It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Salam kenal buat penulisnya
@rez1, @adacerita, @monic, @kurokuro, @aoi-chan, @dirpra, @alvalian_danoe, @yunjaedaughter, @yoedi, @yuriz_rizky, @amy73, @pokemon, @rulli arto, @adam08, @armand, @diyo_d_y, @advantage, @hikaru, @elninoS, @luketan, @sagida, @bubu91
part 12, 'Spy'
Rama sudah sampai di depan rumahnya. Tampak ibunya sedang mengelap meja warung. Warung itu tampak sepi tak ada pembeli saat Rama pulang. Seperti biasa Rama mengucapkan salam dan mencium tangan ibunya.
“kok lama banget ram, pulangnya?” Tanya ibu rama setelah rama mencium tangannya.
“iya bu, tadi nganter kuenya esa. Tadi dia sakit, jadi ga masuk sekolah.”terang rama sambil melepaskan sepatu n kaos kakinya.
“eh.. sakit apa?”
“demam, badannya panas banget”
“hmm… kasian.. eh ajak dong sekali-kali temenmu itu ke sini.. jarang-jarang kamu punya temen baik”saran ibu rama sambil mengelap piring dengan lap bersih.
Rama terdiam sesaat, menimbang-nimbang usulan ibunya lalu tersenyum padanya,“iya,bu..”.
Sebenarnya rama agak ragu dengan usulan ibunya tersebut. Dia malu pada esa. Lingkungannya sama sekali berbeda dengan lingkungan esa yang serba mewah. Rama sendiri ragu apakah esa mau bertandang di rumahnya itu. Yah.. rama hanya bisa berkata ‘ya’ pada ibunya, masalah itu biar dipikirkan lain kali, toh bukan masalah yang mendesak.
“ya sudah, cepet kamu ganti baju, solat terus makan! Sudah jam berapa ini?! Bisa-bisa kamu terlambat masuk kerja!”ujar ibu rama.
“iya..”jawab rama pelan, ia pun bergegas masuk kedalam kamarnya dan mengerjakan apa yang disuruh ibunya.
Saat rama sedang menyantap makan siangnya, dia agak terkejut melihat ibunya berjalan dengan sedikit tertatih sambil tangannya memegangi perutnya.
“loh, ibu kenapa?”rama bangkit dari kursinya dan menghampiri ibunya dengan wajah getir.
“nggak tahu.. tiba-tiba sakit ini, perut ibu..”keluh ibu rama.
Ramapun menuntun ibunya menuju kamar dan disana rama baringkan ibunya di ranjang.
“ibu punya maag?”Tanya rama heran. Selama ini dia tidak pernah mendengar ibunya mengidap penyakit maag.
“nggak.. ini dari semalam tiba-tiba sakit, nyeri sekali.. “
“hmm.. ya sudah, mending sekarang ibu minum obat yang ada dulu ya.. “ujar rama sambil berjalan mengambil obat maag, kebetulan dia masih menyimpan obat saat dia terkena maag dulu dan masih jauh dari tanggal kadaluarsa. Tak lupa rama mengambil segelas air putih untuk air minum ibunya.
“ini bu, minum dulu”
Ibu rama pun mengambil pil obat itu lalu meminumnya.
“sudah, ibu tidur aja, biar ga terasa sakitnya. Biar rama yang beresin warungnya.”
“hmm… iya.. makasih ya nak..”
Rama hanya tersenyum mendengar kata ibunya, iapun beranjak dari kamar ibunya dan segera ke teras untuk membereskan warung. Rama sebenarnya sangat takut pada kondisi ibunya. Tidak biasanya ibu sakit seperti ini. Terlebih lagi rama harus bekerja, dia tidak punya kesempatan untuk menemani ibunya periksa ke dokter. Rama mungkin hanya bisa membelikan obat di apotek, sekaligus menanyakan obat yang sesuai dengan gejala-gejala yang dialami ibunya.
Setelah selesai membereskan warung, rama melihat jam dinding, sudah pukul 14.23. iapun bergegas mandi dan memakai seragam kafe lalu ia tutupi dengan jaket jeansnya. Sebelum ia berangkat, ia melihat sebentar keadaan ibunya. Ibunya sedang tertidur, mungkin dia kecapaian, akhir-akhir ini pembeli semakin ramai, sedangkan rama tidak ada disana dan membantunya, mungkin karena capek itulah yang membuat ibunya sakit, mungkin saja maag. Rama pun menutup kelambu di ambang pintu kamar ibunya lalu keluar dari rumah lewat pintu samping.
Selama perjalanannya menuju kafe, rama sedikit khawatir mengenai kondisi ibunya. Segala kemungkinan buruk berseliweran di benaknya. Tapi sedetik kemudian semua pikiran itu ia buang jauh-jauh,
“naudzubillahibindzalik.. ya Allah.. semoga ibuku baik-baik saja..”doa rama dalam hati.
Beberapa menit kemudian dia sudah sampai di kafe imajinasi dan disambut dengan meriah oleh agus.
