It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
^_^
si itemku jangan di cium...hahaha
si itemku jangan di cium...hahaha
smile..
haha. yang ini pasti gak bakal tau.
jangan" apa? hayo..
sawarna dimana tuh?
@igoigo, @Boyorg, @halaah, @firmanE, @jaydodi, @blueguy86, @mahardhyka, @ajied84, @urth, @tobleron, @dewo_dawamah, @dityadrew2, @yoedi16, @adinu, @redbox, @joe_senja, @alfaharu, @kiki_h_n, @jockoni, @habibi, @pria_apa_adanya, @zimad, @adam08, @dhie_adram, @boljug, @4ndh0, @aDvanTage, @autoredoks, @dollysipelly, @sly_mawt, @trinity93, @pokemon, @fansnyaAdele, @05nov1991, @the_jack19, @co_ca_co, @iamyogi96 @chocolate010185 @adacerita @prahara_sweet @rainbow_bdg
ditunggu kiripiknya..
“eh..itu apa?” kata dia sambil menunjuk ke arah lembah di bawah.
Aku yang merasa penasaran, dengan polosnya melihat kearah tangannya menunjuk, dan ternyata dia malah menyenggol badanku sampai aku terjatuh ke tanah yang basah dan dia malah tertawa puas, padahal celanaku kotor kotor sekali. Aku hanya misuh-misuh sambil menyipratkan air di galengan itu kearahnya. Dia lalu lari meninggalkanku. Dan karena galengannya sempit, dia kepeleset dan terjatuh ke tanah yang becek.
Melihatnya aku tertawa puas sekali. Dan diapun tertawa terbahak-bahak.
“makanya jadi orang tuh jangan jahil..kena karmanya kan hahaha?” kataku sambil berjalan ke arahnya lalu membantunya bangun.
Sesampainya di rumah, nin yang melihat kami seperti habis nyangkul hanya geleng-geleng kepala. Tapi dasar nabil jorok, bukannya mandi dulu, dia malah maksa harus makan dulu. Dan tentu saja, dia makan seperti orang yang gak makan dua hari dua malam. kulihat nin tersenyum senang, mungkin karena melihat cucunya makan dengan lahapnya. Akupun tersenyum melihatnya. Dia, dengan segala keapa-adaannya, membuat hatiku tersenyum hangat.
*******
14.10 wib
“kita teh mau kemana bil?” tanya nin sambil membenarkan posisi kerudungnya di depan cermin.
“kita kan mau jalan-jalan nin” jawab nabil santai.
“iya, nin tau, tapi kamu teh mau ngajakin kamana?”
“hmmm…pokokna mah, tempatna teh edun pisan lah nin”
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Dan aku tak mau memaksanya menyebutkan kemana dia akan membawa kami. Yang aku yakini, dia akan membawaku ke tempat yang indah.
Sehabis makan siang tadi, nabil bilang sama nin, beliau mesti siap-siap karena kita mau jalan-jalan. Dia tak bilang mau kemana, tapi dia bilang dia akan membawa kami ke tempat yang tak mengecewakan.
Setelah kami mandi, tapi sendiri-sendiri tentunya, barang-barang siap, termasuk rantang berisi makanan berat, nabil melajukan mobilnya dan sepanjang perjalanan, aku dibuat kagum oleh pemandangan yang hijau. Jalan berkelok dan kiri-kanan kami adalah perkebunan teh. Aku sengaja membuka kaca mobil supaya paru-paruku penuh oleh oksigen dan hawa sejuk bumi garut ini.
“bil, keren banget..” kataku ketika melihat batu berukuran sangat besar.
“itu namanya karang numpang. Sekarang kita baru nyampe cikajang. Tuh, gunung papandayannya keren ya? Tadinya aku mau ngajak kamu kesana, tapi kayaknya waktunya gak cukup” katanya.
“emangnya disana ada apa? Bukannya itu masih aktif?”
“iya. Ntar lah kapan-kapan kita kemping disana. Aku mau kasih liat ke kamu, bungan edellwis disana. Terus juga kawah-kawahnya yang hmm...keren banget lah. dan disana juga ada kawah terbesar di dunia loh”
“masa..? mau mau mau. ntar kalo libur panjang kesana ya..”
Dia hanya balas tersenyum. Dan kamipun melanjutkan perjalanan.
Kutengok jamku, sekarang baru pukul tiga lewat. Ketika kami mendengar suara adzan, nin meminta berhenti ketika kami mendapati masjid.
