It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
silahkan imajinasika sendiri aja y
hadeh..suka yang item" eksotis juga toh
sip. atapi kok kayaknya w kenaal propicnya
hahay..sip, ni mau lanjut
si item lagi lembur..
baca, langsung komen ya
@igoigo, @Boyorg, @halaah, @firmanE, @jaydodi, @blueguy86, @mahardhyka, @ajied84, @urth, @tobleron, @dewo_dawamah, @dityadrew2, @yoedi16, @adinu, @redbox, @joe_senja, @alfaharu, @kiki_h_n, @jockoni, @habibi, @pria_apa_adanya, @zimad, @adam08, @dhie_adram, @boljug, @4ndh0, @aDvanTage, @autoredoks, @dollysipelly, @sly_mawt, @trinity93, @pokemon, @fansnyaAdele, @05nov1991, @the_jack19, @co_ca_co, @iamyogi96 @chocolate010185 @adacerita @prahara_sweet @rainbow_bdg
kiriman kiripiknya ditunggu pisan
Aku lirik kanan-kiri dan aku sama sekali tak tahu ini dimana. Tadi nabil belokkan motornya di Sentra Niaga dekat komplek Graha Astra.
“my man, kita mau kemana sih?”
“coba tebak, kita mau kemana?”
“hmm..gak tahu. Aku emang belom pernah kesini”
“dasar. Kamu emang gak pernah kemana-mana? Katanya orang cikarang...”
“iya. Tapi aku kan sekolahnya di bekasi. Palingan pulang sekolah tuh langsung maen ke jakarta..atau palingan ke Metropolitan Mall Bekasi”
“halah, alibi itu mah”
Aku hanya manyun. Lalu dia melajukan motornya dengan kecepatan sedang melewati jembatan yang melintasi jalan tol. Bentar, seingatku waktu aku ke garut pas lewat tol aku ngeliat ada plang gede banget, hmmm...Kota Delta Mas?
“kita ke.. Delta Mas?” tanyaku ragu-ragu.
“itu tahu...”
Ternyata benar. Dasar kuuleun...dia aja yang perantau tahu Delta Mas, aku yang asli Cikarang malah diunjukan sama dia...jadi malu...
Dan akhirnya kami sampai di lampu merah. Wah, jalanannya lebar tapi lengang sekali, padahal ini baru sore. Mungkin karena hari libur kali. Dan sekarang nabil membelokkan ke kiri. Aku melihat ada bangunan yang bentuknya menyerupai masjid.
“my man, ntar kita magriban disitu?”
“hahaha. Nggak lah.”
“kok? Kita gak maghriban dulu?”
“ya kalo kamu mau magriban, ayo, tapi gak disitu”
“kok? Bukannya itu masjid?”
“ahahay..itu tuh kantor marketing Delta Mas, bukan mesjid...”
“tapi kok..”
“iya, emang bentuk kubahnya kayak masjid. Tapi mana ada mesjid yang didepannya ada patung hewan-hewan kayak gitu? Tapi keren yah. Kayaknya kalo poto-poto disitu keren juga”
Iya, keren juga pikirku. Dari jauh memang tampak seperti masjid karena bangunan atasnya menyerupai kubah. Tapi dari jarak dekat baru tampak patung-patung hewan, yaitu gajah, badak dan beberapa hewan lain yang berukuran cukup besar. Dan ada beberapa yang mirip gading gajah yang berukuran raksasa.
“poto-poto emang boleh?” tanyaku penasaran. Kayaknya kalau di tempat begini ya tengsin aja.
“hmm..mau?”
“gak ah. Ditempat lain aja poto-potonya. Lagian juga cuacanya kurang enak buat poto-poto” jawabku.
Sebanarnya aku mau, tapi cuacanya udah mulai mau hujan, mendung sekali. Tapi walaupun gak boleh, nabil selalu punya seribu macam cara untuk bisa.