“hoi! Lama bener sih..??” protes agus lantang saat rama datang dan melepaskan jaketnya di ruang istirahat pegawai.
“maaf, mas. Tadi ada urusan sebentar”ujar rama.
“beh, tumben amat… ya dah, aku cabut dulu ya!”pamit agus pada rama yang bersiap menuju dapur.
“iya mas!” ujar rama pada agus yang sudah ngeloyor pergi.
Rama berjalan dengan agak tergesa menuju dapur, dia sudah melewati sift kerjanya. Tiba-tiba ia berpapasan dengan tante eny.
“loh, rama.. kok tumben telat?”
“iya, maaf bu.. tadi ada urusan sebentar..”
“oh.. iya sudah ga papa.. eh tadi sudah disampaikan belum kuenya esa?”
“sudah bu. Hari ini esa sakit, jadi saya antar kerumahnya”
“eh?? Sakit? Sakit kenapa?”
“demam bu.”
“aduh.. kasian.. oh iya dah, kamu kerja dulu sana, kasian si dio kewalahan.”
“iya bu.”
“oh iya, nanti jangan pulang dulu ya, ada yang mau ibu sampaikan ke pegawai”
“iya..”
Setelah itu rama pun segera berjalan menuju dapur dan menemui Mas Ando, manajer kafe, untuk menerima tugas.
“eh, rama? Adooh… sudah jam berapa ini?”
“iya maaf mas..”
“ya sudah, ini cepet anterin ke meja 42. Itu tuh, dari tadi cewek-cewek dah pada nanyain kamu” mas ando mengerling pada meja yang diisi oleh kumpulan cewek-cewek dengan senyuman nakal.
“iya” rama sedikit tersenyum kecil mendengar celetukan mas ando.
Ramapun mulai menjalankan pekerjaannya sebagai waiter. Setelah 7 jam bekerja, akhirnya kafe tutup juga. Rama duduk di kursi sambil melepaskan penatnya. Malam ini dia tidak langsung pulang karena ingat kalo tante eny ingin menyampaikan sesuatu pada pegawai, tapi daritadi sosoknya tidak kelihatan. Beberapa lama kemudian tampak dio datang sambil membawa 2 gelas milkshake.
“nih, dibuatin sama reny”ujarnya sambil meletakkan segelas milkshake di meja rama.
“wah.. makasih..”ujar rama pelan sambil menyambut milkshake itu.
“yoi”balas dio santai sambil menyeruput milkshake cokelatnya. “eh, ini ada kumpul apaan si? Aku dah harus pulang nih, bisa dimarain bu Kos ku nanti”
Rama yang menyeruput milkshakenya tersenyum tipis mendengar keluhan dio. “ga tau mas, katanya bu Eny mau nyampein sesuatu”
“sesuatu apaan? Sesuatuu…!! yang ada di dadamu.. sesuatu!!”kini dio menyanyikan sepotong lagu ‘sesuatu’nya syahrini dengan lantang, membuat gelak tawa rama pecah.
“hoi hoi! Ngapain sih? Dah malem juga,, rame terus!”bentak mas ando yang datang dari arah dapur bersama reny, aldo dan sifa. Reny dan aldo adalah cheff kafe ini, masih muda tapi sangat berbakat dalam mengolah kue dan minuman. Sedangkan sifa adalah mahasiswi Universitas Malang yang sedang magang sebagai waitresses. Sedangkan mas ando sendiri adalah manajer kafe, dia yang paling tua diantara pegawai lainnya. Badannya agak gemuk dan orangnya lucu tapi tegas.
“hehe iya mas, maap..”ujar dio sambil terkekeh.
Dio sendiri adalah mahasiswa UM yang urakan dan –bisa dibilang- gila! Kerjanya mbanyol terus, ga pernah serius. asalnya dari sidoarjo. Dia sering curhat pada rama tentang rumahnya yang terendam lumpur. Miris memang hidupnya, tapi entah kenapa rama selalu saja ingin tertawa ketika dio bercerita, karena dia selalu saja lebih tampak konyolnya daripada sedihnya.
“aa… dasar, aku pulangin kamu ke sidoarjo biar tau rasa kamu!” ujar mas ando sambil menggeser kursi dan duduk di meja bernomor tak jauh dari meja tempat rama dan dio duduk. Reny, aldo dan sifa pun duduk di dekat rama dan dio.
“wah, jangan lah mas.. mau tidur dimana lah akuu… “ ujar dio dengan nada memelas.
“tidur aja sanah, di kolam lumpur. Sekarang kan lagi trend lulur lumpur to?”
“lulur apaan??!! Yang ada juga aku yang ko’id!”
Rama dan pegawai lainnya hanya tertawa mendengar lawakan gratis itu, hingga akhirnya mas ando mengakhiri candaannya dan mulai serius.
“udah-udah.. capek aku ngomong ma orang stress.. gini, sebenernya malem ini bu eny mau nyampein suatu hal secara langsung tapi berhubung keponakannya sedang sakit, jadi bu eny ga bisa datang kesini.”
