It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@rubysuryo. karena wajahnya jelek..hahah
@treezz.goreng siah, demina. haha
di undur? yg penting dapet jatah oleh2nya agagagaga
kapan apdet lg?
Jelek ganteng kan relatif kang. Tapi kalo masalah privasi, it's okay. Lanjuuuttt kang
@igoigo, @Boyorg, @halaah, @firmanE, @jaydodi, @blueguy86, @mahardhyka, @ajied84, @urth, @tobleron, @dewo_dawamah, @dityadrew2, @yoedi16, @adinu, @redbox, @joe_senja, @alfaharu, @kiki_h_n, @jockoni, @habibi, @pria_apa_adanya, @zimad, @adam08, @dhie_adram, @boljug, @4ndh0, @aDvanTage, @autoredoks, @dollysipelly, @sly_mawt, @trinity93, @pokemon, @fansnyaAdele, @05nov1991, @the_jack19, @co_ca_co, @iamyogi96 @chocolate010185 @adacerita @prahara_sweet @rainbow_bdg @admmx01.@justnewbie @excargotenak @nazruddin_oth@Daramdhan_3OH3@ularuskasurius@danielsastrawidjaya @rubysuryo
“kita masak apa nih bay?” tanya ibu
“masak yang praktis aja bu. Tadi bayu liat di kulkas ada telor bebek.”
Aku lantas segera menyiapkan bahan-bahan yang akan kumasak. Kusiapkan tiga sdm minyak untuk menumis, enam butir bawang merah yang ku iris tipis, empat siung bawang putih yang ku iris tipis, enam buah cabai rawit, satu batang serai, iris bagian putihnya, dua lembar daun jeruk, setengah sendok teh gula pasir. Sip,
lalu aku mengambil sekitar tiga ons ikan cue goreng, lalu ku suwir-suwir dagingnya, dua butir telur bebek asin mentah yang sudah kukocok lepas serta satu ikat daun bawang kucai, potong-potong sekitar dua senti.
“bu, tolong panaskan minyak, tumis bawang merah, bawang putih, cabai rawit, serai, dan daun jeruk ya Bu. Kalo buat sahur sebaiknya jangan yang santan bu. Bikin kita cepet haus. Kalau bisa yang ada kandungan susunya banyak” Kataku sambil mengaduk masakanku sedang ibu sedang menata piring di meja.
Setelah itu kutambahkan gula pasir. Diamkan sampai gula larut, lalu kumasukkan daging ikan cue Aduk sampai beraroma. Setelah itu kumasukkan telur bebek yang sudah dikocok. Masak sampai menjadi orak-arik telur. Angkat.
Setelah kutuang ke piring saji, aku lantas inget Eza. Dia pasti masih tidur. Hmm..aku harus bangunin dia, udah waktunya sahur.
“Bu, Bayu bangunin Eza dulu ya, udah jam empat”
Aku lantas bergeges ke kamar Eza. Kulihat dia masih tertidur dengan pulasnya. Ragu sekali ku hendak bangunkan dia. Tapi sekarang sudah waktunya sahur. Pelan-pelan kudekati dia dan akupun duduk disampingnya. Kutatap lekat wajahnya yang sedang tidur. Wajahnya terlihat lucu sekali. Jadi gak tega bangunin dia. hmmh..
“Za..bangun Za..” kataku sambil kugoyang-goyangkan tubuhnya.
Dia malah membalikan badannya memunggungiku sambil menarik selimutnya.
“mmm”
“Eza..bangun..” kataku masih mengguncang-guncang tubuhnya.
Dan dia hanya bergumam gak jelas sambil tangannya mengibas-ngibas ke arahku.
“EZAAA...BANGUN...” kataku berteriak di kupingnya.
Dia membuka mata sebentar lalu meraih tubuhku dan memelukku lalu tertidur kembali. Aku meronta-ronta. Dan akhirnya lepas juga dari pelukannya.
“EZAAA...BANGUN...”
Tapi dia malah nutupin kepalanya pake bantal. Aku lantas bangun dari kasur dan berkacak pinggang.
“gak bangun gua siram nih”
Tapi sepertinya dia malah masa bodo. Akhirnya aku masuk ke kamar mandi sambil membawa gayung yang berisi air.
“bangun Za..” kataku sambil kutarik bantalnya dan kulempar.
Tapi dia malah mencari bantal lain. Aku sedikit membungkuk lalu kucipratkan air dengan jariku ke mukanya. Dia mengerang dan langsung terduduk. Dan gawatnya, posisi gayungku tepat berada diatas kepalanya. Jadi ketika dia bangun..
“jduk..byuurrr..”
Aku kaget dan hanya melongo. Waduh, gaswat, Eza basah kuyup sekarang. Rambutnya basah semua dan juga selimut serta sepraynya terlihat ikut basah juga.
“BAYUUU..KENAPA GUA DISIRAAAMMM..” teriak eza.
Haduh, gaswat.