Lalu nabil melajukan kembali motornya. Jalanan semakin lengang dan akhirnya nabil berbalik arah, lalu di lampu merah dia belok ke arah kiri. Aku tak begitu memerhatikan jalanan. Aku malah asyik memerhatikan tengkuknya. Aku senyum-senyum sendiri melihat rambut halusnya. Ya, aku paling suka melihat rambut halusnya yang tak pernah dibuang itu ketika dicukur. Kesannya tuh dia liar, tapi cakep.
Parfumnya pun cenderung sangar. Dia memang pandai memadukan style dengan parfumnya. Dia hanya mengenakan jeans pensil robek-robek dan kaos hitam. Terkesan liar dan dia tampak seperti anak jalanan, tapi aku cukup suka gaya slengeannya. Ah, dasar cowok nano-nano.
“my man..gerimis..berteduh dulu ya bentar..”
“aih...ngapain berteduh? aku malah suka banget sama gerimis. Gerimis itu romantis tau.”
Dia memang selalu saja melihat segalanya dengan keindahan. Kutengadahkan wajahku, benar saja, butiran-butiran air yang jatuh mengenai kulit wajahku terasa..apa ya, syahdu? Ya, sulit kujelaskan. Ada rasa geli waktu butiran-butiran itu mengenai kulit wajahku. Ternyata memang bukan didramatisasi adegan di pilm-pilm tentang orang yang suka hujan. Memang rasanya nyaman sekali ketika titik-titik hujan itu mengenai wajah. Aku senyum-senyum sendiri. Tapi kok lama-lama makin deras? Syahdunya ilang deh..
Aku menundukan kepalaku dan kulihat didepan semakin gelap.
“my man. Berteduh dulu, makin gede ujannya...”
“ya udah. Kita balik arah” katanya.
Dia lalu balik arah, tapi ketika menikung, mungkin karena ban motornya licin, motor kami terpeleset dan kami berdua terjatuh. Padahal kecepatannya gak tinggi waktu belok.
Aku mengaduh pelan. Tapi tak merasa sakit. Aku malah merasa mati rasa. Kucoba pijat kakiku tapi masih tak merasakan apa-apa.
“maboy, kamu gapapa?”
Aku lantas menatapnya dan mencoba tersenyum dan badanku terasa sedikit pegal. Kulihat tanganku sedikit lecet.
“kamu gapapa?”
“ng..ngga papa kok.” Kataku bohong.
Aku gak mau buat dia khawatir. Lagian juga ini kan niatnya mau jalan-jalan. Kalau dia khawatir, pasti kita mau langsung balik ke kostannya.
“syukurlah”
Lalu dia menegakkan motornya dan memasang standar satu kemudian membantuku berdiri.
“udah gapapa” kataku.
Aku kibaskan kotoran di jaketku dan juga celanaku. Aku menyembunyikan tanganku yang lecet, biar tak kelihatan olehnya.
“ayo, udah makin gede ujannya” kataku.
Dia lantas naik dan aku juga ikut naik ke belakang joknya. Dia lantas melajukan motornya dan sekarang kami memasuki tempat yang terdapat banyak sekali bangunan-bangunan. Terlihat seperti gedung-gedung pemerintahan.
“kita dimana?”
“ini Pemda Bekasi. Kantor yang punya bekasi”
“yang punya bekasi?”
“bupati maboy..kamu ini..terus yang itu pengadilan negeri”
“hah?”
“Emang kamu belum pernah ditilang?”
“belum lah. Aku kan warga negara yang baik. Punya kadarkum, kesadaran akan hukum” kataku bangga.
Dia hanya menceng-menceng ke arahku.
Kulirik kanan kiri, bangunannya lumayan besar-besar tapi suasananya sepi sekali. Kami mengitari tempat ini dan tak menemukan seorangpun manusia. Sekarang kami ada di depan lapangan, terlihat seperti lapangan upacara, tapi anehnya ada beberapa ekor kuda disitu. Kuda di kota cikarang? Rasanya aneh. Baru pertama kali aku melihat kuda di cikarang, dan kuda-kuda itu tidak diikat, dibiarkan bebas begitu saja. kuda-kuda itu tampak sedang makan rumput. Tentu saja, bodoh sekali. Tapi kuda siapa itu ya? Hujan-hujan begini ada ditengah lapang.