Dan setelah mendapati masjid, kami semua turun. Nin langsung bergegas ke tempat wudlu, begitupun aku. Tapi herannya nabil hanya diam saja. aku sendiri merasa heran. Aku memang jarang sekali melihat nabil sholat. Aku hanya sekali melihatnya sholat ketika kami di Delta Mas. Itupun karena aku yang memaksanya.
“my man, sholat dulu yuk” ajakku.
dia hanya tersenyum.
“duluan aja, ntar aku nyusul” jawabnya.
Aku sedikit kecewa, tapi aku tak punya hak untuk memaksanya. Aku menatap matanya sebentar, dan dia menyadari kekecewaanku, dia lantas mengalihkan pandangannya. Akupun segera menuju ke tempat wudlu.
Setelah selesai, aku langsung keluar mesjid dan kudapati nabil masih berdiri di samping pintu mobilnya. Sedangkan nin, mungkin masih wiridan dulu. Aku lalu berjalan kearahnya.
“my man..”
“hmm?”
“aku boleh nanya kan? Tapi kamu jangan marah ya..”
“nanya apa dulu?”
“kamu kok...mmm...kamu..”
“kenapa?”
“kamu kok...mmm..susah banget aku ajak sholat?” tanyaku ragu-ragu karena takut menyinggung perasaannya.
Aku tau bahwa ibadah itu adalah asasi, tapi melihat orang yang kita sayangi tak melakukannya, membuatku sedikit kecewa. Aku memang bukan orang yang taat dan selalu melaksanakan sholat secara penuh, tapi aku hanya ingin dia seperti orang kebanyakan yang ketika waktu sholat, ikut bergegas ke mesjid.
Dia masih memandang ke perkebunan teh yang terhampar, lalu bicara tanpa melihatku.
“aku masih belum menemukan hikmah sholat”
“maksud kamu?”
“buatku, orang yang sholat dan gak sholat sama aja. justru orang-orang yang berbondong-bondong ke mesjid, atau orang yang tiap harinya memakai peci kemana-mana, atau bahkan memelihara janggut, bercelana diatas mata kaki, kebanyakan mereka itu munafik, ingin mengesankan diri kita itu sholeh dimata orang lain..”
“tapi gak semuanya kayak gitu..”
“terus namanya apa? sekarang aku mau nanya sama kamu, fungsi sholat itu apa?”
“itu..”
“sholat itu bukan hanya ritual, tapi setiap gerakan dan bacaannya itu harus kita terapkan dalam kehidupan kita..”
“...”
“untuk apa kita sholat kalau kita hanya berpangku tangan saat melihat orang lain kelaparan? Untuk apa kita wudlu kalo kita masih melakukan perbuatan kotor?”
“...”
“dan untuk apa aku sholat, setelah semua yang kualami? Aku gak pernah mau bilang apa-apa yang dulu kualami, karena aku paling pantang dikasihani” katanya dengan tatapan tajam dan mulai memerah.
Aku hanya mampu diam dan tak mampu menjelaskan. Aku melihat ada raut kemarahan dan roman kekecewaan yang dalam dari matanya. Ya, aku tau dia telah dikhianati takdir, dicampakan angin kehidupan. Tapi bukankah dia sering menyematkan nama rosululloh atau yang hal-hal yang religius yang tak lazim, yang hanya diketahui oleh orang yang cukup dalam pengetahuannya tentang agama?
“maboy, aku masih mencari tuhan. Aku masih mencari kemana Dia saat aku dicampakan oleh mereka yang berpeci haji. Aku masih mencari kemana Dia saat aku dan adikku ditertawai anak-anak lain. Dan aku masih kemana Dia saat aku harus makan dari tempat-tempat yang tak layak...”
Aku kembali bungkam, bungkam oleh setiap keluhnya saat kecil dulu. Sekali lagi aku tak mampu berkata-kata. Aku hanya bisa diam. Aku hanya ingin memeluknya karena tau, sebelum dia tinggal bersama neneknya, dia mengalami kejadian-kejadian yang membuatnya kecewa pada tuhan.
“udah sholatnya bil?” tanya nin.
Nabil hanya tersenyum tak menjawab. Kulihat wajahnya memang tampak basah seperti habis wudlu. Tapi..ya sudahlah. Aku hanya bisa doakan agar kekecewaannya tak terlalu dalam. Agar serpihan-serpihan kejadian ini memberikan hikmah padanya.