“gak sengaja za..” kataku sambil lari ke kamar mandi dan langsung kulemparkan gayung yang kupegang dan langsung berlari turun ke bawah.
Setelah sampai di meja aku pura-pura bersikap biasa di depan ibu. Aku lantas duduk dan mengambil piring.
“mana Eza Bay?” tanya ibu sambil menuangkan air ke gelas.
“hehe. Bentar lagi turun kok Bu, hehe” kataku sambil mengambil nasi sambil celingukan.
Jantungku dag dig dug. Lalu kulihat Eza menuruni tangga dan menghampiriku dengan wajah cemberut sambil mengusap rambutnya dengan handuk. Ibu yang melihatnya langsung menyapa Eza.
“eh..anak ibu udah bangun. Loh, kamu langsung mandi Za? Tumben-tumbenan Za jam segini mandi?”
Eza hanya manyun sambil menatap nanar ke arahku.
“bukan mandi, tapi disiram Bayu” jawabnya ketus.
“hey, bukan disiram, tapi salah lo sendiri kenapa langsung bangun.”
“HWAA...KAN GUA KAGET WAKTU LO CIPRATIN AERRR..GUA MAU LANGSUNG BANGUN MALAH LO SIRAM..”
“GUA GAK NYIRAMM...ITU KAN SALAH LO SENDIRI..”
“sssttt...udah-udah. Jam segini udah teriak-teriak. Makan dulu. Bayu tadi udah masakin ini khusus buat kamu”
“buat Eza? siapa yang bikinin buat Eza? ini kan Bayu bikin buat ibu” kataku sambil mencibir ke arah eza
“lagian juga pasti rasanya gak enak.” Timpal Eza tak kalah ketus.
Aku mendengus lalu kuambil perkedel jagung dari hadapan dia dan kutaruh dipiringku. Dia hanya melongo.
“hey, kenapa diambil?” protes Eza.
“kan kata lo gak enak. Jadi pasti gak dimakan kan..?”
“ibu..masa Eza makannya nasi doank?” protes Eza, persis seperti anak kecil yang mainannya diambil.
“nanan ah”
“kalian ini...” kata ibu sambil geleng-geleng.”lagian kamu ini Za, kan Bayu udah masakin buat kamu, sekali-kali puji lah masakan Bayu..”
Kulihat Eza menatapku dengan tatapan kesal, tapi mengiba. Sebenarnya aku tak tega, dan niatku memang main-main. Kadang suka kesal juga kalo liat dia bertingkah. Sok jaim dan pura-pura gak suka masakanku, padahal mah..huh..
“Bay..” katanya mulai merajuk.
“APA?” balasku sengit.
“jangan galak-galak donk..gua kan jadi takut..”
Hahaha, sumpah, aku ketawa dalam hati, tapi aku masih tahan. Aku mau main-main dulu sama dia.
“kayaknya tumis ikan sama perkedel jagungnya enak juga ya..” katanya sambil bersidekap di meja seperti anak SD yang sedang mendengarkan bu guru.
“kayaknya?” tanyaku dan kulihat dia dari sudut mataku sedang wajahku masih kuhadapkan ke arah ibu.
“iya iya..perkedelnya pasti enak banget kok...Eza mau...” kata eza akhirnya memelas.
“gak enak kok, beneran..”
“aahhh..enak kok. Gua yakin pasti enak. Apapun kalo lo yang buat pasti enak.” Katanya sambil berusaha mengambil piring berisi perkedel itu tapi keburu kutarik.
Dia tambah merengut.
“Bay..mau..”
“yaudah..nih” kataku sambil memotong perkedel jagungnya dan kuberikan setengah.
“ah..Bayu..kok dikit banget...? ini bulan puasa loh..kamu mesti banyak-banyak beramal tau...”
Kulihat ibu hanya menarik nafas melihat tingkah kami berdua. Aku hanya misuh-misuh. Dia lalu memelas menghadap ibu.
“kenapa lagi?” tanyaku ketus.
“bukan sama elo Bayu. ibu..suapin...” katanya merengek manja.
Aku melongo, sedang ibu hanya bengong saja
“suapin?” tanyaku tak percaya. Mana ada orang seumuran Eza masih disuapin ibunya.
“haduh, sampe lupa. Gini lo Bay, tiap sahur pertama, Eza biasanya minta disuapin sama ibu. Gatau kenapa”.
“idih, lo manja banget si? Udah gede juga masih minta disuapin”
Lalu tiba-tiba telpon rumah berbunyi. Ibu lantas berdiri dan segera menuju ke pojok kursi dan mengangkatnya. Aku dan Eza memerhatikan sebentar ke arah ibu.
“haloh, alaykum salam. apa Ceu? Oiya, ini juga lagi sahur..iya..teh Ayu di rumah atau di pondok Ceu? Alhamdulillah, sahurnya gak sendiri atuh. Sama Eza, sama temennya juga. iya, Bayu yang katanya ikut ke rumah Euceu. Ya mudah-mudahan berkah puasa tahun ini Ragil bisa pulang ya Ceu.”