(waktu w kesana emang ada beberapa ekor kuda, tapi gatau punya siapa)
Aku merasakan seperti sedang berada di kota mati. Mirip kota yang film yang dibintangi will smith tentang kota yang penduduknya terinfeksi suatu wabah. Yang membedakan hanya bangunannya, disini bangunannya masih baru, selebihnya sama.
Dan sekarang kami melewati masjid yang ukurannya cukup besar. Aku sudah mendengar suara azan tapi masjid ini sangat sepi. Dari luar hanya terlihat ada tiga orang berbaju putih. Mungkin mereka bertiga marbot (penjaga) mesjid, pikirku.
“my man, kita sholat dulu.” Kataku setengah berbisik ke arahnya.
Dia lalu masuk ke palataran masjid dan memarkirkan motornya. Kami berdua lantas turun dan segera menuju ke teras mesjid.
Sesampainya di teras masjid, dia tampak kikuk. Aku cekikikan melihatnya. Dia tampak ragu-ragu ketika ku ajak masuk mesjid.
“ayo..”
Dia hanya diam sambil melirik ke arah celananya yang robek-robek. Aku faham sekarang.
“tenang aja..masa iya di mesjid segede ini gak ada sarung..”
“lagian baju aku basah maboy..”
Dia tampak ragu.
“ayo, waktu sholat maghrib kan Cuma sebentar” kataku lagi.“Gapapa. Bentar. Wudlu dulu yuk”
Kami berdua segera menuju ke tempat wudlu dan langsungmengambil air wudlu. Sekali lagi dia tampak kikuk. Apa dia emang jarang sholat, pikirku. tapi gapapa, sekali-kali aku ingin lihat dia sholat. Toh selama dikostannya, setiap aku ajak sholat ke mesjid dia selalu menolak dengan alasan sholat di kamar aja.
Dia berjalan sambil menunduk dan kami masuk ke mesjid. Aku segera berjalan menuju bufet kecil yang biasanya ada sarung dan mukena. Dan aku mengernyit karena tak menemukan sarung. Aku lantas bergegas ke buffet lain dan aku kembali mengernyit karena tak menemukan sarung lagi. Dan dari empat buffet yang ada di mesjid aku tak menemukan sebuah sarung pun. Aneh pikirku. masa iya di mesjid sebesar ini tak ada sarung?
“my man, sarungnya gak ada.”
Dia malah terlihat bernafas lega. Dasar. Aku tak habis akal, lalu aku ambil bawahan mukena (mukena kan ada yang one piece atau terusan , dan two pieces) yang disimpan di dalam buffet. Kuambil dan kubawa kearahnya lalu menyodorkan padanya.
“pake.” Kataku singkat
Dia tampak kaget dan melotot ke arahku. Aku balas pelototan matanya dan kumanyun-manyunkan bibirku. Dia mengerut dan dengan berat hati mengambil bawahan mukena itu lalu memakainya.
” Yang penting kan nutup aurat.”
Kulihat mukanya tampak merah dan sesekali melihat kiri kanan. Pasti dia akan merasa malu kalau ada yang liat. Hahaha, akhirnya aku bisa ngerjain dia. Jarang-jarang kan aku dapat kesempatan buat ngerjain dia. Dan kesempatan langka ini tak boleh kusia-siakan.
Kuperhatikan lucu sekali mukanya. Dia terlihat salah tingkah dan aku hanya bisa cekikikan menahan tawa.
Lalu salah seorang dari mereka berdiri dan membacakan iqomat, yang lain pun berdiri dan segera membentuk shaft. Dan seseorang yang paling tua dengan jenggot putih segera maju.
Dan satu lagi, aku mencium bau wangi yang sebelumnya belum pernah kucium. Bukan seperti wangi yang biasa kita cium di mesjid. Wanginya hangat dan menenangkan.
Setelah mengucapkan salam, imampun membalikkan badannya menghadap kami dengan sedikit menyerong. Dia tampak melafalkan wirid. Entahlah, aku tak begitu faham apa yang dibaca. Aku hanya diam mendengarkan.