******
Isal kamu pilih Item aja ya, Nabil buat aq... ^_^
Dengan cantiknya, mobil kami berhenti.Ombak sudah memanggil, angin berrnyanyi menyambut kami, matahari senja pun dengan riang mengucapkan selamat datang, memberikan sinar kejinggannya yang indah.
Kulihat nabil tampak tersenyum puas ke arah nin. dan nin pun tersenyum hangat ke arah nabil.
“kamu teh masih inget aja ya bil?”
Nabil hanya mengedipkan dua matanya.
“inget apa nin?” tanyaku penasaran.
“iya lah nin. Itu kan janji, janji kan harus ditepatin nin..”
“emang kamu janji apa bil?”
“dia janji mau ngajakin nin ke sini.”
“iya. Dulu waktu gilang nangis pas liburan sekolah karena gak ikut karyawisata kesini, aku janji sama dia, sama nin juga, aku bakal ajak mereka berdua kesini, ke pantai santolo…”
“indah ya bil. Aku yakin, tuhan menciptakan tanah ini dengan tersenyum...”
“gilang pasti seneng kalo kesini.” Kata nabil.
Aku hanya diam memandang nabil yang terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Ya, aku tau dia pasti sedang memikirkan gilang, memikirkan adiknya yang sampai sekarang masih tak mau bicara padanya.
“turun yuk” ajak nabil.
Kami semua lantas turun dan angin yang bertiup dari samudera hindia langsung menerpa lembut wajah kami. Kuhirup udaranya yang segar sambil memejamkan mata. Ah..pantai lagi...aku paling suka pantai. Kupegang pasirnya, lembut sekali. Warnanya yang putih bersih dan aroma pantai yang eksotis. Kulihat nabil berkacak pinggang sambil memandang jauh ke arah laut.
“ini namanya pantai sayang heulang. “
“wah...keren. sedikit berkarang ya, mirip ujung genteng” Kataku sedikit mengenang.
Kontur pantainya memang mirip ujung genteng, sedikit berkarang, pantainya yang biru, ombak yang ramah, semuanya memberikan kehangatan, kedamaian luar biasa.
Air lautnya jernih. Ombaknya menggulung membubung tinggi, bertubi-tubi menghantam bibir pantai. Bunyi deburannya memecahkan keheningan sekaligus membuatku lupa atas segala yang kurasa.
“tapi tujuan utama kita bukan ini lho. Aku mau ngajak kalian ke pantai santolo”
“pantai santolo?”
“iya. Banyak orang yang bilang, pantai santolo ini mirip sama pantai kuta taun 70-an, eksotis, indah dan belum terlalu rame seperti kuta sekarang.”
“wah...ayo kesana sekarang...”
“sabar...kita bikin tenda dulu...”
“kita…bikin tenda lagi?” tanyaku.
“hah? Ya iyalah..”
“terus nin? Masa iya nin tidur di tenda?”
“hahaha. Ya enggak atuh. Nin mah tidurnya di motel, kita mah bikin tenda aja”
“gak usah bil. Nin tidur di mobil aja”
“ihhh..nin mah. Udah, nin tidur di motel. Nabil sama isal mah mau tidur di tenda aja. Mau nikmatin suasana alam” kilahnya.
Aku hanya tersenyum, karena aku tahu alasan sebenarnya. Ya, secara ini tanggal tua, stok uangnya pasti menipis. Tapi karena dia ingin membahagiakann nin dan memenuhi janjinya dulu, dia nekat melakukannya, seperti dulu ketika mengajakku ke pantai ujung genteng untuk memberikan kejutan padaku.
Aku tekenang saat-saat bersamanya dulu di pantai ujung genteng. Saat itu penuh dengan kenangan manis. Aku terkenang saat dia memelukku sambil menikmati sunset, menggendongku setelah melihat penyu, menceritakan tentang kisah bintang, dan bahkan saat dia menciumku meski berujung dengan tangis.
“kenapa? Kok senyum-senyum lagi? Oh..pasti obatnya belum diminum ya..”
“hahaha. Nggak, aku jadi inget dulu waktu kamu ngajak aku ke ujung genteng. Tapi sumpah yah, pantai sayang heulang ini tempatnya indah banget…”
“kalo buat aku..dimanapun tempatnya, asalakan sama kamu, itu jadi terlihat indah…”
“hahaha. Mulai deh nggombal…eh, nyari motel dulu aja buat nin..”