Aku menoleh ke arah Eza.
“tanteu yang di bandung itu ya Za?”
“iya. Anaknya yang kabur belum balik. Kebayang gimana perasaan tanteu. Pasti kangen banget ya. Sambil suapin ngobrolnya”
“loh, kok jadi gua?” tanyaku bingung kenapa aku yang harus nyuapin dia?
“gapapa. Gua laper banget.. lo kan gak jauh beda sama ibu gua. Lagian lo juga tadi udah nyiram gua pake aer”
“huh, dasar. Yaudah, mumpung gua lagi baik hati. Sekali ini biar gua suapin.ntar-ntar mah, sory dumory tralala aja ya” Kataku sambil menggeser kursi.
Aku lantas menyendokkan nasi dan mengarahkannya ke mulutnya. Belum juga sampai, dia sudah megangin tanganku.
“hey, ngapain dipegangin?” tanyaku bingung.
“pasti lo mau ngejailin gua lagi kan? nyuapin ke arah gua, tapi nyampenya ke mulut lo kan?” katanya sambil memasukkan sendokku ke mulutnya.
“hahaha. Tau aja siloh. Gagal deh rencana gua. hahaha”
“rencana basi yang paling basi. Udah kebaca dari dari binar matamu hey sahabat yang durjanah.”
Dan akupun lanjutkan menyuapi Eza dan sesekali menyuapkan ke mulutku. Memang terlihat agak aneh, aku seperti sedang menyuapi anakku sambil makan. Kadang aku meniupi nasi disendok dulu biar gak terlalu panas. Lalu ibu menghampiri kami dan beliau tampak bengong ketika melihatku sedang menyuapi Eza.
“kok?”
“abis, ibunya lama banget...Eza keburu kelaperan..”
Ibu akhirnya hanya geleng-geleng. Dan kami bertigapun melanjutkan acara sahurnya dengan diselingi aku dan Eza yang terus saja berantem. Seperti eza yang sangat rakus dan tak sabaran. Dasar Eza..
*****
Kamar eza, 05.10 wib
Aku masih merapikan sarung dan sajadah lalu kutaruh di atas rak di mushola rumah eza. rumah eza memang punya mushola sendiri. Ruangannya cukup untuk sholat bertiga dan letaknya di samping kamar mandi bawah, dekat ruang tamu. Habis itu aku langsung ke kamar Eza.
“dah sholat Bay?” tanya Eza sambil menarik selimutnya.
“udah lah. lo udah?”
“udah. Di kamar barusan. Eh, gua tidur lagi ya. Ngantuk banget gua. Awas, lo jangan tidur ya. Ntar pagi lo wajib bangunin gua”
“hey, yang mestinya ngantuk kan gua? Gua kan yang bikin sahur, nyuci piring, dan besok gua masuk sore.”
“bodo. Pokoknya awas aja kalo gua sampe telat bangun.”
“de el”
Lau dia menarik selimutnya dan memunggungiku. Aku hanya manyun-manyun saja. lalu kuambil buku dimeja belajar Eza. Kubuka lembar-demi lembar. Lembar-lembar pertama bercerita tentang Harry Potter yang mengunjungi rumah Hagrid, tapi lembar berikutnya seperti cacing yang menggeliat-geliat. Kukucek mataku, cacingnya masih menggeliat dan akhirnya semuanya tampak gelap..
Aku terkesiap dan langsung terduduk karena refleks. Kulihat Eza memandangku nanar. Kutengok jam dinding, sekarang sudah jam tujuh lewat lima puluh menit.
“KENAPA LO GAK BANGUNIN GUAAA..” kata Eza berteriak.
Aku masih mengumpulkan kesadaranku. Dan baru sadar bahwa hari ini Eza masuk pagi. Berarti di pabrik sekarang sudah mulai senam sebelum kerja dan jam kerja tinggal sepuluh menit lagi.
“gua ketidurannn Za..” kataku menyesal.
“AARRGGHHT..”
“buruan Za, langsung pake seragam aja. gak usah mandi”
Dan Eza sekarang hanya mondar mandir. Aku langsung mengambil baju seragamnya dan merebut handuk yang dipegangnya.
“gak usah mandi. Buruan. Apalagi mulai hari ini ada tilang.”
“mulai hari ini?” tanya dia dengan tatapan tak percaya.
Di pabrikku memang sedang diterapkan kedisiplinan. Jadi karyawan yang melakukan pelanggaran seperti datang terlambat atau tidak menggunakan atribut kerja akan mendapat surat peringatan atau kami sebut tilang, seperti surat tilang dari polisi lalu lintas.
Lalu dengan tergesa dia melepas bajunya dan langsung berganti pakaian. Lala diapun segera berlari ke garasi.. akupun tergopoh-gopoh mengikutinya.
“tidakkkk...” kata Eza histeris.
Aku langsung menuju ke garasi kulihat Eza tampak kusut sekali.
“kenapa Za?”
“si Raja gak mau jalan...haduh..gimana ini?”