Rama hanya manggut-manggut, dia tahu kalau tante eny pasti merawat esa yang sedang sakit.
“memangnya mau ngomongin apa sih mas?”Tanya aldo.
“ya ini, makanya mau aku jelasin..”
“oh.. heheh ya dah, monggo…”ujar aldo sambil terkekeh pelan.
Mas ando tampak menghembuskan nafas jengkel,”hmm.. gini. Mulai senin besok, hari kerjanya dibagi. “
Semua pegawai tampak celingukan bingung.
“dibagi gimana maksudnya mas?”Tanya reny.
Mendengar pertanyaan itu, mas ando pun mengeluarkan secarik kertas dan menunjukkannya pada semua pegawai.
“nih, ini sudah dibuatkan jadwal oleh bu eny, jadi ini kalian catet, kapan dan jam berapa saja kalian kerja. Diluar jam dan hari itu, kalian bebas.” Ujarnya santai sambil mengeluarkan sebatang rokok.
Sementara itu semua pegawai berkerumun untuk melihat jadwal kerja yang baru.
“aseek… berarti aku bisa malam mingguan!”ujar dio kegirangan saat ia tidak menemukan namanya pada jadwal hari sabtu jam 15.00-22.00.
“yah… sama aja si..”keluh reny setelah melihat jadwal kerjanya yang baru.
Banyak yang suka dengan jadwal kerja yang baru karena mereka tidak perlu setiap hari bekerja, meski hanya libur 2 hari, setidaknya cukup untuk meluruskan punggung, hehehe…
Rama juga puas dengan jadwal kerjanya yang sekarang. Dia punya waktu untuk istirahat pada hari jumat sampai sabtu, sedangkan minggunya dia kerja pada sift pertama, dari pukul 8.00-15.00. waktu yang pas, sehingga dia bisa belajar pada minggu malamnya.
“eh udaah… ga usa banyak protes! Liat nih, aku! Selama 1 minggu ful aku ga libur..!!”ujar mas ando.
“yee.. tapi kan mas ga full di kafe, bisa datang-pergi semaunya”cibir dio.
“huushh! Jangan sembarangan! Kewajibanku ini berat tau!”kilah mas ando, yang lain hanya tertawa.
“sudah-sudah… kalian boleh pulang. Hush..! hush..! sana, sana..! mulih! Sirno!” ujar mas ando sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
Para pegawai pun satu persatu meninggalkan kafe sambil berceloteh bermacam-macam, sementara rama sedang mengenakan jaket jeansnya dan menenteng tas pinggangnya. Saat dia hendak pulang, tiba-tiba mas ando memanggilnya.
“eh, ram.. sini bentar!”panggil mas ando pada rama.
Ramapun berjalan menghampirinya.
“ada apa mas?”Tanya rama pelan. Ingin sekali dia cepat-cepat pulang dan membeli obat untuk ibunya.
Tampak mas ando merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah amplop putih. “nih.. ini gaji pertama kamu..” ujarnya sambil menyodorkan amplop itu pada rama.
Rama melongo, dia baru menjalani training selama seminggu, kenapa sudah diberi gaji? Atau ini pesangon?
“tapi mas, aku kan beru training..”ujar rama heran.
“iya, tapi kerja kamu bagus, bu eny suka. Jadi ini hadiah dari bu eny karena kamu sudah jadi pegawai tetap disini. Jumlahnya ga seberapa sih, dan ga perlu khawatir, gaji kamu ga bakal dipotong kok.”terang mas ando sambil mengerling nakal saat mengatakan gaji rama ga bakal dipotong.
Rama benar-benar terharu pada kebaikan tante eny, padahal dia bukan siapa-siapa di kafe ini.
“ayo, ambil.. kalo ga mau aku ambil nih”canda mas ando.
Rama terkekeh pelan lalu menyambut amplop itu. “terimakasih mas.. sampaikan juga trimakasih rama buat bu eny..”
“iyaa… udah..ga usa pake nangis dong.. biasa ajaa…”goda mas ando.
Rama hanya tertawa kecil mendengarnya, padahal rama juga bersikap biasa saja, dasar mas ando berlebihan.
“hehe.. iya mas, aku pulang dulu ya mas.”
“yoi… hati-hati!”
Rama pun berjalan meninggalkan kafe dengan langkah yang ringan. Senang sekali rasanya ketika dia mendapat gaji pertamanya, meskipun sebenarnya bisa dibilang itu hanya bonus, tapi tetap saja itu merupakan hasil jerih payah rama.
“wah.. 4rtus ribu… Alhamdulillah…”ujarnya pelan ketika melihat isi amplop yang diberikan mas ando.
Dia pun segera memasukkan amplop itu kedalam tasnya dan berjalan menuju sebuah apotek yang tak jauh dari sana.
Rama tidak menyadari kalau ada seseorang yang membuntutinya. Orang itu menunggu rama keluar dari apotek dan kembali mengikutinya. Sampai akhirnya rama memasuki sebuah gang.
