah tidak kuat lagi, ternyata laki-laki juga pesona.
Meza terus melewati beberapa kursi dan akhirnya memilih duduk di sampingku. Wajahnya yang lucu bagiku membuatku tidak mampu mengalihkan pandanganku. Pikiranku berkecamuk, kenapa aku bisa suka sama cowok? Aku kan sudah punya cewek, Jenny? Tapi kenapa Meza terlihat lebih menggiurkan. Aku sekarang menjadi lelaki yang tak berdaya.
"Hai", sapa Meza dengan senyumnya yang menampilkan deretan giginya yang rapi.
"Ha..ha...hai...", jawabku gugup.
Tiba-tiba gerombolan cewek di kelasku datang dan mengerumuni Meza. Mereka sangat ribut dan mengganggu. Apalagi mereka asyik bicara dengan Meza tepat di sampingku. Dasar cewek nakal! Lihat cowok cakep saja sudah buta, harusnya aku yang bicara dengan Meza bukan kalian!
"Sial!!!", umpatku dalam hati.
Nafas berderu kencang, ada emosi yang menjalar dikepalaku. Ada apa sebenarnya dengan aku? Kemudian Fajri menarik kursinya dan duduk di sampingku.
"Kamu harus kuat Ndi!", bisiknya. Aku hanya bisa menatapnya dan ingin sekali berkata-kata tapi kenapa perasaan ini semakin kuat. Apalagi dengan adanya Meza di dekatku.
"Kamu duduk di ujung sana", ucap Fajri menunjuk ke arah pojok depan. Aku pun mengangguk mumpung masih ada sedikit perasaan waras dikepalaku.
Kemudian aku pindah kursi dan memilih duduk jauh dari Meza. Aku berada di pojok depan. Sempat Dennis dan Billy terlihat bingung dengan sikapku. Mungkin yang ada diotak mereka, ada apa dengan Andi hari ini, terlihat kaku dan gugup.
"Kenapa?", tanya Dennis.
"Udah biarin aja", jawab Fajri cuek dan memilih membuka bukunya. "Cepat duduk, ntar dosen kita datang".
"Aneh", umpat Billy melihatku yang kebingungan.
Selang beberapa menit akhirnya dosen kami masuk ke dalam ruang kelas dan memberikan materi kuliahnya. Namun, selama jam perkuliahan diotakku bukannya belajar tapi malah kepikiran tentang Meza, Meza, Meza, dan Meza! Tidak ada yang lain. Kalau aku sampat menutup mata yang ada hanya gambaran wajahnya. Ya Tuhan bisa gila kalau aku seperti ini.
"Pak!", aku mengangkat tangan kananku.
"Ya Andi?", tanyak Bapak Dosen gemuk itu.
"Izin ke belakang", ucapku. Mungkin aku perlu membasuh mukaku agar bisa menghilangkan pikiran jorok ini.
"Ya, silahkan", jawab Pak Dosen.
Aku pun segera berjalan keluar dari kelasku. Langkahku agak terhuyung-huyung, sempat menabrak kaki meja yang ada di depan. Sontak saja semua orang di kelas menertawakanku.
"Shit", umpatku dalam hati. Sial sekali sampai aku ditertawakan di depan kelas. Aku pun mempercepat langkahku dan segera keluar dari kelas.
....................................................................................................................................................................................
Aku langsung membasuh mukaku dengan air yang mengalir di kran wastafel toilet pria. Toilet di kampusku ini sangat bersih jadi tidak jarang banyak mahasiswa yang kadang sering ke sini sekedar membuang sial.
Aku tatap mukaku yang memantulkan bayangannya dicermin. Aku perhatikan semua tubuhku, masih normal. Aku juga berpikir aku masih normal, aku straight, aku suka cewek, aku punya pacar cewek. Aku juga sempat melakukan hubungan seks dengan cewek, aku tidak ada niat bahkan berpikir suka sama cowok.
"Tapi kenapa?", aku berbicara dengan cermin. "Kenapa aku harus ngalamin ini", aku remas kepalaku. Ini benar-benar membuatku menjadi tekanan batin. Apa yang bakal terjadi kalau aku benar-benar suka atau jatuh cinta sama Meza? Hidupku bakal kacau.
"Apa yang harus aku lakukan....", umpatku berbisik.
"Mencoba membuka hati kali", seseorang menjawab di sebelahku. Aku pun menoleh dan ternyata Meza!