Si raja adalah nama motornya.
“motor gua kan di kostan gua. yadah, gua anterin ya..”
“pake apa?” tanya dia masih sewot.
“pake mio ibu aja. Lo yang bawa, ntar baliknya gua yang bawa. Mio ibu kan takutnya ntar mau dipake keluar”
“terus gua balik pake apa?”
“pake motor gua aja. Gua kan masuk sore”
Dia hanya membuang nafas. Lalu akupun segera mengambil dua helm dan dia langsung melajukan mio ibu sampai gas poll.
*****
Pabrik, 15.45 wib
Aku masih duduk sambil menunggu meeting informasi antar shift dimulai. Kulihat Eza baru datang sambil membawa tool kit. Dan aku langsung menghambur ke arahnya.
“gimana Za? Tadi datang jam berapa?”
Dia hanya manyun lalu menyerahkan selembar kertas ke arahku.
“apa nih?” tanyaku bingung.
“surat tilang” katanya lesu.
“hah? Surat tilang? Parah...hahaha. uppps”
“huh, malah ketawa puas” katanya sambil menjawil kertas itu dari tanganku.”udah gak bangunin gua, malah ketawa lagi. huh” katanya sambil melengos pergi.
“ya sorry..” kataku berusaha menghampiri dia.
“gak berlaku” katanya sambil memasukkan toolkit ke loker.
“Za..maafin gua ya..”
Dia hanya melengos dan forman Eza sekarang sudah berdiri di depan lalu kami semua segera berkumpul untuk memulai meeting informasi.
“selamat sore semuanya, langsung saja saya informasikan trouble lanjutan dari shift satu, yang pertama bla bla bla..” kata foremannya eza panjang lebar.
Aku sesekali melihat ke arah Eza yang dari tadi tampak manyun. Aku jadi tak fokus memerhatikan apa yang sedang disampaikan. Sampai meeting selesaipun dia hanya diam saja dan itu membuatku merasa tak enak. Kayaknya Eza marah beneran deh. Haduduh..gimana ini ya? Dan setelah semua bubar, dia langsung pergi dan aku berusaha mengejarnya.
“Eza tunggu”
“apa lagi”
“lo balik pake apa?”
“gua mau jalan kaki” jawabnya ketus.
“nih, pake matik gua aja ya..” kataku sambil mengulurkan kunci matikku.
“ogah. Lagian ntar lo balik pake apa?”
“gua.. iya juga ya? Tapi kan aku bisa naik angkot. Gampang itu mah.”
“udah ah. “
“gak mau. Pokoknya lo mesti pake punya gua. Titik” kataku sambil menyerahkan kunci motorku ke saku celananya dan langsung melengos pergi.
Perasaanku campur-campur sekarang. Antara merasa bersalah, kesel, gak enak, bingung deh. Dan aku langsung kembali lagi ke kerangkeng.
“kenapa Bay?” tanya Azam
“mmm..gak papa kok?”
“gapapa gimana? Tadi kayaknya Eza marah ya sama kamu?”
“mmm..iya..tadi dia telat. terus motornya tiba-tiba ngadat lagi. Ya intinya aku barusan suruh dia pake motorku. Gak enak kalao dia harus balik pake angkot”
“terus kamu baliknya gimana?”
“gampang itu mah. Aku biasa naik angkot. Kalo dia kan gak pernah. Takutnya malah bingung dan nyasar lagi.”
“yaudah, ntar aku anterin kamu balik ya” tawar Azam.
“gak usah kok..beneran..”
“gapapa. Lagian juga malem agak susah angkotnya. Kita kan keluar pabrik ampir jam satu..”
“hhmm..yadah deh. Tapi gak ngerepotin kan?”
“gak lah. sekalian muter-muter aja. Orang nyampe rumah juga bingung mau kemana. “
“yaudah kalo gak ngerepotin”
“sekalian kalo belum ngantuk, kita nongkrong dulu di Pasimal. Disitu rame kalo pulang shift dua. Atau di Citywalk President University aja”
“hmm..boleh juga. Eh kayaknya ada trouble. yaudah, gua cek mesin Kobelco dulu ya”
“oke. Kalo ada apa-apa, sms aja ya. Aku lagi ngisi laporan dulu”
Aku hanya mengangguk dan segera mengambil tool kit lalu segera meluncur ke mesin Kobelko.
*****
Selesai perbaikan, aku segera menuju ke toilet karena tanganku penuh sekali dengan oli. Tak lupa aku bawa sabun colek. Dan ketika aku masih memebersihkan tanganku, hapeku bergetar. Haduh, siapa sih, lagi cuci tangan juga.
Setelah kubersihkan dan kukeringkan, aku langsung angkat.
“Bay, kamu dimana?”
Azam?
“aku lagi cuci tangan Zam. Kenapa gitu?”