“hmm.. disitu rupanya” gumam si pembuntut (??). ia pun kembali berjalan memasuki gang itu, namun baru saja ia melangkah, sepatunya menginjak sesuatu dan sesuatu itu sontak menjerit.
“woaaa..!! apaan nih!” si pembuntut segera menarik kakinya dan mundur beberapa langkah. Dari balik bayangan, muncul seekor kucing berwarna hitam dengan matanya yang berkilau.
“mampus dah…”bisik si pembuntut , kakinya berjalan mundur dengan gemetar, sementara kucing itu terus berjalan mengendap-endap kearahnya.
“hehe… kucing manis… pergi sana.. ada kucing rasa ayam special tuhhh…” ujar si pembuntut dengan sedikit memelas.
Si kucing tiba-tiba meloncat dan berlari kearahnya, sontak si pembuntut kaget dan memilih untuk kabur. “kuceeeng siaaaalllllll….!!!!!”
‘hap’, lalu ditangkap. Seekor tikus menggelepar dalam rahang si kucing hitam yang kini berjalan memasuki gang. Jika kucing itu bisa bicara, pasti ini yang akan dia ucapkan...
“dasar manusia, alay beud”
Sementara rama berhenti sejenak setelah mendengar teriakan orang dari kejauhan. “hmm.. siapa sih malem2 gini teriak2..” gerutunya. Iapun kembali meneruskan perjalanannya menuju rumah.
***
hehehe... ntah kenapa aku mikir, temen2 mungkin ga puas dengan part ini, jadi aku kasih intermezzo dari part 12 nih.. smoga temen2 masih bertahan dengan penasarannya..hehehe
................Esa tak menjawab lagi setelah itu. Dia hanya tersenyum dan meringkuk dalam rangkulan rama.
‘ya ampun… ada apa ini, kok rama ngerangkul aku kayak gini..? apakah mungkin.. apa mungkin dia seorang…..’ lagi-lagi pikiran itu terbersit dalam pikiran esa. Pikiran itu kini berputar semakin kuat dalam benaknya. Saat esa hampir sepenuhnya percaya bahwa rama punya 'rasa' padanya, mulut esa sudah tak kuasa menahan perasaannya untuk keluar. “ram.. sebenernya aku…”..................................
Tambah penasaran wes sama part 12 klo uda dpt bocorannya dikit. jgn lama2 ya updatenya bang @zalanonymous !
tetap semangat ya, apapun yg terjadi cerita nya harus di lanjut
@adacerita : hehehe makasih dah nyempetin bc n komen.. oke... makasih dukungannya... ;-)
Seru cerita lo, mudah"an happy ending.
buat @awansiwon, @ergi696969 n @zulkorich makasih dah mau baca..
slm kenal ya
part 12 'Shy'
Hari ini esa sedang bersemangat ’45. Seolah ia tidak pernah sakit sebelumnya. Hehehee… dia tampaknya sudah ga sabar ingin ketemu pangeran balok es-nya. Esa pun segera memakai sepatunya dan setelah selesai, dia segera berlari kecil menuruni tangga.
“deen… pelan-pelan! Ga usa lari.. ntar jatoh gimana?”tegur bi surti yang sedang meletakkan segelas susu di meja makan.
“biarin..! kan aku bisa terbang!”
“yah adeen… gitu deh, kalo dibilangin”
Tampak bi ida yang baru datang dari dapur tersenyum melihatnya.
“sudah, sudah.. ayo den, cepet sarapan dulu, udah jam 6.15 lo..” ujarnya kalem.
“oh,iya! Bisa telat ini!”
esa segera menghampiri meja makan dan melahap sarapannya dengan rakus seperti orang kesetanan. Bi ida hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“pelan-pelaann…”tegur bi ida lagi.
Esa pun sadar. Sambil tersenyum ia pun memperlambat kunyahannya. Bi ida jadi tersenyum geli melihatnya.
“tenang.. den rama ga bakal lari kemana-mana kok”
Esa seakan mau tersedak mendengar kata-kata bi ida.
“heh..?? maksudnya apaan coba?!”
Bi ida hanya tersenyum usil dan berjalan meninggalkan ruang makan menuju dapur.
Esa mendengus kesal, tapi segera cengengesan lagi ketika ingat rama. Ia pun melanjutkan melahap sarapannya yang sudah tinggal setengah. Setelah sarapan dan segelas susunya habis, ia pun beranjak dari meja makan dan berjalan menuju pintu utama.
“sudah selesai den?”Tanya bi ida yang datang sambil membawa ransel esa.
“iya, sudah.. jam berapa nih?” esa melihat jam tangan hitamnya dan agak kaget ketika melihat angka 6.32 di sana.
“heh?? Kok tau-tau dah jam segini?! Ya dah aku berangkat dulu ya bi..!” pamit esa sambil mengambil ranselnya dan segera berlari menuju mobil.
“iya den…. Hati-hati..” ujar bi ida sambil melambaikan tangannya.