“kasep..nin tau kamu. Kamu gak usah nyariin motel buat nin nya. Tinggal diberesin sedikit mobilna, nya. Lebar atuh duitnya. Mending ditabung buat biaya nikah ntar..”
“tapi nin..”
“jep ah” kata nin.
Akhirnya nabil mengalah. Aku tahu sifatnya, dia selalu ingin memberikan yang terbaik untuk orang yang disayangnya. Dan ucapan terakhir nin tadi kata nabil adalah peringatan untuk tidak membantahnya.
Lalu dia mulai mengondisikan dan merapikan mobil, serta memberikan sentuhan kecil yang manis di dalamnya. Ya, dia mendesain mobilnya tidak seperti kamar hotel, sederhana tapi manis tanpa mengesampingkan nilai kenyamanan.
Dan setelah nin istirahat, kami lantas hendak membuat tenda tak jauh dari mobil, hanya berjarak lima meter saja.
“kang nabil?”
Aku nabil nabil sontak menoleh. Dan nabil tampak sedikit kaget bercampur senang.
“kang Fadil? Kok ada disini?”
“iya kang. Saya lagi ngajak keluarga liburan. Liburan oge kang?”
“ya...kitu we lah. lagi ngajak nin sama temen dari cikarang buat liat-liat pantai.”
“sama nin asih? Uluh, mana?”
“di mobil kang.”
Lalu nin keluar dari mobil dan terlihat antusias karena ternyata kang Fadil kesini dengan neneknya dan keluarganya juga.
“ini teh cep padil?”
“muhun nin. nek oge ikut da nin.”
Lalu adegan selanjutnya adalah seperti nostalgia kawan lama. Ya, neneknya fadil dan nin emang dulu teman kecil. Sedang fadil sendiri adalah teman kecil nabil yang katanya dulu sering berkelahi sama nabil. Mengenang kejadian-kejadian masa kecil membuat kami terbahak-bahak.
“udah dapet motel kang nabil?”
“belum kang. Tadi mau nyari tapi nin minta tidur di mobil”
“uluh. Barengan aja atuh ya. Biar ‘nek ada temennya. Muhun nin?”
“enya sih. Sareng we nya. Ngarah aya deungeun ngobrol” kata nek’nya kang fadil
(iya sih. Barengan aja. biar ada temen ngobrol)
Dan akhirnya nin menginap di motel sama nek’nya kang fadil. Lalu kang fadil pamit dulu untuk berjalan-jalan dengan anak-istrinya, sedang nin dan nek istirahat di motel.
Aku dan nabil segera melanjutkan mendirikan tenda, kulihat jam tanganku sudah menunjukkan jam setengah enam. Lalu nabil mengajakku berjalan kaki ke pantai santolo. Katanya tak jauh, hanya sekitar lima belas menit perjalanan. Dan karena sambil menikmati pemandangan pantai yang memesona mata, tak terasa kami sudah sampai di pantai santolo.
Aku begitu terpesona melihat jingganya langit yang dihaturi ombak-ombak yang melebur menabrak karang. Aku tersenyum melihat awan-awan yang tampak keemasan dan burung-burung terbang beriringan, dan nabil ikut tersenyum melihatku tersenyum. Ya, aku tahu nabil tersenyum bukan karena melihat keindahan yang sempurna ini, tapi karena melihat orang yang dicintainya tersenyum bahagia.
“kamu tahu, kenapa matahari tampak jingga keemasan saat terbenam?”
Aku terdiam sebentar. Memang, matahari terlihat lebih besar dan berwarna jingga keemasan dan lebih cepat bergerak saat akan terbenam. Tapi selama ini aku tak terlalu memikirkan penyebabnya.
“mmm...karena...gradasi warnanya itu karena...”
“kalau kamu bilang tuhan menciptakan bumi parahyangan ini dengan tersenyum, aku akan bilang, karena alam itu bersuka cita menyambut malam”
“tapi, bukannya malam itu gelap? kenapa harus disambut?”
“justru karena gelap, bintang-bintang yang kecil itu terlihat indah. Karena malam yang gelap dan sunyi manusia bekerja keras menghidupkan malam. karena malam yang gelap simfoni alam bernyanyi. Dan karena malam yang gelap, kamu terlihat gak terlalu jelek. Hahhaha”
“aahhh..my man..kirain bakal kata-kata romantis...ternyata ujung-ujungnya ngeledekin aku juga..”