Selesai wiridan dua orang itu menyalami dan mencium tangan orang yang jadi imam, aku pun ikut mencium tangannya. Kupandang nabil dan diapun ikut mencium tangan imam itu. Kami lantas duduk membentuk lingkaran kecil.
Aku pandangi lagi imam tadi. Aku merasakan aura yang tak biasa. aku merasa begitu kecil didepannya.
Kulihat nabil tampak kikuk. Dia pasti merasa tak nyaman. Dia beberapa kali melihat ke arahku mengisyaratkan agar kami segera keluar.
“mama, kami duluan ya. Assalam’alaykum” kataku.
Aku dan nabil hendak keluar mesjid dan ketika baru sampai pintu keluar, imam tadi memanggilku.
“anak muda, tunggu sebentar” katanya.
Beliau lalu menghampiriku dan tersenyum teduh. Aku hanya menunduk, entahlah, aku tak berani menatap matanya. Aku merasa jadi mahluk paling pendosa ketika berada disisinya, apalagi ketika menatap matanya.
“rasa takut itu fitrah manusia. Tapi hal yang sepantasnya ditakuti oleh manusia itu adalah dirinya sendiri, bukan jin atau hantu. Dan ketika rasa takut itu muncul, ingatlah Alloh. Ingatlah bahwa tak ada yang lebih segalanya dari Dia. dan satu lagi, agama yang tuhan turunkan itu sempurna, dan sifat dasar manusialah yang mencacatinya. Dan ingat, memaafkan itu bukan berarti kita merendahkan diri di hadapan Alloh swt, justru alloh akan menganggkat derajat manusia yang mau memaafkan”
Aku hanya tertegun mendengarnya.
“makasih mama” kataku lagi dan kemudian imam tadi tersenyum lalu segera masuk ke dalam mesjid.
Kami berdua meninggalkan mesjid tanpa kata. Setelah sampai di parkiran motorpun masih tak ada percakapan. Dia lantas naik kemotornya dan aku langsung naik ke jok belakangnya. Tak ada canda seperti biasa, kami masih sama-sama diam. Mungkin dia masih memikirkan kata-kata imam tadi. Akupun sama, kata-kata beliau bahwa musuh terbesar manusia itu adalah diri sendiri, masih terus terngiang-ngiang.
Aku memeluk pinggangnya dan diapun melajukan motornya. Sepanjang perjalanan, kondisinya sangat sepi. Aneh, padahal ini kota besar dan fasilitasnya lengkap.
“my man, kok sepi sekali?”
“ini kan hari libur. kalau week day disini rame sampai jam isyaan.”
“terus sekarang kita mau kemana?”
“balik aja yuk.?”
“kok balik? Gak nongkrong dulu?”
“kita nongkrongnya di cikarang baru aja ya”
“tapi..”
Dia tak menjawab, tapi meihat sebentar ke jam tangannya lalu menambah kecepatan motornya. Kami melewati jalanan lebar yang lengang dan sepi. Dan sekarang dia berbelok dan kondisinya minim penerangan.
“my man, arif long shift shift kan ya”
“yap. Palingan pulangnya jam sepuluhan” jawabnya.
“asik..masih ada waktu donk ya?”
“waktu buat apaan?”
“buat apaan ya?”
“tuh kan..kamu mah sukanya mancing-mancing..”
“mancing apaan si. Aku pengen nongkrong, ngobrol bedua dan...dah lama gak denger kamu nyanyi. Eh, kamu sukanya siapa sih?”
“hahhaa. Mengalihkan topik nih kayaknya. Eh, siapa apanya?”
“maksud aku penyanyi. Kamu suka siapa?”
“michael buble, frank sinatra,”
“jazz?”
“yap, tapi masih banyak lagi kok. Scorpion, avenged sevenfold dan bang haji rhoma irama”
“hah, dangdut? Hahahay..masa kamu suka dangdut?”