Esa membalas lambaian tangan bi ida dan segera menutup pintu mobilnya. “ayo pak, capcus!”
“oke…” balas pak ogah, eh.. pak ujang santai.
Mobil hitam itu pun segera meluncur melewati gerbang rumah esa.
“ngebut pak! Dah telat ini!” esa agak gelisah ketika jam tangannya menunjukkan waktu 06.34
“santai , lah den… masi jam segini juga..”
“santai apanya?! Kalo aku di suruh berdiri di lapangan, apa bisa santai??!”
“ya duduk dong den.. sapa suruh berdiri?”
Esa terdiam. Saat ini ingin rasanya bagi esa untuk membelai kepala pak ujang dengan kawat berduri.
“pak..” panggil esa lembut.
“napa den?” jawab pak ujang masih dengan santai.
“pernah ngicipin sepatu mahal nggak?”
Seketika langsung terbersit dalam kepala pak ujang kalo den esa akan memberinya sepatu baru. ‘wah Alhamdulillah… apakah mungkin hal itu terjadi, setelah sekian lama ga pake sepatu baru yang mengkilat?’ batin pak ujang.
“wah belum tuh den, syukur kalo aden mau kasih..” pak ujang cengengesan dengan muka ngarep.
Esa tersenyum dan mendekat kearah pak ujang.
“kenapa ga bilang dari dulu, ini mau kukasih”
“wah beneran den?”Tanya pak ujang semangat sambil menatap esa yang mengangguk.
“iya.. ketawa dulu dong…”
Seketika itu pula pak ujang tertawa (meski terasa dipaksa),
“hahahahahaaa…. Haalpp.. oeegkkk!!”
‘ciiiiittt…..!!’
Mobil hitam tunggangan esa sempat meliuk dan melenceng dari jalurnya, seketika suara klakson keras dari kendaraan dibelakang terdengar seperti protes.
“bueh… huufftt… untung ga napa-napa.. aden sih!”ujar pak ujang yang mengelus-elus dadanya.
“heh?!! Kok esa si?! Yang nyetir kan pak ujaang..!”protes esa.
“ya pak ujang yang nyetir, tapi ngapain aden jejelin spatu ke mulut pak ujang! Kalo keselek gimana?!” pak ujang tak kalah berapi-api protesnya.
“ya katanya mau ngicipin spatu mahal..!”
“ya tapi kn ga ngicipin pake mulut!”
Setelah sibuk beradu mulut, tak terasa mobil hitam esa sudah sampai di depan gerbang SMA X yang hampir ditutup. Esa segera keluar dari mobil dan berlari menuju gerbang.
“woi.. adeen…pintunyaaa..!!”teriak pak ujang yang protes karena esa belum menutup pintu mobil.
“ya tutupiin.. esa telat nih..!! nanti ga usa jemput!”teriak esa yang kini sudah ada dibalik gerbang.
Tampak pak ujang yang menggaruk kepalanya dan menutup lagi pintu mobil yang belum esa tutup tadi. Esa segera berbalik dan berlari menuju ruang kelasnya. Mudah-mudahan masih berdoa… batin esa.
Akhirnya esa sudah sampai di ruang kelasnya. Dengan nafas tersengal-sengal ia berjalan memasuki kelas. Masih belum ada kehadiran bu Ainun, guru pelajaran bahasa Indonesia. esa sedikit lega, tapi kelegaan itu sirna seketika ketika ia lihat posisinya di samping rama telah terisi oleh pantat melani. Esa pun berjalan dengan geregetan menuju bangku rama.
“oi,, ini kan tempatku?”semprot esa tanpa belas kasih.
“yah esaa… sekaliii aja.. boleh yaaa..”ujar melani memelas.
Esa melihat rama, ia hanya mengangkat bahunya tanda tak tahu harus ngapain. Esa pun menghembuskan nafas berat. Kesal sebenarnya, tapi untuk saat ini ia lebih baik mengalah.
“hmm.. iya deh” esa pun meninggalkan bangku rama.
Ia lihat wajah sandi yang cengengesan melihat tempatnya diduduki melani.
‘huhuhuuu… kenapa aku harus balik ke tempat itu lagii…’tangis esa dalam hati. Seakan esa sedang dalam pose duduk bersimpuh di lantai dan bergaya ala Momo saat bernyanyi lagunya geisha.
Tapi tiba-tiba secercah cahaya menyorot matanya. Bangku di sebelah nara kosong. Tentu saja, penghuninya sudah pindah ke bangkunya pangeran balok es. Esa segera melangkahkan kakinya dengan ringan menuju bangku nara. Daripada duduk disamping kw1nya pak ujang (si sandi, sama2 jengkelin sih) mending duduk di samping bunga sekolah, heheheheee…
“nar, aku boleh duduk disini?”Tanya esa . nara menoleh lalu tersenyum ketika melihat esa di bangkunya.
“boleh lah sa..”