"Ka..kamu...", ucapku gugup. Kenapa bisa dia ke sini. Shit!
"Mau cuci tangan, cuci muka biar ngga ngantuk", katanya sembari menatapku dengan tatapan godaannya. Seketika saja deru nafasku jadi tidak beraturan. Tatapanku semakin liar melihatnya, bukannya marah tapi emosiku malah bergejolak ingin menelusuri tubuh Meza.
"Kamu kenapa?", tanya Meza sembari membasuh tangannya.
"Ng...ngga apa-apa", jawabku. Setelah dipikir-pikir, sifat Meza juga berubah, lebih tenang dan tidak panik melihatku. Lagian, aku tidak melihat luka bekas dia kecelakaan.
"Emm.....", gumam Meza yang sadar aku terus menatapnya.
"Ma..maaf", kataku gugup. Kenapa juga aku harus gugup di dekat dia.
"Bisa betulin dompetku ngga?", pintanya yang langsung membungkuk dan memperlihatkan saku celana di belakang. Sebuah dompet terlihat ingin keluar dari sakunya.
"Em....", aku menatap kaku ke arah belakangnya. Soalnya sakunya berada di area pantatnya. Wajahku semakin gugup.
"Bisa ga? Soalnya tanganku basah", Meza memelas dan semakin memperlihatkan saku belakangnya.
"Bi..bisa", jawabku gugup. Ku arahkan tanganku ke saku belakangnya, tanganku memang sedikit gemetaran. Lalu aku sentuh dompetnya dan memasukkan ke dalam saku celananya. Agak susah ternyata karena saku celana belakangnya agak sempit.
"Kalo kamu masukin pake tangan satu susah", tegur Meza. "Soalnya sakunya.............sempit".
Oh God! Bisa gila juga aku kalau begini. Kata "sempit" yang dia ucapkan mengundang seribu makna diotakku. Dengan sedikit menahan nafsu, aku pegang pinggang Meza, lalu tanganku satunya berusaha menekan masuk dompetnya dan blesssss! Akhirnya bisa masuk juga.
"Makasi ya", ucapnya yang kemudian berdiri tegap untuk kembali membersihkan tangannya.
Aku yang berdiri di belakangnya hanya bisa menahan nafsuku. Karena tanganku masih aku taruh dipinggangnya. Nafasku terus membakar, darahku memompa adrenalin, mengirimkan pesan untuk menikmati nafsu.
"Tanganmu", tegur Meza. Tapi aku tidak menjawabnya. Aku lihat kondisi sekitar toilet sedang sepi, soalnya memang toilet ini yang menggunakan hanya 3 kelas termasuk kelas aku. Jadi terlihat sepi kalau jam-jam pagi.
Tanpa pikir panjang lagi dan melihat ada kesempatan aku tarik badan Meza, dan aku bawa ke bilik toilet di belakangku.
"Ah!", erang Meza saat aku menariknya masuk ke dalam bilik toilet bersamaku. Kemudian aku sandarkan badannya ke dinding bilik dan aku tutup pintu bilik itu. Damn it!! Aku kehilangan kontrol nafsuku.
@idans_true : fufufufufu rival love kn yg disebelah atuh yg ini si meong aja
@iamyogi96 : udh tuh, udah nungulzzzzzz
@pokemon : udh dilanjut Pak!!!
Maaf ya lama postingnya, mudah-mudahan aja chapter ini bisa berkenan dihati anda. Maaf kalo ceritanya pendek, soalnya ngetiknya via hp, dan maaf kalo critanya kurang greget, soalnya inspirasinya agak mandek
Next chapter bingung judulnya mau yg mana :
1. Sex in toilet
2. Raped in toilet; atau
3. Pressure ?
Fufufufufufufufu berikutnya lebih porno lagi, buat yg dibawah umur 17 harap tdk membaca
@rulli_arto : yaa maaf, ngetiknya via hp, kirain udh panjang bgt
@Monic : ok, akan update tp nunggu satu critanya update
@pokemon : penasaran ya? Itu ada 3 pilihan judul, mw yg mn? Menurut aku yg Pressure aja
d tgu jga crta bru nya. kyaknya jdulnya bgusan pressur aja deh...
@AwanSiwon : bakal dikebut ntr
@aoi-chan : diusahakan ga ampe 1minggu, ini gantian nyelesain crita2
Huaaaaaaaaaaa Щ(ºДºщ)