“dangdutnya bang haji mah enak tau. Liriknya dalem, dan musiknya juga apik. Coba aja, lagu-lagunya bang haji masih didengerin nyampe sekarang kan? Bahkan banyak yang diaransemen ulang sama penyanyi-penyanyi sekarang. Kalo lagu-lagu sekarang mah, palingan buming sebulan dua bulan aja, dan liriknya itu meaningless. Kebanyakan lagu-lagu sampah yang cabul”
Benar saja. waktu aku dengar ipodnya memang seleranya nabil termasuk ‘beda’. Jazz, blues, rege, rock dan dangdut. Dan aku juga suka semua lagunya.
Dia mengaduh dan mencoba berdiri. Aku masih mengaduh dan kakiku mulai terasa sakit karena tergencet motor. Rasanya sakit sekali. Waktu di mesjid pun memang sudah mulai terasa sakit, tapi tak kuhiraukan. Dia mencoba membantuku bangun tapi tiba-tiba dari belakang muncul sesorang dan memukul tengkuk belakang nabil. Nabil langsung tersungkur dan kepalanya menimpa batu kecil. Dia memegangi dahinya sebentar dan kulihat ada darah menetes dan akhirnya pingsan.
Aku memandang orang itu dengan tatapan nanar. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku dilanda rasa marah yang sangat. Dan rasa marah ini mampu mengalahkan rasa takutku. Ya, awalnya aku takut melihat mereka. Jantungku berdebar kencang sekali. Badanku gemetar. Tapi melihat mereka telah memukul nabilku, rasa takutku langsung hilang.
Kutatap tajam mereka. Aku mengantisipasi apa yang akan mereka lakukan.
“dompet” kata salah seorang dari mereka sambil memainkankan sebilah pisau lipat ke arahku.
Aku hanya memandang dingin ke arah pisau itu. Tak ada rasa takut sedikitpun. Aneh, aku sendiri merasa aneh. Ini tak seperti yang ada di film-film lawas yang bahkan si korban sampai terkencing-kencing di celana. Apa karena aku melihat orang yang kusayang dipukul? Ya, aku tak rela mereka melukai nabilku.
“dompet” kata mereka dengan nada meninggi.
“siapa kalian?” tanyaku tajam menatapnya.
Mereka saling pandang melihat reaksiku. Mungkin ini diluar perkiraan mereka. mungkin mereka kira aku akan takut diancam dengan pisau lipat itu. Aneh memang, tapi sungguh, rasa marahku mampu mengalahkan rasa takutku.
“heh, lo gak perlu tahu siapa kami. Cukup serahkan dompet dan hape. Cepat”
Aku masih mengantisipasi.
“CEPAT SERAHKAN DOMPET DAN HAPE ” ulang salah seorang dari mereka dengan tatapan tajam.
Aku lantas berdiri dan mereka berjalan mundur beberapa langkah.
“lebih baik aku mati daripada menyerahkan dompetku” kataku lagi.
Aku sendiri tak percaya apa yang kukatakan. Rasanya kata-kata itu mengalir lancar keluar dari mulutku.
“bajingan” kata orang yang membawa pisau lipat itu dan bergerak maju hendak menyerangku.
Aku tak tau aku dapat keberanian darimana. Yang pasti rasanya aku tak takut sama para begundal ini. Dan ketika salah seorang dari mereka maju dan hendak menusukkan pisaunya, kutangkis tangannya lalu kepegang dan kusikut wajahnya. Dia tampak kesakitan dan terjajar beberapa langkah ke belakang.
Dan kulihat yang satunya lagi tampak sangat gusar dan bergerak maju hendak menyerangku. Aku mulai mengantisipasi. Dan kebetulan sekali aku melihat ada balok kayu di dekatku.
Sekarang aku merasa gerakannya lambat ketika menyerangku. Secara refleks aku menggeser badanku ke samping dan merengkas kakinya. Dan tanganku mengambil balok kayu dan memukulkannya ke belakang kepala orang itu. Orang itu mengaduh kesakitan kemudian tersungkur sambil terus memegangi kepalanya.
Yang satunya bangun dan tampak melotot ketakutan ke arahku.
“MASIH BERANI? AYOO” teriakku gusar ke arah mereka.