Esa pun tersenyum lalu duduk disana. Sekilas esa melihat ekspresi sandi yang berubah menjadi kecut seperti belimbing waluh. Kini esa yang cengengesan pada sandi sambil menopang dagunya dengan jempol dan telunjuknya yang ia bentuk seperti huruf L.
“sa? Kamu ngapain?”Tanya nara saat melihat gelagat aneh esa.
Esa yang sadar gelagatnya dilihat nara segera menarik tangannya dan berbalik.“eh, nggak.. bukan apa-apa kok. Hehehehe..”
Setelah itu, bu ainun memasuki kelas dan pelajaran di mulai.
Selama pelajaran berlangsung, esa merasa tidak tenang. Dia senang duduk bersama dengan nara. Dia baik dan enak untuk diajak diskusi maupun bercanda, tapi.. esa teringat akan pandangan dingin rama padanya saat terakhir kali ia duduk bersama nara. Bahkan sesekali esa memergoki rama mencuri-curi pandang ke arahnya saat ini. Esa jadi merasa salah tingkah.
Apa yang rama pikirkan?
Kenapa dia memandangku seperti itu? Apa dia marah? Tapi marah karena apa?
Dan seketika pupil esa menyempit. ‘apakah mungkin.. rama cemburu..?’
Esa segera menghapus pikiran itu dalam pikirannya.
‘ga mungkin.. buat apa rama cemburu? Kalo dia cemburu, berarti dia suka! Tapi cemburu sama sapa? Sama aku apa nara??’
Tubuh esa berangsur-angsur menjadi lemas. Entah kenapa dia menyadari sesuatu. ‘rama pasti menyukai nara.. dia ga mungkin jatuh cinta sama cowok..’
Wajah esa kini berubah menjadi sendu. Semangat yang sempat membara tadi pagi kini seakan mulai padam.
Nara menangkap perubahan sikap esa dan ia pun memegang pundak esa. Esa kaget dan menatap wajah nara.
“sa? Kamu kenapa? Kamu masih sakit?”Tanya nara dengan ekspresi simpati.
Wajah esa yang semula kusut, kini berubah menjadi ceria lagi, meskipun tampak dipaksakan.”hehe.. nggak kok, Cuma tadi ngelamun aja.”
“ooh… jangan banyak ngelamun.. ntar ayam tetangga pada mati”canda nara.
Esa tertawa kecil, “tetanggaku ga melihara ayaaam..”
Keduanya pun tertawa kecil. Esa sadar, kalau dia tidak perlu bersedih. Bersedih tak akan membuat rama suka padanya. Hanya dengan tetap tersenyum dan cerialah yang mungkin membuat rama tetap nyaman dengannya. Saat ini tujuan esa hanya bisa dekat dengan rama. Bolehlah jika esa tidak bisa menjadi kekasih rama. Untuk sementara ini esa sudah bahagia bisa menjadi sahabatnya. Untuk saat ini. Sementara. Ya.. sementara, karena esa tidak pernah akan berhenti berpikir dan berharap, bahwa suatu saat, rama akan menjadi miliknya sepenuhnya.
Untuk saat ini, boleh lah….
***
‘kriiiiinggggg….’
Esa menghembuskan nafas lega, akhirnya jam sekolah berakhir. Dengan tak sabar esa memasukkan semua buku dan peralatan tulis kedalam ranselnya.
“sa, aku duluan ya..”pamit nara.
“iya, nar.. hati-hati ya..”
Nara mengangguk kecil dan berjalan meninggalkan kelas. Esa yang selesai membereskan barang-barangnya segera beranjak dari bangku itu dan berjalan menghampiri rama. Dilihatnya melani sudah akan meninggalkan tempat itu.
“rama, melani duluan ya… dadahh…”pamit melani dengan centil. Rama hanya tersenyum tipis –keliatan banget kalo dipaksakan-.
“esa.. melani duluan yaa… daaah..”ujar melani saat berpapasan dengan esa.
“iya mel, hati-hati.. ntar kalo ada tai sapi jangan dimakan, eh diinjek maksudnya!”canda esa.
“yee.. niatnya si baik, tapi ga gitu juga kaleee… emang melani apaan?! Udah ya.. daah..”cibir melani sambil memanyunkan bibirnya dan berbalik pergi.
Esa hanya cengengesan dan berujar dalam hati,”lo apaan? gua juga bingung lo tu sebenarnya ‘apa’? hehehe’.
Esa kembali berbalik dan dilihatnya rama sudah berdiri dari tempat duduknya. Dengan sedikit takut, esa mencoba menegurnya. Ia masih sungkan karena tatapan rama tadi.
“ram.. pulang bareng ya..”
Rama menatapnya. Esa segera menghindari matanya dan memilih untuk mencari focus lain, jendela misalnya. Tapi kemudian rama tersenyum tipis, dan esa kembali berani untuk melihatnya, meskipun dengan sedikit malu-malu.
“boleh. Kamu kenapa, lirik-lirik gitu?”Tanya rama sambil cengengesan melihat tingkah salting esa.
Esapun mengembangkan senyum selebar-lebarnya, ia lega ternyata rama tidak sampai marah padanya.