“udah jam setengah enam lewat nih. Buruan, kantinnya keburu penuh”
“iya, bentar lagi. Tunggu ya. klik”
Lupa, sekarang kan bulan puasa. Jam enam teng kantin pasti penuh banget sampai kita gak dapet tempat duduk. Aku langsung memasukan hapeku dan baru saju masuk, hapeku bergetar lagi. haduh, ada apa lagi azam nelpon aku?
“halo, ada apa sih Zm?”
“Azam? woy, ini gua”
“hah? Eza? sory sory, kirain Azam. Kenapa Za?”
“gua di depan pabrik lo sekarang.”
“hah?”
”dan gua gak mau tau, lo sekarang mesti keluar pabrik”
“tapi..”
“lo mau gua maafin gak? Gak ada tawar-menawar. Lo mesti ke depan pabrik. Sekarang”
“tapi..”
“klik”
Haduh, Eza kenapa lagi. Dia pasti tambah marah kalao aku gak temuin dia di depan. Tapi aku gak enak sama azam, dia udah nungguin aku dari tadi..yadah, sekarang aku temuin Azam dulu, bilang kalo aku disuruh ke depan sama Eza. Akupun langsung bergegas ke kerangkeng.
Sesampainya di kerangkeng, kulihat Azam sudah menungguku. Melihatku datang, dia langsung berdiri.
“yuk Bay”
“mm..maaf Zam..gua udah ditungguin Eza di depan” kataku ragu.
Jujur, aku merasa gak enak banget sama Azam. dia udah nunggu aku dari tadi tapi aku yang ditungguin malah gak makan di kantin. Ah, gara-gara Eza rese nih.
Dia mengerutkan alis dan menatapku tajam. Dan itu membuatku merasa semakin tak enak sama dia. Apalagi dia sengaja menungguku dari tadi.
“barusan dia telpon, katanya udah nunggu di depan PT. Jadi..maaf ya”
Dia membuang nafas
“yaudah.” Kata dia lalu meninggalkanku.
Jujur, aku semakin merasa gak enak sama Azam. Sekarang udah jam enam kurang sepuluh, kantin pasti sudah penuh sekarang dan bisa-bisa azam gak kebagian tempat karena menungguku. Tapi Eza pasti akan marah besar kalau aku sampai gak nemuin dia di depan. Yasudahlah, sekarang aku harus buat surat izin keluar sementara dan minta tanda tangan Koordinator shift dan ntar aku bawa makanan buat azam.
****
Depan pabrik, 18.05 wib
Sesampainya di depan pabrik, kulihat seseorang yang sedang mengenakan jaket berhoodi sedang duduk di atas motor . Aku langsung menghampirinya dan langsung berkacak pinggang di depan dia.
“hey, lo kok gak bilang-bilang kalo nunggu gua di depan pabrik?” tanyaku langsung menyemburnya.
“hey, biasa aja kali, gak usah pake kuah. Lagian juga mestinya lo ada usaha donk buat dapetin maaf dari gua”
“HEY, yang salah siapa? Salah sendiri habis sahur malah tidur lagi”
“HEY, kenapa lo gak bangunin? Udah ah. Gua lapar. Buruan naik. Buruan..”
“iya..iya. bawel banget si loh” kataku langsung naik ke jok belakanganya.
Dia lantas menjalankan motornya dengan kecepatan standar.
“kita mau kemana?” tanyaku masih ketus.
“berhubung gua pengen makan mie, kita ke onoh aja nyok”
“ke onoh ke mana onyon..”
“udah, pokoknya lo gak bakal nyesel deh..”
Aku kembali diam karena pikiranku masih tertuju sama Azam. Aku merasa sangat gak enak hati sama Azam. Sekarang kami sudah ada di belokan ke arah Giant. Lalu tiba-tiba Eza memarkirkan motornya di depan sebuah restoran di Jababeka Center Movieland.
“turun” perintah Eza
“hah? Kita mau ngapain disini?” tanyaku sambil turun dari motor dan melihat sekeliling.
“jualan daun. Ya buka puasa lah. Gara-gara lo telat nih. Sekarang waktu kita tinggal dikit”
Kulihat nama restorannya, Bakmie Grand kelinci. Kami berdua pun lantas masuk. Kulihat sekeliling, tempatnya nyaman sekali. Dekorasinya pun terlihat seperti resto zaman sekarang yang bergaya minimalis.
Lalu kami berdua memilih kursi paling dekat dengan jendela dekat meja barista. Aku suka sekali duduk di dekat barista. Bukan karena mengagumi baristanya, tapi aku suka sekali memerhatikan saat barista meng-combine dan nge-mix beveragenya. Apalagi dimeja baristanya ditata botol-botol perisa, toples-toples berisi choco chip, susu bubuk, dan botol-botol berisi macam-macam minuman lain.
Dan ke arah luar kami bisa melihat kendaraan yang berlalu-lalang. Dan ketika kubuka daftar menunya. Aku merasa antusias sekali.
“asik..gua mau pesan apa ya..?” tanyaku antusias sambil memerhatikan menu.