Kulihat nabil sudah mulai sadar. Dia memicingkan mata kearahku seperti sedang memastikan sesuatu.
Dan penjahat yang melotot itu menarik-narik paksa temannya dan kemudian berlari terbirit-birit meninggalkan kami. Aku lantas segera menuju nabil dan membantunya bangun. Kudirikan motor nabil dan kupasang standar satu.
Nabil masih memegangi kepalanya dan terlihat belum sadar betul.
“kamu gapapa my man?”
“hah?”
“kamu gak papa kan?”
“mmm...aku...baik-baik aja”
“ya udah, kita pulang” kataku.
“tanganku..” kata dia sambil memegangi tangannya.
Tangannya pasti merasa sakit, pikirku. Mungkin tadi waktu jatuh tangannya menimpa sesuatu atau mungkin tergencet sesuatu.
“tangan kamu gapapa? Mana yang sakit?” kataku sambil memperhatikan tangannya.
Dia sedikit meringis kesakitan sambil memegangi lengan kanannya.
“ayo, kita buruan balik.”
“tapi tanganku sakit” katanya sedikit meringis.
Kulihat darahnya mulai mengucur dari dahinya. Aku lantas mengeluarkan tissue yang selalu ada di sakuku dan kuusap darah yang mengalir itu.
“kamu pegang tissue ini, biar darahnya gak ngalir terus. Kalo motor biar aku yang bawa”
“kamu...bisa?” tanyanya sedikit ragu.
Aku sendiri tak yakin. Tau dulu kan si item pernah ngajarin aku di Harapan Indah. Meski ragu, tapi aku yakin, lebih tepatnya meyakin-yakinkan diri bahwa aku bisa.
Aku mengangguk pasti. Lalu mulai menaiki ninjanya.
“ayo” kataku sambil melihat ke arahnya.
Dia tampak ragu ketika naik ke jok belakang. Dengan perasaan tak yakin aku mulai menkick starter ninjanya. Ingat sal, tenang, tenang, tarik kopling, masukan gigi, gitu aja, gampang..itu kata-kata si item dulu, gampang sal..kataku pada diri sendiri.
Nabi lalu memeluk pinggangku. Awalnya aku kagok, tapi setelah beberapa waktu aku bisa menguasai ninjanya dan aku segera menuju ke kostan nabil.
*****
Aku masih mengolesi luka di bibirnya dengan kapas yang sudah keberi betadine yang kuambil di kotak First Aid-nya. Ternyata dia orangnya antisipatif juga. Jarang ada orang yang memiliki kotak P3K pribadi di kamarnya.
Dia kadang-kadang meringis perih ketika kapas itu menyentuh lukanya. Aku hanya mengernyit. Pasti perih rasanya. Aku lantas mengolesi luka itu dengan lebih hati-hati.
“kamu gapapa my man?”
Dia hanya tersenyum manis kearahku.
“aku gak nyangka ternyata kamu...”
“aku..apa..?”kataku malu-malu.
“tapi..ternyata kamu bisa pake ninja juga?”
“hmm..Cuma ninja doank...kalo pesawat terbang, baru gak bisa”
“hahaha. Tapi..kok kamu...?”
“apa?”
“tapi sumafah yah, kamu keren banget tadi. Aku jadi atut..”
“hehe. Gatau sih, tumben aku punya keberanian kayak gitu. Mungkin karena aku gak rela liat kamu kayak tadi”
“maboy..lope lope lope ma kamyu...” katanya sambil memainkan bibir dan matanya.
“sssttt..sekarang aku obatin lagi lukanya. Jangan banyak ngomong dulu. Apa mau aku anterin ke klinik?” kataku lagi. padahal aku ngerasa seneng banget.
“gak usah. Aku gak papa kok”
“gapapa gimana? Aku takut terjadi apa-apa sama kamu. Kita ke klinik aja ya?”
“gak usah. Ntar deh kalo aku ngerasa ada yang gak beres sama kepala aku, aku ke klinik kok”
“bener ya? Awas kalo enggak. Kamu kalao mau ke klinik, bilang aja. ntar aku temenin kok”
Dia hanya tersenyum ke arahku. Mlihat senyumnya yang tak biasa, aku jadi slaah tingkah.