“hehehee.. ga ada. Ayok capcus!”
Seakan tak ingin menampakkan ekspresi malunya, esa segera nyelonong pergi meninggalkan kelas, sementara rama berlari kecil mengejarnya.
“oi.. tunggu! Buru-buru amat si!”
Beberapa lama kemudian, mereka sudah sampai di dekat penjual pop ice tempat esa dan rama dulu pernah bertemu. Esa yang dari tadi kepanasan seakan-akan melihat sebuah surga dunia.
“eh ram, beli pop ice yuk!”ajak esa.
“hmm? Es? Jangan! Kamu habis demam juga, masak mau minum es?”
“
beh, kan kemaren sakitnya, sekarang aku dah segar bugar gemah ripah loh jinawi!”
Esa yang sudah keburu nafsu, tidak mendengarkan nasihat rama dan segera berjalan menuju warung itu sebelum akhirnya tangan rama menahan bahunya. Esa dengan heran menoleh pada rama.
“kenapa ram?”
Alih-alih menjawab, rama malah mengorek-ngorek isi tas pinggangnya dan mengeluarkan sebotol air minum.
“nih, kalo haus. Jangan minum es dulu” ujar rama sambil menyerahkan air itu ke telapak tangan esa dan kembali berjalan. Sementara esa berdiri heran lalu tersenyum. Ga ada salahnya Cuma minum air putih, bagaimanapun ini pemberian dari rama. Dibukanya tutup botol itu dan diminumnya air itu.
“fuaah…. Segerr….”ujarnya sambil berjalan menyusul rama. Apa hanya sugesti saja, atau memang air itu terasa beda ya, kalo dari orang yang special,hehehe…
“wah.. lebay.. air biasa juga..”cibir rama.
“hahaha… kalo lagi haus, keringatpun bakal terasa seger tauk.”kilah esa.
“behh… emang kamu mau minum kringet??”
“hmm… tergantung”
“gila kamu sa..”
“hahahahaa… halpp”
Suatu butiran basah jatuh di atas lidah esa.
“byek.. apaan nih? Kok asin?”seru esa sambil mengecap-ngecap lidahnya.
“pipisnya burung kali”jawab rama santai.
“beh! Kebangetan kamu ram!”
Saat esa hendak menjitak rama, setetes air jatuh lagi, kali ini ditangan esa. Esa dan rama diam. Setetes lagi jatuh di kepala rama, setetes lagi jatuh di pundak esa. Setetes lagi..setetes lagi.. hingga akhirnya hujan turun dengan derasnya.
“woaaa… kok tau-tau hujan si??!”teriak esa sambil berlari mencari tempat berteduh.
Saat esa panik karena tubuhnya mulai basah, entah kenapa air hujan tak lagi jatuh mengenainya. Padahal disana hujan masih terus mendera.
Dilihatnya rama memayunginya dengan jaket jeans yang tadi ia pakai.
“nih, tutupi pake ini biar ga terlalu basah!”ujarnya.
Esa pun meraih jaket itu dan menutupi badannya, jantungnya berdegup kencang lagi.
“kamu gimana ram?” teriaknya pada rama.
“gapapa… udah terus lari! Jaketnya ga bakal bisa nahan air terlalu lama”
Esa pun menurut dan mengikuti rama yang berlari didepannya. Esa tidak bisa berkata apa-apa, wajahnya memerah karena malu. akhirnya mereka menemukan sebuah pohon besar dan rindang. Mereka pun berhenti disana dan berteduh.
“huuft… kamu ga basah kan?”Tanya rama.
“sedikit, yang penting ga sampek basah kuyup kayak kamu”ujarnya pada rama yang kini seperti habis mandi dengan mengenakan seragam lengkap. Rama terkekeh.
“toh besok ga dipake lagi.”kilahnya.
Ya, untung saja besok hari jumat, jadi pasti ganti seragam warna coklat. Namun tetap saja esa merasa tak enak pada rama. Tubuhnya basah kuyup dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bajunya yang basah membuat lekuk tubuhnya menerawang.’ Sluurrpp… plak! Apa yang lu pikirin sa! Sadar.. sadar…!’.
“sa, mending kamu hubungi supirmu, suruh jemput.. kayaknya hujannya bakal lama”saran rama setelah melihat jam di hapenya.
“hmm… iya deh”ujar esa sambil manggut-manggut setuju. Ia pun mengambil handphonenya dan menghubungi pak ujang tersayang.
“pak, jemput esa ya.. di jalan Sudirman!”
“loh.. katanya tadi ga usa dijemput?”ujar pak ujang diseberang sana.
“hujan pak…” suara esa terdengar seperti sedang menahan diri. Dalam hati dia gemas sekali pada pak ujang, ingin rasanya ia menjejali mulut pak ujang dengan sepatu sekali lagi.
“huu.. salah sendiri minta jalaan..”cibir pak ujang dengan nada yang menyebalkan.
‘hrmmm…. Sabar sa.. disini ada rama.. jangan biarkan rama tau kelakuan burukmu.. sabar..sabar…..’