“my man, aku mau nulis isal love nabil ya di atas pasir, kayak orang-orang” pintaku teringat foto-foto temanku ketika di pantai sama pasangannya.
“buat apa?”
“ya biar romantis...”
“bukannya kalo nulis di atas pasir itu bakal kehapus ombak?”
“mmm..iya juga sih...”
“udah, kamu liat aja jembatan itu...”katanya sambil menghadapkan tubuhku ke depan.
Dia lantas memeluk tubuhku dari belakang dan membisikkan sesuatu di telingaku.
“kalau tuhan itu ada, aku bersyukur karena dia telah menciptakan kamu. ya, Dia menciptakan kamu dengan tersenyum...” katanya pelan lalu mencium lembut pipiku.
Aku memejamkan mata. Dan satu titik air mataku jatuh. Dadaku bergemuruh mendengarnya. Tuhan, terima kasih kaw hadirkan dia dalam hidupku…
******
“ikan bakar...”
“kirain nin mah, kamu teh darimana. Kin nin ambil dulu nasinya” kata nin.
Lalu aku membantunya menyiapkan nasi dan tek-tek bengek lainnya. Kamipun makan dengan lahapnya. Sesekali nin bercerita tentang nabil kecil. Aku hanya tertawa-tawa mendengar cerita tentang masa kecil orang yang kusayangi itu. Dan dia hanya senyum-senyum malu saja.
Setelah makan, kubereskan bekas makan kami. Lalu nabil mengambil gitar dari dalam mobil dan duduk bersila di sampingku. Dan bersamaan dengan itu, tampak kang fadil dan istrinya serta neknya datang bergabung.
“waah...lagi ngumpul nih”
“iya kang. Ayo gabung.”
“yuk kang ah, mainkan gitarnya. Kita nyanyi-nyanyi..”
Nabil lalu memainkan mata padaku.
“kang nabil nih jago banget loh maen gitarnya. Dulu waktu jamanna sakola, saya teh yah, sebenarnya lebih suka sama kang nabil” kata istrinya kang fadil malu-malu.
Kami semua tertawa mendengarnya. Sedang kang fadil hanya garuk-garuk kepalanya yang gak gatal.
“iya iya. Tapi kan sekarang tuh, siapa cepat dia dapat, makanya saya teh langsung ngelamar dia. Hahah”
“hmm..kira-kira, kalo kita lagi duduk di depan api unggun di pantai, lagu apa sih yang paling sering dimainin?” tanya nabil mengurai candaan yang membuatnya merasa gak enak ini.
Aku berpikir sejenak. Lagu apa ya?
“lagu kemesraan ya bil” jawab nin.
“tuh...kamu mah kalah sama nin. ah..gak gahol sih..”
Iya ya, dimanapun, rasanya lagu yang paling pas buat dimainin saat berkumpul itu, dari anak muda sampai anak tua ya..lagu kemesraan. Entah itu lagu siapa, yang pasti lagunya enak sekali didengar.
“yaudah, kita nyanyi lagu kemesraan aja ya.”
Lalu nabilpun mulai memetik gitar dan kami semua mulai bernyanyi.
Suatu hari
Dikala kita duduk ditepi pantai
Dan memandang ombak dilautan yang kian menepi
Burung camar terbang
Bermain diderunya air
Suara alam ini
Hangatkan jiwa kita
Sementara
Sinar surya perlahan mulai tenggelam
Suara gitarmu
Mengalunkan melodi tentang cinta
Ada hati
Membara erat bersatu
Getar seluruh jiwa
Tercurah saat itu
Kemesraan ini
Janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini
Inginku kenang selalu
Hatiku damai
Jiwaku tentram di samping mu
Hatiku damai
Jiwa ku tentram
Bersamamu
Aku memandanginya dengan penuh rasa syukur. Debur ombak menghaturkan rasa syukurku pada tuhan, angin yang berhembus mengabarkan pada seluruh mahluk bahwa aku sayang dia, dengan hatiku.
“Udah malem bil, nin tidur dulu ya” kata nin.
“yaudah nin. kalo ada apa-apa, nin tinggal bilang ke nabil. Kalo nabil lagi gak ada, telpon ya nin” kata nabil
Lalu nin dan nek masuk ke motel, sedang istrinya kang fadil mengajaknya mencari souvenir. Setelah mereka pergi, nabilpun semakin merapatkan badannya ke dekatku. Dia merangkul pundakku dan aku menyandarkan tanganku diatas pahanya.