“kok senyum-senyum sih?”
“heheh. Ntar kapan-kapan boncengin aku lagi ya?”
“hah?”
“enak juga meluk kamu di motor. Anget-anget gimana gitu”
“hahaha”
“pantesan aja kamu suka meluk aku kenceng banget, ternyata gitu toh rasanya”
“gitu gimana?”
“nyamaaan...banget. apalagi kalao nyium tengkuk kamu”
“aaahhhh...my man..”
“pasti rasanya enak banget ya? Hmmm”
“aaahhh..”
“hahaha. Ntar kalo kamu bonceng aku, aku mau megang dede kamyu ah..”
“aaahhh”
Kami masih asyik bercanda dan sesekali aku mengusap luka didahinya dengan kapas lalu kutiup-tiup biar cepat kering. Ternyata ada hikmahnya juga kecelakaan ini. Aku merasa cukup kuat sekarang. ya, ternyata aku juga bisa melindungi nabil. Ternyata aku tak selemah yang kupikir. Benar kata orang, ketika dalam kondisi terdesak, kekuatan yang terpendam itu akan muncul. Dan melihat orang yang kita sayang dilukain, itu akan memunculkan kekuatan itu.
“kenapa my man?”
“arif..pulang” katanya dengan nada takut.
Aku baru sadar bahwa hari ini dia shift 1 (masuk jam delapan pagi, pulang jam empat sore) tapi ada jadwal long shift. Aku lantas segera merapikan tasku dan langsung mengambil sepatu yang kusimpan di rak sepatu di samping pintu dan segera bergegas menuju pintu belakang kostannya. Untung saja kamar kost nabil punya dua pintu. Pintu depan dan pintu belakang. Jadi aku tak usah lewat pintu depan untuk keluar.
Setelah keluar, aku mengendap-endap sambil menjinjing sepatu karena belum sempat kupakai. Kutengok kanan-kiri, takutnya ada orang yang sedang melihatku. Melihatku yang sedang mengendap-endap seperti maling pasti akan langsung digebugin.
Aku lantas menaiki pagar karena pintu pagarnya tepat di depan pintu kamarnya. Dengan sangat hati-hati dan sedikit menahan rasa sakit aku melompati pagar itu dan baru bisa bernafas lega ketika sudah menginjak tanah.
Dengan tergesa-gesa kupakai sepatuku lalu berjalan cepat menuju pangkalan ojeg.
“mang, ke kostan tiga dara” kataku ke tukang ojegnya.
Lalu si tukang ojegnya langsung menjalankan motornya ke kostan yang kusebut. Kami sudah sampai di perempatan DRY PORT Cikarang-President University. Aku meraba-raba sakuku dan baru sadar bahwa hapeku yang untuk kerja tak ada. Aku memang punya dua hape, satu untuk kerja dan satu lagi untuk di luar kerja. Aku coba ingat-ingat dan rasanya hepeku tertinggal di kostan nabil. Wah, bahaya. Kalau sampai arif tau, bisa runyam masalahnya.
“mang, balik ke kostan tadi. Ada yang ketinggalan” kataku.
Lalu si mamang tukang ojegnya balik arah ke kostan nabil. Sebenarnya aku was was harus kembali ke kostan nabil. Tapi takutnya karena nabil kecapean dan dia tertidur, lalu arif melihat hapeku, pasti akan jauh lebih bahaya.
Setelah sampai di dekat kostan nabil, aku lantas turun.
“mang tunggu sebentar ya, saya ambil barang dulu” kataku.
Aku segera menuju kostannya dan ketika jarakku hampir sampai, aku mengendap-endap seperti maling. Kutengok kanan-kiri, aman, tak ada orang. Aku lantas meloncati pagar dan mendapati kamarnya sudah redup. Mengkin mereka sudah tidur. Nabil pasti kelelahan dan arif juga baru pulang kerja pasti capek sekali.