“seterah lo lah”
“idih...lo baik hati banget si za..lo pasti ntar masuk surga deh”
“yaiayalah seterah lo mau mesen apa. Orang lo yang bayar”
“hah? Kok jadi gua yang bayar? Kan lo yang ngajakin gua kesini”
“bodo. Pokonya gua mau pesen bakmie ayam satu, terus minumnya...milkshake vanila aja”
“hey hey hey. Kok jadi gua yang bayar sih? Terus itu apaan minumnya milkshake? Udah kayak anak sd aja”
“bodo. Buruan, bawel ah. Udah jam setengah tujuh nih, lo mau telat ntar?”
“iihh..gua pesen..samain deh, gua juga dah lama gak makan bakmie, terus..hwaaa...ada ice cream...sama mixed ice cream..thats all”
Dan setelah pelayan datang sambil membawa pesanan kami, kami berdua langsung melahap bakmienya dengan semangat 45.
“tumben lo gak ngoceh tentang cita rasa, tentang dekorasi, bla bla bla..”
Aku melihatnya sekilas lalu kembali memakan mie ku.
“gimana rasanya Bay? Kalau kata gua sih tekstur mie nya lumayan lembut. Terus potongan dagingnya juga gak terlalu kecil, jadi kerasa gitu waktu digigit. Sama..”
Aku masih diam tak mengacuhkannya.
“lo kenapa sih Bay?”
“gua gak kenapa-kenapa” jawabku, padahal sebenarnya aku sudah gatal mau komentar ini itu. Tapi aku masih coba menahan.
“gak asik ah”
“hahaha. Lo mah aneh deh Za. Gua ribut, lo sensi. Gua coba cool, lo bilang gak asik”
Dia hanya manyun ke arahku sambil berusaha merebut mixed ice creamku.
“hey apa apan ini?”
“emang kenapa? Gua pengen nyobain juga”
“gak boleh. Es krimnya juara tau Za. Ini kan di mix ya. Ada vanila, coklat sama stroberi. Dan tekstur ketiganya itu beda-beda tau gak. Yang coklat itu agak renyah-renyah gitu, terus kalau yang vanila itu agak-agak lengket dan leket gimana..gitu. nah kalo yang stoberi itu teksturnya lembut banget tau gak Za. Apalagi ada wafer stick-nya gitu..”
“hahaha. Katanya mau jadi cool..masih aja rumpik kayak ibu-ibu arisan”
“ups..hahah. gua lupa. Udah, yang barusan diskip aja.”
“rumpik ya rumpik aja”
“wew”
Lalu kami segera menghabiskan makanannya. Dan setelah membayar billnya, kami buru-buru magriban karena aku harus segera kembali ke pabrik.
“makasih ya Bay..sekarang gua udah maafin elo. Jadi lo bisa tenang sekarang”
Aku hanya manyun tak komentar. Aneh, ada ya orang kayak gitu, nyuruh kita maaf padahal kita kan gak salah. Huh, tekor dah, tapi lumayan lah, rasanya gak ngecewain. Lalu aku ingat bahwa aku mau pesan makanan buat Azam. Hmm..aku pesan sop buah aja ah.
“za, kita nyari sop buah dulu ya” kataku sambil naik ke jok belakangnya.
“busyet..rakus amat..masa tadi belom kenyang juga..? Ih..badan segitu makannya udah kayak genderewo..dasar perut karung”
“bodo. Pokoknya sekarang nyari sop buah dulu. Titik”
Eza lalu melajukan motornya dan mata kami awas mencari tukang sop buah yang terlihat sepi pengunjung. Gapapa lah.sekali-kali aku beliin buat Azam.
****
Aku sedikit tergopoh-gopoh menuju kerangkeng karena hampir telat. Kulihat Azam tampak cemberut di depan komputer. Dia pasti masih kesal sama aku. Adududuhh, gimana ini. Aku mau deketin aja gak enak. Aku lantas berjalan mendekatinya. Tapi matanya masih tertuju ke layar monitor.
“Zam..tadi makannya sama apa?” tanyaku berbasa-basi.
“ayam” Katanya sambil masih memerhatikan komputer.
“mmm...ayam apa?”
“goreng” jawabnya singkat.
“mmm.. Eh eh eh, aku bawain sop buah loh buat kamu. “
Dia menoleh sekilas ke arahku. Lalu melihat ke kantong kresek yang kupegang.
“dibuka sekarang atau buat ntar aja?” lanjutku.
Dia hanya diam tak menjawab. Lalu kudengar ada suara yang keluar dari perutnya. Dan Azam terlihat kikuk. Aku menahan tawa. Haduh, pasti dia langsung tak nafsu makan karena kesal sama aku, makanya dia gak makan.
“gua buka sekarang aja ya”kataku sambil mengambil tupperware yang ada didalam loker alatku.
(biasanya karyawan punya dua loker. Loker alat untuk menyimpan tool kit dan barang-barang pribadi serta loker sepatu yang ada di dekat parkiran)
Setelah kutuangkan sop buah itu ke dalam tupperwareku, kuserahkan sama Azam.