“iya iya maap…. Dah jemput esa sekarang ya.. dingin nih..”pinta esa dengan nada sedikit memelas.
“iya.. tunggu ya den” setelah itu sambunganpun terputus.
Esa kembali menghampiri rama yang sedang duduk berjongkok di bawah pohon.
“sudah kamu telfon?”tanyanya.
“sudah..” esa ikut duduk di sebelah rama. “ram, makasih jaketnya.. mestinya kamu aja yang pake..”
“iya gapapa… daripada kamu sakit lagi.” Ujarnya santai.
Sementara esa terhenyak mendengarnya. Wajahnya memerah seperti tomat. Ternyata rama perhatian sekali padanya, dia sungguh tak menyangka rama bisa begitu baik padanya. Esa pun tersenyum dan mencoba menormalkan warna wajahnya.
“heh? Mang napa kalo aku sakit? Mang kamu jadi ikutan sakit ya?hehe..”canda esa.
“gak lah..! aku repot aja kalo kamu ga masuk, melani duduk disampingku terus”
Esa terkekeh mendengar pengakuan rama, ternyata dia risih juga jika digoda melani.
“hehe… bilang aja kalo kamu kesepian kalo ga ada aku.. ”
Rama tersenyum kecut,”beh… ngapain??”
Keduanya tertawa kecil, dan ketika esa melihat jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 14.18.
”eh ram, kamu ga kerja? Sudah jam 2 lebih loh?!” Tanya esa sedikit panik.
“iya sih, gapapa.. aku temenin kamu sampe mobilmu datang.”ujar rama dengan santainya lalu meneguk sisa air yang belum esa habiskan.
Esa jadi merasa salah tingkah mendengar kata rama, “ga..ga papa kok ram, daripada ntar kamu telat?!”
“tenang… agus juga ga keberatan kalo nunggu 15 menit. Lagian kalo pas kamu sendirian diganggu ma preman-preman waktu itu gimana? Aku ga bakal tenang kalo ninggalin kamu sendirian disini…” ujar rama meyakinkan.
Hati esa seakan mau meleleh, ucapan rama membuatnya merasa diatas awan. ‘oh rama…. Betapa perhatiannya kamu ma aku… andai kamu tahu kalo aku dah mendepak preman-preman itu, apakah kamu juga tetap seperti ini? Perhatian sama aku?’ batin esa dalam hati.
“wah… baik banget kamu.. ada angin apa sih?”
Mendengar itu, rama tersenyum. Lalu yang membuat jantung esa hamper copot, tangan rama merangkul bahu esa , “karena kita kan teman..!”ujarnya dengan senyum mengembang, dia bangga bisa mengucapkan kata-kata yang dulu menjadi jargon esa itu.
Esa tak menjawab lagi setelah itu. Dia hanya tersenyum dan meringkuk dalam rangkulan rama.
‘ya ampun… ada apa ini, kok rama ngerangkul aku kayak gini..? apakah mungkin.. apa mungkin dia seorang…..’
lagi-lagi pikiran itu terbersit dalam pikiran esa. Pikiran itu kini berputar semakin kuat dalam benaknya. Saat esa hampir sepenuhnya yakin bahwa rama punya 'rasa' padanya, mulut esa sudah tak kuasa menahan perasaannya untuk keluar.
“ram.. sebenernya aku…”
Baru saja esa bicara, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan mereka duduk. Kaca mobil itu terbuka dan terlihat pak ujang menyembul dari dalam mobil.
“ayo den, masuk..! hujannya makin deras ini..”ujar pak ujang sedikit berteriak untuk mengalahkan suara hujan.
Esa terpaku tanpa ekspresi.
‘siaal kau….dasar Pak ogaaaaahhhh…!!’amuknya dalam hati.
Ia pun berdiri dan berjalan menuju mobil. “ayo ram, sekalian aku antar” ajak esa.
“ga usah sa, aku lari aja”tolak rama sambil menenteng tas pinggangnya.
“loh, biar cepet!” esa berjalan mendekati rama dan hendak menggenggam tangannya.
“ngga sa, nanti mobil mu basah, aku ga papa kok. Daah…”rama pun berlari menembus derasnya hujan sebelum esa berhasil menangkap tangannya.
Esa menghembuskan nafas panjang, ‘huuft… ramaa rama… ga henti-hentinya kamu bikin aku gemes’batin esa.
Esa baru menyadari jika jaket jeans rama masih ditangannya. “ya ampun! Raam.. jaketnyaaa….”
Esa mencoba berteriak memanggil rama, tapi tampaknya dia sudah terlalu jauh. Esa pun berjalan menuju mobil dan memasukinya. ‘ya ga apalah, mending aku cuci dulu.’batin esa sambil memeluk jaket itu seakan dia sedang memeluk tubuh rama.
“oke pak, jalan..”
***
jadi tambah cinta2x
tetap semangat ya
makasih juga @demas dah ikut baca critaku... slm kenal ya... ;-)