Kostan nabil memang petakan, tepatnya ada tiga petak, kontrakan standar di cikarang. Dan karena letaknya yang paling pinggir, jadi ada jendela kecil di petak tengah yang digunakan untuk kamar. Kuputuskan untuk mengintip lewat jendela. Kamarnya memang cukup gelap, tapi karena ada pendaran dari luar, samar-samar terlihat bayangan di dalam. Aku memicingkan mataku menegaskan apa yang kulihat dan mataku langsung melotot.
Tuhan..mimpi, ini pasti mimpi. Aku tak percaya apa yang kulihat. Dari jendela sini aku melihat bayangan dua orang saling menindih. Dari rambut dan perawakannya aku yakin bahwa dia itu arif. Ya, itu pasti arif. Dia bertelanjang dada dan..tidak..dia sedang menduduki sesuatu, lebih tepatnya seseorang dan itu..nabil?
Hampir saja aku berteriak. Aku lantas menutup mulutku. Jantungku sakit sekali melihatnya. Badanku mulai gemetar. Mataku terasa perih dan satu tetes air mataku jatuh. Aku menahan nafas dan rasanya aku ingin mati saja melihatnya. Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya.
Tidak, ini pasti mimpi. Ya, ini mimpi paling buruk yang aku alami. Kulihat arif masih menduduki nabil dan nabil juga tampak memegangi pinggul arif. Arif naik turun diatas pinggul arif. Ya, mereka bermain cinta di depanku. Air mataku terus meleleh. Nabil, kenapa kamu lakuin ini bil?apa karena aku tak mau menyerahkan hal terindahku? Tapi kenapa bil, kenapa?
Sekarang kulihat mereka berganti posisi. Arif tampak membelakanginya dan nabil lalu berlutut dan dia memegangi pinggul arif. Dia memasukannya dan arif tampak mendesah-desah. Jantungku serasa terbakar melihatnya. Kulihat wajah nabil, dia berkeringat . Lalu nabil memeluk arif dari belakang. Tuhan, bangunkan aku tuhan, bangunkan aku segera.
Tiba-tiba bayangan si item mengisi kepalaku. Dan kata-kata terakhirnya di kamar motel itu kembali terngiang-ngiang di telingaku.Kamu benar tem, kamu benar. Banyak kelinci itu jelmaan ular. Dan nabil adalah salah satunya. Dibalik semua sikap manisnya, kejutan-kejutannya, kata-kata bijaknya, dia ternyata berhati iblis, dia bejat, dia jahat.
Item, tolong aku tem, tolong aku...
Aku masih menutup mulutku dengan tangan dan kulihat hapeku yang tergeletak di samping nabil menyala. Pesan singkat masuk. Pasti dari axapta (informasi permintaan perbaikan mesin yang dikirim via sms ke hape). Kulihat nabil melihat ke arah hapeku dan terkejut. Dan ketika dia melihat kearah jendela, pandangan kami bertemu dalam samar. Kami bertatapan dan aku menggelengkan kepala.
Aku lantas meloncati pagar dan segera berlari ke arah tukang ojeg dan tanpa ba bi bu langsung naik ke jok belakangnya.
“jalan mang. Ke danau Ellysium” kataku berusaha menahan tangis.
Si mamang tampak bingung.
“bukannya ke kostan tiga dara kang?”
“ke ellysium aja mang”
Lalu si mamang ojegnya mulai melajukan motornya ke danau ellysium.
Pikiranku berkecamuk. Aku terus saja mengusap pipiku yang tak henti-hentinya melelehkan air mata. Kenapa bil, kenapa? Kenapa kamu tega lakuin ini sama aku? Kenapa? Apa salah aku bil? Kenapa kamu begitu jahat. Aku benci kamu, aku benci kamu bil.
kisah diatas fiktif kok. maksudnya yang mama tadi, tapi coba aja ke delta mas minggu sore. suasanyanya persisi kayak yang w critain di atas. dan jangan pulang malem", karena katanya rawan begal disana.
maf, pict-na gada. waktu kesana emang lagi gerimis.
intinamah selamat membaca we lah.