“nih Zam, mumpung masih dingin. Ini pake susunya agak banyakan. Aku yang minta, biar kamu sehat. Hehe” kataku sambil memamerkan senyum termanisku.
Kulihat wajahnya mulai mengendur sekarang. Lalu dia menghadap ke arah tupperwarenya.
“kamu duluan ya” katanya sambil menyodorkan ke arahku.
“kok?”
“jangan-jangan sop buahnya diracun lagi sama kamu” katanya sambil tersenyum kecil.
“haha. Nah gitu donk, senyum. Buruan dimakan, ntar keburu dingin”
“hehe. Emangnya mie...”
Dan sekarang Azam mulai mencicipi sop buahnya. Dan dia terlihat ceria lagi sekarang. Syukurlah, dia sudah tak marah lagi. Jadi kalau ntar dia marah-marah lagi, aku tinggal beliin dia sop buah aja.
****
23.55 wib
Aku masih mengerjakan trouble di mesin Tien Jin. Sebenarnya tinggal ganti rod seal, terus masang cylinder aja, mau dilanjutkan ke shift tiga, nanggung tinggal dikit. Yaudah, kuselesaikan aja sendiri.
Lalu hapeku bergetar. Dan segera kuangkat.
“Bay, kamu dimana?”
“aku masih follow up mesin Tien Jin. Kayaknya kuterusin ke shift tiga. Infoin ya Zam.”
Aku lantas lanjutkan membongkar seal dan langsung menggantinya. Untungnya spare rod seal-nya masih banyak, jadi gak perlu jauh-jauh ke guadang malem malem. Udah jauh, serem lagi.
Dan ketika aku hendak memasang cylindernya, aku kaget karena melihat Azam datang menghampiriku.
“lho, kok belum balik Zam?” tanyaku bingung.
“aku lembur.”
“lho kok?”
“ya boleh donk sekali-sekali aku lembur..”
“ya..” kataku bingung.
“sini, aku aja yang pasang” kata azam sambil merebut cylinder yang sedang kupegang.
Aku hanya melongo. Setauku Azam paling susah kalau disuruh lembur. Secara penghasilan dia di luar jauh lebih gede dari disini. Tapi malam ini gatau kenapa dia mau lembur. Lalu dia segera memasang cylindernya.
“makasih ya. kirain kamu balik Zam” kataku setelah Azam selesai memasang cylindernya.
Dia hanya tersnyum sambil memebereskan tool box. Setelah merapikan alat dan membersihkan body mesin yang sedikit kotor dengan majun, kami berdua segera mengembalikan tool box ke tempatnya.
“udah isya belum?” tanya azam sambil mendorong tool box.
“belum. Kamu udah?” jawabku sambil membersihkan tanganku dari oli dengan majun.
“belum. Isya dulu yuk. Abis itu kita teraweh”
“teraweh?”
“iya. Gapapa kan kita teraweh gak di mesjid. Delapan rokaat aja”
“gak dua puluh tiga?” tanyaku bingung. Di kampungku memang teraweh itu dua puluh tiga, dengan gerakan kilat tentu saja.
“ya seterah. Mau delapan plus tiga, mau dua tiga yang penting kita tahu dalilnya. Delapan itu berdasarkan Siti Aisyah, kalau dua tiga kan kebiasaan Umar bin Khottob. Sama aja. yang penting kita ikhlas”
Lalu kami berdua segera menuju ke mushola. Setelah mengambil air wudlu, azam lantas mengimamiku. Dan ketika dia membaca surat al Fatihah, hatiku terasa mendesir. Ada rasa nyaman yang kurasakan ketika aku mendengar lantuanan ayat suci dari bibirnya. Aku suka lagam bacaannya. Dan suaranya merdu sekali ketika melantunkan surat-surat pendek.
Dan tiba-tiba aku begitu mengagumi secara fisik ketika kulihat dia dari belakang. Badannya tinggi tegap dengan postur yang proporsional. Astagfirulloh...gak boleh, masa lagi sholat malah terpesona begini..huss huss huss...
****
Kerangkeng, 03.30 wib
Aku masih membuka-buka piping diagram mesin kobelco. Haduh, kok gak ngerti-ngerti sih baca diagram begini. Coba kalo ada Eza, dia pasti ngajarin aku cara bacanya. Tapi masa iya aku telpon jam segini. Lagian juga ini kan Cuma iseng aja.
“rajin amat bay. Lagi liat apaan sih?”
Aku menoleh. Azam ternyata sudah duduk disampingku sambil memerhatikan gambar yang sedang kubuka.
“ini, aku lagi iseng-iseng aja liat gambar. Tapi kok gak mudeng-mudeng ya. “
“yang mana?” tanya dia sambil mengangsurkan gambar ke dekatnya.
“ini loh. Ini kok ada valve disini”
“itu kan fungsinya sebagai safety valve, sebagai pengaman ja biar motor gak over load saat beban berlebih. Jadi kalau pressure berlebih, valve ini bekerja, balikin ke tanki lagi.”