“kita ke pantai lagi bil..” kataku mengenang.
“iya. Dan kondisinya lain sekarang. aku sayang kamu, dan semuanyanya jadi saksi kalo aku sayang kamu” katanya.
“emang dulu kamu gak sayang aku?” tanyaku penasaran.
“hmm...belum.” jawabnya tanpa dosa.
“kok? Jadi waktu kamu nyium aku tuh Cuma...”
“hahaha. Sebenarnya aku ngajak kamu ke ujung genteng tuh karena aku keingetan gilang. Tapi gatau kenapa, tiba-tiba semuanya tak sesuai konteks. Lambat laun aku mulai sayang sama kamu...”
“....”
”sebenarnya aku mau ajak kamu jalan-jalan malam ni. Tapi aku gak mau ninggalin nin, gak mungkin kan aku tinggalin dia”
“gapapa my man. Yang penting kan aku sama kamu. itu udah lebih dari cukup. Tapi..kamu kayaknya sayang banget ya sama nin”
“didunia ini Cuma ada tiga yang kusayang. Kamu, nin, sama gilang.”
“nadia?”
Dia mengerling padaku.
“kenapa? Masih cemburu sama dia?”
“ya..kalau kamu diminta nin buat nikahin nadia..kamu bakal tetep nikahin dia?”
Dia hanya tersenyum.
“langit itu tak bertiang, tapi gak runtuh kan? Bintang itu jauh tapi terlihat kan? Dan angin itu tak kasat mata, tapi terasa.” Katanya sambil menggenggam tanganku.
Aku kembali diam. Aku masih bingung dengan kiasannya barusan. Tapi erat genggaman tangannya membuatku merasa hangat.
******
Adzan shubuh yang sahut menyahut dari bubungan satu ke bubungan yang lain membangunkanku dari pelukan nabil. Kubuka mataku dan kupandangi wajah orang yang masih tertidur disampingku. Kubelai sebentar pipinya dan kucium cepat pipinya. Dia lantas terbangun dan ikut duduk.
“aku shubuh dulu ya”
Dia mengangguk pelan. Dan aku segera keluar dari tenda. Dan aku segera berjalan menuju mushola yang tak jauh dari tenda.
Setelah selesai sholat, aku lantas kembali ke tenda dan ternyata nabil sedang duduk di atas matras dan di sampingnya ada dua gelas berisi kopi susu yang masih mengepul. Aku lantas ikut duduk.
“kamu tau gak, di pantai santolo ini ada fenomena yang Cuma ada di dua tempat saja di dunia. Yang satu di sini, satu lagi di prancis” katanya tanpa melihat ke arahku.
“hah? Fenomena apa?”
“Di pantai ini justru air laut mengalir ke sungai, bukan sebaliknya.”
“hah, kok bisa?” tanyaku penasaran.
“orang-orang nyebutnya Cilauteureun, karena di muara ini air lautnya sangat tenang, seolah berhenti mengalir. Cilauteureun artinya air laut yang tak mengalir. Di sebelah barat muara itu terdapat curugan dimana air laut yang mengalir masuk ke dalam muara sungai bukan sebaliknya. Dan, konon fenomena ini hanya ada dua di dunia. Selain Indonesia, Perancis juga memiliki fenomena ini.” Terangnya panjang lebar.
“dan kamu tau gak artinya itu apa?”
“hhh?”
“itu artinya, banyak hal yang orang bilang gak mungkin, itu bisa saja terjadi. Dan kebanyakan mengira, bahwa cinta kita yang seperti ini takkan pernah berakhir bahagia, tapi, bukankah air laut saja bisa mengalir ke sungai?”
Aku menatapnya. Kugenggam tangannya lalu kucium. Ya, dia melambungkan kebahagiaanku. Dia menjulangkan rasa kagumku pada setiap kata-katanya. Dan matahari pagi yang menyinari kami dengan hangatnya, memancarkan sinar kekuniangnnya, menjadi saksi bahwa aku, dan dia disini. di bawah langit yang menjanjikan kebahagian.
Dan sekitar jam delapan pagi, kami semua bergegas pulang. sepanjang perjalanan pulang, aku melantunkan lagu-lagu dengan harmoni yang tercipta dari perasaanku sendiri. Nabilpun sama, dia terus saja mengulum senyum. Dan nin tampak begitu terharu, ternyata cucunya yang sangat kusayangi itu tetap memegang janjinya, sampai saat ini.
******