“oh..” timpalku padahal mah gak ngerti apa yang dia jelasin.
“makan yuk” ajak dia.
“mmm..lo mau sahur sekarang?”
Dia mengernyit.
“maaf Zam, kita kayak biasa lagi aja ya, panggil gua elo. Kesannya tuh agak aneh aja panggil aku kamu..gapapa kan?” pintaku dengan raut tak enak.
Dia terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu dia tersenyum dipaksakan.
“yaudah, sahur sekarang yuk, mumpung lagi aman. Si Deni sama Karta juga udah sahur duluan”
Kami berdua lantas berdiri dan segera menuju kantin. Sepanjang perjalanan kami berdua hanya diam. Dan ketika kami berdua menaiki tangga, karena kantin itu ada di lantai dua, hapeku bergetar dan segera kurogoh dari saku celanaku. Kulihat sekilas, Eza? Eza nelpon?
“halo Za?”
Azam tampak menoleh ke arahku ketika dia mendengar aku menyebut nama Eza.
“apa Za?”
“lo udah bangun?” tanya Eza di balik telpon.
“udah lah. gua kan gak pernah tidur kalo shift tiga. kenapa Za?”
“mm..gapapa. kirain lo ketiduran. Takut gak sahur aja. yaudah. Klik”
Dipustus? Aneh. Nelpon Cuma nanya udah bangun ato belum.
“Eza yang telpon Zam” kataku ke Azam sebelum dia bertanya.
Azam menoleh dan mengernyit.
“apa katanya?” tanya Azam dingin.
“mmm..gak ngerti. Dia Cuma bilang kirain ketiduran dan belum sahur. Eh langsung ditutup.”
Azam hanya diam lalu melangkah lebih cepat. Aku tergopoh-gopoh menyusulnya. Dan setelah kami duduk dengan tray berisi makanan pun kami berdua hanya diam. Lalu hapeku bergetar lagi dan..
“siapa?” tanya Azam.
“Eza..” kataku lalu menjawab telponnya.
“halo Za? Iya, gua udah di kantin, kenapa?”
“lo makan sama apa?” tanya Eza dari balik telpon. Kini suaranya terdengar lucu sekali.
“hah? Biasa, ayam. Eh ibu masak apa za?”
“masak perkedel jagung, sayur sop sama nugget. ”
“wah..enak tuh pasti..disini mah menunya gini-gini aja..” sergahku iri karena menu di kantin sangat tidak menggugah selera.
“makanya lo sahur di sini donk..”
“yah..gua kan masuk malem Za...” jawabku sedikit menyesal.
Dan tiba-tiba aku dikagetkan oleh Azam yang tiba-tiba berdiri dengan tray ditangannya dan meninggalkanku. Aku melongo melihatnya pergi.
“Za, udah dulu ya, ada trouble di line 1” kataku berbohong.
“yaudah. Yang banyak ya makannya. Biar lo gemukan dikit”
“iya. Klik”
Setelah kumasukkan ke saku celanaku, aku yang belum sempat menyentuh makananku langsung berdiri dan mengejar Azam. Apa Azam marah karena aku cuekin dari tadi? Tapi kan itu telpon dari Eza?
Kulihat muka Azam tampak ditekuk. Wajahnya dingin sekali dan ketika menoleh ke arahku, aku hendak bilang tunggu, tapi dia terus melengos. Dengan tergopoh-gopoh aku berusaha menyusul Azam yang sudah jauh meninggalkanku.
*****
06.45 wib
“gimana si, masa gitu aja gak bisa?” kata Azam dengan nada tinggi.
Aku merengut. Tak disangka responnya akan seperti itu. Padahal aku cuma nanya gimana caranya buka rotary seal. Aku hanya diam. Kulihat wajahnya dingin sekali. Lalu dia melengos meninggalkanku yang hanya bengong melihat reaksinya.
Dia kenapa? Pikirku. Setelah bangun tidur jam lima pun, dia tak sedikitpun bicara padaku. Aku mencoba berbasa-basipun tak dia tanggapi. Dan ketika ada trouble di mesin Tien Jin, aku yang seumur-umur belum pernah bongkar Rotary seal mau tak mau harus bertanya padanya, dan Azam malah bersikap kayak gitu.
Lalu Azam datang sambil membawa tool box. Aku hanya diam saja sambil memerhatikannya. Dan ketika aku mencoba membantunya melepas baut covernya, Azam malah melotot ke arahku.
“udah, malah bikin kagok saja”
Aku merengut. Perasaanku campur-campur. Kesal, bingung, takut, argght..dia kenapa sih? Apa karena tadi aku cuekin? Tapi masa telpon dari Eza gak aku angkat? Yasudah, setelah selesai perbaikan aku mau minta maaf sama dia. Aku gak mau dia kembali memusuhiku seperti dulu.
Lanjut lg.. Ceritany tlt inimh udh hbs lbrn. Pasti stock ceritany udh bnyk..
W jg kangen mie yayam..